• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERHASILAN JIHAD ISLAM A. Membina Kecerdasan Intelektual

C. Membina Kecerdasan Spiritual

Meskipun ta’dib menurut Muhammad al-Naqib al-Attas (1988:66) adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan

18 Menurut Rusli Malik (2003:48) kecerdasan emosi untuk memastikan baik-bauruknya sesuatu.

sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Tetapi tampaknya lebih luas lagi jika konsep ta’dib dikaitkan dengan prilaku baik dan buruknya sesorang terhadap Tuhan, sesama manusia dan alam lingkungan atas dasar nilai-nilai keislaman. Tentu saja persoalan ta’dib berhubungan secara langsung dengan akhlak seorang dengan Allah s.w.t. kepada sesama manusia dan dengan lingkungan sekitarnya atas dasar al-Quran dan hadis. Adab yang lebih luas dikenal dengan akhlak merupakan cerminan perbuatan seseorang berkaitan dengan baik dan buruk. Apa yang dimaksud dengan baik (al-khair) adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan yang mempunyai nilai kebenaran dalam meraih kepuasan, kesenangan yang mendatangkan kemuliaan. Sedangkan keburukan (asy-syar) adalah perbuatan yang tidak seharusnya, tidak sempurna, keji, jahat, tercela atau tidak menyenangkan. Adab adalah akhlak al-karimah sebagai perbuatan terpuji, menyenangkan dan kesupurnaan. Pendidikan bedimensi ta’dib ini pada hakikatnya dapat membina aspek

psikomotorik,19 seseorang peserta didik menerima pelajaran.

Walaupun ranah ini secara akademik berkenaan dengan skil atau keterampilan, tetapi pada hakikatnya itu merupakan buah atau hasil dari sebuah pembelajaran, dan hasil belajar adalah sesuatu yang akan dipraktekkan dalam hidup keseharian yang dalam Islam dikenal dengan akhlak. Dalam pepetah Arab disebutkan, al-‘ilmu bila amalin kassyajarin bila tsamarin” artinya ilmu jika tidak diamalkan ibarat kayu yang tidak berbuah. Oleh sebab itu, hasil ilmu mesti dilaksanakan agar ilmu itu berbuah dan buahnya itulah disebut dengan akhlak.

19 Psikomotorik menurut Anas Sudijono (2009:56) adalah ranah yang berkaitan dengan skill (keterampilan) atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pelajaran tertentu.

Orang-orang yang berakhlak itu tentu saja telah memiliki ciri berupa kesalehan individu dan keshalehan sosial. Menurut Rusli Malik (2003:97-183) kesalehan individu dan kesalehan sosial itu memilki ciri yaitu, takwa, syukur dan sederhana, jujur pada diri sendiri, menghargai hak orang lain,simpati dan empati, pemihakan dan pemerataan dan hidup berkah. Pertama, takwa, merupakan bentuk menghindarkan diri dari kebencian dan kemarahan Allah s.w.t. serta upaya mendekatkan diri kepada Allah sehingga terempelementasi dalam bentuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Takwa ini akan melahirkan beberapa sikap lagi sperti sikap jujur dan adil, seperti firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8 berbunyi:

ُنأَ َنَسش ۡه ُكَّنَمِرۡه َي َلَو ِۖط ۡهسِقۡهلٱِب َءٓاَدَه ُش ِ َّ ِلل َينِم َّٰوَق ْاوُنوُك ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَ ُّهيَأَٰٓي

ُۢيِبَخ َ َّللٱ َّنِإ َۚ َّللٱ ْاوُقَّتٱَو ٰۖىَوۡهقَّتلِل ُب َرۡهقَأ َوُه ْاوُلِدۡهعٱ ْۚاوُلِدۡهعَت َّلَأ ٰٓ َلَع ٍم ۡهوَق

٨ َنوُلَمۡهعَت اَمِب

Artinya:“Hai orang-orang beriman, hendaklah kalian menjadi

orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang jujur. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu paling dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (Q. S. 5:8).

Ayat di atas menunjukkan kata takwa kepada perintah agar orang yang beriman dapat menjadi saksi yang jujur

(syuhada bil qist) serta berlaku adillah (i’dilu) walupun kepada

orang yang kamu benci. Kedua sifat itu merupakan usaha untuk meraih ketakwaan. Kaedilan dan kejujuran adalah dua sifat yang berat meskipun sangat indah dalam hidup, dikatakan berat karena jika seseorang akan meletekkan keadilan atas annggota kelurganya yang bersalah cukup berat untuk

menjatuhkannya,20 tetapi jujur dan keadilan ini pula sangat indah, kerana sikap ini memberikan rasa aman dari kesalahan yang selalu saja mengejar-ngejar kehidupan yang mengarah kepada kesengsaraan jiwa. Takwa juga melahirkan orang yang pemaaf sebagai bentuk menghapuskan seluruh kesalahan orang lain terhadap dirinya. Dalam al-Quran surat Ali-Imran ayat 133-134 di sebutkan bahwa orang yang mendapat kemampunan dan surga Jannatun Na’im adalah orang yang takwa, yang memiliki sifat dapat menginfakkan hartanya, sabar dan memaafkan kesalahan orang lain. Firman Allah s.w.t. dalam surat Ali Imran ayat 133-134 yang berbunyi:

ۡهتَّدِعُأ ُض ۡهرَ ۡهلٱَو ُت َٰوَٰم َّسلٱ اَه ُض ۡهرَع ٍةَّنَجَو ۡه ُكِّب َّر نِّم ٖة َرِفۡهغَم َٰلِإ ْآوُعِرا َسَو۞

َظۡهيَغۡهلٱ َينِم ِظَٰكۡهلٱَو ِءٓاَّ َّضلٱَو ِءٓاَّ َّسلٱ ِف َنوُقِفنُي َنيِ َّلٱ ١٣٣ َينِقَّتُمۡهلِل

١٣٤ َينِنِسسۡهحُمۡهلٱ ُّهبِ ُي ُ َّللٱَو ِۗساَّنلٱ ِنَع َينِفاَعۡهلٱَو

Artinya:“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu

dan ke surga yang lebarnya seluas langit dan bumi, disediakan untuk orang-orang yang takwa. (Yaitu) orang-orang yang menfkahkan hartanya ketika senang dan susah, orang-orang yang sabar menahan amarah dan orang-orang-orang-orang yang memaafkan (kesalahan) manusia. Dan Allah mengasihi orang-orang yang berbuat kebaikan itu” (Q. S. 3:133-134).

Takwa juga berimplikasi kepada sikap lemah lembut dan merendahkan suranya ketika berkomnikasi dengan orang lain, firman Allah dalam surat al-Hujarat ayat ayat 3 berbunyi:

20 Sebuah kasus bagi Sultan Iskanadar Muda menjatuhkan keadilan kepada anaknya yang melakukan kesalahan sehingga menghukum mati anak kandung sang Sultan adalah sungguh berat karena menyangkut keluarga, meskipun harus mengorbankan anak yang dicintai. Tetapi beliau sanggup melakukannya karena ini merupakan perintah Allah dan kemaslahatan hukum Negeri Aceh (H. Mohammad Said, 1980:331).

ُ َّللٱ َنَحَتۡهمٱ َنيِ َّلٱ َكِئَٰٓل ْوُأ ِ َّللٱ ِلو ُس َر َدنِع ۡهمُ َت َٰو ۡهصَأ َنو ُّهضُغَي َنيِ َّلٱ َّنِإ

٣ ٌيم ِظَع ٌرۡهجَأَو ٞة َرِفۡهغَّم مُهَل ٰۚىَوۡهقَّتلِل ۡهمُ َبوُلُق

Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan

suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji kalbu mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (Q. S. 49:3).

Ayat di atas mengaitkan antara takwa dengan sikap lemah lembut dan merendahkan suara ketika bebicara kepada orang lain. Kalimat merendahkan suara dapat pula diartikan untuk merendahkan volume suara agar orang lain tidak merasa bising ketika mendengar suara. Boleh juga diartikan sebagai bentuk sikap sopan santun dan kelembutan untaian kalimat ketika bekomunikasi dengan orang lain. Merendahkan volume suara itu juga berpengaruh kepada emosional seseorang di mana ketika orang menyampaikan sesuatu dengan suara keras adalah merupakan gemuruh emosional akibat kemarahan dan ketidak senangan dan dapat berpengaruh kepada kesehatan tubuh. Ketika orang tidak bersompan santun kepada orang lain dengan sikap arogan, sombong dan angkuh adalah jeratan kejiwaan yang membuat jiwanya jadi gelisah akibat sikapanya itu dan seterusnya akan mengganggu mentaliatasnya sendiri. Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang beriman untuk bersikap sederhana, berjalan dan lunakkanlah suaramu, firman Allah dalam surat Luqman ayat 19 berbunyi:

ُت ۡهو َصَل ِت َٰو ۡهصَ ۡهلٱ َرَكنَأ َّنِإ َۚكِت ۡهو َص نِم ۡهض ُضۡهغٱَو َكِيۡهسشَم ِف ۡهد ِصۡهقٱَو

ِيِمَحۡهلٱ

Artinya:”Dan sederhanalah dalam perjalanan engkau dan

lunakkanlah suara engkau. Sesungguhnya seburu-buruk suara ialah suara himar. (Q.S.31: 19).