• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Integritas dan Akuntabilitas Kinerja Organisasi

ini tidak terlepas dari pemenuhan tujuan jangka pendek yang terdiri dari tujuh tahapan sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Secara prinsip dan filosofi yang mendasari kegiatan aksi perubahan ini adalah membangun bentuk hilirisasi hasil riset menjadi kegiatan penyuluhan perikanan untuk memperkuat kelompok pembudidaya. Hal ini sangat berkaitan dan mendukung pencapaian kinerja organisasi sebagai suatu institusi riset dan penyuluhan perikanan. Bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dalam meramu suatu bentuk kolaborasi dua tugas fungsi (riset dan penyuluhan) yang baru saja melekat di institusi BRPBAP3 Maros. Tinjauan histori dinamika organisasi perlu disampaikan dalam laporan aksi perubahan ini untuk menunjukkan bahwa dinamika eksternal organisasi yang terjadi pada akhir tahun 2017.

Gambar 11. Histori Dinamika Organisasi BRPBAP3 Maros

Pada gambar 11, dapat dilihat histori linimasa dinamika organisasi BRPBAP3 sejak tahun 1969. Perkembangan sejak tahun tersebut menunjukkan bahwa institusi Balai fokus pada tugas riset dengan spesifikasi perikanan budidaya air payau. Pada tahun 2017 kemudian terjadi penggabungan tugas fungsi penyuluhan ke institusi riset. Sehingga Tata Kelola Organisasi berkembang menjadi dua tugas fungsi utama yaitu tugas riset dan penyuluhan. Hal ini tentunya berpengaruh pada faktor kepemimpinan dan manajemen kinerja organisasi.

Oleh karena itu, kinerja organisasi terkini di BRPBAP3 tidak terlepas dari dua tugas fungsi riset dan penyuluhan. Atas dasar tersebut, diusunglah aksi perubahan yang dapat meliputi dua tugas fungsi tersebut. Suatu lembaga riset dapat dikatakan berkinerja tinggi ketika hasil riset dapat dihilirisasi ke pelaku utama melalui media penyuluhan, sehingga pelaku utama mempunyai akses informasi penggunaan teknologi hasil riset. Manfaat yang diharapkan pada pelaku utama yaitu adanya peningkatan kapasitas pembudidaya dan mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan operasional budidaya mereka, serta dapat berdampak secara ekonomi.

Dengan demikian adanya aksi perubahan ini akan mendorong pencapaian kinerja organisasi yang tidak hanya untuk memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) organisasi tetapi juga berdampak pada pengguna dalam hal ini pelaku utama pembudidaya.

Keberhasilan pencapaian kinerja organisasi tidak terlepas dari peran kepemimpinan dalam mengelola sumberdaya organisasi. Model kepemimpinan transformasional dianggap saat ini sebagai salah satu model kepemimpinan kekinian dan yang akan datang karena model ini membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya setiap individu.

Demikian pun dalam merancang dan melaksanakan aksi perubahan ini, penerapan kepemimpinan transformasional dilakukan untuk menggerakkan sumberdaya utamanya sumberdaya manusia. Salah satu pendekatan yang

dilakukan yaitu pendekatan personal dengan membangkitkan motivasi para individu dalam tim. Dalam tim aksi perubahan ini, terdapat tiga kelompok utama sumberdaya manusia yaitu pejabat struktural Balai yang menangani manajerial perkantoran, kemudian peneliti dan teknisi yang menangani fungsi riset, serta penyuluh yang fokus menangani pendampingan kelompok. Untuk menggerakkan sumberdaya tersebut, maka dilakukan pertemuan-pertemuan baik bersifat langsung maupun daring (online). Pertemuan daring dilakukan sebagai bentuk manajemen resiko akibat dampak Covid 19 yang merebak di tengah pelaksanaan diklat.

Pertemuan-pertemuan untuk membangun tim efektif dilakukan untuk menyamakan persepsi dan membangun motivasi mengapa aksi perubahan ini dilakukan dan apa kepentingan setiap individu yang terlibat dalam tim.

Untuk menjelaskan hal proses penerapan kepemimpinan transformasional, maka dapat dilihat penerapan prinsip-prinsip kepemimpinan transformasional pada tabel berikut :

Tabel 9. Matriks Penerapan Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional

 Penerapan prinsip simplifikasi dengan membangun cita-cita bersama bahwa aksi perubahan ini harus memberikan dampak kemandirian bagi orang lain dalam hal ini adalah pembudidaya sebagai pelaku utama. Tim sudah banyak ke lapangan dan melihat langsung kondisi pembudidaya. Sehingga dengan kekuatan yang ada saat ini, apa yang bisa dialirkan ke pembudidaya supaya ada manfaatnya.

 Selain itu, disampaikan juga “success story”

kegiatan lain yang pernah dilakukan Balai untuk pembudidaya. Termasuk cita-cita kolaborasi dan sinergi antara kegiatan riset dan penyuluhan

 Inilah yang menjadi visi aksi perubahan yang diawali dengan membangun tim efektif aksi perubahan, dimana dilakukan penyamaan persepsi antara tim dan pembagian tugas yang jelas.

 Pada setiap tahapan pelaksanaan, para anggota tim akan dimasukkan dalam berita Balai untuk ditayangkan di media sosial. Hal ini dapat memacu motivasi tim untuk bekerja sesuai dengan tahapan.

3 Fasilitasi

 Setiap tim difasilitasi dengan sumberdaya material, anggaran, penghargaan dan sebagainya yang dibutuhkan untuk melakukan tugasnya sesuai tahapan.

 Fasilitasi yang dilakukan antara lain : penerbitan SK tim, pengalokasian kendaraan operasional, hingga revisi anggaran untuk pengadaan peralatan yang dibutuhkan oleh tim (yaitu pengadaan mesin pakan). Selain itu dilakukan juga dilakukan penguatan tim penyuluh melalui kegiatan diseminasi. Hal ini juga merupakan bentuk

Bentuk inovasi yang diusung dalam aksi perubahan ini adalah bentuk transformasional hasil riset menjadi bentuk operasional kegiatan penyuluhan untuk dapat diterapkan pada kelompok pembudidaya. Hal ini didasari pada bagaimana scientific best practice yang didapatkan oleh para peneliti dapat menjadi materi penyuluhan oleh para penyuluh kepada pembudidaya.

Pada tabel tersebut, dapat dilihat upaya-upaya penerapan kepemimpinan transformasional dalam aksi perubahan yang dilakukan pada skema jangka pendek (Maret – Juni 2020). Melalui hal tersebut, maka secara langsung dan tidak langsung terbangun kesadaran berintegritas oleh anggota tim secara khusus dan pegawai Balai secara umum bahwa muara dari kegiatan perkantoran adalah dapat memberikan manfaat bagi pengguna yaitu pelaku utama pembudidaya. Integritas ini terbangun karena anggota tim dapat melihat manfaat yang logis dari tujuan pelaksanaan aksi perubahan ini.

Hal ini juga terkait dengan kepentingan anggota tim bahwa dalam Sasaran Kinerja Pegawai setiap tim harus dapat memberikan bukti dampak hasil kerja yang dilakukan. Misalkan dalam kegiatan penelitian, maka ada indikator Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) yang menjadi acuan bagi peneliti apakah riset yang diusulkan dapat disetujui atau diberikan anggaran. TKT pada level yang tinggi jika sudah dapat memberikan manfaat atau dampak kepada pengguna. Adanya aksi perubahan ini menjadi semangat bagi para peneliti terkait untuk menunjukkan eksistensinya bahwa riset yang telah dihasilkan memberikan kemanfaatan yang nyata bagi pengguna.

Hal yang terkait akuntabilitas kinerja organisasi, maka perlu memahami terlebih dahulu mengenai akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) adalah perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Hal ini sangat terkait dengan Grand Design Reformasi Birokrasi menuju Good Governance.

Akuntabilitas kinerja bagi pemimpin merupakan instrument untuk merubah mindset dan culture set dalam penyelenggaraan birokrasi yang semula berorientasi kerja pada output menjadi berorientasi kepada kinerja kepada outcome. Inilah yang menjadi point penting akuntabilitas kinerja dalam kepemimpinan.

Dalam proses pelaksanaan aksi perubahan ini sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa proses membangun akuntabilitas kinerja organisasi dimulai dalam rancangan aksi perubahan yang mencoba untuk melakukan kolaborasi dan sinergi kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) organisasi yang tergolong baru sebagai dampak dinamika organisasi. SDM yang dimaksud yaitu kelompok peneliti dan kelompok penyuluh. Dua kelompok ini merupakan kelompok fungsional terbesar dalam organisasi BRPBAP3.

Sehingga kinerja pada dua kelompok fungsional ini mempengaruhi secara nyata kinerja organisasi.

Mengutip modul diklat PKA tentang Akuntabilitas Kinerja, dijelaskan bahwa pelaksanaan akuntabilitas kinerja harus dapat diukur indikator keberhasilannya, atau paling tidak dapat memenuhi indikator minimal seperti berikut:

a. Menunjukkan adanya kesesuaian antara pelaksanaan kegiatan dengan standar prosedur pelaksanaan;

b. Adanya sanksi yang ditetapkan oleh organisasi atas kesalahan/kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan;

c. Adanya output dan outcomes yang terukur.

Pada pelaksanaan aksi perubahan ini, pencapaian indikator minimal tersebut dibuktikan dengan adanya penetapan tahapan kegiatan jangka pendek yang menjadi acuan atau standar pelaksanaan kegiatan ini.

Sebanyak 7 tahapan jangka pendek telah berhasil diselesaikan secara bersama oleh tim aksi perubahan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Penerapan sanksi mengikuti pola umum pemberian sanksi bagi pegawai. Dalam aksi perubahan ini tidak ada sanksi yang terjadi karena pelaksanaan dapat berlangsung lancar walaupun di tengah wabah Covid 19.

Selain itu, penetapan output dan outcomes yang jelas pada rancangan aksi perubahan dapat dicapai. Sebanyak tujuh tujuan jangka pendek dapat tercapai, termasuk outcome kegiatan yang dibuktikan dengan adanya

pernyataan atau video testimoni dari stakeholder yang ada. Keberlanjutan kegiatan secara simultan berjalan di lapangan karena baik secara internal maupun eksternal sudah merasakan manfaat dari tahapan jangka pendek.

Saat ini masih berjalan kegiatan pembuatan pakan dan uji lapangan serta pendampingan rutin dari penyuluh dan peneliti.

Dokumen terkait