• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab berikut menganalisis hubungan antara variabel karakteristik sosial ekonomi rumah tangga responden, peran gender dalam rumah tangga responden, dan tingkat dukungan lokal dengan variabel jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Variabel karakteristik sosial ekonomi rumah tangga responden dilihat menggunakan beberapa indikator, yaitu tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, ukuran rumah tangga, status kepemilikan lahan, dan luas lahan. Variabel peran gender dalam rumah tangga responden dilihat menggunakan beberapa indikator, yaitu pola pembagian kerja, tingkat akses, dan tingkat kontrol. Variabel tingkat dukungan lokal dilihat menggunakan beberapa indikator, yaitu tingkat aturan lokal mengenai pangan pokok dan besarnya peran elit lokal. Masing-masing variabel memiliki hubungan terhadap tinggi atau rendahnya jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hubungan atau korelasi antara variabel-variabel dianalisis menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik Rank Spearman. Dalam pengambilan keputusan berdasarkan nilai Sig. Jika Sig. (2-tailed) atau p-value lebih kecil dari taraf nyata

(α) = 0.05, maka Ho ditolak, yang artinya terdapat hubungan yang nyata antara

variabel-variabel yang diuji. Tanda (*) pada koefisien korelasi juga menunjukkan adanya hubungan antar variabel yang diuji. Semakin banyak jumlah (*), semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel yang diuji. Hasil uji statistik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil uji statistik Rank Spearman antara karakteristik sosial ekonomi rumah tangga terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Koefisien Korelasi Sig. (2-tailed) Tingkat Pendidikan -0.098 0.412 Tingkat Pengeluaran -0.117 0.327 Ukuran Rumah Tangga -0.335** 0.004 Status Kepemilikan Lahan 0.396** 0.001

Luas Lahan 0.471** 0.000

Variabel karakteristik sosial ekonomi rumah tangga terdiri dari beberapa indikator, yaitu tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran, ukuran rumah tangga, status kepemilikan lahan, dan luas lahan. Kemudian dihubungkan dengan variabel jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa ukuran rumah tangga, status kepemilikan lahan dan luas lahan signifikan atau memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat

diversifikasi konsumsi pangan pokok. Hal ini ditunjukkan dari hasil Sig. (2-tailed) yang lebih kecil dari taraf nyata (α) = 0.05 maka Ho ditolak, yang artinya terdapat hubungan yang nyata antara variabel-variabel yang diuji. Nilai koefisien korelasi juga memiliki tanda bintang (*) yang menunjukkan adanya hubungan antara beberapa peubah dengan tingkat diversifikasi konsumsi pangan pokok. Semakin banyak jumlah bintang maka semakin signifikan. Status kepemilikan lahan dan luas lahan memiliki nilai koefisien korelasi positif yang artinya terdapat hubungan yang positif dan berbanding lurus dengan variabel yang diuji, sedangkan ukuran rumah tangga memiliki nilai koefisien korelasi negatif yang artinya terdapat hubungan yang negatif dan berbanding terbalik dengan variabel jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hasil tabulasi silang antar variabel disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Rendah Menengah Tinggi

N % n % n % Tingkat Pendidikan 1-6 tahun 7 9.72 1 1.39 18 25 7-9 tahun 11 15.28 1 1.39 5 6.94 10-12 tahun 8 11.11 3 4.17 11 15.28 13-16 tahun 2 2.78 1 1.39 4 5.56 Tingkat Pengeluaran Rendah 8 11.11 0 0 14 19.44 Menengah 10 13.89 4 5.56 14 19.44 Tinggi 10 13.89 2 2.78 10 13.89 Ukuran Rumah Tangga Kecil 4 5.56 2 8.33 18 25 Menengah 14 19.44 0 0 14 19.44 Besar 10 13.89 4 5.56 6 8.33 Status Kepemilik- an Lahan Tidak punya 23 31.94 4 5.56 14 19.44 Bukan milik 0 0 0 0 6 8.33 Lahan milik 5 6.94 2 2.78 18 25 Luas Lahan Rendah 24 33.33 4 5.56 14 19.44

Menengah 4 5.56 0 0 16 22.22

Tinggi 0 0 2 2.78 8 11.11

Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa dari total responden (sebanyak 72 orang), 25 persen diantaranya termasuk dalam tingkat pendidikan 1- 6 tahun atau SD/sederajat dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi tinggi. Hal ini karena pemilihan bahan pangan pokok untuk dikonsumsi bukan ditentukan oleh tingkatan pendidikan atau pengetahuan responden mengenai gizi yang didapatkan di sekolah formal, melainkan karena faktor budaya yang telah ditanamkan sejak dini mengenai bahan pangan pokok berupa beras singkong (rasi) sebagai pengganti beras padi, sehingga masyarakat Kampung Cireundeu terutama masyarakat adat yang sangat memahami asal-usul rasi dan manfaatnya dalam jangka panjang akan cenderung memilih rasi sebagai bahan pangan pokok sehari-harinya dibandingkan dengan beras padi.

39

Sebanyak 19.44 persen responden termasuk dalam tingkat pengeluaran yang rendah, yaitu kurang dari 934 058 rupiah per bulan dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi menengah hingga tinggi. Hal ini dikarenakan rasi memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan beras, sehingga rumah tangga responden yang mengonsumsi rasi cenderung memiliki pengeluaran yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah tangga yang mengonsumsi beras padi sebagai pangan pokoknya. Kelebihan lain dari rasi adalah mengonsumsi rasi lebih hemat dibandingkan dengan beras karena sedikit rasi saja sudah mampu mengenyangkan dan bertahan hingga setengah hari, sehingga responden rata-rata makan hanya dua kali sehari. Hal ini berbeda dengan responden yang makan beras padi, rata-rata dalam sehari makan tiga kali.

Ukuran rumah tangga masyarakat Cireundeu termasuk dalam ukuran rumah tangga kecil yaitu jumlah anggota dalam rumah tangga kurang dari empat orang. Hal ini dapat dilihat dalam tabulasi silang sebanyak 25 persen responden memiliki ukuran rumah tangga kecil dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi tinggi. Rata-rata rumah tangga yang mengonsumsi rasi sebagai pangan pokoknya memiliki kurang dari 4 orang yang tinggal didalam rumah tersebut, namun hampir keseluruhan anggota rumah tangga menganggap rasi sebagai pangan pokok dan bukannya beras. Hal ini mengakibatkan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi terbilang tinggi. Berbeda dengan rumah tangga campuran yang kebanyakan hanya satu sampai dua anggota rumah tangganya saja yang mengonsumsi rasi, sedangkan anggota lainnya mengonsumsi beras padi sebagai makanan pokoknya. Padahal jumlah anggota rumah tangga responden campuran berada diukuran menengah atau sekitar 5-6 orang yang tinggal di dalam rumah responden. Hal ini mengakibatkan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi menjadi rendah, walaupun total keseluruhan anggota rumah tangga banyak.

Status kepemilikan lahan dan luas lahan yang memiliki hubungan positif dengan variabel jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini berarti, semakin rendah status kepemilikan lahan responden, maka semakin rendah pula jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Dibuktikan dengan hasil tabulasi silang, yaitu sebanyak 31,94 responden yang menyatakan demikian. Begitu pun dengan luas lahan. Semakin rendah luas lahan yang dimiliki responden, maka semakin rendah jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini dikarenakan semakin sempit lahan kebun singkong, maka semakin sedikit singkong yang dapat ditanam. Semakin sedikit juga singkong yang dapat diolah menjadi beras dan dapat dikonsumsi menjadi pangan pokok sehari-hari, sehingga jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi menjadi rendah.

Pada variabel peran gender dalam rumah tangga responden dapat terlihat hubungan masing-masing indikator dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi yang disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil uji statistik Rank Spearman antara peran gender dalam rumah tangga terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi Peran Gender dalam

Rumah Tangga

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Koefisien Korelasi Sig. (2-tailed) Pola Pembagian Kerja 0.166 0.163 Tingkat Akses 0.350** 0.003 Tingkat Kontrol 0.427** 0.000

Tingkat akses dan tingkat kontrol yang memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini berarti, semakin tinggi akses dan kontrol dalam sumber fisik/material, sumberdaya pangan dan pengelolaannya, sumberdaya sosial-budaya, dan manfaat yang dilakukan bersama (perempuan dan laki-laki), maka semakin tinggi pula jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini karena responden laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan kekuasaan dalam hal sumberdaya singkong dan produksi rasi, sehingga semakin terbuka peluang responden untuk mengganti pangan pokok mereka dari beras padi ke beras singkong, sehingga jumlah anggota masyarakat yang mengonsumsi rasi menjadi semakin tinggi. Hasil tabulasi silang antar variabel disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan peran gender dalam rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi

Peran Gender dalam Rumah Tangga

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Rendah Menengah Tinggi

N % N % n % Pola Pembagian Kerja Sangat timpang 10 13.89 1 1.39 6 8.33 Timpang 14 19.44 4 5.56 26 36.11 Seimbang 4 5.56 1 1.39 6 8.33 Tingkat Akses Dominan laki-laki 16 22.22 2 2.78 9 12.5 Dominan perempuan 8 11.11 2 2.78 13 18.06 Dominan Bersama 4 5.56 2 2.78 16 22.22 Tingkat Kontrol Dominan laki-laki 17 23.61 2 2.78 6 8.33 Dominan perempuan 7 9.72 2 2.78 16 22.22 Dominan bersama 4 5.56 2 2.78 16 22.22 Pada variabel tingkat dukungan lokal dapat terlihat hubungan masing- masing indikator dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi yang disajikan pada Tabel 17.

41

Tabel 17 Hasil uji statistik Rank Spearman antara tingkat dukungan lokal terhadap jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi

Tingkat Dukungan Lokal

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Koefisien Korelasi Sig. (2-tailed) Tingkat Aturan Lokal 0.300* 0.010 Besarnya Peran Elit Lokal 0.431** 0.000

Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa dari total responden (sebanyak 72 orang), 31.94 persen diantaranya termasuk dalam tingkat aturan lokal tinggi dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi tinggi. Pada besarnya peran elit lokal menunjukkan 33.33 persen responden yang menganggap peran elit lokal tinggi, jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi pun tinggi. Hasil tabulasi silang antar variabel disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungan tingkat dukungan lokal dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi

Tingkat Dukungan Lokal

Jumlah Anggota Rumah Tangga yang Mengonsumsi Rasi

Rendah Menengah Tinggi

N % N % N % Tingkat Aturan Lokal Rendah 15 20.83 3 4.17 9 12.5 Menengah 0 0 1 1.39 6 8.33 Tinggi 13 18.06 2 2.78 23 31.94 Besarnya Peran Elit Lokal Rendah 17 23.61 1 1.39 11 15.28 Menengah 8 11.11 2 2.78 3 4.17 Tinggi 3 4.17 3 4.17 24 33.33 Tingkat aturan lokal mengenai pangan pokok dan peran elit lokal memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini karena aturan lokal yang ada di masyarakat mengenai pangan pokok rasi bukanlah suatu peraturan yang tertulis, tetapi berupa petuah dari leluhur, sehingga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Hanya saja banyak sekali masyarakat yang masih menjaga aturan tersebut dan mematuhinya. Ketua dan tokoh adat Kampung Cireundeu selalu mendukung peralihan pangan pokok masyarakat dari beras padi menjadi beras singkong. Mereka mengupayakan agar generasi-generasi yang akan datang dapat melestarikan tradisi yaitu mengonsumsi pangan pokok non beras padi, sehingga diversifikasi konsumsi pangan bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat dikemukakan beberapa simpulan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian yang mengarah pada tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga di Kampung Cireundeu mayoritas berada pada tingkat pendidikan 1-6 tahun atau SD/sederajat. Tingkat pengeluaran terbilang rendah yaitu kurang dari Rp 934 058. Setiap rumah tangga rata-rata memilki lima sampai enam orang yang tinggal di dalamnya. Hampir sebagian besar rumah tangga tidak mempunyai lahan perkebunan dan sebagian lagi mempunyai lahan yang luasnya kurang dari 0.097 ha. Variabel karakteristik sosial ekonomi rumah tangga responden signifikan dan memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Apabila ukuran rumah tangga kecil, tidak mempunyai lahan, dan luas lahan rendah, maka jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi menjadi rendah.

2. Pola pembagian kerja dalam rumah tangga di Kampung Cireundeu masih terdapat ketimpangan. Tingkat akses dan tingkat kontrol terhadap sumberdaya pangan memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini karena baik laki-laki maupun perempuan di Kampung Cireundeu memiliki kesempatan dan kekuasaan dalam hal sumberdaya singkong dan produksi rasi, semakin terbuka pula peluang untuk mengganti pangan pokok mereka dari beras padi ke beras singkong, sehingga jumlah anggota masyarakat yang mengonsumsi rasi menjadi semakin tinggi. 3. Variabel tingkat dukungan lokal signifikan atau memiliki hubungan yang kuat

dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Hal ini dibuktikan dengan tingkat dukungan lokal mengenai pangan pokok dan peran elit lokal yang memiliki hubungan positif dengan jumlah anggota rumah tangga yang mengonsumsi rasi. Aturan lokal yang ada di masyarakat Kampung Cireundeu mengenai pangan pokok sudah ada sejak lama dan diwariskan turun-temurun dari para leluhur terdahulu. Masyarakat Kampung Cireundeu masih menjaga dan mematuhi aturan tersebut salah satunya karena peran dari ketua dan tokoh adat Kampung Cireundeu. Mereka mengupayakan agar generasi-generasi yang akan datang dapat melestarikan tradisi yaitu mengonsumsi pangan pokok non beras padi, sehingga diversifikasi konsumsi pangan bukanlah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan.

43

Saran

Merujuk pada tujuan, manfaat, dan hasil penelitian maka saran yang direkomendasikan oleh peneliti, antara lain:

1. Akademisi agar dapat melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai peran gender dalam rumah tangga terhadap diversifikasi konsumsi pangan pokok dengan responden yang mengonsumsi bahan pangan non beras lainnya.

2. Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan, dan Pertanian Kota Cimahi agar dapat mempermudah akses dan bantuan teknologi untuk penanaman dan pengolahan bahan pangan pokok non beras. Pemerintah Pusat juga perlu mengurangi pemberian beras miskin untuk masyarakat, apabila hal tersebut terus terjadi maka sulit mengganti bahan pangan pokok mereka menjadi non- beras.

3. Pelibatan masyarakat lokal dalam sosialisasi dan pendampingan diversifikasi konsumsi pangan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sehingga mereka mau mengonsumsi bahan pangan non beras untuk pangan pokok sehari-harinya.

Dokumen terkait