• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELEVANSI MODEL PENDIDIKAN DI ISDEV DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

D. Mewujudkan Insan Kamil

Tujuan akhir dari sebuah pendidikan dan pengajaran adalah mewujudkan manusia sempurna (insan kamil), yang akan mengharapakan keredhaan Allah (mardhatillah) sebagai tujuan akhir pendidikan Islam. Satu lagi prinsip pembangunan beteraskan Islam sebagai pemuncaknya ialah bahwa pembangunan adalah alat untuk mencari mardhatillah atau keredaan Allah s.w.t. Menurut Muhammad Syukri Salleh (2003:81), apabila tercapai keredaan Allah s.w.t. akan kurniakan al-falah, yakni kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Dengan pengertian, kebahagiaan di dunia dan di akhirat hanya boleh dicapai kalau Allah s.w.t. redha. Dengan demikian, atas sebab ini, matlamat (tujuan) akhir pembangunan ialah keredhaan Allah s.w.t.

Untuk mencapai keredhaan Allah s.w.t. tentulah pada awalnya berakar daripada prinsip tasawwur Islam yang melahirkan pelaku pembangunan yang sentiasa bekerja dalam kerangka menjalankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah s.w.t. Dengan begitulah tujuan hidup di dunia adalah untuk membuktikan bahwa sepenuh hidupnya pada setiap saat dan waktu dalam apa juga aspek dan aktivitas hidupnya adalah sebagai ibadah kepada Allah. Kalau ibadah ini dapat dilaksanakan sebaiknya, manusia akan mendapat keredhaan Allah s.w.t. dan seterusnya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat (hasanah fi al-dunya wa hasanah fi al-akhirat) (Muhammad Syukri Salleh, 2008:6).

Untuk mendapatkan keredhaan Allah s.w.t. itu, menurut Muhammad Syukri Salleh (2003:82-83), dilakukan tiga cara: Pertama, sekali tauhid dengan Allah s.w.t. mesti jelas. Tauhid yang mantap tandanya antara lain dalam semua aktiviti

seseorang, diusahakan mesti ikhlas22 karena Allah s.w.t. secara

psikologis, tabiat manusia memang sangat ditentukan oleh niat dan sikapnya. Sedangkan sikap seseorang amat terpengaruhi oleh nilai-nilai yang diyakini. Sedangkan nilai terpenting yang mutlak harus dipegang teguh oleh setiap orang Islam ialah sikap tauhid atau sikap mengesakan Allah. Sikap tauhid yang utuh dari seseorang akan mewarnai seluruh sikap dan tindakan-tindakannya (Muhammad Imaduddin Abdul Rahim, tt:40). Tauhid memang nilai yang semestinya mengarahkan seluruh aktivitias manusia, lahir dan batin. Kepadanya bermuara seluruh gerak langkah dan detak jantung. Menurut M. Quraish Shihab (2004:249) menyatakan bahawa Keesaan Tuhan bukan sekedar konsep di tengah pelbagai konsep. Ia merupakan prinsip lengkap menembus semua dimensi yang mengatur seluruh khazanah asas keimanan dan aksi manusia.

Untuk mendekatkan diri serta memperoleh redha Allah s.w.t. seorang hamba harus melakukan amal shaleh yang

22 Ikhlas adalah ketulusan dalam mengabdi kepada Tuhan, dengan segenap hati, fikiran dan jiwa seseorang. Dalam pandangan Islam, ikhlas merupakan pengukuhan daripada konsep keesaan Tuhan. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam ungkapan syahadah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah. Derajat keikhlasan ini boleh beragam sesuai dengan kemampuan masing-masing orang bahawa realisasi syahadah merupakan tujuan utama kehidupan spiritual. Ungkapan pertama dalam syahadah membuahkan pengingkaran tehadap syirik dalam jiwa seseorang, yakni dosa penyekutuan alam terhadap Tuhan. Bahkan terdapat kesadaran akan alam ini sebagai kenyataan yang terlepas, niscaya kepatuhan jiwa terhadap Tuhan tidak akan sempurna dan ia tidak akan mencapai derajat kesempurnaan keikhlasan. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif (1998; 19).

dikerjakan dengan ikhlas hanya karena Dia, yakin dengan

memurnikan tauhid23 sesuai dengan firman dalam surat

al-Kahfi ayat 110, sebagai berikut :

Artinya:“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini

hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendak-lah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Q.S.18:110).

Kedua, syariatnya juga dijaga dan dipatuhi sungguh-sungguh. Dengan pengertian, segala peraturan yang Allah s.w.t. ditetapkan sama ada dalam ibadah, muamalah, munakahah atau jinayah semuanya dihayati, diamal dan dilaksanakan. Ringkasnya, syariat itu bukan diketahuinya secara teoritikal tetapi direalisasikan secara praktikal. Jika hanya difahami secara teoritikal tetapi tidak diamalkan, maka tidak wujud amal soleh dan orang yang seperti itu akan memperolehi kebencian daripada Allah s.w.t. Firman Allah surah as-Shaf ayat 3 berbunyi:

23 Sejarah telah membuktikan bahwa tauhid atau aqidah Islam berpotensi besar untuk menjadi sumber motivasi yang mampu mengubah serta membangun sikap hidup mendasar, karakter, serta kebiasaan perilaku manusia dalam arti positif. Aqidah atau tauhid yang berhasil ditanamkan Nabi s.a.w. kepada para pengikutnya ketika beliau menjadi Rasul terbukti telah menimbulkan kemajuan (termasuk etos kerja Islami) yang luar biasa pada sejumlah besar dari mereka, yaitu orang-orang muhajirin, orang-orang Anshar, bahkan orang-orang sebelumnya termasuk ‘komunitas jahiliyah.

٣ َنوُلَعۡهفَت َل اَم ْاوُلوُقَت نَأ ِ َّللٱ َدنِع اًاتۡهقَم َ ُبَك

Artinya:“Amat besar kebencian di sisi Allah s.w.t. karena kamu

mengatakan sesuatu yang tidak kamu amalkan”. (Q.S. 61:3).

Ketiga, hubungan dengan Allah s.w.t. mestilah dijaga sungguh-sungguh. Akhlak yang jelek dan tidak terpuji mesti dikikis habis-habisan dan diganti dengan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan bidang pendidikan Islam, dapatlah dikatakan bahwa ketiga kaedah di atas merupakan kaedah mencapai keredhaan Allah s.w.t. dan keredhaan Allah s.w.t. pula merupakan tujuan akhir pendidikan Islam. Maka pendidikan Islam mesti berupaya untuk mencapai ketiga-tiga hal di atas. Pendidikan Islam bukan saja pembina fisik dan material malahan yang lebih penting dari itu ialah pembina pendidikan kerohanian. Pendidikan kerohanian di sini antara lain bermaksud mempererat hubungan manusia dengan Allah s.w.t. seerat mungkin, melaksanakan syariat sebaik mungkin dan berakhlak dengan Allah s.w.t. setinggi mungkin. Dengan itu, tujuan akhir pendidikan Islam juga untuk meraih keredhaan Allah s.w.t. dapat dicapai.

Ketiga hal di atas dapat disebut dengan dimensi Ilahiah dan dimensi sosial. Dimensi Ilahiah dan sosial ini adalah sesuatu yang kekal. Umat Islam seharusnya tidak memisahkannya tetapi mestilah mensepadukannya. Karena prinsip tauhid tersebut, dalam konteks sosial mendorong umat Islam untuk menciptakan masyarakat yang adil sekaligus memperoleh ridha Allah. Kemudian tugas-tugas tersebut adalah juga bahagian dari tugas pengabdian kepada Allah s.w.t.

Manusia yang teguh memiliki tauhid, ia memiliki kewajipan untuk menegakkan suatu orde sosial yang adil dan etis (M. Amein Rais:1991:15-16). Namun demikian, keadilan diupayakan oleh manusia yang bertauhid sama ada dalam

bidang sosial, ekonomi, hukum, politik dan seterusnya harus dicamkan bukan sebagai tujuan akhir melainkan sekadar jembatan menuju suatu tujuan yang lebih tinggi. Upaya penegakan keadilan dimaksudkan merupakan komitmen pengabdian tauhid kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Pendidikan dan pengajaran di ISDEV adalah untuk meraih keredhaan Allah s.w.t. sehingga warga ini tetap ikhlas, sabar dan tawakal dalam mengikuti aktivitas belajar, sampai ia tamat dan mengabdi di tempat ia bekerja mesti mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan berkelanjutan.

BAB 5

ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN