• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3 Analisis Hasil Penelitian

4.3.3 Membandingkan ( Compare )

Pada tahap ini yang dilakukan adalah membandingkan hasil yang dicapai dengan target atau standar yang telah ditetapkan, mungkin kinerja lebih tinggi, atau lebih rendah atau sama dengan standar. Proses ini akan memungkinkan penyimpangan-penyimpangan antara standar dengan realisasi, apakah standar dapat tercapai. Dalam suatu pelaksanaan program, untuk mengetahui hasil pengawasan dengan baik, maka harus ada perbandingan dari hasil pekerjaan dan standar pedoman yang ditentukan dalam program tersebut.

Pada pelaksanaannya, didalam tahap ini banyak ditemukan hasil-hasil dari pengawasan dimana setiap hasil yang ada berdasarkan dari perbandingan antara kondisi nyata dengan standar yang ada. Pernyataan ini didukung oleh I1-1

yang mengatakan:

“Ya, dalam melakukan pengawasan kan kita sudah punya peraturan yang kita jadikan acuan untuk menilai dari hasil kondisi pasar yang sekarang dengan aturan yang ada di Perda maupun Surat Perjanjian Kerjasama. Nah, biasanya dari situ langsung keliatan mana hal-hal yang salah, pelanggaran apa yang terjadi, kemajuan dan kelemahan apa yang ada di pasar pada masa sekarang” (Wawancara dengan Sugeng, SH sebagai Kepala Pasar Bandeng, Senin 8 Februari 2015). Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa dalam melakukan peran dan tanggungjawabnya sebagai pengawas, Kepala Pasar tidak hanya mengamati, melihat, dan mengobservasi keadaan pasar, melainkan melakukan perbandingan juga atas apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang ada di lapangan pada saat itu dimana dalam pelaksanaannya mengacu pada peraturan yang ada.

Pada tahap ini, hasil dari pelaksanaannya adalah penyimpangan-penyimpangan yang ada di Pasar Bandeng dari segala pihak seperti

penyimpangan yang dilakukan pedagang yakni memperluas tempat dagang dengan menambah tempat produknya serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan, seperti yang dikatakan oleh I1-2:

“Ya biasanya yang kita temukan itu pedagang-pedagang yang suka ngelanggar aturan, kayak yang bisa kita liat sendiri ada beberapa pedagang yang berjualan kelewat batas dengan nambah peti atau meja untuk memperbanyak barang dagangannya padahal itukan nggak boleh. Ada juga pedagang yang kurang perhatian sama kebersihan pasar kayak ada beberapa yang nggak bersihin sampah dagangannya setelah selesai dagang, buang sampah sembarangan misalnya sampahnya ada yang sampai ke jalanan” (Wawancara dengan Sanusi Endang Priyatna sebagai Kepala Pasar Bandeng, Jumat 11 Maret 2016). Hal serupa juga diakui oleh pedagang yaitu I3-2 dengan mengatakan:

“Iyasih saya tau ini nggak boleh tapi ya gimana demi dapetin pelanggan, mana di sini kan pengunjungnya dikit pasarnya sepi jadi saya terpaksa banyakin beragam jenis sayur-sayuran kalo lengkap kan orang juga tertarik ngeliat dagangan kita biar laku” (Wawancara dengan Bapak Sardi sebagai Pedagang Sayur Pasar Bandeng, Sabtu 12 Maret 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, salah satu hasil pengawasan yang dilakukan adalah pelanggaran dari Pedagang Pasar Bandeng. Pelanggaran yang dilakukan berupa penambahan tempat dagangan hingga melewati batas yang telah ditentukan. Hal ini jelas pelanggaran yang terang-terangan terlihat secara fisik dimana pedagang mencari keuntungan dengan tidak memperhatikan aturan yang ada. Di sisi lain, pedagang sendiri sebenarnya mengetahui dan mengerti akan kesalahan yang dibuat yaitu memperluas tempat dagangnya akan tetapi hal itu terpaksa dilakukan agar pedagang tetap bisa bertahan ditengah-tengah keadaan pasar yang sepi pengunjung. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa apabila keadaan pasar mendukung daya beli masyarakat yang tinggi di Pasar Bandeng, pedagang tidak akan melakukan pelanggaran seperti

itu. Selain itu, sangat disayangkan bahwa beberapa pedagang yang masih kurang mengerti dan peduli kebersihan sekitarnya pada area dan bangunan pasar yang telah bagus setelah direvitalisasi, seharusnya pedagang dapat menjaga agar tidak merusak pasar yang telah dibangun baik dengan pencemaran yang dibuatnya. Ternyata hal tersebut juga berdampak kepada I3-9

yang merasakannya dengan mengatakan:

“Iya sekarang kayaknya kebersihannya menurun ya, kalo dulukan bersih enak belanja di sini, karyawan kebersihannya tuh banyak nggak kayak sekarang, sekarang saya malah jarang lihat. Jadi kalo belanja kelihatan ada sampah yang berserakan, belum lagi kalo basah bikin jalanan becek dan bau juga jadi kitanya kurang nyaman ajasih, kan kalokeliatan dari luar bangunannya bagus tapi dalamnya kotor” (Wawancara dengan Lina sebagai pengunjung Pasar Bandeng, Rabu 14 Desember 2016).

Dari pernyataan pengunjung Pasar di atas dapat kita ketahui bahwa pelanggaran yang dilakukan pedagang berdampak pada kenyamanan pengunjug dalam berbelanja. Turunnya kebersihan Pasar Bandeng mengakibatkan turunnya juga kenyamanan pengunjung di dalam Pasar.

Tidak hanya mengenai batas tempat dagang dan kebersihan pasar, pedagang juga melakukan pelanggaran lain yaitu menempati tempat dagang dengan tidak sesuai dengan zona yang telah di atur. Hal ini diungkapkan oleh I1-1 yang berkata:

“Pada awalnya, kondisi pedagang di Pasar Bandeng ini teratur tapi hanya berjalan selama 1 tahun pertama revitalisasi. Setelah itu pedagang menempati los dan kios tidak sesuai aturan dimana kami telah membuat zoning yang ditetapkan melalui plang-plang yang ada di dalam pasar sebagai keterangan nama los. Sampai sekarang bisa kita liat langsung zoning itu udah nggak diberlakukan lagi sama pedagang jadi pasar ini udah nggak teratur lagi. Ditambah lagi dengan adanya pemilik los atau kios yang memperbolehkan pedagang yang menyewa untuk berjualan produk yang tidak susai dengan tempat yang telah

disediakan. Pada akhirnya kan pedagang baru yang berjualan barang tertentu tidak mendapatkan lokasi tempat jualan yang sesuai dengan keterangan ona yang ada jadi begitu terus sampai timbul ketidakteraturan. Kalau ditanya pedagang alasannya sih demi dapetin pelanggan, ada yang merasa kalau di tempat-tempat tertentu tuh kehilangan pedagang” (Wawancara dengan Sugeng, SH sebagai Mantan Kepala Pasar Bandeng, Rabu 9 Maret 2016).

Hal senada juga diakui oleh pedagang, dimana I3-2 mengatakan:

“Di pasar ini banyak penjual pada nggak ikutin zona itu soalnya disini pedagangnya pada rebutan pengunjung, ya namanya pengunjungnya sedikit kita mah maunya dapet dan jualan di tempat yang lebih strategis yang lebih banyak dilewatin pengunjung jadi ya gitu antara sayuran sama daging atau ikan ada yang tempatnya berdekatan” (Wawancara dengan Bapak Sardi sebagai Pedagang Sayur Pasar Bandeng, Sabtu 12 Maret 2016).

Dari keterangan di atas, dapat kita lihat bahwa pedagang sendiri melakukan berbagai pelanggaran. Hal yang sangat disayangkan bahwa kondisi awal pasar yang tertib dan teratur setelah direvitalisasi tidak dapat dipertahankan atas karena perbuatan pedagang itu sendiri. Banyak pedagang yang menempati tempat tidak sesuai dengan zona yang ada sehingga pedagang selanjutnya yaitu pedagang baru ada yang ingin menempati sesuai zona tetapi tidah bisa karena telah terisi dengan pedagang lain sebelumnya. Padahal, zoning yang telah ditetapkan adalah peraturan berbentuk fisik yang telah dibuat pengelola dengan membuat plang-plang yang tergantung untuk memisahkan jenis dagangan di setiap los, kios, dan counter di pasar, hal yang seharusnya dapat diperhatikan pedagang. Seharusnya dengan adanya zoning tersebut dapat memudahkan pengunjung untuk berbelanja dan menciptakan persaingan yang baik dan adil antar pedagang. Sayangnya, pedagang kurang memahami pentingnya peraturan tersebut dan membuat pelanggarang yang menciptakan ketidakteraturan dalam pasar.

Tidak hanya pedagang, penyimpangan juga dilakukan oleh pemilik kios yang disebut juga investor. Investor dalah pembeli kios pada Pasar Bandeng yang membeli dengan maksud bukan untuk berjualan tetapi menyewakan atau menjual kembali kios yang telah mereka beli. Pelanggaran yang dilakukan oleh investor adalah dengan menutup kiosnya dalam jangka waktu yang lama sehingga banyak kios di dalam pasar yang tidak terisi dan tutup. Hal ini dinyatakan oleh I1-1 yang mengatakan:

“Masih banyak kios yang kosong apalagi di lantai dua, hal ini dikarenakan harga sewa yang mahal yang disebabkan oleh penjualan dari pihak ketiga. Walaupun kios yang berada di pasar ini tersedia dengan keadaan yang baik tetapi harga kios disewakan atau dijual dengan harga yang mahal karena banyak kios/toko yang diinvestasikan oleh masyarakat, bukan untuk membuka usaha dagang sehingga penyewa atau pedagang yang ingin membuka usahanya di sini mendapat harga yang jauh lebih mahal daripada harga asli. Beberapa pedagang yang telah membuka usaha di sinipun terpaksa tidak bisa berjualan dengan rutin bahkan ada yang menutup usahanya oleh karena pemasukan yang tidak sebanding dengan harga sewa tempat yang mereka telah bayarkan” (Wawancara dengan Sugeng, SH sebagai Mantan Kepala Pasar Bandeng, Rabu 9 Maret 2016).

Pernyataan di atas juga dibenarkan oleh Pegawai Administrasi dan Keuangan Pasar Bandeng, dimana I2-1 mengatakan bahwa:

“Iya untuk kios yang di atas itu banyak yang kosong karena pemiliknya bukan pedagang, pada banyak investor gitu yang jualin dan nyewain kios itu. Harga yang ditawarkan juga mahal jadi kios itu banyak yang belum terisi. Perbedaan harganya ada juga yang mencapai 50% kayak misalnya kios yang ukuran 3x2 m harganya dari kami Rp 118.000.000,- investornya menjual kisaran harga Rp 225.000.000,- sampai Rp 250.000.000,- ke masyarakat” (Wawancara dengan Trias Anggraini selaku pegawai Administrasi dan Keuangan Pasar Bandeng dari PT. Bangunbina Persada, Kamis 10 Maret 2016).

Tabel 4.4 DAFTAR HARGA

RENOVASI PASAR BANDENG – KOTA TANGERANG

NO JENIS UKURAN H/T HARGA PERMETER HARGA PERUNIT HARGA SUDAH TERMASUK PPN 10% 1 LOS SAYUR 2 x2 M T Rp 10,000,000,- Rp 40.000.000,- Rp 44.000.000,- 2 X 2 M H Rp 11.000.000,- Rp 44.000.000,- Rp 48.400.000,- 2 COUNTER 2 X 2 M T Rp 12,000,000,- Rp 48.000.000,- Rp 52.800.000,- 2 X 2 M H Rp 13.000.000,- Rp 52.000.000,- Rp 57.200.000,- 3 KIOS 3 X 2 M T Rp 15,000.000,- Rp 90.000.000,- Rp 99.000.000,- 3 X 2 M H Rp 18.000.000,- Rp 108.000.000,- Rp 118.800.000,- 4 KIOS 3 X 2,5 M T Rp 15.000.000,- Rp 112.500.000,- Rp 123.750.000,- 3 X 2,5 M H Rp 18.000.000,- Rp 135.000.000,- Rp 148.500.000,- 5 KIOS 3 X 3 M T Rp 15.000.000,- Rp 135.000.000,- Rp 148.500.000,- 3 X 3 M H Rp 18.000.000,- Rp 162.000.000,- Rp 178.200.000,- 6 KIOS MAMIN 2 X 2,5 M T Rp 15.000.000,- Rp 75.000.000,- Rp 82.500.000,-. 2 X 2,5 M H Rp 18.000.000,- Rp 90.000.000,- Rp 99.000.000,- 7 KIOS KBT 2 X 2,8 M T Rp 15.000.000,- Rp 84.000.000,- Rp 92.400.000,-

Sumber: (PT. Bangunbina Persada, 2015)

Berdasarkan kedua pernyataan dan data di atas serta observasi yang telah dilakukan, di Pasar Bandeng masih terdapat banyak kios yang kosong dan

tutup terutama di bagan lantai 2 pasar. Walaupun kios yang berada di pasar ini tersedia dengan keadaan yang baik tetapi ternyata banyak pedagang maupun pengelola yang mengaku bahwa harga sewa dan jual kios terbilang mahal daripada harga asli yang ditentukan yang disebabkan karena penjualan dari pihak ketiga yaitu banyak kios yang diinvestasikan oleh masyarakat, bukan untuk membuka usaha dagang. Hal seperti ini adalah salah satu pelanggarang/penyimpangan yang terjadi yang dilakukan oleh pelaku usaha pasar termasuk investor. Padahal, telah terdapat di dalam peraturan yang ada yakni dalam Perda yang mengatur pengelolaan pasar bahwa ada sanksi ditutup dan disegelnya hingga denda apabila tempat berjualan tidak dibuka selama 3 bulan berturut-turut dan tidak membayar biaya jasa pengelolaan. Di sini kita mengetahui bahwa ada pelanggaran dari investor yang tidak menaati peraturan tersebut.

Tidak hanya mengenai penyimpangan, terdapat juga masalah-masalah yang ada pada Pasar Bandeng. Yaitu mengenai kondisi pasar yang semakin lama semakin sepi. Hal ini berdasarkan dari pernyataan beberapa pihak, dimana I1-1 mengatakan:

“Pada tahun pertama revitalisasi berjalan, promosi dan pemasaran disebar secara luas dengan memakai brosur maupun media massa seperti internet, sehingga banyak masyarakat yang berminat menyewa bahkan membeli kios di Pasar Bandeng, begitu pula dengan pedagang lama. Setelah revitalisasi selesai, banyak pedagang yang menempati kios dan tingkat pengunjung yang terbilang ramai. Tepatnya pada tahun pertama setelah revitalisasi, pasar ini ramai. Tetapi kondisi seperti itu tidak belangsung lama. Pada akhirnya pasar menjadi sepi dengan tingkat pengunjung yang semakin menurun dan pedagang yang semakin sedikit” (Wawancara dengan Sugeng, SH sebagai Mantan Kepala Pasar Bandeng, Rabu 9 Maret 2016).

“Masalah yang paling terlihat adalah sepinya pengunjung di Pasar Bandeng, hal ini berkaitan dengan sepinya pedagang” (Wawancara dengan Hizbulloh sebagai Staff Perbantuan di Kantor PD Pasar Bandeng, Jumat 11 Maret 2016).

Begitu juga dengan I3-8 pasar yang mengatakan:

“lama-lama sih jadi tambah sepi, padahal dulu pasa baru dibangun rame, pedagangnya juga banyak nggak kayak sekarang. Dulu saya sering belanja di sini, sekarang jarang karena kalo belanja banyak saya langsung ke pasar lain yang lebih lengkap daripada di sini” (Wawancara dengan Ita sebagai Pengunjung Pasar Bandeng, Rabu 14 Desember 2016).

Dari hasil wawancara penelitian di atas, dapat kita ketahui bahwa pada awal revitalisasi dilakukan, banyak masyarakat peminat pasar ini dari mulai pedagang lama pasar hingga masyarakat lainnya sehingga penjualan los, kios, dan counter di pasar ini tercapai. Dengan bangunan yang baru setelah revitalisasi selesai, banyak pedagang dan pengunjung yang meramaikan pasar ini tepatnya di tahun pertama. Namun, sangat disayangkan semua pihak yang bertanggungjawab yang ada di pasar tidak dapat mempertahankan keadaan pasar yang seperti itu sehingga menyebabkan penurunan pengunjung bahkan pedagang. Berdasarkan hasil wawancara, sepinya pasar hingga saat ini disebabkan oleh sepinya pedagang dan banyaknya kios yang kosong seperti yang diungkapkan oleh seorang pengunjung yaitu I3-6:

“Iya pasar ini bagus dibandingkan pasar lainnya di daerah sini, tapi sayangnya pasar ini sepi jadi kan orang juga males datenginnya. Dari luar aja udah keliatan kios-kiosnya pada tutup, pedagangnya juga sedikit jadi kadang tuh barang yang mau dibeli nggak ada di sini” (Wawancara dengan Yani sebagai Pengunjung Pasar Bandeng, Sabtu 12 Maret 2016).

Terdapat juga pernyataan lain yang menyatakan hal senada dimana I3-5

“Kurang tau sih ya pastinya kenapa ini pasar bisa sepi, tapi mungkin kayaknya karena pedagangnya juga gak rame sih kayak yang di atas aja kita liat sendiri dikit banget toko yang buka. Saya juga ke sini sih biasanya ke PKL nya untuk beli kebutuhan sehari-hari aja sih misalnya untuk masak, kalau untuk belanja besar nggak di sini tapi di pasar lain” (Wawancara dengan Nur sebagai Pengunjung Pasar Bandeng, Sabtu 12 Maret 2016).

Kemudian hal yang sama dirasakan oleh konsumen Pasar Bandeng yaitu I3-8 yang mengatakan bahwa:

“Pasarnya sepi banget, saya juga kalo lagi rajin mah milih ke Pasar Malabar karna disana jauh lebih banyak pedagang dan macam dagangannya lebih lengkap gitu, kalo disini kurang jadi nggak terlalu bisa milih. Ini karna deket sama rumah jadi saya ke sini. Kalo sepinya kayaknya sih karena tempatnya ya di depan jalanan lebar landai gini orang kan sukanya kalo ke pasar itu yang banyak PKLnya di pinggir jalan yang biasanya macet jadi diluarnya aja udah banyak pedagang gitu” (Wawancara dengan Lina sebagai pengunjung Pasar Bandeng, Rabu 14 Desember 2016).

Dari beberapa pernyataan ini, kita dapat mengetahui bahwa hal yang terlihat yang menunjukan alasan sepinya pasar adalah bahwa terdapat banyaknya kios yang kosong dan kurang ramainya pedagang yang berada di dalam pasar sehingga membuat masyarakat berpendapat bahwa pasar ini kurang daya tarik pembeli. Hal ini berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh investor yang menyebabkan banyak kios kosong dan sepi pedagang. Di sisi lain, Kepala Pasar menambahkan alasan sepinya Pasar Bandeng yakni karena lokasi dan tata bangunan pasar yang kurang strategis. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pasar yaitu pernyataan I1-2 yang mengatakan:

“Hal yang buat pasar ini sepi juga karena pasar ini letaknya berada di pinggir jalan raya yang luas, landai, dan jalur cepat. Kita tau sendiri kan biasanya pasar itu jalanannya pasti macet, berbeda dengan di sini. Ditambah lagi bangunan pasarnya yang lantai 1 itu berada dibawah permukaan jalanan sehingga dari sisi luar atau jalan raya, lantai 1 pasar nggak terlihat sedangkan yang terlihat hanya lantai 2 pasar yang dimana banyak terdapat kios kosong. Begitu juga sama PKL yang ada

di sini karena letaknya di belakang pasar di balik bangunan pasar jadi dari jalan raya tuh nggak keliatan sama sekali padahal bagian yang lumayan rame kan pengunjung PKLnya” (Wawancara dengan Sanusi Endang Priyatna sebagai Kepala Pasar Bandeng, Jumat 11 Maret 2016). Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas dinyatakan bahwa ada alasan lain yang menyebabkan sepinya Pasar Bandeng, bukan hanya dari dalam pasar baik itu pelaku usaha pasar, namun ada juga penyebab dari luar yakni kondisi fisik pasar dimana bangunannya terletak di pinggir jalan raya dengan jarak yang terbilang jauh, jalan raya yang landai dan tidak ramai yang membuat pasar tidak menjadi pusat perhatian masyarakat yang melewatinya. Begitupula dengan bangunannya terutama pada lantai 1 yang dibangun dibawah dataran tinggi sehingga dari jalan raya yang terlihat hanya bangunan pada lantai 2 saja, yaitu bangunan yang terdapat banyak kios kosong sehingga dapat menambah persepsi masyarakat untuk tidak berbelanja di Pasar Bandeng.

Selain itu, terdapat juga beberapa pengelolaan yang tidak berjalan dengan baik, salah satunya adalah pengelolaan fasilitas parkir. Pada hasil revitalisasi, fasilitas parkir di Pasar Bandeng dikelola dengan cara otomatis yaitu berpalang otomatis pada pintu masuk dan pintu keluar pasar dengan menggunakan teknologi komputer, namun sayangnya hal itu tidak berjalan lama. Seperti yang dikatakan oleh I2-3 sebagai petugas parkir mengatakan:

“Kalo waktu dulu pas baru dibangun parkirannya bagus pake palang otomatis kerjanya juga pake komputer. Kalo sekarang jadi manual pake karcis tulis tangan, palangnya juga dibuka terus ke atas nggak otomatis lagi karna kita udah nggak pake komputer. Dulu juga gerbangnya mah ada 2, dibedain gerbang masuk sama gerbang keluar kendaraan tapi sekarang tinggal 1 yang dibuka jadi sama gerbang buat keluar masuk kendaraan” (Wawancara dengan Fatimah sebagai Petugas Parkir Pasar Bandeng, Jumat 11 Maret 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat kita ketahui bahwa telah terjadi menurunnya efekivitas pengelolaan fasilitas di Pasar Bandeng, yaitu fasilitas parkir. Dimana kini realisasinya tidak sesuai dengan realisasi pada awal revitalisasi pasar. hal itu dapat dibuktikan dari berubahnya operasional parkir dari cara kerja otomatis menggunakan teknologi komputer dan palang otomatis menjadi cara manual dan gerbang yang ditutup sehingga hanya ada 1 pintu untuk keluar masuk kendaraan. Hal ini sangat disayangkan karena fasilitas yang sudah ada, yang sudah dirancang dengan baik melalui sarana dan prasarana yang lengkap tidak dapat dipertahankan dengan baik. Menurut petugas parkir, operasional cara kerja fasilitas parkir yang sekarang menjadi manual disebabkan karena pengelola ingin menekan pengeluaran. Seperti pernyataan dari I2-3 yang berkata:

“Itu karna dari kantor pengelola sih mau minimalin pengeluaran, karena kan dulu yang jaga pintu 2 orang karna gerbangnya ada 2 otomatis harus gaji 2 karyawan, belum lagi komputernya, trus karcis otomatisnya, dan lagi sekarang parkirnya nggak dijaga sampai sore. Jam kerjanya juga nggak kayak dulu, sekarang cuma sampai jam 2 karna siang tuh di sini udah sepi walaupun didalam masih ada pedagang yang jualan sampe sore” (Wawancara dengan Fatimah sebagai Petugas Parkir Pasar Bandeng, Jumat 11 Maret 2016).

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa situasi dan kondisi yang membuat turunnya fungsi fasilitas parkir di pasar ini juga terpengaruh dari turunnya pendapatan yang diterima oleh pihak pengelola, sehingga apapun dilakukan untuk menekan biaya pengeluaran antara lain dengan cara mengurangi jumlah petugas parkir, merubah cara kerja fasilitas parkir dari mulai ditutupnya pintu masuk kendaraan, palang otomatis, hingga teknologi seperti komputer dan mesin karcis otomatis. Di satu sisi, hal ini memang

terpaksa dilakukan karna keadaan dan kondisi yang mempertimbangkan biaya pengeluaran dari segi parkir. Namun, di sisi lain hal ini juga merugikan pengelola pasar. Apabila fasilitas parkir berjalan dengan baik sesuai dengan awal mula sistem yang berlaku, dapat meningkatkan pendapatan dari retribusi parkir karena ditariknya retribusi parkir bagi pengunjung yang datang sore hari atau setelah jam 2 siang. Selain itu, dapat mengurangi kecurangan yang dilakukan oleh petugas parkir, karena apabila dikerjakan melalui mesin dengan teknologi komputer dan mesin karcis otomatis bukan dengan cara manual, hasilnya lebih pasti, terekam, dan terdapat bukti yang bisa dipercaya karena tidak bisa direkayasa.

Tidak hanya itu, kini terdapat juga parkir liar di Pasar Bandeng yang terletak lebih tepatnya di belakang bangunan pasar, seperti yang diakui oleh I

2-1:

“Ya, di belakang ada parkir di luar pasar. Itu bukan kami yang kelola, tapi orang belakang. Sebenarnya tidak boleh, kami sudah pernah menegur tapi mereka mengacuhkan. Akhirnya kami membuat persetujuan bahwa sebagian retribusi parkirnya harus diberikan keada kami setiap harinya dengan besaran yang sudah kami tentukan yaitu Rp 50.000,-/hari. Karena kami juga sedang mengalami penurunan pendapatan, jadi hal itu kami manfaatkan demi menambah pemasukan. (Wawancara dengan Trias Anggraini selaku pegawai Administrasi dan Keuangan Pasar Bandeng dari PT. Bangunbina Persada, Kamis 10 Maret 2016).

Hal serupa juga dikatakan oleh I1-2 yang mengatakan:

Dokumen terkait