• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Pustaka

5. Membaca

5.1. Definisi Membaca

Membaca adalah satu aktivitas yang rumit atau kompleks, karena bergantung pada keterampilan berbahasa yang dimiliki pembaca dan tingkat penalarannya (Nababan, 1993: 164). Membaca merupakan proses yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang akan disampaikan penulis melalui tulisan (Hodgson dalam Tarigan, 2008: 7). Membaca juga dapat diartikan sebagai metode yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain, yaitu dengan mengkomunikasikan isi yang terkandung dalam tulisan (Tarigan, 2008: 7).

Berdasarkan pengertian-pengertian membaca di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman tentang isi suatu tulisan. Membaca juga digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain, bergantung pada keterampilan berbahasa yang dimiliki pembaca dan tingkat penalarannya. 5.2. Tujuan Membaca

Tujuan pokok membaca untuk mencari dan memperoleh informasi, mencangkup isi, dan memahami makna bacaan (Tarigan, 2008: 9). Membaca dibedakan menjadi membaca nyaring, membaca ekstensif, dan membaca intensif (Ngalimun, 2011: 63). Membaca nyaring adalah suatu kegiatan sebagai alat bagi guru, siswa ataupun pembaca dengan pendengar untuk memperoleh

dan memahami informasi, pikiran, dan perasaan pengarang/penulis (Tarigan, 2008: 23). Membaca intensif dan membaca ekstensif termasuk ke dalam membaca dalam hati. Membaca ekstensif adalah membaca secara luas, membaca berbagai teks dalam waktu yang cepat dan singkat (Tarigan, 2008: 32). Tujuan membaca ekstensif adalah untuk memahami isi penting bacaan dengan waktu yang singkat dan cepat (Ngalimun, 2011, 63). Membaca ekstensif dibagi menjadi tiga (Ngalimun, 2011: 63-64), yaitu (1) membaca survey, untuk melihat gambaran umum isi bacaan. Membaca survey ini biasanya dilakukan dengan melihat judul, pengarang, daftar isi, pengantar, dsb. (2) membaca sekilas (skimming), membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bacaan untuk mencari serta memperoleh informasi dengan cepat. (3) membaca dangkal, adalah kegiatan membaca untuk memahami secara dangkal sebuah bacaan.

Ada beberapa tahapan (fase) dalam membaca (Ngalimun, 2011: 36-37), tahap pertama ketika anak berusia 6-7 tahun (± kelas 1 SD), anak memusatkan pada kata-kata lepas dalam kalimat sederhana atau cerita sederhana. Pada tahap ini, anak harus bisa mengintegrasikan bunyi dalam system tulisan untuk dapat lancer membaca dan terhindar dari kesalahan membaca. Pada usia berikutnya (7-8 tahun) anak telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata, dan kata yang diperlukan untuk membaca. Tahap kedua, ketika anak berada di

bangku kelas tiga dan empat SD. Mereka dapat menganalisis kata-kata yang diketahuinya menggunakan pola tulisan dan kesimpulan berdasarkan konteks.

Tahap ketiga, sekitar anak kelas lima sampai kelas tujuh SMP, terlihat perkembangan pesat membaca, yaitu tekanan membaca tidak lagi pada pengenalan tulisan, tetapi pemahaman bacaan. Tahap keempat adalah akhir SMP hingga SMA/SMK. Pada tahap ini, penggunaan keterampilan tingkat tinggi dalam bahasa sudah telihat, misalnya penyimpulan dan pengenalan pandangan penulis untuk meningkatkan pemahaman. Tahap kelima adalah ketika seseorang memasuki perguruan tinggi dan seterusnya. Pada tahap ini, orang sudah dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dengan pengetahuan yang dimilikinya dan menanggapi bacaan secara kritis (Owens dalam Ngalimun, 2011: 36-37).

5.3. Membaca Permulaan

Kemampuan awal dalam membaca dapat diperoleh melalui interaksi sosial, lewat hubungan antar sesama, bukan lewat pembelajarna formal (Ngalimun, 2011: 35). Membaca permulaan adalah tahapan proses belajar membaca bagi siswa SD kelas awal. Siswa belajar memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Tujuan membaca permulaan adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancer dan tepat (Depdikbud, 1994/1995: 4). Membaca permulaan merupakan tingkat proses pembelajaran membaca untuk

menguasai system tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut belajar membaca (learning to read). Sedangkan membaca lanjut merupakan tingkat proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut membaca untuk belajar (reading to learn).

5.4. Gerakan Literasi Sekolah

Pada Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) dijelaskan pendidikan perlu menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran agar semua warganya tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat. Oleh sebab itu, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015. Kegiatan dalam GLS tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan local, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik (Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah: 2015).

Gerakan Literasi Sekolah ini diperlukan agar anak mulai terbiasa membaca baik di keluarga, masyarakat maupun di sekolah. Selain itu,

berdasarkan hasil survei internasional (PIRLS 2011, PISA 2009 & 2012) yang dijelaskan dalam Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) bahwa keterampilan membaca peserta didik di Indonesia menduduki peringkat bawah.

Menurut Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) GLS memiliki tujuan khusus, yaitu (1) menumbuhkankembangkan budaya literasi membaca dan menulis siwa di sekolah, (2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat, (3) menjadikan sekolah sebagai tamab belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, (4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Prinsip-prinsip GLS pada Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) yaitu (a) sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya, (b) dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik, (c) berlangsung secara terintegrasi dan holistic di semua area kurikulum, (d) kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan, (e) melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan, (f) mempertimbangkan keberagaman.

Tahap pelaksanaan GLS yaitu (1) penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca, (2) meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan, (3) meningkatkan kemampuan literasi di

semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran (Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah: 2015).

Pada penelitian ini, peneliti membuat produk buku cerita bergambar untuk mendukung Gerakan Literasi Sekolah (GLS) berdasarkan tujuan, prinsip dan tahap pelaksanaan GLS yang sudah dijelaskan di atas.

Dokumen terkait