• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendorong Peningkatan Keberhasilan Mediasi d

Dalam dokumen Edisi 5 Majalah PA Edisi 5 (Halaman 78-80)

Peradilan Agama

temukan dalam survey yang dilaku- kan oleh Tim (arian Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung R) terhadap sejum- lah Pengadilan Agama di Jawa Barat dan Lombok.

Mengapa Tingkat Keberhasilan Masih Rendah

Rendahnya tingkat keberhasilan mediasi selama ini ditengarai dise- babkan oleh beberapa faktor. Per- tama, mediasi belum dilaksanakan

secara maksimal, baik menyangkut

proses mediasi yang dilakukan oleh mediator maupun proses adminis- trasi yang dilakukan oleh aparatur administrasi. Mediasi masih bersifat

proforma dan dilaksanakan seke-

dar untur menggugurkan kewajiban yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor Tahun . Ketersediaan media- tor bersertifikat juga belum merata di semua Pengadilan. Pada tahun , Badan Litbang Diklat Mahkamah Agung R) hanya melakukan sertifikasi terhadap orang hakim, yang ter- diri dari orang hakim Peradilan Umum, orang hakim Peradilan Agama, dan orang hakim Peradilan Tata Usaha Negara. Meskipun jumlah ini jauh lebih besar dari yang terserti- fikasi pada tahun yang hanya

orang, masing-masing orang hakim dari Peradilan Umum dan orang hakim dari Peradilan Agama, jumlahnya masih jauh dari jumlah hakim yang semestinya memperoleh pelatihan dan sertifikasi.

Selain faktor ketersediaan hakim mediator bersertifikat, proses adminis trasi mediasi juga belum maksimal, terindikasi dari tidak ter- isinya secara utuh register medi- asi di tiap-tiap satker. Kondisi ini pada akhir nya menyulitkan untuk mendapatkan data mediasi yang aku- rat secara nasional.

Kedua, adanya keengganan para

pencari keadilan untuk memanfaat- kan mediasi sebagai alternatif penye- lesaian sengketa. Keengganan ini tim- bul karena berbagai alasan, seperti pandangan bahwa perkara mereka tidak perlu dimediasi karena sebel- umnya sudah pernah diupayakan per- damaian oleh para pihak sendiri, kel- uarga maupun anggota masyakarat lainnya, sehingga kedatangan mereka ke pengadilan adalah sebagai jalan terakhir, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang mediasi, rendah- nya dukungan kuasa hukum dalam proses mediasi, dan lain sebagainya.

Ketiga, dalam beberapa perkara,

seperti perkara-perkara perceraian dan gugatan harta bersama, aturan keberhasilan yang ditawarkan oleh Perma No. Tahun masih terlalu sempit. Perma belum memberikan peluang bagi tercapainya kesepakatan sebagian

partial settlement atas keseluruhan

perkara. Acapkali terjadi, para pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan dalam perkara perceraian, tetapi mencapai kesepakatan terhadap hal- hal yang menjadi akibat perceraian, seperti harta bersama, pengasuhan anak dan pembayaran nafkah iddah dan mut ah. Atau dalam perkara harta bersama, para pihak hanya mencapai kesepakatan terhadap sebagian objek perkara, tetapi masih berselisih pada sebagian lainnya. Karena persyaratan keberhasilan yang begitu kaku, kesepakatan- kesepakatan yang dicapai oleh para

pihak akhirnya menjadi gugur dan mediasi dinyatakan tidak berhasil.

Perlu Berbagai Perubahan Kebijakan

Mediasi sebagai alternatif penye- lesaian sengketa sejatinya dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa. Tercapainya kese- pakatan para pihak dalam proses mediasi dapat menyelesaian sengketa secara lebih cepat, sederhana de ngan biaya yang jauh lebih murah dari proses litigasi.

Untuk mendorong peningka- tan keberhasilan mediasi tersebut, kedepan mediasi perlu didukung oleh kebijakan-kebijakan yang lebih suportif. Pertama, norma-norma

mediasi yang tercantum dalam Perma Nomor Tahun perlu ditinjau kembali. Dibutuhkan norma-norma yang lebih jelas mengatur tentang kewajiban aparatur pengadilan ter- hadap mediasi, mulai dari pimpinan hingga pelaksana. Selain itu, diperlu- kan pengaturan yang lebih detil untuk mendorong para pihak agar bersedia mengikuti mediasi yang telah diperin- tahkan oleh Pengadilan.

Bagi Pengadilan Agama, diperlu- kan aturan-aturan yang lebih jelas mengenai perkara-perkara yang harus dan tidak perlu menempuh proses mediasi. Selama ini karena Pasal menyebutkan semua sengketa yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama, banyak perkara yang semes- tinya tidak perlu dimediasi akhirnya diwajibkan menempuh upaya perda-

maian tersebut, seperti pembatalan perkawinan, pengesahan nikah yang dilakukan secara kontentius, dan wali adhol.

Selain itu, diperlukan pengaturan yang lebih luwes dalam penentuan kriteria keberhasilan mediasi. Con- tohnya pada perkara perceraian yang dikumulasi dengan gugatan harta bersama, pengasuhan anak dan tun- tutan nafkah. Tidak sedikit perkara yang telah berhasil mencapai kese- pakatan pada hal-hal yang bersifat assesoir kemudian dinyatakan gagal mediasi karena perkara perceraian- nya tidak berhasil dimediasi. Jika ada pengaturan-pengaturan mengenai kesepakatan sebagian atas seluruh perkara yang disengketakan, boleh jadi akan memberikan peluang keber- hasilan yang lebih baik dari yang selama ini dilakukan.

Kedua, intensifikasi pengisian

regis ter mediasi dan pelaporan medi- asi secara teratur, baik kepada Penga- dilan Tinggi Agama maupun Badilag. Upaya ini akan mempermudah akses pendataan secara nasional terhadap hasil-hasil mediasi.

Ketiga, peningkatan kapasitas

hakim dalam melakukan mediasi. Jika pun program sertifikasi belum menyentuh semua hakim, adanya crash program yang dimaksudkan untuk

mempercepat peningkatan kecakapan hakim mediator akan sangat berman- faat dan dapat berkontribusi positif bagi peningkatan hasil mediasi.

Terbentuknya Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung Republik )ndonesia yang tengah mempersiapkan revisi terhadap Perma Nomor Tahun serta aturan-aturan lainnya mengenai mediasi di Pengadilan mudah-muda- han dapat menjadi langkah yang baik untuk meningkatkan keberhasilan mediasi di Pengadilan. Semoga.

[Rahmat Arijaya, Mohammad Noor]

POSTUR

R

abu, September , saya, Suhartono, (akim Pengadilan Agama Sidoarjo, melakukan debut internasional pertama sebagai presentator pada qolloqium yang

diselenggarakan oleh )SRA Inter- national Shari’ah Research Academy

dalam forum International Colloquium for Islamic Finance ))C)F , ber-

tempat di Multipurpose (all lantai Bank Negara Malaysia.

Kesempatan itu datang ketika Universitas Airlangga UNA)R tem-

pat saya menempuh studi Program Doktor Ekonomi )slam, mengikutkan hasil riset yang saya lakukan tentang ekonomi syariah pada lomba karya ilmiah tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Bank Negara Malaysia –patron dari )SRA- dengan tema: The Role of Islamic Finance in Socio Economic Development: Ideals and Relaities.

Setelah melalui proses seleksi, Dr. Shamsiah Mohamad koordinator ))C)F via email menyatakan bahwa

paper saya yang berjudul Moslem Boarding School’s Role in Accelerat- ing Islamic Economic Growth in East Javaterpilih sebagai salah satu karya

ilmiah yang terpilih untuk dipresenta- sikan dihadapan para pakar ekonomi syariah, peneliti, praktisi, akade- misi, mahasiswa dan pelaku industri ekonomi syariah dalam forum )SRA

International Colloquium for Islamic Finance di Kuala Lumpur.

Awalnya ada perasaan bimbang untuk menghadiri acara tersebut,

“HAKIM PENGADILAN AGAMA

Dalam dokumen Edisi 5 Majalah PA Edisi 5 (Halaman 78-80)