• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Sikap Guru Besar dengan Mahasiswa, Dosen dan Staf IDEV

Selama penulis mengikuti pelajaran dan bimbingan dengan dosen sang Guru besar ini kelihatannya beliau memiliki sikap ideal sebagai seorang guru Islam. Sikap ini muncul dalam pergaulan sehari-harinya baik dengan mahasiswa, dosen maupun staf di Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV). Sifat-sifat seorang guru Islam yang ideal itu menurut Al-Abrasyi (1974:131) menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1). Zuhud, tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan mencari keredhaan Allah (2). Bersih tubuhnya, penampilan lahirnya menyenangkan (3). Bersih jiwanya, tidak mempunyai dosa besar (4). Tidak riya, yang menghilangkan keikhlasan (5). Tidak memendam rasa dengki dan irihati (6). Tidak menyenangi permusuhan (7). Ikhlas dalam melaksanakan tugas (8). Sesuai perbuatan dengan perkataan (9). Tidak malu mengakui ketidaktahuan (10). Bijaksana (11). Tegas dalam perkataan dan perbuatan,

tapi tidak kasar (12). Rendah hati (tidak sombong) (13). Lemah lembut (14). Pemaaf (15). Sabar, tidak marah karena hal-hal kecil (16). Berkepribadian (17). Tidak merasa rendah diri (18). Bersifat kebapakan (mampu menyintai murid seperti mencintai anak sendiri) (19). Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan pemikiran. Kesemua sifat-sifat ini sudah melekat dalam diri sang Guru Besar, sehingga pantas memperoleh julukan Guru Paripurna yang sangat menyenangkan dan membahagiakan murid-muridnya. Uraian secara rinci dapat diketahui berikut ini:

1. Zuhud, tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukannya karena mencari keredahan Allah. Sifat ini secara zahir atau kasat mata terdapat dalam diri sang guru ini, ia kelihatan menggunakan pakaian yang tidak berwarna warni atau polos menandakan sifat zuhud. Beliau juga tidak pernah menyinggung honorarium ketika diundang ceramah baik lokal, nasional dan internasional, bahkan yang sering adalah beliau menalangi pembiayaan acara tersebut. Penulis pernah mengundang beliau di acara IAIN dan Kopertais untuk memberikan ceramah dengan honorarium yang murah. Ada satu tradisi mulia dilakukan oleh dosen-dosen ISDEV ketika membuat workshop mereka secara patungan untuk membiayai acara tersebut, mahasiswa sebagai peserta hanya geratis mendapatkan fasilitas kegiatan itu, berupa makan, sneck, makalah dan sertifikat. Pekerjaan semacam ini merupakan cerminan dari sikap zuhud yang bersedia berkorban untuk orang lain dan tidak terlalu mementingkan diri dan keduniaan. Menurut Hakim Hasan (1954:24), zuhud kepada sesuatu apabila tidak tamak padanya dan sasarannya adalah keutaman dunia. Dikatakan pada seseorang apabila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghindarkan

diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia.

2. Bersih tubuhnya, penampilan lahirnya menyenangkan dengan memakai baju polos tidak berwarna serta menggunakan peci lobe setiap waktu merupakan ciri lahir penampilan bersih dan menyenangkan. Penampilan bersih ini adalah sikap wara’ seseorang yang jauh dari sifat-sifat syubhat, sehingga ia mengisi hidupnya dengan pekerjaan yang indah dan menyenangkan.

3. Bersih jiwanya tidak mempunyai dosa besar, hal ini penulis beberapa kali melakukan shalat taubat sacara jamaah, apalagi sendirian tentu amat sering dilakukan oleh beliau. Taubat merupakan cara seseorang menginsafi atas kesalahan-kesalahan baik kepada Allah s.w.t. maupun kesalahan kepada sesama manusia, sehingga makna taubat adalah tidak mengulangi dosa lagi. Menurut pangamal sufi bahwa taubat dapat dikelompokkan kepada tiga macam, pertama, taubat dalam pengertian meninggalkan segala kemaksiatan dan melakukan kebaikan secara terus-menerus. Kedua, taubat ialah keluar dari kejahatan dan memasuki kebaikan karena takut kepada murka Allah. Ketiga, taubat secara terus menerus walaupun tidak pernah berbuat dosa (Ibrahim Basuni,1969:119). 4. Tidak riya, dalam berkarya. Salah satu pengalaman

penulis ketika berlangsungnya pra sidang, ada pertanyaan mengenai konsep tujuh pembangunan bertreraskan Islam. Penulis menjawab hal itu sebagai hasil karya Prof. DR. Muhammad Syukri Salleh, lalu kemudian beliau menjelaskan bahwa tujuh prinsip pembangunan berteraskan Islam itu hasil karyanya tetapi tidak perlu disebutkan lagi dalam penjelasan penulis. Sikap seperti ini merupakan cermin jauh dari riya.

5. Tidak merasa dendam, dengki dan irihati. Sikap ini selalu ditujukan kepada mahasiswanya jika ada hal-hal yang melanggar etika akademik ia secara langsung menegurnya. Ada peristiwa ketika seminar dilakukan, tetapi beberapa mahasiswa berbicara dan serta merta beliau menegurnya. Ada satu peristiwa seorang doktor

fellow yang berada di kamar kerja sang guru besar

yang secara tidak sengaja mengoyak-ngoyak selembar kertas dan membuangnya ke lantai. Sang guru besar lansung sepontan menyuruh doktor ini memungut kertas yang ia cabik-cabik dan dibuangnya ke lantai itu, lalu kemudian tamu inipun memungutnya dan memasukkan kertas itu ke dalam kantong bajunya, dan si guru besar inipun kemudian bertanya mengapa dimasukkan ke dalam kocek (kantong), si tamu inipun menjawabnya akan saya bawa ke negeriku untuk menjadi pelajaran untukku. Ini merupakan pembelajaran yang non ilmiah bagi menegakkan sebuah akhlak mulia di hadapan sang guru. Kesalahan itu dibuat canda olehnya sehingga tamu ini tidak merasa sakit hati, dan setelah itu perasaan tidak senang itu pun dimaafkan oleh guru. Menurut Muhammad Al-Gazali (1985:176) bahwa sifat dendam mengandung permusuhan di dalam bathin dan menanti-nanti waktu yang terbaik untuk melepaskan dendamnya, menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas sakit hati dengan mencelakakan orang yang didendami itu. Sifat semacam ini mesti dihapus sampai-sampai keakar-akarnya dalam kehidupan sehari-hari agar diperoleh kebersamaan dan persatuan menuju mencapai cita-cita, dengan begitu sang gurupun akan menjauhi permusuhan. Jika ada persengketaan dalam akademik beliau selalu melakukan klarifikasi dan bermusyawarah untuk meneyelesaikannya.

6. Ikhlas melaksanakan tugas, senantiasa dilakukan oleh sang guru besar. Dalam banyak kesempatan ia dengan rela membantu murid dan siapa saja yang memerlukan bantuanya. Ketika rombongan studi tour pulang ke Pinang singgah dulu di pasar raya Alor Star, penulis dan teman-teman dan sang guru mulia ini minum-minum di sebuah warung kecil, tiba-tiba datang seorang anak muda minta sumbangan dengan cara membeli buku, beliau lansung saja membeli buku tersebut dan menambah harganya, lalu buku itupun diberikan kepada penulis. Sikap semacam itu adalah sebuah keikhlasan yang sepontan yang muncul karena iman yang ada di hati sanubari, keilhlasan menurut Muhammad Al-Gazali (1985:146) bahwa Allah memperhatikan amal-amal hamba-Nya yang taat dan Ikhlas serta menerima amal ibadah yang dilakukan mereka untuk mendekatkan diri kepada-Nya baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Satu waktu teman-teman hendak pulang ke Medan, waktu sudah sempit, taxi tidak ada, dan kemudian beliau secara sepontan mengantarkanya ke Air Port, beliau minta penulis menemaninya. Tetapi penulis katakan ada kegiatan sehingga tidak dapat menemaninya, tetapi beliau balik mengatakan jika di tengah jalan ada terjadi apa-apa terhadap saya sampai hatikah pak Sukiman? Dengan jawaban itu penulispun rela menemaninya. Apa yang diperbuat beliau adalah merupakan bentuk keikhlasan berkerja meskipun amat kecil baginya

7. Sesuai perkataan dengan perbuatan, hal ini telah melekat dalam diri sebagai guru dan hal itu merupakan amanat al-Quran bahwa orang mu’min mesti sesuai antara perkataan dengan perbuatan, dan jika tidak sama maka ia

digolongkan sebagai orang yang dibenci oleh Allah s.w.t. seperti disebutkan dalam surat ash-Shaf ayat 2-3 :

نَأ ِ َّللٱ َدنِع اًاتۡهقَم َ ُبَك ٢ َنوُلَعۡهفَت َل اَم َنوُلوُقَت َمِل ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَ ُّهيَأَٰٓي

٣ َنوُلَعۡهفَت َل اَم ْاوُلوُقَت

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah

kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah, karena kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat (Q.S. 61:2-3).

8. Sabar dan pemaaf, sifat pemaaf sangat dekat dengan beliau, sering janji yang diutarakan waktunya lewat berkali-kali beliau minta maaf, sangat sabar membimbing mahasiswa, ia kukuh menyampaikan pendapat dan fikirannya di depan murid-muridnya, lembut berbicara walaupun itu marah kecil. Satu masa ketika kami keluar dari Masjid USM setelah shalat Jum’at menyeberang jalan tiba-tiba masih ada mobil yang melintas meskipun sudah diberi aba-aba, sang Guru Besar marah sampai memukulkan sedikit kepala mobil tersebut dengan geram, lalu kemudian dalam mobil itu ia menyesal mengapa saya mesti marah. Pekerjaan semacam itupun ia sesali dan menganggapnya sebagai kesalahan. Sikap sabar merupakan cermin dari kekukuhan iman seseorang sehingga menimbulkan suatu keadaan jiwa agar mampu mnegendalikan hawa nafsu sebagai sumber kekesalan dan kemarahan. Menurut Yusuf al-Qardawy (1994:13), bahwa sabar itu ada dua macam, pertama, sasaran fisik seperti menahan penderitaan badan dan tetap bertahan seperti bekerja berat dalam beribadah atau pekerjaan lainnya atau tahan terhadap pukulan kasar. Kedua, sabar mental (nafs) menghadapi tuntutan adat kebiasaan dan dorongan hawa nafsu syahwat.

9. Bersifat kebapakan, mengetahui karekter murid61 adalah merupakan ciri khas beliau, ia memahamai sifat, kemaun, kemampuan mahasiswanya sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan kedaan tersebut. Selama penulis belajar sangat tidak terhitung jumlah bantuan yang diberikan baik moril maupun matrial. Oleh sebab itu, karena sifat Guru Besar ISDEV ini yang senantiasa menjadi panutan (contoh teladan) bukan hanya di pusat pengajian, tetapi di mana tempat ia merupakan sosok

uswatun hasanah (contoh teladan yang baik).

61 Prof. Sering menyatakan bahwa murid adalah kesayangannya, baik di depan keluarga bahkan dalam berbagai kesempatan, semua muridnya diperlakukan sama dengan menyatakan murid kesayangannya. Hal itu, sebagai buktinya ia mengantarnya, memberi makan bahkan uang untuk muridnya.

BAB 3