• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3 Rancangan Penelitian

3.5.4 Membuat Zona Kelola TAD

Selanjutnya hasil analisis yang menggambarkan kondisi kualitas perairan teluk yang sebenarnya digambarkan peta distribusi spasial dan musiman masing- masing parameter. Untuk mengintegrasikan data lingkungan yang berbeda-beda tersebut di atas, sebagai input data atribut dan spasial digunakan analisis dengan Sistem Informasi Geografik yang diinterpretasi dari citra ikonos resolusi spasial 1 m dengan peta topografi 150.000 dan dianalisa menggunakan program Map Info 8. Pemrosesan data analisis GIS baik untuk spasial distribusi parameter kualitas air maupun untuk zonasi wilayah kelola di analisis sebagai berikut :

Pemrosesan Data

Seluruh data input yang telah dikumpulkan baik data lapangan (primer) dan data sekunder diolah sehingga memenuhi syarat peta sebelum analisis dilanjutkan. Tahap ini merupakan pengolahan data awal yang meliputi : pemrosesan data citra, pemrosesan data peta, penyesuaian format peta (proyeksi peta, dan batas area penelitian), produksi peta dasar (base map) dan produksi peta sumber data input SIG yaitu peta sebaran parameter kualitas air, peta geomorfologi pesisir, peta penutupan dan penggunaan lahan pesisir dan peta jaringan sungai dan jalan.

Pemrosesan data citra

Pemrosesan data citra bertujuan untuk mendapatkan informasi penggunaan lahan, penutup lahan, jaringan sungai dan jalan, sebaran pemukiman di kawasan pesisir, dan delineasi batas wilayah perairan Teluk Ambon Dalam. Tahapan pemrosesannya sebagai berikut yakni :

• Restorasi citra (koreksi radiometrik citra) menggunakan metode penyesuaian histogram (histogram adjustment) (Jensen 1996).

• Koreksi geometri citra menggunakan prosedur resampling dengan metode nearest neighbours (Jensen 1996), dilanjutkan dengan proses registrasi peta citra, penyesuaian skala dan proyeksi.

• Pemrosesan data citra meliputi : perhitungan statistik citra untuk perolehan nilai statisitik piksel saluran citra; dan pembuatan citra komposit warna semu untuk klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan.

• Generalisasi dan klasifikasi data citra secara terselia (supervised) untuk menentukan kelas penutupan lahan dan penggunaan lahan mengikuti prosedur (Lillesand dan Kiefer 1997 dan Jensen 1996).

• Produksi peta penutupan lahan dan penggunaan lahan.

• Produksi peta sebaran penduduk. Peta ini berisikan informasi tentang sebaran penduduk di kawasan pesisir Teluk Ambon Dalam.

Pemrosesan data lapangan

1. Perhitungan nilai statistik tiap parameter Parameter kualitas air

Nilai terukur dari setiap parameter kualitas air yakni suhu, salinitas, pH, TSS, DO, BOD, COD, TOM, minyak dan lemak, nitrat dan fosfat, arah dan kecepatan arus dihitung nilai statistiknya yakni minimum, maksimum, rata-rata dan koefisien variasi. Perhitungannya menggunakan program program pengolah data statistik yang relevan. Nilai statistik untuk tiap parameter tersebut menyatakan kondisi ideal kualitas air di perairan TAD. Perhitungan koefisien variasi menggunakan formula berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006) :

CV (%) = (Sd / Mean) * 100 ……….. (26)

(

(

)

)

1 - n n X - X n Sd 2 2

= ……….. (27) n X Mean =

... (28)

2. Produksi Peta Sebaran Spasial Parameter Kualitas Air

Produksi peta sebaran spasial bertujuan untuk mengetahui pola sebaran spasial parameter fisik, kimia perairan dan batimetri TAD. Oleh karena data tersebut dalam format titik, perlu ditransformasi menjadi data spasial berbasis area. Produksi data spasial mengikuti prosedur interpolasi linier menggunakan metode kriging dengan lebih dulu menyusun format database yang bereferensi

geografis. Hasil interpolasi nilai sebaran akan menghasilkan peta kontur sebaran nilai parameter. Nilai kontur ditentukan sesuai dengan persyaratan batas nilai ideal untuk tujuan pengembangan budidaya yang direkomendasikan oleh sejumlah peneliti.

Hasil pemrosesan data secara keseluruhan akan menghasilkan peta tematik sebaran spasial parameter kualitas air yakni:

 Peta batimetri

 Peta pola arus

 Peta sebaran suhu

 Peta sebaran salinitas

 Peta sebaran pH

 Peta sebaran DO

 Peta sebaran BOD

 Peta sebaran COD

 Peta sebaran TOM

 Peta sebaran TSS

 Peta sebaran nitrat

 Peta sebaran phosfat

 Peta sebaran kandungan minyak dan lemak

 Peta sebaran lokasi yang tercemar bahan organik dengan indikator beberapa parameter kimia.

Berdasarkan nilai minimum, maksimum dan rata-rata tiap stasion disemua musim dengan pendekatan SIG, didapatkan zonasi wilayah-wilayah yang tercemar dan tidak tercemar di perairan TAD. Hasil zoning tersebut menjadi pertimbangan untuk mengusulkan beberapa wilayah zonasi dengan isu pengelolaan dan pengembangan wilayah TAD, sehingga kedepan teluk ini masih dapat dimanfaatkan dan dikembangkan. Selain itu zonasi juga didasarkan pada kesesuaian ruang.

Pembagian zona pemanfaatan, zona inti dan zona buffer tersebut disesuaikan dengan kriteria atau status TAD yang sebenarnya, termasuk pengusulan wilayah untuk kegiatan perikanan dan budidaya yang dapat dilakukan. Penentuan ini didasarkan pada beberapa pendekatan sebagai berikut:

 Kriteria Kawasan Lindung

Kawasan Lindung ada lima katagori yaitu :

a. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya

b. Kawasan perlindung setempat terdiri dari : (1) kawasan sempadan pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 m dari pasang tertinggi ke arah darat, dan (2) kawasan sekitar mata air atau DAS. Pada daerah pesisir, kawasan mata air yang perlu dilindungi terutama di pulau kecil.

c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya (dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, ekosistem tertentu, gejalan dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

d. Kawasan bencana alam dan

e. Kawasan lindung lain berdasarkan katagori IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) :

• Kawasan monumen alam : kawasan yang dilindungi untuk konservasi komponen alami tertentu yang khas dan unik karena kelangkaan wilayah dan jenis biota, kualitas estetikanya dan kepentingan budaya.

• Kawasan pengelolaan habitat (spesies tertentu), adalah kawasan lindung yang dikelola untuk kegiatan konservasi. Pada kawasan ini terdapat unsur intervensi manusia.

• Kawasan perlindungan bentang alam laut. Kawasan yang dilindungi dengan tujuan konservasi bentang alam dan bentang laut.

• Kawasan perlindungan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir kawasan lindung yang dikelola oleh berkelanjutan pemanfaatan ekosistem pesisir. Kriteria kawasan lindung berdasarkan perencanaan TTR pesisir dan Pulau pulau kecil (Kepmen K& P nomor : KEP 34/MEN/2002 Bab VII terdiri atas 3 kriteria yaitu :

(1) Kriteria sosial, terdiri atas 10 unsur meliputi :

a. Tingkat dukungan masyarakat terhadap kawasan lindung yang direncanakan: bila perlindungan dengan budaya atau kearifan lokal

memiliki peringkat tinggi maka lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lokasi konservasi.

b. Kesehatan masyarakat : sejauh mana keberadaan kawasan lindung dapat mengurangi dampak polusi atau fakotr penyakit yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Kawasan yang memberi peluang masyarakat untuk memanfaatkan.

c. Rekreasi: sejauh mana keberadaan kawasan lindung dapat digunakan sebagai tempat rekreasi masyarakat

d. Budaya : daerah alami yang memiliki nilai budaya, harus diberi peringkat tinggi, sehingga perlindungan yang diberikan diharapkan dapat menjaga keutuhan ekosistem

e. Estetika : panorama laut dan daratan. Pemandangan alam yang indah serta nilai keanekaragaman hayati yang tinggi, maka kawasan ini mempunyai peringkat tinggi.

f. Konflik kepentingan: kawasan yang dipilih harusnya bukan kawasan atau daerah penangkapan atau kegiatan nelayan, sehingga tidak mempengaruhi kegiatan masyarakat.

g. Keamanan: terkait dengan kemungkinan bahaya bagi para pengguna. h. Aksesibilitas: kawasan yang mudah terjangkau masyarakat memiliki nilai

yang tinggi.

i. Penelitian dan Pendidikan: sejauh mana kekayaan karakteristik ekologis dapat digunakan sebagai sumber penelitian dan Iptek

j. Kesadaran publik: kawasan yang ada aktivitas pendidikan, pelatihan dan pamantauan pencemaran harus memiliki peringkat tinggi.

(2) Kriteria Ekologis, terdiri atas 8 unsur meliputi:

a. Keragaman hayati: kawasan yang mempunyai kekayaaan habitat, komunitas dan jenis memiliki peringkat yang tinggi.

b. Kealamian : kawasan atau daerah yang masih alamiah, tidak mengalami perusakan mempunyai peringkat yang tinggi bila tujuannya adalah untuk kegiatan perikanan dan pariwisata.

c. Ketergantungan jenis terhadap lokasi: tingkatan ketergantungan suatu jenis terhadap kawasan atau ekosistem tempat hidupnya.

d. Keterwakilan: tingkatan berdasarkan tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologis dan lainnya. Pringkat tertinggi yaitu habitat tipe utama yang tidak dilindungi.

e. Keunikan : kawasan dengan jenis biota langka akan mempunyai peringkat tinggi. Kawasan ini sebaiknya dibatasi untuk tujuan pariwisata, sedangkan untuk pendidikan dan penelitian diijinkan

f. Integritas : kemampuan melindungi kondisi ekologis kawasan sendiri harus diberi peringkat tinggi.

g. Produktivitas: kawasan produktif yang senantiasa memberi keuntungan kepada jenis dan komunitas yang ada di dalam dan sekitarnya memiliki peringkat yang tinggi.

h. Kerentanan : kerentanan area terhadap perubahan atau kerusakan baik oleh manusia maupun alam. Misalnya kemampuan toleransi yang terbatas dari komunitas pesisir terhadap perubahan lingkungan.

(3) Kriteria Ekonomi, terdiri atas 5 unsur meliputi:

a. Jenis penting : kriteria ini terkait dengan kehadiran jenis-jenis penting pada suatu ekosistem, misalnya ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu kawasan ini harus dilindungi agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan. b. Kepentingan perikanan : tergantung pada jumlah nelayan dan ukuran hasil

perikanan. Misalnya bila jumlah nelayan dan produksi tinggi, maka tentu perlu pengelolaan kawasan ini agar tidak overeksploitasi.

c. Bentuk ancaman: kemungkinan perubahan lingkungan akibat kebiasaan menggunakan bahan peledak, kondisi ini akan mengancam keberadaan sumber daya alam di kawasan tersebut.

d. Manfaat ekonomi : perlindungan kawasan akan mempengaruhi nilai ekonomi kawasan tersebut.

e. Pariwisata : jika potensi kawasan untuk pariwisata sesuai dengan konsep konservasi maka peringkatnya tinggi.

 Kriteria Kawasan Budidaya Perikanan

Wilayah TAD direncanakan khusus sebagai kawasan budidaya dengan KJA sesuai TTR Kota Ambon. Kriteria kawasan budidaya kerapu, kakap,

beronang dengan KJA didasarkan pada faktor berikut : a) Faktor keamanan; b) Arus pantai dan arus pasang surut; c) Salinitas; d) Suhu; e) Oksigen terlarut; f) Kandungan bahan pencemar; g) Arah angin; h) Batimetri; i) Substrat; j) Kecerahan; k) Transportasi, dan l) Pasar.

 Kriteria Kawasan Penangkapan Ikan Pelagis.

Kriteria zone penangkapan ikan pelagis yang didasarkan pada kriteria perencanaan tata ruang untuk kegiatan perikanan tangkap mengklasifikasikan zone perairan penangkapan atas 3 wilayah yaitu:

(1) Jalur penangkapan Ia (0 – 3 Mil Laut) dan Jalur penangkapan Ib (3 – 6 Mil Laut).

(2) Jalur penangkapan ikan II : dengan batas 6 – 12 Mil Laut (3) Jalur penangkapan ikan III dengan batas 12 mil laut – ZEE.

Perairan TAD memenuhi syarat sebagai jalur penangkapan Ia yang diperuntukan bagi peralatan penangkapan menetap dan peralatan tidak menetap yang tidak dimodifikasi, dengan kapal perikanan tanpa motor dengan panjang < 10 m. Penentuan zonasi penangkapan ikan pelagis di perairan TAD didasarkan pada pertimbangan pertimbangan spasial dan ekologis sebagai berikut :

(a) Dimensi peraian Teluk

(b) Konsentrasi zonasi budidaya diperuntukan khusus untuk budidaya ikan sistem KJA didasarkan pada rencana TTR Kota Ambon

(c) Jalur transportasi dan pelayaran kapal TNI AL, Polair, kapal riset LIPI, Armada Nusantara Fishery, kapal ferry yang terkonsentrasi di perairan Teluk (d) Letak lokasi terhadap zone Budidaya dan jalur pelayaran dan transportasi

Poka-Galala, dan terhadap basis pangkalan (Pelabuhan TNI AL, Polair, LIPI, ferry Poka dan Galala)

(e) Faktor hidrooseanografi TAD (kualitas air, arus, gelombang) (f) Batimetri dan substrat dasar

Berdasarkan kriteria itu, maka zone penangkapan ikan dimaksud adalah zone penangkapan ikan pelagis kecil seperti : ikan umpan (puri dan make), dan kawalinya. Peralatan yang digunakan adalah : pancing tangan, bagan apung, tangguk (scope net).

 Kriteria jalur pelayaran

Kriteria lebar alur pelayaran ditetapkan berdasarkan pertimbangan dimensi lebar kapal dan aktivitas pelabuhan. Lebar alur pelayaran ditetapkan 100 - 150 m sebagai ruang berlayar masuk dan keluar pelabuhan sebagai area tidak diperbolehkan untuk ditempati peralatan penangkapan menetap (bagan, KJA, rumpon, gogona ataupun jaring insang menetap). Sedangkan buffer pelabuhan ditetapkan 200 – 400 m dari dermaga sebagai kawasan tidak diperbolehkan ada aktivitas budidaya maupun penangkapan ikan, untuk menghindari dampak pencemaran akibat aktivitas di pelabuhan.