• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Kombinasi Alginat dengan Omperazol terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Kombinasi Alginat dengan Omperazol terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar mukosa lambung tikus yang hanya diberi aspirin (Keadaan

ulkus mula-mula)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4

Tikus 5 Tikus 6

(2)

Lampiran 2. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan (3 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(3)

Lampiran 3. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan (7 hari)

Tikus 1

Tikus 3 Tikus 4

(4)

Lampiran 4. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan (10 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(5)

Lampiran 5. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan (14 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3

Tikus 6 Tikus 5

(6)

Lampiran 6. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan (16 hari)

Tikus 1

Tikus 6 Tikus 5

Tikus 4 Tikus 3

(7)

Lampiran 7. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi sirup alginat 1 % (3 hari)

Tikus 1

Tikus 5

Tikus 4 Tikus 2

Tikus 3

(8)

Lampiran 8. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi sirup alginat 1 % (7 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 3 Tikus 4

(9)

Lampiran 9. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi sirup alginat 1 % (10 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4

(10)

Lampiran 10. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi sirup alginat 1 % (14 hari)

Tikus 4

Tikus 5 Tikus 1

Tikus 3

Tikus 2

(11)

Lampiran 11. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi sirup alginat 1 % (16 hari)

Tikus 1

Tikus 5 Tikus 6

Tikus 2

(12)

Lampiran 12. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (3 hari)

Tikus 4

Tikus 5 Tikus 1

Tikus 3

(13)

Lampiran 13. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (7 hari)

Tikus 1

Tikus 5 Tikus 6

Tikus 2

(14)

Lampiran 14. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (10 hari)

Tikus 1

Tikus 4 Tikus 3

(15)

Lampiran 15. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi omeprazole (14 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(16)

Lampiran 16. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi omeprazole (16 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(17)

Lampiran 17. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (2 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(18)

Lampiran 18. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (3 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(19)

Lampiran 19. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (7 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(20)

Lampiran 20. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (10 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(21)

Lampiran 21. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (14 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(22)

Lampiran 22. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (16 hari)

Tikus 1 Tikus 2

Tikus 4 Tikus 3

(23)

Lampiran 23. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi aspirin 400 mg/KgBB

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(24)

Lampiran 24. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (3 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(25)

Lampiran 25. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (7 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(26)

Lampiran 26. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (10 Hari)

(1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x

(4) Perbesaran 10 x (4) Perbesaran 10 x

(1) Perbesaran 10 x

(27)

Lampiran 27. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (14 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(28)

Lampiran 28. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (16 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(29)

Lampiran 29. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi sirup alginat 1% (3 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(30)

Lampiran 30. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi sirup alginat 1% (7 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(31)

Lampiran 31. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi sirup alginat 1% (10 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(32)

Lampiran 32. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (3 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(33)

Lampiran 33. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (7 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(34)

Lampiran 34. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi omeprazol (10 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(35)

Lampiran 35. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (2 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(36)

Lampiran 36. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (3 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(4) Perbesaran 10 x (4) Perbesaran 10 x

(37)

Lampiran 37. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (7 Hari)

(1) Perbesaran 10 x (1) Perbesaran 10 x

(2) Perbesaran 10 x (2) Perbesaran 10 x

(3) Perbesaran 10 x (3) Perbesaran 10 x

(38)

Lampiran 38. Perhitungan Indeks Ulkus (IU)

A. Kelompok I (Ulkus Mula-mula) (Bedah 2 jam setelah induksi) Tikus 1

Jumlah ulkus = 8

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(39)

Lampiran 38. (Lanjutan)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(40)

Lampiran 38.(Lanjutan) Tikus 4

Jumlah ulkus = 7

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 3,45 1,65 5,6925

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(41)

Lampiran 38. (Lanjutan)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 3,85 1,65 6,3525

B. Kelompok II (Tanpa Pengobatan) (3hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 6

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 4,35 2,05 8,9175

(42)

Lampiran 38. (Lanjutan)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 1,85 1,20 2,22

2 1,65 0,75 1,2375

3 1,70 0,80 1,36

(43)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(44)

Lampiran 38. (Lanjutan) Tikus 5

Jumlah ulkus = 12

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(45)

Lampiran 38. (Lanjutan)

C. Kelompok II (Tanpa Pengobatan) (7 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 7

(46)

Lampiran 38. (Lanjutan) Tikus 2

Jumlah ulkus = 6

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm)

(47)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 768,825

(48)

Lampiran 38. (Lanjutan) Tikus 6

Jumlah ulkus = 6

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus (mm)

D. Kelompok II (Tanpa Pengobatan) (10 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 3

(49)

Lampiran 38. (Lanjutan)

3 0,95 0,65 0,6175

Jumlah luas ulkus (mm2) 5,2675

Luas mukosa (mm2) 550,22

Indeks ulkus 0,0195

Luas mukosa (mm2) 547,175

Indeks ulkus 0,0189

Luas mukosa (mm2) 480,87

Indeks ulkus 0,0199

Tikus 5

Jumlah ulkus = 1

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(50)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 540,46

Indeks ulkus 0,0177

(51)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 698,625

(52)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 593,4175

Indeks ulkus 0,004

F. Kelompok II (Tanpa Pengobatan) (16 hari) Tikus 1

Jumlah ulkus = 2

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 2,30 1,0 2,30

2 1,0 0,85 0,85

Jumlah luas ulkus (mm2) 3,15

Luas mukosa (mm2) 643,1525

(53)

Lampiran 38. (Lanjutan)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(54)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 593,0925

Indeks ulkus 0,0008

G. Kelompok III (Sirup Alginat 1%) (3 Hari Pengobatan) Tikus 1

Jumlah ulkus = 4

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(55)

Lampiran 38. (Lanjutan)

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

1 1,15 0,85 0,9775

2 0,70 0,45 0,315

Jumlah luas ulkus (mm2) 1,2925

Luas mukosa (mm2) 615,44

(56)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 558,215

Indeks ulkus 0,0092

H. Kelompok III (Sirup Alginat 1%) (7 Hari Pengobatan) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 596,97

(57)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 568,26

Indeks ulkus 0

Luas mukosa (mm2) 554,125

(58)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 608,5125

Indeks ulkus 0

I. Kelompok III (Sirup Alginat 1%) (10 Hari Pengobatan) Tikus 1

Jumlah ulkus = 0

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

0 0 0 0

Jumlah luas ulkus (mm2) 0

Luas mukosa (mm2) 588,35

Indeks ulkus 0

Luas mukosa (mm2) 538,02

(59)

Lampiran 38. (Lanjutan)

Luas mukosa (mm2) 533,275

Indeks ulkus 0

J. Kelompok IV (Suspensi Omeprazol 0,036%) (3 hari pengobatan) Tikus 1

Jumlah ulkus = 2

No. Ulkus Panjang ulkus (mm) Lebar ulkus Luas ulkus

(60)
(61)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(62)
(63)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(64)
(65)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(66)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(67)
(68)

Lampiran 38. (Lanjutan)

(69)
(70)

Lampiran 39. Uji Normalitas Data Ho : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal. Pengambilan keputusan:

Jika Sig.(p) ˃ 0,05 maka Ho diterima Jika Sig.(p) ˂ 0,05 maka Ho ditolak.

Tests of Normalityb,c

b. Jumlah.ulkus is constant when Kelompok = Suspensi Kombinasi. It has been omitted.

c. Indeks.ulkus is constant when Kelompok = Suspensi Kombinasi. It has been omitted.

(71)

Lampiran 40. Analisis Uji Kruskal-Wallis

Tabel 1. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari ketiga Test Statisticsa,b

Tabel 2. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari ketiga Test Statisticsa,b

(72)

Tabel 4. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari ketujuh

Tabel 5. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari kesepuluh Test Statisticsa,b

(73)

Lampiran 41. Uji Mann-Whitney

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Tabel 2. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus sirup alginat dan suspensi kombinasi pada hari ketiga

Test Statisticsb

Indeks.ulkus

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 21.000

Z -3.077

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

(74)

Test Statisticsb

Jumlah.ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Tabel 5. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus suspensi omeprazol dan suspensi kombinasi pada hari ketiga

Test Statisticsb

Jumlah.ulkus

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 21.000

Z -3.207

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties.

(75)

Tabel 6. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus suspensi omeprazol dan suspensi

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .002a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Tabel 7. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus suspensi omeprazol dan suspensi kombinasi pada hari ketujuh

Test Statisticsb

Jumlah.ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Tabel 8. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus suspensi omeprazol dan suspensi omeprazol pada hari ketujuh

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

(76)

Tabel 9. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus sirup alginat dan suspensi

Asymp. Sig. (2-tailed) .086

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .132a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Tabel 10. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus sirup alginat dan suspensi omeprazol pada hari ketiga

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Perlakuan

Tabel 11. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus sirup alginat dan suspensi omeprazol pada hari ketujuh

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

(77)

Tabel 12. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus sirup alginat dan suspensi omeprazol pada hari ketujuh

Test Statisticsb

Indeks.ulkus

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Tabel 13. Analisis uji Mann-Whitney jumlah ulkus sirup alginat dan suspensi omeprazol pada hari kesepuluh

Tabel 14. Analisis uji Mann-Whitney indeks ulkus sirup alginat dan suspensi omeprazol pada hari kesepuluh

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Kelompok

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a

a. Not corrected for ties.

(78)

Lampiran 42. Posisi Tikus Sebelum dan Setelah Dibedah

(a) Posisi Tikus Sebelum Dibedah

(79)

Lampiran 43. Gambar Alat-Alat Bedah

(80)

Lampiran 44. Gambar Mikrotom dan Mikroskop

(a) Gambar Mikrotom

(81)

Lampiran 45. Gambar Sediaan

(a) Gambar Sirup Alginat

(82)
(83)
(84)

Lampiran 47. Perhitungan Dosis 1. Omeprazol

Dosis dewasa = 20 – 40 mg 1 kali sehari (Tanu, 2007)

Faktor konversi dosis manusia dewasa (70 kg) terhadap hewan tikus (200 g) adalah 0,018

Konversi dosis terhadap hewan tikus 200 gram = 20 mg x 0,018

= 0,36 mg

Dosis tiap kg berat badan = 0,36 mg x

= 1,8 mg/kgBB

2. Alginat

(85)

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, T., Berit, L.S., Kjetil, F., Eben, A., dan Bjorn, E.C. (2012). Alginate as Biomaterials in Tissue Engeneering. Charbohydr. Chem. 37(1): 227-258. Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta:

UI-Press. Halaman 326-342.

Aziz, F. (2008). Perforated Peptic Ulcer, General Surgery, Abdomen. eMedicine Specialties. Diperbarui: Oktober 8, 2008.

Aziz, N. (2002). Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari Pediatri. 4(3): 222-226.

Bandyopadhyay, U., Biswas, K., Sengupta, A., Moitra, P., Dutta, P., Sarkar, D., Debnath, P., Ganguly, C.K., dan Banerjee, R.K. (2004). Clinical Studies on The Effect of Neem (Azadirachta indica) Bark Extract on Gastric Secretion and Gastroduodenal Ulcer. Life Sci.75: 2874-2878.

Barcelo, A., Claustre, J., Moro, F., Chayvialle, J.A., Cuber, J.C., and Plaisancié, P. (2000). Mucin Secretion Is Modulated By Luminal Factors In The Isolated Vascularly Perfused Rat Colon. 46 (2) : 218-224.

Brunton, L., Keith, P., Donald, B., dan Iain, B. (2008). Goodman & Gillman’s Menual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America: McGrawHill Companies Inc. Halaman 621-632.

Chung, I-S., dan Byung-Wook. (2012). Peptic Ulcer Diseases In Korea. The Korean Journal of Helicobacter and Upper Gastrointestinal Research. 1(12): 19-22.

Cook D.L., Curtis, R.L., Curtis, S.M., et al., (1986). Pathophysiology Consepts of Altered Health States. Second Edition. Philadelphia, London. Halaman 672-673.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 603-605.

Daniel, M., Ewa, S., Russel, J.R., Genaro, G.O., Burkhard, P., dan Giuseppe, N. (1997). Suppressive Effect of Melatonin Administration on Ethanol-Induced Gastroduodenal Injury in Rats In-vivo. Br Journal Pharma. 121: 264-270.

Ditjen Binfar dan Alkes. (2013). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Halaman 978.

(86)

Draget, K. I., Smidsrod, O., dan Gudmund S. (2005). Alginate from Algae. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH and Co. Halaman 3-4.

Fransiska, E. (2013). Stabilitas Fisik dan Efek Pencegahan Ulkus dari Sirup Alginat pada Lambung Tikus yang Diinduksi dengan HCl. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 1-45.

Fornai, M., Luca, A., Rocchina, C., Marco, T., Corrado, B. (2011).

Pathophysiology of Gastric Ulcer Development and Healing: Molecular Mechanisms and Novel Therapeutic Options. Departement of Internal Medicine, University of Pisa, Italy. Page 113-142.

Fry, D.A. (2005). What Causes Peptic Ulcer Diseases: Nursing Made Incredibly Easy. Lippincott Williams & Wilkins Inc. 3(6): 52-56.

Ganguly, A.K., dan Bhatnagar, O.P. (1973). Effect of Bilateral Adrenalotomy on Production of Restraint Ulcers in Stomach of Albino Rats. Canadian Journal of Physiology and Pharmacology. 51: 748 - 750.

Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 509-514.

Guyton, A. C., dan Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 862.

Isselbacher. (2000). Harrison’s Principles of Internal Medicine. Penerjemah: Asdie, A.H. (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume Empat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 1532-1549.

Kee, J.L., dan Evelyn, R.H. (1995). Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 314. Laksman, H.T. (2005). Kamus Kedokteran. Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta:

Djambatan. Halaman 191.

Leeson , C.R., Thomas, S.L., dan Anthony, A.P. (1989). Buku Ajar Histology. Alih Bahasa: dr. Yan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 347-357.

Lewis, S.M. (2000). Illustrated Manual of Nursing Practice. Third Edition. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 685. Mahattanadul, S. (1996). Antigastric Ulcer Properties Of Aloe vera.

Songklanakarin J. Sci. Technol. Page: 50-57.

(87)

Manik, L.M. (2014). Efek Sirup Alginat Dibandingkan dengan Sukralfat Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Etanol. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 16.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Satu. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Halaman 492.

Meilani, D. (2010). Pencegahan dan Pengobatan Ulkus Saluran Cerna Kelinci pada Penggunaan Asetosal dengan Menggunakan Alginat. Tesis. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 1-55.

Mineta, A. (1983). Nursing of Patients With Peptic Ulcer. 4(4): 408-17.

Morris, E.R., Rees, D. A., dan Thom, D. (1980). Characterisation of Alginates Composition and Block Structure by Circular Dichroism. Carbohydrate Research. 81(2): 305-310.

Mutia, T., dan Rifaida, E. (2012). Penggunaan Webs Serat Alginat/Polivinil Alkohol Hasil Proses Elektrospining Untuk Pembalut Luka Primer. Jurnal Riset Industri Volume VI No. 2. Halaman 137-147.

Mutschler, E. (2010). Arzneimittelwirkungen. Penerjemah: Widianto, M.B,. Ranti, A.S., dan Padmawinata, K. (1991). Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 532.

Muttaqin, A., dan Kumala, S. (2013). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 2-411.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika. Halaman 404-411.

Neal, M.J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Alih bahasa dr. Juwalita Surapsari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 30-31.

Pearce, E.C. (1999). Anatomy & Physiology for Nurses. Penerjemah: Handoyo, S.Y., dan Mohamad, K. (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 176-185.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1995). Patofisologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 417 - 431. Rasyid, A. (2003). Algae Coklat (Phaeophyta) Sebagai Sumber Alginat. Oseana.

2(28): 33-38.

Scanlon, V.C dan Tina, S. (2007). Anatomy and Physiology. Fifth Edition. Philadelphia: FA Davis Company. Halaman 377.

(88)

Sherwood, L. (2001). Human Physiology: From Cells to System. Penerjeman: Pendit, B.U. (2001). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 538-560.

Sianipar, G. (2015). Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 15.

Solouki, M., Seyed, M.M., Mehran, K., Majid, M., dan Ebrahim, N. (2009).

Comparison between The Preventive Effects of Ranitidine and Omeprazole on Upper Gastrointestinal Bleeding among ICU Patients. National Research Institute of Tuberculosis and Lung Disease.8(4): 37-42.

Sun, J., dan Huaping T. (2013). Alginate-Based Biomaterial for Regenerative Medicine Applications. China: Journal Materials. 1285-1309.

Sunil, K., Amandeep, K., Robin, S., dan Ramica, S. (2012). Peptic Ulcer: A Review on Etiologi and Pathogenesis. International Research Journal of Pharmacy. 3(6): 34-38.

Tanu, I. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 233-522

Tonnesen, H.H., dan Jan, K. (2002). Alginate in Drug Delivery System. Drug Develovement and Industrial Pharmacy.28(6): 621-630.

Yamamoto, A., Tomokazu, I., Reishi, N., dan Ryuchi, N. (2014). Sodium Alginate Ameliorates Indomethacin-Induced Gastrointestinal Mucosal Injury Via Inhibiting Translocation In Rats. World Journal of Gastroenterology. 20(10) 2641-2652.

Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwingghammer, T.L., dan Dipiro, C.V. (2003).

(89)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat–alat

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik (Boeco), mikroskop (Olympus), pH meter (Hanna), kamera digital, sonde tikus, spuit, kaca objek, kaca penutup, vial, jangka sorong, alat bedah, lumpang, stamfer dan alat-alat gelas lainnya. 3.2 Bahan–bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah natrium alginat 300 – 400 cps (Wako Pure Chemical Industries, Ltd Japan), akuades, gula pasir, nipagin (Merck), larutan formaldehid 10%, etanol 80%, etanol 70%, etanol 50%, parafin cair (Merck), xylol (Merck), xylena (Merck), larutan hematoksilin 0,2% (Merck), larutan eosin 1% (Merck), canada balsam (Entellan), Aspirin, Omeprazol (Mutifa).

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan sirup simpleks

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian ditimbang 65 g gula pasir. Ditambahkan 30 ml akuades ke dalam gelas beker kemudian diaduk. Dipanaskan hingga larut dan berwarna jernih. Dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml. 3.3.2 Pembuatan suspensi aspirin

R/ Aspirin 40%

CMC Na 0,5%

Akuades ad 100 ml

(90)

demi sedikit akuades sambil digerus (Fase 2). Setelah itu dicampurkan Fase 1 ke dalam Fase 2, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml (Sianipar, 2015).

3.3.3 Pembuatan sirup alginat 1 %

R/ Natrium Alginat 1% (b/v)

Nipagin 0,025% (b/v)

Sirup Simpleks 20% (v/v)

Akuades ad 100 ml

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian dilarutkan natrium alginat dalam sebagian akuades kemudian didiamkan selama 24 jam. Diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan sirup simpleks. Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam sirup. Diaduk hingga homogen lalu tambahkan akuades hingga 100 ml (Fransiska, 2013). 3.3.4 Pembuatan suspensi omeprazol

R/ Omeprazol 0,018%

Nipagin 0,025%

Sirup Simpleks 25%

CMC Na 0,5%

Akuades ad 100 ml

Dikalibrasi gelas beker 100 ml. Dipanaskan air sebanyak 20x dari berat Na. CMC. Ke dalam lumpang yang berisi air panas, ditaburkan Na. CMC, didiamkan hingga mengembang (Fase 1). Di lumpang lain, digerus omeprazol, ditambahkan sedikit demi sedikit sirup simpleks sambil digerus (Fase 2). Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam Fase 2, kemudian ditambahkan Fase 1, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml (Sianipar, 2015).

(91)

R/ Natrium Alginat 1%

Nipagin 0,025%

Sirup Simpleks 25%

Omeprazol 0,018%

Akuades ad 100 ml

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian dilarutkan natrium alginat dalam sebagian akuades kemudian didiamkan selama 24 jam. Diaduk hingga homogen (Fase 1). Di lumpang lain, digerus omeprazol, ditambahkan sedikit demi sedikit sirup simpleks sambil digerus (Fasa 2). Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam Fase 2, kemudian ditambahkan Fase 1, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml (Sianipar, 2015).

3.3.6 Hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah tikus jantan sehat dengan berat badan 150 - 200 g sebanyak 126 ekor dipelihara dalam kandang yang sesuai, diberi makanan dan minuman yang sesuai, diaklimatisasi selama 2 minggu sebelum diberi perlakuan. Sebelum perlakuan tikus dipuasakan selama 36 jam dengan tujuan mendapatkan lambung yang relatif bersih dari makanan. 3.3.7 Pembuatan ulkus pada tikus

(92)

3.3.8 Penyembuhan ulkus pada tikus

Pengelompokan dan jadwal pembedahan hewan penelitian tersaji dalam tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Pengelompokan hewan dan jadwal pembedahan

(93)

Sub-Satu jam setelah pemberian aspirin, tikus dibagi atas kelompok masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor.

Kelompok 1 : Tikus diberikan 1% akuades. Kelompok 2 : Tikus diberikan 1% sirup alginat. Kelompok 3 : Tikus diberikan 1% suspensi omeprazol

Kelompok 4 : Tikus diberikan 1% suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol. Tikus dibunuh pada hari ke-3, 7, 10, 14, dan 16 hari dan kemudian diambil lambungnya, dicuci dan diamati jumlah ulkus, panjang dan lebar ulkus (makroskopis). Panjang dan lebar tiap-tiap ulkus diukur dengan menggunakan jangka sorong (area ulkus) (mm2). Perhitungan indeks ulkus mengikuti metode yang dilakukan oleh Ganguly dan Bhatnagar (1973), diperoleh dari area ulkus (mm2) dibagi dengan luas mukosa lambung (mm2). Kemudian mukosa lambung direndam dalam larutan formalin 10% untuk diproses secara histologi dengan pewarnaan haematoxylin-eosin dan diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40 (Manik, 2014).

3.3.9 Pembuatan preparat mikroskopik (histopatologi)

Pembuatan preparat histopatologi sampai siap untuk dilihat secara mikroskopik terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :

Spesimen dipotong sesuai dengan yang diinginkan setebal 1-2 mm. Difiksasi dengan menggunakan larutan formalin 10% minimal 6-7 jam.

Difiksasi kembali dengan menggunakan larutan formalin 10% 2 kali pengulangan, masing-masing selama 1 jam.

(94)

untuk mengeluarkan air dari jaringan yang telah difiksasi agar nantinya mudah dilakukan parafinisasi.

Penjernihan dengan merendam spesimen kedalam xylena 3 kali pengulangan, masing-masing selama 2 jam. Tahap penjernihan bertujuan untuk

mengeluarkan alkohol dari jaringan.

Embedding dengan menggunakan paraffin cair 56°C 2 kali pengulangan, masing-masing selama 2 jam.

Blocking pada cassete dan didinginkan pada suhu 4°C beberapa saat.

Spesimen dipotong dengan menggunakan mikrotom (Leica) setebal 2 - 3 µm kemudian dimasukkan di atas kaca objek yang telah diolesi gliserin.

Dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan xylol 3 kali pengulangan, masing-masing selama 15 menit.

Direhidrasi dengan menggunakan alkohol 96%, 80%, dan 50% masing- masing selama 15 menit.

Dibersihkan dengan menggunakan air mengalir kemudian diwarnai dengan pewarnaan haematoxyline-eosin (rendam ke dalam zat warna Haematoxyline mayers selama 5 menit kemudian cuci dengan air mengalir, setelah itu direndam ke dalam larutan eosin 1% selama 1 menit).

Dehidrasi dengan etanol 80%, 96%, dan absolut masing-masing 1 menit lalu dikeringkan.

Direndam dalam larutan xilene selama 1 menit, kemudian ditutup dengan kaca objek yang telah diberi Canada balsam (Entellan®)

(95)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penginduksian Ulkus Lambung dengan Suspensi Aspirin 400 mg/kg BB Pada semua tikus menunjukkan terjadinya ulkus lambung setelah pemberian aspirin. Gambar 3.1 menunjukkan kerusakan pada mukosa lambung setelah pemberian aspirin.

Gambar 4.1 Mukosa lambung menunjukkan terjadinya luka. A: Tikus 1 pada kelompok kontrol. B: Tikus 3 pada kelompok kontrol. ( O = luka). Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat ulkus pada mukosa lambung tikus yang diberikan aspirin satu jam sebelum pembedahan. Aspirin dan NSAIDs lain diketahui dengan jelas mengakibatkan peptik ulser dan obat ini lebih sering dihubungkan dengan lesi pada ulkus lambung daripada ulkus duodenum (Chung dan Byung-Wook, 2012). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa lokal melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee dan Evelyn, 1995).

Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan

(96)

menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif.

Ulkus peptikum terjadi jika efek agresif asam-pepsin lebih banyak daripada efek proteektif pertahanan mukosa lambung atau mukosa duodenum. Mengingat sifat yang luar biasa korosif dari asam-pepsin (Isselbacher, 2000). 4.2 Penyembuhan Ulkus Lambung

Efek penyembuhan ulkus lambung ditunjukkan dengan kemampuan suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol yang diberikan sekali sehari selama tiga hari pengobatan untuk penyembuhan ulkus lambung. 4.2.1 Pengamatan makroskopis lambung tikus

(97)

Tabel 4.1 Jumlah ulkus rata-rata pada masing-masing kelompok (n = 6) Hari Tanpa

Pengobatan

Sirup Alginat 1% Suspensi Omeprazol

Keterangan: ( - ) Tidak ada pembedahan

Grafik perbandingan jumlah ulkus pada mukosa lambung masing-masing kelompok tampak pada Gambar 4.2 .

Gambar 4.2 Perbandingan jumlah ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol, suspensi omeprazol, sirup alginat, dan tanpa pengobatan (n=6).

Pengamatan hari kedua pada kelompok suspensi kombinasi adalah pengamatan tambahan.

(98)

Pada Gambar 4.2 juga menunujukkan bahwa sudah tidak terdapat ulkus pada kelompok pemberian suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol dibandingkan dengan kelompok pemberian sirup alginat, dan tanpa pengobatan. Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian sirup alginat, dan tanpa pengobatan.

Selain pengamatan makroskopis yaitu dengan menghitung jumlah ulkus juga dilakukan perhitungan indeks ulkus pada masing-masing kelompok. Efek penyembuhan dari suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol dapat dilihat juga dari penurunan indeks ulkus pada pembedahan hari kedua sampai hari keenambelas. Pada hari kedua masih terdapat nilai rata-rata indeks ulkus pada kelompok pemberian suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol, sedangkan pada hari ketiga sudah tidak terdapat nilai rata-rata indeks ulkus. Hasil indeks ulkus rata-rata pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Indeks ulkus rata-rata pada masing-masing kelompok (n = 6)

Hari Tanpa Pengobatan

Sirup Alginat 1% Suspensi Omeprazol

(99)

Dari Tabel 4.2 dapat juga dilihat efek penyembuhan dari suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol dilihat dari penurunan indeks ulkus dari pembedahan pada hari ketiga sampai hari keenambelas yang ditandai adanya penurunan.

Grafik perbandingan indeks ulkus pada mukosa lambung masing-masing kelompok tampak pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perbandingan indeks ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol, suspensi omeprazol, sirup alginat, dan tanpa pengobatan (n=6).

Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.3, dilihat dari penurunan indeks ulkus dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus dibandingkan dengan kelompok pemberian sirup alginat dan tanpa pengobatan.

(100)

4.2.2 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari ketiga 4.2.2.1 Lambung tampak dalam (mukosa lambung)

Penyembuhan ulkus lambung pada tikus dengan pemberian suspensi kombinasi alginat omeprazol dan sirup alginat dibandingkan dengan tikus tanpa pangobatan dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Mukosa lambung tikus pada hari ketiga. A: tanpa pengobatan.B: sirup alginat. C: supensi omeprazol. D: suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol. (O : luka).

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa mukosa lambung tikus pada pembedahan hari ketiga dengan kelompok tanpa pengobatan dan sirup alginat masih menunjukkan adanya ulkus lambung, tetapi dengan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol sudah tidak terdapat ulkus pada mukosa lambung. Dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi

A

A

B

C

D

(101)

kombinasi alginat dengan omeprazol lebih cepat menyembuhan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian sirup alginat.

Natrium alginat menutupi/melapisi lesi, mencegah kerja merusak dari pepsin dan asam hidroklorida, dan melindungi permukaan mukosa saluran pencernaan bagian atas. Studi juga menerangkan bahwa natrium alginat meningkatkan produksi heksosamin lambung pada ulkus lambung tikus yang disebabkan oleh asam hidroklorida. Natrium alginat menghasilkan efek mukoprotektif dan efek menghentikan perdarahan di saluran pencernaan bagian bawah dan juga efek perlindungan pada lambung (Yamamoto, dkk., 2014).

Natrium alginat mengurangi lebar ulkus yang diinduksi dengan indometasin dan aktivitas myeloperoxidase pada lambung dan usus. Natrium alginat menekan penipisan mukus yang disebabkan oleh indometasin dan menghambat perembesan dari enterobakteria ke dalam usus halus (Yamamoto, dkk., 2014). Kemampuan alginat disamping meningkatkan efek pertahanan mukosa lambung (sitoprotektif) juga meregenerasi jaringan sehingga mempercepat penyembuhan ulkus lambung, menggunakan pembalut yang mengandung alginat dalam pengobatan luka pada kulit karena memiliki kemampuan meregenerasi jaringan pada luka (Sun dan Huaping, 2013).

(102)

durasi panjang (Kee dan Evelyn, 1995). Penghambat pompa proton, obat ini mengurangi sekresi asam (Muttaqin dan Kumala, 2013).

Faktor utama pada penatalaksanaan ulkus lambung adalah dengan menghilangkan etiologinya. Diet lambung, dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga ditujukan sebagai sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin (Mansjoer, 1999). 4.2.3 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari ketujuh

Gambar 4.5 Mukosa lambung tikus pada hari ketujuh. A: tanpa pengobatan. B: sirup alginat. C: suspensi omeprazol. D: suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol. (O: luka).

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa mukosa lambung tikus pada pembedahan hari ketujuh dengan kelompok tanpa pengobatan masih

A

B

(103)

menunjukkan adanya ulkus lambung, tetapi dengan pemberian sirup alginat dan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol sudah tidak terdapat ulkus pada mukosa lambung.

4.2.4 Pengamatan mikroskopis lambung tikus

Selain pengamatan secara makroskopis juga dilakukan pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan melakukan uji histopatologi pada jaringan lambung tikus. Uji histopatologi dilakukan terhadap empat ekor tikus dari masing-masing kelompok. Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pada tikus kelompok kontrol ulkus dengan pemberian aspirin terjadi kerusakan dan erosi sel-sel epitel yang cukup dalam pada permukaan mukosa lambung karena bersentuhan langsung dengan aspirin. Iritasi yang bersifat lokal menimbulkan kerusakan jaringan dan menyebabkan difusi kembali asam lambung ke mukosa (Sherwood, 2001). Aspirin merusak pertahanan mukosa lambung dengan mengurangi ketebalan jeli mukus pada lambung, memutus barier mukosa lambung yang terdiri dari glikoprotein, dan menghambat sekresi bikarbonat (Isselbacher, 2000).

(104)

4.2.4.1 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketiga

.

Gambar 4.7 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketiga dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: sirup alginat. C: suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol.

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi yang masih cukup dalam pada sel epitel pada pembedahan hari ketiga pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A). Pada kelompok tikus yang diberikan sirup alginat (B), juga masih terdapat erosi yang cukup dalam pada sel epitel mukosa. Sedangkan hasil uji histopatologi pada tikus yang diberikan suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol (C), telah menunjukkan erosi mukosa lambung yang sudah tidak begitu dalam. Dari hasil mikroskopis pada pembedahan hari ketiga dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan

A

Sel-sel

epitel erosi

B

(105)

omeprazol lebih cepat dalam menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin jika dibandingkan dengan pemberian sirup alginat yang ditandai dengan berkurangnya kedalaman erosi pada daerah mukosa lambung. 4.2.4.2 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketujuh

Gambar 4.8 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketujuh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: sirup alginat. C: suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol. Hasil histopatologi juga menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi yang masih cukup dalam pada sel epitel pada pembedahan hari ketujuh pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A), masih terdapat kerusakan sel-sel epitel. Sedangkan hasil uji histopatologi pada mukosa lambung tikus pemberian sirup alginat dan suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol

A

Sel-sel

B

(106)

ditunjukkan dengan kohesi antar sel mukosa yang cukup bagus dan erosi yang tidak terlalu dalam pada sel epitel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian sirup alginat dan suspensi kombinasi alginat dan omeprazol dapat menyembuhkan ulkus lambung pada pembedahan hari ketujuh, sedangkan pada kelompok tanpa pengobatan ulkus lambung belum sembuh sampai pada hari kesepuluh, keempatbelas, dan keenambelas.

(107)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol dapat menyembuhkan ulkus lambung yang diinduksi oleh aspirin karena kemampuan alginat sebagai sitoprotektif dan dapat meregenerasi jaringan pada mukosa lambung tikus yang dikombinasikan dengan omeprazol yang memiliki efek mengurangi sekresi asam lambung.

2. Suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung yang diinduksi oleh aspirin dibandingkan dengan sirup alginat dan suspensi omeprazol yang mana pada hari ketiga jumlah dan indeks ulkus rata-rata suspensi kombinasi alginat dengan omeprazol adalah 0 dan telah menunjukkan erosi mukosa yang tidak begitu dalam, sedangkan sirup alginat pada hari ketiga jumlah dan indeks ulkus rata-rata adalah 3,17 dan 0,0131 dan suspensi omeprazol pada hari ketiga jumlah dan indeks ulkus rata-rata adalah 2,0 dan 0,0078, serta masih terlihat adanya erosi sel-sel epitel yang cukup dalam pada jaringan mukosa lambung.

5.2 Saran

(108)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas mulut, farinx, tekak, usofagus, kerongkongan, ventrikulus, lambung, usus halus, dan usus besar (Pearce, 1999).

Sistem pencernaan mempunyai fungsi utama yaitu untuk menyuplai nutrisi bagi sel-sel tubuh (Muttaqin dan Kumala, 2013). Sistem pencernaan (sistem alimenter) berfungsi untuk memindahkan zat gizi atau nutrien (setelah memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh (Sherwood, 2001).

2.2 Lambung

(109)

kerongkongan dan usus dua belas jari (Laksman, 2005). Meskipun bagian dari tabung makanan, lambung bukan sebuah tabung, melainkan lebih kepada sebuah kantong yang merupakan pelebaran dari esofagus dan usus halus (Scanlon dan Tina, 2007).

2.2.1 Anatomi lambung

Morfologi organ tubuh tikus analog dengan morfologi organ manusia. Oleh karena itu, sering digunakan sebagai hewan pengujian obat sebelum diberikan pada manusia. Salah satu organ tikus yang analogis dengan organ manusia adalah lambung (Malole, dkk., 1989).

(110)

Berikut merupakan gambaran bentuk anatomi dari lambung yang dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Anatomi lambung.

Keterangan: (A) Tampilan depan lambung. Dinding lambung dipotong untuk menunjukkan lapisan otot dan kerutan mukosa. (B) Kelenjar-kelenjar lambung, menunjukkan sel-sel yang menghasilkannya (Scanlon dan Tina, 2007).

2.2.2 Fisiologi lambung

(111)

Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam klorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan protein (Sherwood, 2001). Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian corpus dan fundus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007). Akhirnya, melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran kental yang disebut kimus (Sherwood, 2001).

(112)

asam itu sebagian telah dinetralkan oleh kerja getah duodenum, pankreas dan empedu yang alkalis. Bila otot sfingter mengendor lagi maka duodenum menerima kiriman lain dari isi lambung (Pearce, 1999).

Kelenjar dalam lapisan mukosa lambung mengeluarkan sekret yaitu cairan pencerna penting, getah lambung. Getah ini adalah cairan asam bening tak berwarna. Mengandung 0,4 persen asam hidroklorida (HCl), yang mengasamkan semua makanan dan bekerja sebagai zat antiseptik dan disinfektan, membuat banyak organisme yang ikut masuk bersama makanan, tidak berbahaya, dan menyediakan lingkungan untuk pencernaan makanan protein (Pearce, 1999). Setiap hari lambung mengeluarkan 2 liter getah lambung. Beberapa enzim perncerna terdapat dalam getah lambung (Sherwood, 2001).

Perangsangan sekresi getah lambung sebagian diterima dari rangsangan saraf dan sebagian dari rangsangan kimiawi. Sekresi mulai pada awal orang makan, bila melihat dan mencium makanan, akan merangsang sekresi. Hal ini sering disebut “tahap fisik”. Rasa makanan kemudian merangsang sekrsi karena kerja saraf. Makanan di dalam lambung menimbulkan rangsangan kimiawi karena menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon (perangsang kimia) yang disebut gastrin. Sekresi getah lambung dapat dihalangi oleh sistem saraf simpatis, seperti yang terjadi pada gangguan emosi, seperti marah atau takut. Kita sering bicara tentang orang yang mual karena rasa takut, dalam hal ini sebenarnya lambungnya yang menolak untuk diisi (Pearce, 1999).

(113)

(Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Walaupun sebenarnya HCl tidak mencerna apapun dan tidak mutlak diperlukan bagi fungsi saluran pencernaan, zat ini melakukan beberapa fungsi yang membantu pencernaan. Asam hidroklorida (1) mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin; (2) membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil; dan (3) bersama dengan lisozim air liur membunuh bakteri yang masuk melalui lambung (Sherwood, 2001).

Pepsin dihasilkan dari pepsinogen dalam lingkungan asam hidroklorida dan bekerja atas protein, mengubahnya menjadi bahan yang lebih mudah larut, yang disebut pepton. Rennin ialah ragi yang membekukan susu membentuk kasein dari kaseinogen yang dapat larut. Sebuah enzim yang memecahkan lemak disebut lipase lambung, terdapat dalam jumlah kecil di dalam lambung, dan pencernaan lemak dimulai di sini (Pearce, 1999). Mukosa lambung juga mensekresi bikarbonat, bikarbonat dan mukus membentuk lapisan tak teraduk yang mempunyai pH sekitar 7,0. Lapisan tak teraduk ini ditambah membran permukaan sel mukosa dan tautan kedap di antaranya membentuk sawar bikarbonat mukosa yang melindungi sel mukosa dari kerusakan oleh asam lambung (Ganong, 2008). Dalam keadaan normal cairan lambung juga mengandung enzim yang dikenal sebagai faktor pembuat darah dari Castle.

(114)

2.2.3 Histologi lambung

Lambung terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa, lapisan submukosa, lapisan mukosa, dan membran mukosa (Pearce, 1999).

Dinding saluran pencernaan memiliki struktur umum yang sama di sebagian besar panjangnya dari esofagus sampai anus, dengan variasi lokal yang khas untuk tiap-tiap daerah. Potongan melintang saluran pencernaan memperlihatkan empat lapisan jaringan utama. Dari yang paling dalam ke paling luar lapisan-lapisan itu adalah mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Sherwood, 2001).

2.2.3.1 Serosa

Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa (Pearce, 1999). Pembungkus jaringan ikat di sebelah luar saluran pencernaan adalah serosa, yang mengeluarkan cairan serosa encer yang melumasi dan mencegah gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Di sepanjang saluran pencernaan, serosa berhubungan dengan mesentrium, yang menggantung organ-organ pencernaan ke dinding dalam rongga abdomen seperti sebuah ayunan. Perlekatan itu menghasilkan friksi relatif, yang menunjang organ-organ pencernaan dalam posisinya, sementara masih memungkinkan kebebasan berlangsungnya gerakan mendorong dan mencampur (Sherwood, 2001). 2.2.3.2 Lapisan berotot atau muskularis eksterna

(115)

bawah lapisan pertama, dan (c) serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orofisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil) (Pearce, 1999).

Serat-serat otot polos bagian dalam (berdampingan dengan submukosa) berjalan sirkuler mengelilingi saluran. Kontraksi serat-serat sirkuler ini menyebabkan kontriksi atau penurunan garis tengah lumen di titik kontraksi. Kontraksi serat-serat di lapisan luar, yang berjalan secara longitudinal di sepanjang saluran menyebabkan saluran memendek. Bersama-sama, aktivitas kontraktil lapisan otot polos menghasilkan gerakan propulsif dan mencampur. Suatu jaringan saraf lain, pleksus meintrikus, terdapat di antara kedua lapisan otot, dan bersama dengan pleksus submukosa, membantu aktivitas usus lokal (Sherwood, 2001).

2.2.3.3 Lapisan submukosa

Lapisan submukosa terdapat dibawah lapisan mukosa. Tunika submukosa meluas ke dalam rugae atau lipatan memanjang lambung, dan terdiri atas jaringan ikat jarang, dengan serat-serat kolagen dan elastin. Selain fibroblast, terdapat pula kumpulan limfosit dan sel plasma, terutama dekat kardia dan pilorus, serta sel mast dan biasanya terdapat beberapa lemak. Tunika submukosa mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan saraf perifer dari pleksus submukosa (Leeson, dkk., 1989).

(116)

dan limfe yang lebih besar, keduanya bercabang-cabang ke arah dalam ke lapisan mukosa dan ke arah luar ke lapisan otot di sekitarnya. Yang juga terdapat di dalam submukosa adalah jaringan saraf yang dikenal sebagai

pleksus submukosa, yang membantu mengontrol aktivitas lokal masing-masing bagian usus (Sherwood, 2001).

2.2.3.4 Lapisan mukosa

Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugae, yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan (Pearce, 1999). Mukosa melapisi permukaan luminal saluran pencernaan (Sherwood, 2001).

Membran mukosa

Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epitelium silinder. Epitelium ini bersambung dengan permukaan mukosa dari lambung. Epitelium dari bagian kelenjar yang mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung (Pearce, 1999). Komponen utama mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel bagian dalam berfungsi sebagai permukaan protektif serta mengalami modifikasi di daerah-daerah tertentu untuk sekresi dan absorpsi. Membran mukosa mengandung

(117)

membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propria, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung (Leeson, dkk., 1989). b. Lamina propria

Mukosa muskularis adalah lapisan otot polos di sebelah luar yang terletak di sebelah lapisan submukosa (Sherwood, 2001).

Kelenjar kardia

Terletak paling dekat dengan lubang yang ada di sebelah usofagus. Kelenjar di sini berbentuk tubuler, baik sederhana maupun bercabang dan mengeluarkan sekret mukus alkali (Pearce, 1999). Kelenjar kardia hanya terdapat pada daerah yang terletak 2 sampai 4 cm dari muara kardia. Sel-sel yang menyusun kelenjar terutama terdiri dari sel-sel penghasil mukus dan mirip dengan sel-sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel-sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin (Leeson, dkk., 1989).

(118)

Terdahulu bekerja, kelenjarnya tubuler dan berisi berbagai jenis sel. Beberapa sel, yaitu sel asam atau oxintik, menghasilkan asam yang terdapat dalam getah lambung. Dan yang lain lagi menghasilkan musin (Pearce, 1999).

Kelenjar pilorik

Kelenjar dalam saluran pilorik juga berbentuk tubuler. Terutama menghasilkan mukus alkali (Pearce, 1999).

Permukaan mukosa pada umumnya tidak datar dan halus, tetapi dipenuhi oleh lipatan-lipatan dengan banyak “bukit” dan “lembah”, sehingga luas permukaan yang tersedia untuk absorpsi sangat meningkat. Pola pelipatan permukaan dapat dimodifikasi oleh kontraksi mukosa muskularis (Sherwood, 2001).

2.2.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung

(119)

diganti setiap tiga hari. Karena pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan (Sherwood, 2001).

Mekanisme lambung dan duodenum yang normal dalam menahan efek korosif dari pepsin-asam (yaitu, resistensi mukosa terhadap jejas atau pertahanan mukosa) belum sepenuhnya terjelaskan. Meskipun demikian, berbagai faktor yang berperan dan yang dianggap berfungsi dalam pertahanan mukosa, telah dikenali (Isselbacher, 2000). Lapisan mukosa lambung juga melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam, pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Sawar mukosa lambung.

(120)

Mekanisme pertahanan mukosa lambung diantaranya faktor pelindung lokal dan neurohormonal, yang memungkinkan mukosa tahan terhadap berbagai faktor perusak. Mekanisme pertahanan mukosa lambung akan dijelaskan dibawah ini (Fornai, dkk., 2011).

2.2.4.1 Mukus lambung

Permukaan mukosa lambung dilindungi oleh selapis mukus, yang berasal dari sel epitel permukaan dan sel leher mukosa. Mukus ini berfungsi sebagai sawar protektif mengatasi beberapa bentuk cedera terhadap mukosa lambung. Karena sifat lubrikasinya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis. Mukus membantu melindungi dinding lambung dari pencernaan-diri (self-digestion) karena pepsin dihambat apabila berkontak dengan lapisan mukus yang membungkus dinding lambung. (Namun, mukus tidak mempengaruhi aktivitas pepsin di lumen, tempat berlangsungnya pencernaan protein makanan). Karena bersifat alkalis, mukus membantu melindungi lambung dari cedera asam dengan menetralisir HCl yang terdapat di dekat mukosa lambung (Sherwood, 2001).

(121)

antara sel-sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya. Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa ia mengalami kerusakan tersebut membentuk sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa seluruh lapisan lambung diganti setiap 3 hari. Karena pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan (Sherwood, 2001).

(122)

sehingga berpotensi melindungi sel mukosa dari jejas proteolitik. Ketebalan jeli meningkat dengan adanya prostaglandin E dan berkurang dengan adanya obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin. Glikoprotein mukus lambung juga mengandung determinan antigenik yang digunakan untuk mengklasifikasikan substansi golongan darah AB(H). Kurang lebih tiga perempat populasi mensekresikan cairan lambung yang mengandung substansi AB(H) ini, dan individu demikian disebut sekretor (Isselbacher, 2000).

2.2.4.2 Ion bikarbonat

Ion bikarbonat, yang disekresikan oleh sel nonparietal epitel lambung, memasuki jeli mukosa, berperan pada pembangunan lingkungan-mikro di dalam jeli dengan gradien ion hidrogen yang besar diantara zona jeli yang menghadap ke lumen (pH 1 sampai 2) dan zona yang berhubungan dengan sel mukosa lambung (pH 6 sampai 7). Sebagai lapisan air yang tidak teraduk, jeli mukus memperlambat ion hidrogen untuk berdifusi kembali ke permukaan mukosa lambung, hal ini memungkinkan pendaparan (buffering) oleh bikarbonat di dalam jeli. Sekresi bikarbonat lambung dirangsang oleh kalsium, seri tertentu dari prostaglandin E dan F , agen kolinergik dan dibutiril siklik guanosin monofosfat. Sekresi bikarbonat lambung dihambat oleh OAINS, termasuk aspirin, dan oleh asetazolamid, agen alfa-adrenergik dan etanol (Isselbacher, 2000).

(123)

asam-asam lemah organik, sehingga memungikinkan terjadinya difusi balik ion-ion hidrogen dari lumen ke dalam jaringan lambung. Hal ini dapat menyebabkan jejas sel, pelepasan histamin dari sel mast, rangsangan sekresi asam yang lebih lanjut, kerusakan pembuluh-pembuluh darah kecil, perdarahan mukosa, dan erosi atau ulserasi. Interupsi barier mukosa lambung ini tampaknya berperan pada gastritis erosif hemoragika yang berhubungan dengan konsumsi salisilat atau etanol dan dengan bentuk jejas mukosa lambung lainnya. Karena tingginya kecepatan aktivitas metabolik dan perlunya oksigen dalam jumlah besar, upaya mempertahankan aliran darah normal ke mukosa lambung merupakan suatu komponen penting pada resistensi mukosa terhadap jejas. Penurunan aliran darah mukosa, yang disertai oleh difusi balik ion hidrogen dari lumen, penting dalam menimbulkan kerusakan mukosa lambung (Isselbacher, 2000).

2.2.4.3 Prostaglandin

Gambar

Tabel 3. Analisis uji Kruskal-Wallis jumlah ulkus pada hari ketujuh
Tabel 6. Analisis uji Kruskal-Wallis indeks ulkus pada hari kesepuluh
Tabel 2.  Analisis   uji   Mann-Whitney   indeks   ulkus   sirup  alginat dan suspensi   kombinasi pada hari ketiga
Tabel 4. Analisis  uji  Mann-Whitney  indeks   ulkus   sirup   alginat  dan  suspensi   kombinasi pada hari ketujuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Angggota Dewan Perwakilan Ralqrat Daerah

 Weight balance: the lift force has to be equal to the weight of all the elements constituting the airplane.  Energy balance: we will first establish the expression

Dengan menyimak dan mencermati teks percakapan, siswa mampu memberikan contoh perilaku di rumah yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila... keempat

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W4, 2015 International Conference on Unmanned Aerial Vehicles

As its main building was constructed with materials taken from Quanzhou, the hall of Fujian in Yantai is located in the old city with its style different from local

The General Planning for China’s Grand Canal Heritage Conservation and Management in stage three divides the resources of China’s Grand Canal heritage into Canal

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus T\rgas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perlu menetapkan.. Peraturan

Starting with the historical research of Haiyan Hall Earthen Relic Site at Yuanmingyuan Ruins, this paper offers an in-depth knowledge of the original site construction craft