• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Analisis dan Pembahasan

1. Kemiringan Lereng

2-8 Landai 4

8-21 Miring 3

21-40 Terjal 2

>40 Sangat Terjal 1

2 Aur Sungai <1 0-1 5

2-4 2-4 4

5-8 5-10 3

9-15 11-15 2

>16 >15 1

3 Kerawanan Banjir/Genangan

Tidak pernah banjir 5

Tergenang <2 bulan/tahun

4 Tergenang 2-6

bulan/tahun

3 Tergenang 6-8

bulan/Tahun

2 Tergenang >8

bulan/Tahun

1 4 Erosi Permukaan Tidak ada

kenampakan erosi

5 Kenampakan erosi

ringan

4 Kenampakan erosi

sedang

3 Kenampakan erosi

berat

2 Kenampakan erosi

sangat berat

1 5 Kerawanan Longsor Tanpa Bahaya

Longsor

5 Ada gerakan massa

batuan/tanah volume kecil

4

31

NO Parameter Kriteria Keteranagan Kelas

Gerakan massa batuan/ tanah resiko sedang

3

Gerakan massa batuan/ tanah resiko tinggi

2

Gerakan massa batuan/ tanah resiko sangat tinggi

1

6 Drainase/Pengatusan Lahan Kering, Pengatusan sangat baik

5

Pengatusan sangat baik

4

Pengatusan Sedang 3

Pengatusan Jelek 2

Pengatusan Sangat Jelek

1 7 Kekuatan Batuan Tidak mudah pecah

oleh pukulan palu geologi sangat kuat

5

Sukar pecah oleh pukulan palu geologi

4 Pecah oleh pukulan

palu geologi

3 Mudah pecah oleh

pukulan palu geologi ringan

2

Mudah dipecah dengan tangan

1

8 Pelapukan Batuan Batu segar 5

Batu lapuk ringan 4

Batu lapuk sedang 3

Batu lapuk kuat 2

Batu lapuk sangat kuat 1

9 Daya Dukung Tanah >1,5 Sangat Kuat 5

1,4 – 1,5 Kuat 4

1,2 – 1,4 Sedang 3

1,1 – 1,2 Lemah 2

<1,1 Sangat Lemah 1

10 Kedalaman Air Tanah <7 Sangat dangkal 5

7-14 Dangkal 4

15-25 Sedang 3

26-50 Dalam 2

>50 Sangat Dalam 1

11 Tekstur Tanah Geluh 5

Geluh berpasir 4

Geluh berlempung 3

Lempung berpasir 2

Lempung, pasir 1

Sumber: Fajar Dania Nusha K, Fakultas Geologi UMS, 2009

Berdasarkan beberapa parameter dalam menentukan kesesuaian lahan permukiman di atas, penulis mengambil beberapa parameter yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan kesesusaian lahan permukiman yang dapat dilihat pada tabel 2.12

Tabel 2.12 Parameter Kesesuaian Lahan Permukiman

NO Parameter Kriteria Kelas

1 Kemiringan Lereng 0-2 5

2-8 4

33

Menurut Environmental System Research Institute (ESRI) SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbarui, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.

Pengertian GIS saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer.

Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989) dalam Anon (2003) mendifinisikan GIS sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Sedangkan Burrough,1986 mendefinisikan GIS sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk, dan lain-lain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis.

b. Subsistem Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem sebagai berikut:

1) Data input

Sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format-format (native) yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.

2) Data output

34

Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya.

3) Data management

Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve (di-load ke memori), di-update, dan di-edit.

4) Data manipulationd & analisis

Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

c. Jenis dan sumber data SIG

Data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut adalah sebagai berikut.

1) Data spasial

Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan interpretasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi. Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya merepresentasikan objek-objek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang menjadi representasi objek di atas muka bumi (di udara) dan di bawah permukaan bumi. Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan, pengukuran theodolit, pengukuran dengan menggunakan global positioning systems (GPS) dan lain-lain.

Data spasial memiliki dua macam penyajian, yaitu:

a) Model vektor

Model vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, dan kurva atau poligon beserta

atribut-35

atributnya. Bentuk dasar model vektor didefinisikan oleh sistem koordinat Kartesius dua dimensi (x,y).

b) Model data raster

Model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (bidang referensi horizontal dan vertikal yang terbagi menjadi kotak-kotak). Piksel adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi secara eksplisit.

Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran piksel suatu gambar.

2) Data Atribut

Data atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik atau fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan tidak mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut dapat berupa informasi numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan dan sensus, dan lain-lain.

d. Pengelolaan Sistem Informasi Geografis

Menurut Adam (2012), Dalam pengolahan Sistem Informasi Geografi (SIG) memiliki beberapa prosedur dalam penginput Data SIG, yaitu:

1) Digitasi manual dengan digitizer (manual digitizing)

proses input data dilakukan menggunakan bantuan meja digitizer.

2) Digitasi di layar monitor ("heads-up" digitizing)

Proses input data dilakukan langsung pada layar monitor. Metode ini banyak dikembangkan karena keterbatasan manual digitizing (harus menggunakan meja digitizer yang harganya cukup mahal dan tidak semua instansi/kantor memilikinya)

3) Penyiaman (automatic scanning) – raster to vector (menggunakan ArcScan)

Proses ini digunakan untuk mempercepat proses input data dari data raster, namun metode ini memiliki kelemahan semua kenampakan yang ada dijadikan bentuk vektor.

4) Koordinat geometri (coordinate geometry keyboard entry)

36

Metode ini merupakan teknik input data yang memiliki akurasi sangat baik, dimana pengguna dapat memperoleh posisi, panjang serta luas sesuai dengan pengukuran di lapangan. Caranya dengan memasukan nilai-nilai koordinat dari obyek sehingga menjadi data spasial.

5) Data langsung dari GPS ("live" digitizing with GPS)

Metode ini dilakukan dengan bantuan alat GPS, dimana pengguna yang sedang survey lapangan dapat secara otomatis menentukan wilayah yang rawan banjir

6) Hasil Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Digital (image processing), yaitu:

a) Peta Digital

Data utama yang membedakan sistem informasi geografik dengan sistem informasi lainnya adalah kemampuannya dalam menampilkan dan menangani basis data spasial atau data bergeoreferensi. Dalam hal inilah keberadaan peta digital menjadi sangat esensial bagi system ini.

b) Data Tabular

Yang dimaksud dengan data tabular adalah data-data yang berupa teks, angka, ataupun biner yang disimpan dalam bentuk tabel-tabel. Terdapat 2 (dua) jenis data tabular yang dimaksud, yaitu data tabular yang terikat dengan objek dalam peta dan yang tidak terikat.

c) Data Image

Database GIS dapat menerima data masukan berupa foto digital, gambar, dan objek grafis digital lainnya. Data-data tersebut dapat ditampilkan sebagai data pelengkap, misalnya: foto Lokasi Bangunan pelintas, pintu air, tapal batas, obyek vital, dan berbagai macam hal lainnya.

d) Data Digital Lainnya

Secara umum, hampir semua jenis data dalam bentuk digital yang ingin dicantumkan dan ditampilkan dapat diterima dan disimpan dengan baik oleh basis data GIS dan dapat pula ditampilkan sesuai dengan kebutuhan. Selain data peta digital, data image, dan data tabular,

data-37

data berbentuk digital lainnya juga dapat dengan mudah diikutkan dalam sistem ini: musik, animasi, atau film misalnya.

e) Analisis data

Analisis data yang tersimpan dalam sistem basis data yang bersangkutan kemudian dijadikan bahan untuk melakukan analisis sehingga dapat ditarik sebuah informasi darinya sesuai dengan kebutuhan pengguna dan pemilik sistem. Adapun analisis-analisis yang dapat dilakukan dalam sistem ini adalah sebagai berikut: Analisis Spasial, Analisis Tabular, Analisis numeris, Analisis Statistik, Analisis Tekstual.

f) Output

Keluaran dari proses analisis-analisis yang telah disebutkan sebelumnya adalah berupa informasi-informasi yang diinginkan oleh pengguna. Informasi tersebut disajikan dalam berbagai bentuk yaitu peta tematik, tabel, dan grafik.

Semua data yang dianalisis sebagian besar berupa data spasial dalam bentuk peta tematik. Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam bentuk analisis tumpang susun (overlay). SIG dirancang untuk memadukan komputerisasi pemetaan tingkat tinggi, dengan kemampuan pengelolaan data base secara luas (Catanase, Snyder, 1988).

Menurut Hendra Lucky (2001), SIG yang ideal adalah yang dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Lokasi (What is at ...?), pertanyaan pertama adalah mencari apa yang terdapat pada lokasi tertentu.

2. Kondisi/penyebaran (Where is it ...?), pertanyaan kedua ini melanjutkan pertanyaan yang pertama, dan memerlukan analisis spasial untuk menjawabnya.

3. Kecenderungan (What has changed since ...?), pertanyaan ketiga melibatkan kedua pertanyaan yang pertama dan mencari perbedaan didalam area menurut perbedaan waktu.

38

4. Pola (What spatial pattern exist ...?), pertanyaan ini lebih rumit yaitu untuk mendeterminasi, berapa banyak penyimpangan yang tidak tepat dengan pola dan keberadaannya.

5. Permodelan (What if ...?), pertanyaan ini untuk mendeterminasi apa yang akan terjadi.

Salah satu alasan dipilihnya SIG sebagai pengelola data sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk menganalisis dan mengolah data spasial dan non spasial dengan volume yang besar. Pengetahuan mengenai bagaimana cara mengekstrak data dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG.

Kemampuan analisis data berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan oleh SIG menjadi kunci-kunci analisis dalam perkembangan perkotaan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Buffering: yaitu analisis yang akan menghasilkan penyangga yang bias berbentuk lingkaran atau poligon yang melingkupi suatu objek sebagai pusatnya, sehingga kita bias mengetahui berapa parameter objek dan luas wilayahnya.

b. Overlaying: yaitu menganalisis dan menginterasikan dua atau lebih data spasial yang berbeda

c. Network management: yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang terdiri dari garis-garis dari titik-titik yang saling terhubung.

d. Matematika dan fungsinya: evaluasi model migrasi, pelaksanaan overlay, statistic perhitungan luas, pembatasan beberapa zona morfologi perkotaan, studi kebisingan dan penyeberan polusi udara.

e. Macroing dengan bahasa program Gambar untuk pelaksanaan stimulasi, model, strategi dan perencanaan.

f. Image processing: program untuk mendapatkan informasi tentang kondisi penutupan lahan, penggunaan lahan teratur, gedung yang tidak punya izin, ruang terbuka hijau, pendektesian terhadap pencemaran lingkungan, pendektesian terhadap perubahan peta dan datanya.

2. AHP (Analytic Hierarchy Process) a. Pengertian

39

Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektf tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas.

Metode ini juga menggabungkan kekuatan dan perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).

b. Tahapan AHP (Analytic Hierarchy Process)

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan menurut Saaty (1993) dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut:

1) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2) Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3) Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4) Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

40

5) Menghitung nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6) Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7) Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8) Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR< 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

c. Prinsip Dasar AHP (Analytic Hierarchy Process)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP menurut Saaty (1993) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1) Decomposition

Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni:

Tingkat pertama : Tujuan/Sasaran keputusan (Goal) Tingkat kedua : Kriteria-kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif (pilihan)

41 Gambar 2.1 Struktur Hirarki

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dnegan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses

pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

2) Comparative Judgement

Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan paling tinggi (extreme importance)

3) Synthesis of Priority

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.

4) Logical Consistency

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengapresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

42

43

4. “Sistem Pendukung Keputusan Berbasis AHP (Analitical Hierarchy Process) untuk Penentuan Kesesuaian Penggunaan Lahan” (Studi Kasus: Kabupaten Semarang) oleh Sri Hartati dan Adi Nugroho (2012). Persamaan penelitian ini yaitu sama- sama menggunakan metode AHP untuk menganalisis kesesuaian lahan. Perbedaan dari penelitian ini yaitu penelitian terdahulu menganalisis kesesuaian lahan permukiman, industry kehutanan, rekreasi dan tempat pembuangan limbah dan hanya terfokus pada bagaimana metode ahp dapat diterapkan untuk data spasial. Sementara penelitian ini mengevaluasi kesesuaian lahan permukiman, tambak dan konservasi dan focus terhadap hasil kelas sesuai, cukup sesuai dan tidak sesuai untuk ketiga kesesuaian lahan.

5. “Pengembangan Sentra Industri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian di Kabupaten Bone” oleh Susilawati (2016). Persamaan Penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode SMCA. Perbedaan dari penelitian ini yaitu penelitian terdahulu menganalisis pengembangan sentra industri dan berfokus pada kesesuaian lokasi industry saja. Sementara penelitian ini menganalisis kesesuaian lahan permukiman, tambak dan konservasi.

44

Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu

No. Judul Tujuan Variabel Metode Hasil

1. Kajian Kesesuaian Lahan Tambak, Konservasi dan Permukiman Kawasan Pesisir Menggunakan Sistem Geografis (Studi Kasus:

Pesisir Pangandaran, Jawa Barat) Khrisna Protecta Adiprima (2012)

Mengidentifikasi lahan yang sesuai untuk peruntukan tambak, konservasi dan

permukiman di kawasan pesisir Pangandaran.

• Tambak

(Lereng, Tanah, Jarak dari sungai, Jarak dari pantai, Penggunaan lahan)

• Konservasi (Tanah, vegetasi, Penggunaan Lahan, dan Zona resapan air)

• Permukiman

(Lereng, jarak dari rawa, jarak dari daerah banjir, jarak dari pasang tertinggi dan zona resapan air.

Analisis kesesuaian lahan (Overlay) mengggunakan SIG

Pemetaan Kesesuaian Lahan tambak, konservasi dan permukiman di pesisir

Pangandaran, Jawa Barat.

2. Kajian Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana (Studi Kasus:

Kawasan Pesisir Muara Sungai Tallo, Kota Makassar)”

Ika Nur Faidah (2014)

Mengidentifikasi karakteristk lingkungan alam dan buatan kawasan pesisir Muara Sungai Tallo, potensi dan kerentanan kawasan pesisir Muara Sungai Tallo terhadap bencana, dan tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan pesisir Muara Sungai Tallo berbasis mitigasi bencana

• Karakteristik lingkungan alam (kondisi

oseanografi, klimatologi, geomorfologi, jenis tanah, topografi, kondisi aliran sungai, sumberdaya hayati pesisir)

• Karakteristik lingkungan buatan

(konservasi/bencana, intensitas pemanfaatan, kontruksi bangunan, dan ruang terbuka)

• Kerentanan kawasan pesisir (kawasan terbanagun, kepadatan

Analisis skoring pembobotan, dan analisis spasial berupa overlay

Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan pesisir berbasis mitigasi bencana

45

No. Judul Tujuan Variabel Metode Hasil

penduduk, tingkat kemiskinan, persentasi penduduk wanita, pemahaman terhadap bencana, sikap terhadap bencana, keberadaan lokasi usaha/produksi, keberadaan perdagangan dan jasa serta pariwisata

3. Kesesuaian Lahan Permukiman di Kota Kendari dan lokasi prioritas pengembangan permukiman

Muhammad Iqsan (2016)

Menganalisis kesesuaian lahan permukiman serta menentukan lokasi prioritas untuk pengembangan kawasan permukiman

1. Ketersedian Air 2. Aksesibilitas 3. Arahan RTRW 4. Fungsi Kawasan 5. Sempadan sungai 6. Kawasan tidak

terbangun

7. Kemiringan Lereng 8. Kawasan Rawan

Banjir

9. Hasil analisis tingkat kesesuaian lahan Kota Kendari.

10. Harga Lahan 11. Sarana dan prasarana 12. Aksesibilitas

1. Metode Skoring 2. Analisis

Overlay/Superimpose 3. Analisis Deskriptif

kualitatif dan kuantitatif

6. Analisis Skalogram 7. Analisis Deskriptif

kualitatif dan kuantutatif

Lokasi Prioritas Pengembangan Permukiman di Wilayah Sub Urban Kota Kendari

46

No. Judul Tujuan Variabel Metode Hasil

4

5

Sistem Pendukung Keputusan Berbasis AHP (Analitical Hierarchy Process) untuk Penentuan Kesesuaian Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Semarang)

Sri Hartati dan Adi Nugroho (2012)

Pengembangan Sentra Industri Berbasis Komoditas Unggulan Sektor Pertanian di Kabupaten Bone

Susilawati (2016)

Mengidentifikasi cara penggunaan AHP untuk pengambilan keputusan dalam penentuan kesesuaian lahan

Menentukan kesesuaian lahan sentra industry untuk penegmbangan komoditas unggulan sektor pertanian

Parameter permukiman, industry, kehutanan, rekreasi serta tempat pembuangan limbah

- Ketersediaan bahan baku - Aksesibilitas

- infrastruktur - Prasarana angkutan - Ketersediaan tenaga kerja - Ketersediaan lahan - Kelembagaan - Kemiringan lereng

Metode AHP (Analitical Hierarchy Process)

1. Analytical Hierarki Process (AHP) dengan menggunakan software expert choice Analisis spasial multi

criteria (SMCA) dengan pendekatan GIS dan Software Ilwis indikator

Memperlihatkan bagaimana metode AHP dapat diterapkan untuk data spasial dan non spasial

Kesesuaian sentra industri untuk pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian di Kabupaten Bone

Sumber: Analisis Penulis, 2016

47

Penelitian dilakukan sejak peneliti mengikuti mata kuliah Labo Based Education (LBE) Waterfront pada Agustus 2016 sampai selesai, kemudian melanjutkan penelitian selama berada di Studio Akhir.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berorientasi pada pesisir Jeneponto mencakup dua kecamatan yakni Kecamatan Bangkala dan Kecamatan Tamalatea, yang terdiri dari 12 kelurahan. Luas lokasi penelitian mencapai 7891,92 Ha. Adapun kelurahan yang masuk dalam wilayah penelitian yakni kelurahan Malasoro, Kelurahan Punagaya, Kelurahan Bontorannu, Kelurahan Tonrokassi Barat, Kelurahan Tonrokassi, Kelurahan Tonrokassi Timur, Kelurahan Tamanroya, Kelurahan Bontorangnga, Kelurahan Turatea, Kelurahan Bontojai, Kelurahan Borong Tala dan Kelurahan

49 Bontosunggu. Adapan batas administrasi wilayah/lokasi penelitian yakni sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bulusuka, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Majangloe, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores dan sebelah Barat dengan laut Flores.

50 Gambar 3.1 Peta Lokasi/Kawasan Penelitian

Sumber: google Earth 2016 dan Arcgis 10.1, Modifikasi Penulis 2016

51

52 2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dengan melakukan pengambilan data melalui dokumen yang telah ada sebelumnya. Studi dokumen terdiri dari:

a. Pengumpulan data yang dilakukan pada instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Jenepoto, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata ruang dan kebersihan, dinas kelautan dan perikanan dll.

b. Studi literatur, yaitu pengambilan data dari teori-teori, buku-buku, jurnal dan penelitian terdahulu.

E. Populasi dan Sampel

Pemilihan responden dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah orang-orang yang berada di kawasan pesisir dan orang-orang yang dianggap mengetahui dengan pasti perubahan lingkungan pada kawasan pesisir

Menurut Riduwan (2008:63) bahwa:

“Purposive sampling adalah teknik teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu. Teknik sampling kebetulan atau accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-cirinya), maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden)”.

Sampel yang diambil untuk keperluan Analysis Hierarki Process (AHP) sehingga dibutuhkan responden dalam menentukan bobot dari masing-masing kriteria terkait penelitian ini. Pemilihan responden dalam penelitian ini berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku yang berperan atau dianggap mempunyai kemampuan dalam hal penetuan kesesuaian lahan permukiman, tambak, dan permukiman. Sehingga dalam pengujian tingkat kevalidan responden hanya mengacu kepada nilai consisten dan inconsisten.

53 Adapun responden dalam analisis faktor yang berpengaruh terhadap kriteria kesesuaian lahan permukiman, lahan tambak dan lahan konservasi adalah sebagai berikut:

1. Komponen Pemerintah diwakili oleh 1 orang dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jeneponto

2. Komponen Akademisi atau praktisi yang diwakili oleh 2 magister bidang Perencanaan Wilayah

3. Komponen Masyarakat di wakili oleh tokoh masyarakat/ masyarakat umum dengan latar belakang pendidikan tinggi berjumlah 1 orang.

54 F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No. Rumusan Masalah Unit Analisis Variabel Jenis Data Metode Analisis Sumber Data Output 1. Bagaimana Karakteristik

kawasan pesisir di wilayah Kecamatan Bangkala dan Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto?

Karakteristik fisik pesisir

• Kemiringan Lereng

• Geomorfologi

• Jenis Tanah

• Daerah Rawan Banjir

• Daerah Aliran Sungai

• Tata guna lahan dan luasan

• Vegetasi

• Permukiman

• Konservasi

• Tambak

Primer dan Sekunder

1. Analisis deskripsi kualitatif

2. Analisis deskripsi kuantitatif 3. Analisis spasial

pemetaan

Data instansi terkait dan obeservasi, dokumentasi, serta peta google earth

Peta

Karakteristik geomorfologi, kemiringan lereng, jenis tanah dan aliran sungai, Peta karakteristik guna lahan, serta pemanfataan ruang pesisir Jeneponto

2. Bagaimana kesesuaian tutupan lahan konservasi, tambak dan permukiman di wilayah pesisir Kecamatan Bangkaladan Kecamatan Tamalatea menggunakan metode SMCA?

Kesesuaian Lahan • Permukiman (Lereng, tekstur tanah, jarak dari daerah banjir, jarak dari pasang tertinggi dan zona resapan air.

Primer dan Sekunder

1. Analisis skoring, untuk memberikan nilai dan bobot untuk masing-masing indikator kesesuian lahan permukiman

- Bappeda - Dinas PU - Dinas Tata

Ruang dan kebersihan - Dinas kelautan

dan perikanan

Mengetahui kesesuaian lahan permukiman, lahan tambak dan lahan konservasi

Dokumen terkait