anggapan bahwa budaya dari negeri Asia Timur
itu mulai mengancam kebudayaan nasional Indo-
nesia. Ketakutan bahwa budaya nasional menjadi
semakin terancam ternyata bukan hal yang baru.
Pada medio 1950-an, Bung Karno sudah mengge-
makan kesadaran untuk berdaulat di bidang ke-
budayaan.
Budaya dan politik
Sebagai seorang Presiden yang dikenal sangat nasi-
onalis, Bung Karno pernah melakukan sebuah langkah berani, yakni menggunakan kebudayaan sebagai sebuah
sarana memperkuat seman-
gat kebangsaan. Tidak hanya itu, dalam masa kepemipinan beliau, terjadi sebuah perse-
tubuhan yang unik antara bu-
daya dan politik. Hal ini bisa dilihat dari lirik-lirik lagu pop-
uler di masa itu, yang selain
menyiratkan pesan-pesan
politis, juga memiliki ritme yang rancak khas lagu-lagu
JASMERAH
Padahal pada awal tahun 1950- an, di Indonesia mulai dikenal invasi musik pop dan Hawaian style yang lebih condong pada
budaya hedonisme. Pada
masa itu pula mulai menjamur
festival-festival musik pop yang digandrungi anak muda. Salah satu festival musik pop yang cukup populer pada saat itu adalah pemilihan bintang radio yang diadakan oleh RRI. Pada medio 1960-an, musik
rock n roll ala Beatles mulai
menghipnotis kaum muda In-
donesia. Lagu-lagu dari band asal Liverpool, Inggris itu se-
makin digilai setelah muncul sebuah band lokal tetapi den-
gan nuansa Beatles yang kuat, Koes Ploes. Walau merupakan grup musim lokal, tetapi mer- eka secara konsisten memain- kan musik-musik British rock
yang langsung mendapat sam- butan luar biasa. Bukan hanya
lagu-lagunya, dandanan mer-
eka juga menjadi trend setter
dan standar bagi kaum muda pada jaman itu untuk bisa dise-
but trendy.
luas dan semakin membaha-
yakan , maka pada tanggal 22 November 1964, Bung Karno membentuk tim yang berang-
gotakan antara lain Oe Tjoe Tat dan Adam Malik, untuk meng-
konsepkan sebuah formula agar rakyat Indonesia kembali kepada kepribadian dan kebu-
dayaan nasionalnya.
Alhasil, setelah itu banyak
pencekalan dan peringatan yang diberikan kepada para artis yang dianggap telah ter-
jangkiti virus budaya barat. Beberapa artis yang pernah mengalaminya antara lain Ermi Johan dan Lilis Suryani yang di-
minta mengubah cara berpa-
kaian serta lagu-lagunya agar lebih Indonesia. Nama yang kedua bahkan akhirnya dikenal sebagai pelantun lagu-lagu ber-
tema politis, seperti tembang berjudul Manipol-USDEK . Ti-
dak hanya itu, pemerintah juga menghimbau kepada para tu-
kang pangkas rambut agar me-
nolak para pelanggan yang me-
minta gaya rambut gondrong,
atau poni ala The Beatles.
Tetapi ternyata, ada bebera-
pa pihak yang merasa jengah dengan itu semua. Organisasi politik yang berailiasi dengan PKI serta pers-pers ultranasi-
onalis mengecam gaya musik anak-anak Koes Plus tersebut. Bahkan Bung Karno sendi- ri menyebut musik tersebut
dengan nama musik ngak ngik ngok .
Pada tahun 1963, dalam berbagai kesempatan Bung Karno mengecam secara terang-terangan musik ngak ngik ngok yang dianggap ti-
dak nasionalis, mengajarkan
kemalasan serta melemah-
kan mental generasi muda untuk tenggelam pada te-
ma-tema yang remeh temeh seperti cinta dan pacaran. Padahal menurut bapak Pan-
casila tersebut, mental gen-
erasi muda Indonesia harus senantiasa dipelihara agar menjadi kuat dan berkarakter untuk menghadapi ancaman neo-kolonialisme. Menyadari bahwa gejala musik ngak ngi- kngok mulai digemari secara
Tetapi ada saja yang kemudi-
an membangkang terhadap
peraturan ini, salah satunya
adalah Koes Ploes. Band pal-
ing tenar di masanya tersebut tetap ngotot menyanyikan lagu-lagu The Beatles atau-
pun lagu-lagu mereka sendi-
ri, yang tentunya juga sangat
kental nuansa rock n roll ala
Beatles ataupun Elvis Presley. Walau sering diberi perin-
gatan oleh Kejaksaan, teta-
pi band yang dimotori Tony Koeswoyo beserta sauda-
ra-saudaranya tersebut ma-
sih sering memainkan lagu- lagu yang tidak sesuai dengan irama nasionalisme . Pada beberapa even, mereka bah-
kan terang-terangan memb-
awakan lagu-lagu The Beatles. Pada 15 Maret 1965, Harian Bintang Timur mengangkat topik bahwa budaya barat ha-
rus segera dijebol. Serentak sejak itu, pers, terutama yang berailiasi dengan partai poli-
tik tertentu segera tenggalam untuk mengangkat isu-isu mengenai kontroversi budaya
rock n roll. Sedang Harian War-
ta Bhakti mengangkat suatu artikel yang berisi desakan
melakukan hal itu. Sebagai sebuah negeri yang masih sangat muda, generasi mu-
danya harus selalu awas un- tuk terus mempertahankan
kemerdekaannya, termasuk di bidang budaya.
Generasi muda di masa Bung Karno pun dikenal sebagai generasi pelopor yang suk-
ses mengawal kedaulatan Re- publik serta membuat nama
Indonesia bersinar. Sayang, setelah Bung Karno dilengser-
kan, politik untuk melindungi kebudayaan dan kepribadi-
an nasional menjadi berjalan tanpa arah. Bukti yang paling nyata, negeri ini baru mer-
aung ketika wayang dan reog diklaim negara tetangga. Pemuda adalah pewaris peradaban. Butuh kesadaran untuk mencintai negaranya, rakyatnya dan budayanya. Jika generasi muda hanya disibuk-
kan dengan kata-kata cinta serta budaya yang membuat jiwa melempem, jangan salah-
kan langit Indonesia jika ti-
ba-tiba terdengar ejekan men-
tal tempe yang membahana, menertawakan mereka yang asyik bersalon ria dan berhe-
donis ria. Merdeka.
untuk melakukan penyeli-
dikan mendalam terhadap fenomena musik ngak ngik ngok itu. Pada tahun 1965, RRI
pun berhenti untuk memutar
lagu-lagu The Beatles.
Rakyatpun seakan juga turut larut dalam semangat untuk kembali kepada kepribadian nasional. Banyak organisasi pemuda dan mahasiswa yang akhirnya menjadi pelopor untuk menggemakan lagu- lagu pemacu semangat. Dua lagu paling terkenal masa itu,
Manipol-USDEK dan Interna- sionale benar-benar menjadi
standar musik yang boleh din- yanyikan.
Tetapi pada 24 Juni 1965 ter-
jadi kehebohan. Di suatu ru-
mah, Koes Ploes tampil den-
gan menyanyikan lagu-lagu terlarang -nya. Alhasil pada saat itu juga, para pemuda di lingkungan itu membubarkan
penampilan mereka. Akhirnya
pada 29 Juni 1965, Koes Ploes diamankan untuk dimintai keterangan.
Apa yang dilakukan Bung Kar-
no, jika dilihat dari kaca mata masa kini, memang terdengar
berlebihan. Tetapi bukan tan-