• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELIHAT SEJARAH KHARISMATIK DAN TRANSFORMASI MUSIK GEREJA

2. 1. Sejarah Munculnya Gerakan Kharismatik

2. 1. 1. Berakar Dari Gerakan Montanis (170 M)

Kristen Kharismatik sesungguhnya berakar kepada Gerakan Montanis pada

tahun 170 M. Montanisme merupakan gerakan profetis yang dipelopori oleh seorang

mantan imam dari Kota Cybele di Phrygia yang bernama Montanus. Ia menekankan

pengajarannya kepada nubuatan-nubuatan yang disampaikan dalam keadaan ekstasis

dan juga pengajaran Allah berkomunikasi langsung dengan wahyu melalui Roh

Kudus. Montanus menganggap bahwa penutupan kanon59 Alkitabiah bukanlah akhir

dari wahyu ilahi. Di masa itu Montanus memiliki kegairahan spiritual yang penuh,

hingga ia masuk kedalam kondisi trance dan terjatuh secara tiba-tiba, hingga sebagian orang merasa terganggu dan menganggap hal itu tidak alami. Mereka

memandangnya sebagai sesuatu yang bersifat demonis dalam genggaman roh kesalahan. Namun sejarawan menganggap Montanus sebagai sumber mata air dari

semua gerakan antusiastik dan pneumatik dalam sejarah Kristen. Montanus telah

memberikan pandangan itu sebagai sesuatu yang bersifat organis dalam hakikatnya,

yang berkembang dalam empat tahap, masing-masing tumbuh lebih tinggi daripada

tahap yang terdahulu : (1) agama alamiah, (2) agama hukum dari Perjanjian Lama,(3)

59

Injil selama kehidupan Kristus di bumi, (4) pernyataan wahyu dari Sang Penghibur

(parakletos), yakni agama kerohanian dari kaum Montanis.

Ada tiga ajaran keagamaan Montanisme yang kemudian digunakan dalam

aliran-aliran Pentakostal dan Kharismatik hingga sekarang, yakni (a) doktrin

pengharapan akhir zaman, (b) penyembuhan ilahi, (c) pemulihan rohani. Sedangkan

yang menjadi ciri utama dalam neo-Montanisme, yakni: penyembuhan, bahasa lidah,

aturan moral yang tegas, baptisan60 dewasa, wanita ikut dalam pelayanan, dan

kedatangan Kristus segera.

Kemudian di Eropa lahir sebuah gerakan yang dikenal sebagai golongan

Anababtis, yakni gerakan yang lahir saat reformasi Lutheran di abad ke-16. Saat itu

kaum Anababtis sudah menyadari dan menentang ajaran teologi kekristenan Katolik

Roma klasik termasuk juga menentang ajaran Lutheran. Bagi kaum Anababtis, setiap

mereka yang telah dibaptis saat bayi, harus dibaptis ulang ketika beranjak dewasa

melalui pengakuan dan penerimaan pribadi untuk memastikan keselamatan. Secara

teologis mereka sangat menekankan atas Roh Kudus, pengharapan kedatangan

segera Yesus Kristus yang kedua kali, pasifisme dan taat akan aturan etika yang

ketat.

Salah satu gerakan yang dipimpin oleh Ann Lee lahir pada tahun 1736

bernama The Shaking Quakers. Ia memulai gerakannya di New York yang

60

Baptis berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan cairan (to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan, kemudian mengeluarkannya kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan, dibenamkan. (Manual Book KOM Seri 100 Pencari Tuhan, untuk kalangan sendiri)

menekankan pada “perfeksionisme milenarian”. Lee merupakan sosok pribadi yang

gagal dalam kehidupan rumah tangga. Semua empat anaknya meninggal dunia ketika

bayi, pernikahannya tidak bahagia, ia kemudian dengan keras menentang pernikahan

dan menganjurkan pengikutnya pantang melakukan hubungan seksual. Atas dasar

keyakinannya yang kuat akan akhir zaman semakin dekat, Lee menerima ajaran

glossolalia dan penyembuhan.61

Pada abad ke-18 di Amerika dan Inggris tumbuh industrialisasi yang pesat,

hal ini diyakini yang menjadi alasan terjadinya kelesuan rohani dan menjadi

pendorong lahirnya kebangunan rohani, yang di Amerika disebut “Kebangunan

Besar” (Great Awakening). Demikian juga di Inggris ketika terjadi revolusi industri merupakan momentum terjadinya kebangkitan yang disebut “Kebangkitan

Evangelikal” (Evangelical Revival). Abad ke-18 merupakan masa dimana Inggris menjadi negara adidaya baru dan sebagai lambang kekuatan ekonomi, yang ditandai

dengan banyaknya negara koloni mereka di penjuru dunia. Namun di satu sisi

masyarakatnya dan gereja mengalami degradasi spiritual, moral dan sosial. Secara

historis kebangkitan di Amerika dan Inggris memiliki hubungan yang erat, dengan

dorongan akan kepentingan spiritual dan perdagangan, sejak abad ke-17 kaum

Protestan Inggris yang berlatar belakang Calvinis62 mulai menuju Amerika dimana

61

Ibadah yang mereka jalani berupa ritus tarian yang mencoba menggoncangkan (to shake) dosa, kejahatan, dan keinginan seksual, sehingga gerakan ini dinamakan “shakers” (pengguncang). Ciri lainnya adalah sukacita dan “Tertawa Kudus” (Holy Laughter) gaya Toronto, glossolalia,

bernubuat, dan berkomunikasi dengan orang yang sudah mati. Mereka menolak Perjamuan Kudus (Lord’s Supper) ajaran tentang kebangkitan serta baptisan air.

62

Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran Calvinis (disebut Reformed atau

mereka telah merencanakan untuk menggabungkan Calvinisme dan Puritanisme

Inggris. Sehingga yang menjadi akar dan melekat kepada “Kebangunan Besar” adalah

gerakan Pietis63 di Eropa maupun Gerakan Puritan64 di Inggris.

Bila kita telusuri lagi kebelakang, Kharismatisme dan Pentakostalisme yang

lebih awal juga tidak lepas dari pendahulunya, yaitu Methodisme. Methodisme

merupakan aliran yang di ajarkan oleh dua bersaudara John Wesley dan Charles

Wesley. John Wesley diberi julukan sebagai “Bapak Pentakolisme”, karena banyak

ajaran dan gagasan serta pendekatan teologisnya diadopsi oleh Pentakolisme. Kedua

bersaudara ini berasal dari keluarga rohaniwan yang sangat religius. John dilahirkan

di Epsworth pada tahun 1703 dan Charles lahir empat tahun kemudian. Ketika

kuliah di Oxford University mereka aktif bergabung dalam sebuah persekutuan

rohani yang bernama Holiness Club yang bertujuan menekankan pembaruan rohani melalui disiplin membaca Alkitab, berdoa, dan kesalehan pribadi. Namun aktivitas

mereka justru menjadi bahan olok-olokan teman-temannya dan memberi mereka

brand image sebagai orang-orang Enthusiast, Bible Moths, Sacramentarians, namun Methodist adalah salah satu istilah yang kemudian begitu populer.

Ada dua gerakan yang memiliki kontribusi sangat besar di Asia terhadap

menggunakan nama Calvin[is], namun diantara 72 anggota PGI (tahun 1994) setidaknya separuh mengaku sebagai atau dipengaruhi oleh Calvinisme. Calvinisme merupakan nama dari seorang tokoh reformasi Johannes Calvin (Jean Cauvin 1509-1564) yang berasal dari Noyon, Perancis Utara.

63

Gerakan Pietis (Pietis Movement) dimulai di Belanda pada awal 1600 oleh Dutch Reformed Church (Gereja Reform Belanda) dimana Theodore Untereyk memperkenalkannya terhadap gereja-gereja Lutheran Jerman. Yang menjadi sasaran dalam gereja-gereja ini adalah untuk menekankan ulang iman pribadi, pengalaman lahir baru dan misi dengan ketekunan Kristen.

64

Gerakan Puritan (PuritanMovement) dimulai di Inggris dalam gereja Anglikan dengan ide menghapus seluruh ritus-ritus dan unsur Katolisisme yang ada.

pertumbuhan dan perkembangan aliran Kharismatik, yakni Assemblies of God dan

Full Gospel Businessmen Fellowship di Amerika. Assembly of God65 merupakan

salah satu kelompok neo-Pentakostal yang tumbuh ketika kebangkitan kerohanian

melanda Amerika di Abad ke-19. Dibentuk berdasarkan ide dari pendeta-pendeta

Pentakostal untuk menciptakan wadah persekutuan persaudaraan dalam

mengkoordinasikan pekerjaan misi di Amerika dan luar Amerika, yang berbasis di

Hot Springs, Arkansas. Kemudian Assemblies of God menjadi sebuah organisasi

yang terstruktur dan melembaga dibawah sebuah Dewan Umum (General Council) yang diketuai oleh Endorus N. Bell. Walau muncul berbagai reaksi menentang

pelembagaan tersebut, tetapi Assemblies of God secara konkrit menjadi salah satu

denominasi Kharismatik yang terbesar di dunia dengan sebuah tata gereja dan hirarki

administratif yang formal.

Secara etimologi kharismatik berasal dari kata benda kharis serta kata kerja kharisomai (present infinitive: kharisestai). Kharis berarti sesuatu yang menggembirakan atau menyenangkan; artinya sesuatu itu mempunyai sifat

menimbulkan perasaan senang bagi yang melihat atau mendengarnya

65

Didirikan oleh Demos Shakarian, ia adalah seorang milyuner, pengusaha peternakan di California, yang berasal dari keluarga imigran Armenia yang pada tahun 1905 mengungsi ke wilayah itu. Di negara asalnya mereka telah mengenal praktek bahasa lidah. Ayah Demos pada tahun 1905 ikut menghadiri kebangunan rohani di Azusa Street Los Angeles dan kaum imigran Armenia ini ikut melatar belakangi kemunculan gerakan Pentakostal. FGBMFI mempromosikan ajaran tentang baptisan Roh yang datang kemudian dan melakukan glossolalia. Organisasi ini memiliki kontribusi dan mampu meyakinkan kalangan elit bisnis di dalam denominasi-denominasi sejarah arus utama dengan memasukkan pengaruh-pengaruh Kristen kharismatik terasa sangat kental. Dengan karakter oikumenis dan kemampuan finansial dalam mendanai pekabaran Injil di seluruh dunia, telah menjadikan organisasi ini menjadi suatu alat yang kuat dalam dunia pekabaran Injil. (Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.28)

(Trench,1947:166-167). Dalam arti ini istilah kharis memiliki kaitan juga dengan istilah khairo (saya bergembira) dan kata benda khara yang artinya kegembiraan atau kesenangan.66 Dalam literatur Yunani, Conzelmann mengatakan berbagai defenisi

kata kharis, seperti pribadi yang menyenangkan charm, perasaan senang, simpati, rasa berterima kasih, kemauan baik, kesenangan, anugerah atau pemberian meliputi

penghapusan hutang pihak/negara yang lemah oleh pihak/negara yang kuat.67

Kata kharisomai berarti saya menunjukkan kesenangan yang ditunjukkan melalui kata-kata maupun perbuatan, memperlihatkan kemurahan hati, memberi,

mengampuni, melepaskan tahanan atau hutang. Dengan demikian tampak jelas bahwa

arti kata kerja ini erat dengan arti istilah kharis. Istilah kharisma berasal dari dua istilah Yunani di atas. Akhiran ma menunjukkan pada pembentukan kata benda dari kata lain (dalam Bahasa Indonesia akhiran-an berarti kata benda). Sehingga kharisma

dalam hubungannya dengan kharis berarti bentuk konkrit kharis, dalam kaitannya dengan kharisomai, berarti akibat tindakan memberi. Bila dikaitkan dengan dua kata benda ini kharisma berarti pemberian, hadiah. Sebab dilakukan dengan sikap murah

hati dari pemberi (umumnya dari pihak yang statusnya lebih tinggi) maka kharisma

berarti anugerah atau pemberian anugerah, dalam arti karunia68.

Dalam analisa Max Weber, bahwa fenomena kharisma memiliki hubungan

66

Newman Jr.,Op.Cit.,hlm.87;.Souter,A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London Oxford University Press, 1966, hlm.281; Conzelmeann,TDNT IX,hlm.374. dalam Pdt. DR. Ayub Ranoh, Pemimpin Kharismatik, BPK Gunung Mulia. Jakarta,2000.,hlm.112

67

H Conzelmann, “Kharis,…” dalam TDNT,Vol.IX,hlm.373-374, dalam Pdt.DR. Ayub Ranoh, Ibid.,hlm. 112.

68

Bnd. D.L.Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12-14, Jakarta, BPK Gunung Mulia, Jakarta,1991,hlm 21.

yang erat dengan apa yang disebut Durkheim sebagai hal suci dan hal kudus (the holy) oleh Otto. Dalam kharisma ada suatu titik kritis yang erat hubungannya dengan seseorang yang luar biasa dan mendatangkan kewajiban, Weber membatasi kharisma

sebagai:

….Suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah kekuasaan adikodtrati, adimanusiawi, atau setidak-tidaknya kekuatan atua kualitas yang sangat luar biasa. Kekuatannya sedemmikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai berasal dari kayangan atau sebagai teladan dan atas dasar itu individu terebut diperlakukan sebagai seorang pemimpin.69

Dari semua analisa Max Weber terdapat tiga ciri khas pokok yang

menggambarkan kharisma, yaitu pertama sebagai sesuatu yang “luar biasa”, yakni

sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-hari. Saya melihat yang “luar biasa”

itu sebagai—saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan70—sikap yang istilah

“populernya” terlalu nge-roh. Beliau mengatakan bahwa ia sering menemukan orang yang bersikap demikian. Sehingga tampak lebih religius dibanding orang Kristen

kebanyakan. Kedua bersifat “spontan” sangat berbeda dari bentuk-bentuk sosial yang

mapan dan stabil. Orang-orang kaum Kharismatik cenderung lebih spontan dalam

69

Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York: Oxford University Press, 1947), hlm.358-359 dalam Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.1996,hlm.41.

70

Pdt. R. Bambang Jonan adalah Gembala Sidang GBI Rayon IV Medan Plaza. Gembala adalah seorang pembimbing dan pemelihara domba atau kambing. Ia bertanggung jawab atas domba-dombanya, sering menghitungnya dan juga melindunginya terhadap bahaya dari luar. Di Israel Tuhan Allah diakui sebagai Gembala umatnya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik (Lihat Yohanes 10:11;14)

nyanyian-nyanyian ibadah. Hal ini juga tampak dalam ibadah mereka yang tidak

fleksibel atau non-liturgikal. Ketiga, ciri kharisma menurut Weber merupakan suatu

sumber dari bentuk dan gerakan baru, sehingga ia bersifat “kreatif”.

2. 1. 2. Latar Belakang Sejarah Gereja Bethel Indonesia

Di Indonesia kabar Injil telah masuk sejak tahun 1511 (Katholik) dan tahun

1605 (Protestan), sedangkan zaman Pentakosta masuk 300 tahun kemudian. Aliran

Pentakosta dibawa oleh penginjil keturunan Belanda yang bernama C Groesbeek dan

D. Van Klaveren, namun keduanya berkebangsaan Amerika. Pada bulan Januari

tahun 1921 kedua penginjil bertolak dari Seattle, Washington, lalu ke Jakarta

(Batavia) menggunakan kapal Jepang yang bernama Suwa Maru. Pada bulan Maret mereka bersandar di Jakarta dan meneruskan perjalanan dengan kereta api melalui

Surabaya ke Denpasar, Bali. Lalu mereka pindah ke Surabaya tahun 1922.

Gerakan Pentakosta mengalami banyak tantangan dan perlawanan, tetapi para

jemaat yang telah menerima kuasa Roh Kudus terus memberitakan Injil Kristus ke

mana-mana dengan penyertaan kuasa Allah. Jemaat baru terus bertambah dan

semakin besar, hingga pada tanggal 15 Juni 1937 Pemerintah harus mengakui

gerakan Pentakosta sebagai Kerkgenootschap (Persekutuan Gereja atau Lembaga yang bersifat gereja) berdasarkan Staatsblad 1927 No.156 dan 532. Kemudian yang sebelumnya menggunakan nama Pinkster Gemeente berubah menjadi Pinkster Kerk in Nederlands Indie. Ketika kekuasaan Belanda diambil alih Jepang pada tahun 1942, maka nama Belanda itu berubah menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), dan

Dr.H.L Senduk—sebagai pendiri Gereja Bethel Indonesia—ketika itu menjabat

sebagai Sekretaris Pengurus Pusat GPDI.

Kenyataan menunjukkan bahwa perselisihan juga hadir dalam gereja,

termasuk GPDI. Sehingga perpecahan tidak terhindari dalam tubuh GPDI. Kalau

perpecahan terjadi oleh karena kehendak Tuhan (1 Korintus 11:19), maka hal itu akan

membawa berkat pertumbuhan dan perkembangan. Tetapi kalau perpecahan terjadi

oleh karena kemarahan dan kebencian manusia, maka hal itu akan mendatangkan

kekecewaan, kerugian dan malapetaka. Ibarat membangun rumah dari rumput kering

dan jerami (1 Korintus 3:15). Karena perpecahan yang terjadi di tubuh GPDI,

dengan berbagai alasan ketidak cocokan dalam suatu pengajaran atau karena masalah

organisasi, maka pada tahun 1952 Dr. H.L Senduk dan F.G. Van Gessel keluar dari

GPDI dan membentuk Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)—nama sebelum lahir

menjadi GBI—tetapi keinginan memisahkan diri bukan untuk membentuk suatu

“organisasi gereja baru” seperti yang terjadi dalam sejarah gereja Pantekosta,

melainkan karena kondisi rohani GPDI saat itu, menyebabkan ketidakpuasan

disebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut.

Karena perpecahan akan memberi dua dampak, yakni dampak negatif dan

dampak positif. Negatif, karena merupakan “kerugian” dari gereja yang lama.

Positif, karena kehendak dan rencana Tuhan dapat dilaksanakan. Rasul Paulus

mengatakan bahwa “Diantara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti

siapakah di antara kamu yang tahan uji”. (1 Korintus 11:19)

Surat Keterangan Pendaftaran No.A/VIII/16 tanggal 31 Januari 1953 dan kemudian

GBIS pada tahun 1968 diakui pemerintah sebagai Lembaga Gereja dengan Keputusan

Departemen Agama No.Dd/P/DAK/d/054/68 dibawah kepemimpinan Dr. H.L

Senduk. Oleh karena perbedaan pandangan dan konflik pengajaran yang terjadi pada

tahun 1957 di dalam GBIS, hingga akhirnya pada tahun 1967 jalan sejarah GBIS

semakin menurun71.

Pada tahun 1968-1969 kepemimpinan Dr. H.L Senduk diambil alih oleh

pihak-pihak yang didukung oleh seuatu keputusan Menteri Agama. Kemudian Dr.

H.L Senduk di atas jalan yang baru berjalan terus menggenapi panggilan Tuhan dan

dengan sedih hati harus berpisah dari saudara-saudara di GBIS. Perpisahan itu

melahirkan sebuah wadah yang baru untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yakni Gereja

Bethel Indonesia (GBI). Secara etimologis Bethel berasal dari kata beth (rumah) dan El (Allah), jadi nama Bethel artinya rumah Allah. Dr. H.L. Senduk mengatakan GBI bukanlah sebuah gereja yang lahir sebagai akibat suatu perpecahan. Tetapi GBI

adalah seperti seorang “anak” yang lahir setelah 18 tahun berada di dalam kandungan

GBIS, yakni 1952-197072. GBI adalah gereja nasional yang termuda di Indonesia,

lahir pada tanggal 6 Oktober 1970 di Sukabumi, Jawa Barat.

71

GBI lahir karena dilatarbelakangi beberapa permasalah di tubuh GBIS, seperti perselisihan tentang kerjasama antara GBIS-COG (Church of God),beberapa hamba Tuhan tidak tunduk kepada Keputusan Majelis Besar, saling pecat memecat sesama hamba Tuhan, dan sebagainya.

2. 1. 3. Sejarah ‘Lahirnya’ GBI Medan Plaza

Sebelum gereja ini berdiri pada tanggal 25 Juli 1993, GBI Rayon IV Medan

Plaza awalnya merupakan hanya sebuah persekutuan doa (diberi nama Medan Pray

Centre) berupa ibadah pujian dan penyembahan yang dimulai dimulai tahun

1991-1992-an. Medan Pray Centre merupakan ibadah doa atau lebih tepatnya dianggap

seperti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), yang saat itu dilakukan sekali dalam

satu bulan. Ibadah pray centre awalnya tidak dilakukan pada satu tempat yang sama, melainkan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bukan karena para

pendoa di Medan Pray Centre gemar berpindah-pindah, tetapi karena sulitnya

memperoleh tempat ibadah yang dapat disewa secara permanen untuk melakukan

kegiatan doa setiap bulannya.

Pada dekade 90-an, saat itu umumnya gedung pertemuan masih merupakan

fasilitas yang terdapat dalam kompleks perhotelan. Sedangkan hotel-hotel berbintang

tidak sebanyak sekarang ini. Sehingga agak sulit bagi Medan Pray Centre

memperoleh tempat yang setiap hari bulannya secara permanen akan digunakan

sebagai tempat ibadah pujian dan penyembahan, dan tidak disewakan kepada pihak

lain selain Medan Pray Centre. Diantara gedung yang sering digunakan sebagai tempat ibadah adalah Wisma Benteng dan Hotel Tiara, namun tidak setiap bulannya

dapat dipergunakan, sehingga ibadah yang dilakukan di tempat tersebut pada hari

minggu bulan itu, pada bulan berikutnya belum tentu dapat dilakukan ibadah di

berikutnya. Hal ini tentu tidak efektif untuk menjangkau orang-orang yang mau ikut

bergabung di Medan Pray Centre.

Kegiatan ibadah menekankan kepada pujian dan penyembahan sesuai dengan

tata ibadah yang diajarkan melalui dogmatika73 GBI dibawah kepemimpinan Pdt. Dr.

Ir. Niko Njotorahardjo, yaitu: doa, pujian, penyembahan dan ditambah

persembahan74 (pray, praise, worship and sacrifice). Para pengkhotbah sesekali didatangkan dari luar Medan, seperti Jakarta dan Bandung. Karena ibadah di pray centre dilakukan sekali dalam sebulan, tentu menjadi pertanyaan, dari mana datang peserta yang mengikuti ibadah tersebut?. Karena pray centre bukanlah gereja dan tidak memiliki gedung permanen dan jemaat. Maka panitia doa memasang iklan di

koran-koran lokal dan mengundang para pendoa dari berbagai denominasi gereja agar

hadir pada ibadah pray centre di gedung yang di a

Setelah Medan Pray Centre berjalan selama hampir dua tahun,

kemudian ada seorang ibu yang bernama Ibu Marini Ishak datang menghadap

Gembala Pembina Rohani Bpk Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo, telah tentuk n.

75

yang kemudian

mengungkapkan kerinduan beliau agar GBI Bethany yang digembalakan Pdt. Niko

berkenan membuka gereja cabang di Medan. Sesuai visi Gembala Pembina Rohani

73

Dogmatika adalah suatu dalil-dalil, suatu rumusan tentang sesuatu kebenaran keagamaan, suatu pasal kepercayaan dari Gereja Kristen.

74

Diawal berdiri dogmatika gereja GBI dibawah kepemimpinan Pdt.Dr.Ir Niko Njotorahardjo hanya terdiri dari pujian dan peyembahan, tetapi melalui tuntunan Tuhan ditambahkan doa dan saat ini doa, pujian dan penyembahan tidaklah cukup, lalu ditambah dengan persembahan.

75

dari Jakarta Bapak Ir. Niko Njotorahardjo dari kitab Yesaya 54:2-3.76

Ibu Marini Ishak memiliki peran yang sangat besar

dalam berdirinya GBI Rayon IV di Medan. Beliau memiliki beban agar GBI Bethany

yang digembalakan Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo juga memiliki pelayanan di Pulau

Sumatera, setelah selama ini hanya membuka gereja ke Indonesia Timur dan Jawa.

Setelah Ibu Marini mendapat respons dari Gembala Rohani Pdt. DR. Ir. Niko

Njotorahardjo untuk bisa memulai menggenapi Firman Tuhan diatas, didampingi Ibu

Alm. Ana Sujono, beliau mulai sibuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan

berdirinya GBI Rayon IV Medan Plaza, termasuk terlibat langsung dalam mencari

gedung untuk digunakan seba ai tempat ibadah. g

2. 1. 3. 1. Gereja Mula-Mula Dengan 119 Jemaat dan Pengerja

GBI induk di Jl. Gatot Subroto, Jakarta memiliki kerinduan membuka cabang

dan menempati “tempat-tempat sunyi” termasuk membuka cabang di Kota Medan.

Kemudian pada bulan Februari 1993 Pdt.R. Bambang Jonan dan Ibu di utus oleh

Gembala Rohaninya, yakni Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotoraharjo ke Kota Medan,

dengan tujuan memulai gereja baru, setelah gereja sebelumnya yang telah dirintis Pdt.

Niko memisahkan diri, lalu kemudian menjadi gereja otonom dan berada dibawah

76

Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, jangan menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu! 3.Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi.

BPD GBI wilayah Sumatera Utara karena alasan “klasik”, yakni adanya perbedaan

visi. Setibanya di Kota Medan, Pdt. R. Bambang Jonan dan istri yang ketika itu

masih bekerja di dunia sekuler belum memiliki tempat tinggal, sehingga mereka

untuk sementara menumpang di rumah keluarga Ir. Paulus Rianta, sampai

memperoleh tempat kontrakan yang juga akan digunakan sebagai tempat ibadah.

Hingga suatu ketika ditemukanlah tempat yang saat itu paling cocok untuk dijadikan