• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Menguasai Tanah Oleh Negara

PENGUASAAN HAK-HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING

2. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara

Pemahaman teoretis kekuasaan negara atas sumber daya alam (bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam), bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa.7 Negara dipandang sebagai organisasi yang memiliki karakter lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus, memelihara dan mengawasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada di dalam wilayahnya secara intensif, namun tidak sebagai pemilik karena pemiliknya adalah Bangsa Indonesia.8

6 Iman Sudiyat, Hukum Adat..., Ibid., hlm. 3.

7 Prinsip negara menguasai harus ditafsirkan sebagai peran negara, dalam hal ini pemerintah, sebagai wasit yang adil yang menentukan aturan main yang ditaati oleh semua pihak dan menuntut negara juga tunduk pada aturan yang dibuatnya sendiri ketika turut berperan sebagai aktor dalam aktivitas pemanfaatan tanah. Lihat dalam Maria SW. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif..., Op. Cit., hlm. 43. Termasuk juga dalam hal mengatur hubungan hubungan hukum antara orang dengan tanah dan perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan hak penguasaan atas tanah. 8 Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945, terkandung konsep politik hukum tanah,

yang dirumuskan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

Menurut Notonagoro pengertian hak menguasai negara bukanlah dalam pengertian dimiliki.9 Demikian juga menurut A.P. Parlindungan,10 hak penguasaan negara merupakan salah satu asas dalam UUPA yang berbeda dengan asas domein dalam Agrarische Wet 1870 jo. Agrarisch Besluit 1870. Pemberlakuan asas domein untuk kepentingan pemerintahan jajahan, bukan untuk kepentingan rakyat. Asumsi pemberlakuan asas domein, bahwa menurut pemerintahan jajahan, rakyat yang terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia telah menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintahan jajahan. Sementara hak penguasaan negara ditujukan sebesar-besar kemakmuran rakyat yang meliputi kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil, dan makmur.

Hak menguasai negara dalam penjelasan UUPA, baik yang sudah ada hak perorangan maupun yang belum ada. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak untuk

kepentingan rakyat.” Rumusan kalimat “dikuasai oleh negara” inilah yang kemudian dikenal sebagai konsep”Hak Menguasai Negara” (HMN) yang berarti penguasaan, dan pemanfaatan sumber daya alam terpusat pada kekuasaan yang begitu besar pada negara.

9 Notonagoro memberikan pengertian hak menguasai negara dalam Pasal 38 Ayat (3) UUDS yang isinya sama dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagai berikut: istilah dikuasai dan dipergunakan adalah dua hal yang berbeda, dipergunakan itu sebagai tujuan dari pada dikuasai, meskipun kata penghubungnya dan, hingga itu nampaknya dua hal yang tidak ada sangkut pautnya dalam hubungan sebab akibat. Pengertian dikuasai, bukan berarti dimiliki, tetapi kepada negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang diberikan kewenangan (Pasal 2 ayat (2) UUPA). Lihat Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1984, hlm. 106. ; Bandingkan dengan Gouwgioksiong, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Djakarta: PT Kinta, 1963, hlm. 48.

menggunakan haknya, sampai di situlah batas kekuasaan negara tersebut.

UUPA memberikan kewenangan sangat luas pada negara, Pasal 2 UUPA11 menyatakan: ayat (1) atas dasar ketentuan Pasal 1, bumi, air, dan ruang udara, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia; ayat (2) hak menguasai negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang udara tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air ruang udara;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang udara.

Pasal 2 ayat (2) UUPA telah membatasi hak menguasai negara, selain itu dapat dikonstruksi dalam pengertian politis,12 sebagai berikut:

1) Konstatasi hak seseorang atau badan hukum melalui lembaga konversi atas tanah bekas BW, bekas adat, dan atas tanah-tanah yang dikuasai pemerintah daerah otonom ataupun yang dikuasai oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

11 Hak Menguasai Negara juga diatur dalam Pasal 1 UU No. 11 Tahun 1967, Pasal UU Nomor 5 Tahun 1967, Pasal 10 UU No. 4 Tahun 1982 dan Peraturan Perundangan lain yang menyatakan alokasi sumber-sumber agraria.Tersebarnya Hak Menguasai Negara ini di wilayah pertambangan, kehutanan, pengelolaan lingkungan hidup, memberikan legitimasi lebih jauh di negera, dalam hal ini pembangunan untuk intervenís dalam pengaturan alokasi sumber-sumber di tingkat sektoral tersebut.

12 Parlindungan A.P., Komentar Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Bandung: Alumni, 1988, hlm. 40.

2) Memberikan hak baru yang ditetapkan oleh UUPA, seperti: HM, HGB, HGU, HP, dan Hak Pengelolaan.

3) Mengesahkan suatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu hak lain di atasnya, seperti HGB di atas HM, HP di atas HM, dan HSB di atas HM.

Makna dikuasai oleh negara tidak terbatas pada pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap pemanfaatan hak-hak perorangan, akan tetapi negara mempunyai kewajiban untuk turut ambil bagian secara aktif dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat. Hal dikuasai negara dan untuk mencapai kesejahteraan rakyat menurut Bagir Manan,13 negara Indonesia merdeka adalah negara kesejahteraan sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUDNRI 1945. Dasar pemikiran lahirnya konsep hak penguasaan negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945, merupakan perpaduan antara teori negara hukum kesejahteraan dan konsep penguasaan hak ulayat dalam persekutuan hukum adat. Makna penguasaan negara adalah kewenangan negara untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), dan mengawasi (tozichthouden). Substansi dari penguasaan negara adalah dibalik hak, kekuasaan atau kewenangan yang diberikan kepada negara terkandung kewajiban negara untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagai sumber daya ekonomi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Muhammad Bakri menyatakan bahwa konsep HMN telah menghapus pemberlakuan asas domein, namun mengingat banyaknya kasus sengketa agraria yang menyajikan fakta atas sumber agraria, maka diyakini bahwa asas domein kembali berlaku

13 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu

lewat penerapan dan praktik HMN.14 Hak menguasai dari negara membawa konsekuensi tiga kewenangan seperti diuraikan di atas (Pasal 2 ayat (2)).

Tiga kewenangan ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tindakan negara baik ke dalam maupun ke luar. Tindakan ke dalam, antara lain:15

a. Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang udara serta alam yang terkandung di dalamnya untuk keperluan yang bersifat politis, ekonomis dan sosial (Pasal 14 ayat (1)). Sementara pemerintah daerah juga harus membuat rencana serupa dengan rujukan pusat (Pasal 14 ayat (2)), UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

1) Politis, tanah untuk keperluan/bangunan-bangunan pemerintah termasuk bangunan pertanahan.

2) Ekonomi, tanah untuk keperluan perkembangan produksi pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industri, pertambangan, transmigrasi, dan lain-lain;

3) Sosial, tanah untuk keperluan beribadah, makam, pusat pemukiman, keperluan sosial, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan lain-lain.

b. Menentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh individu, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum, baik oleh WNI maupun orang asing (Pasal 4); c. Berusaha agar sebanyak mungkin orang mempunyai hubungan

dengan tanah, dengan menentukan luas maksimum tanah yang

14 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah oleh Negara, Cetakan ke-1, Yogyakart: Penerbit Citra Media, 2007, hlm. 53.

15 Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985, hlm. 51.

boleh dimiliki perorangan (Pasal 7 dan 17), mengingat setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi sendiri maupun keluarganya (Pasal 9 ayat (2) UUPA);

d. Menentukan bahwa setiap orang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah, mengusahakan tanah itu sendiri dengan beberapa pengecualian (Pasal 10);

e. Berusaha agar tidak ada tanah terlantar dengan menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, dan bahwa memelihara tanah termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan merupakan kewajiban siapa saja yang mempunyai suatu hak atas tanah (Pasal 6 dan 15);

f. Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang udara. Misalnya, soal pemindahan hak dan pengawasannya supaya tanah tidak jatuh pada orang asing (Pasal 21 dan 26).

g. Mengatur pembukaan tanah, pemungutan hasil hutan dan penggunaan air dan ruang udara (Pasal 46, 47, dan 48);

h. Mengatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang udara (Pasal 8);

i. Mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk menjamin kepastian hukum (Pasal 19);

Sementara itu tindakan ke luar, antara lain:16

a. Menegaskan bahwa hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang udara di wilayah Indonesia sebagai karunia Tuhan, bersifat abadi (Pasal 1 ayat (3));

b. Menegaskan bahwa orang asing tidak dapat mempunyai hubungan penuh dan kuat dengan bumi, air dan ruang udara dan kekayaan yang ada di wilayah Indonesia. Hanya WNI yang dapat

mempunyai hubungan yang sepenuhnya dan yang terkuat itu (hak milik atas tanah) di seluruh wilayah Indonesia (Pasal 21). Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut harus digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

Mencermati rumusan di atas, menurut UUPA ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi, dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi yang disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak atas tanah. Hak menguasai dari negara atas tanah bersumber pada hak Bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Hal ini terutama disebabkan ketidakmungkinan bagi seluruh bangsa secara bersama-sama melaksanakan fungsi pengaturan, sehingga diserahkan kepada negara sebagai organisasi tertinggi pemegang dan pengemban kekuasaan seluruh rakyat. Demikian, dapat dinyatakan bahwa hak menguasai dari negara adalah bentuk pelimpahan kewenangan publik dari hak bangsa, namun sekaligus bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Secara teori, doktrin penguasaan oleh negara harus dilihat dalam wacana yang lebih luas, yaitu dari perspektif empat fungsi pokok negara, meliputi:17

a. Protectional function; negara wajib melindungi seluruh tumpah darah dan seluruh tanah air;

17 I Gede AB Wiranata, Reorientasi Terhadap Tanah sebagai Objek Investasi,

b. Welfare function; negara wajib menyejahterakan bangsa;

c. Educational function; negara wajib mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

d. Peacefulness function; negara wajib menciptakan perdamaian dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar.

Berdasarkan pemahaman doktrin di atas, sudah sewajarnya jika pembatasan pemberian hak atas tanah bagi orang asing perlu diperkuat dengan mengkaji titik kelemahan peraturan perundang-undangan yang mengatur penguasaan hak-hak atas tanah.

Lebih lanjut, sudah sewajarnya juga jika Mahkamah Konstitusi merumuskan lebih lanjut pengertian hak menguasai negara/ menderivasi, dikarenakan adanya pandangan dan persepsi yang beda-beda. Konsep hak menguasai negara di dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi perkara Undang-Undang Migas, Undang-Undang Ketenagalistrikan, dan Undang-Undang Sumber Daya Alam dinyatakan bahwa “Hak Menguasai Negara/ HMN” bukan dalam makna Negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa Negara berhak merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuurdaad), melakukan pengelolaan (beheerdaad), dan melakukan pengawasan (toezichtthoundendaad)18di bidang SDA.

Mahkamah Konstitusi melalui putusannya No. 36/PUU-X/2012 perihal pengujian UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menafsirkan kembali lebih tajam makna “dikuasai oleh negara”, bahwa:

“bentuk penguasaan negara peringkat pertama dan yang paling penting adalah negara melakukan pengelolaan secara langsung

18 Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007 tentang UU Penanaman Modal jo. Putusan No. 01-02-022/ PUU-I/2003, hlm. 334.

atas sumber daya alam, dalam hal ini Migas, sehingga negara mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengelolaan sumber daya alam. Penguasaan negara pada peringkat kedua adalah negara membuat kebijakan dan pengurusan, dan fungsi negara dalam peringkat ketiga adalah fungsi pengaturan dan pengawasan. Sepanjang negara memiliki kemampuan baik modal, teknologi, dan manajemen dalam mengelola sumber daya alam maka negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam. Dengan pengelolaan secara langsung, dipastikan seluruh hasil dan keuntungan yang diperoleh akan masuk menjadi keuntungan negara yang secara tidak langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Pengelolaan langsung yang dimaksud di sini, baik dalam bentuk pengelolaan langsung oleh negara (organ negara) melalui Badan Usaha Milik Negara. Pada sisi lain, jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam untuk dikelola oleh perusahaan swasta atau badan hukum lain di luar negara, keuntungan bagi negara akan terbagi sehingga manfaat bagi rakyat juga akan berkurang. Pengelolaan secara langsung inilah yang menjadi maksud dari Pasal 33 UUD 1945 seperti diungkapkan oleh Muhammad Hatta salah satu founding leaders Indonesia yang mengemukakan, “... Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi yang besar-besar sedapat-dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan kapital pinjaman dari luar. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi kesempatan kepada pengusaha asing menanam modalnya di Indonesia dengan syarat yang ditentukan Pemerintah... Apabila tenaga nasional dan kapital nasional tidak mencukupi, kita pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya, maka diberi kesempatan kepada mereka untuk menanam modalnya di Tanah Air kita dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri. Syarat-syarat yang ditentukan itu terutama menjamin kekayaan alam kita, seperti hutan kita dan kesuburan tanah, harus tetap terpelihara. Bahwa dalam pembangunan negara dan masyarakat bagian pekerja dan kapital nasional makin lama makin besar, bantuan tenaga dan

kapital asing, sesudah sampai pada satu tingkat makin lama makin berkurang”... (Mohammad Hatta, Bung Hatta Menjawab, hal. 202 s.d. 203, PT. Toko Gunung Agung Tbk. Jakarta 2002). Dalam pendapat Muhammad Hatta tersebut tersirat bahwa pemberian kesempatan kepada asing karena kondisi negara/ pemerintah belum mampu dan hal tersebut bersifat sementara. Idealnya, negara yang sepenuhnya mengelola sumber daya alam.”19

Berdasarkan uraian di atas, maka urutan makna “dikuasai oleh negara” untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat telah berubah dari sebelumnya, menjadi: 1) negara melakukan pengelolaan, 2) negara membuat kebijakan, 3) pengurusan, 4) pengaturan, dan 5) pengawasan. Sementara pada putusan sebelumnya, yaitu putusan MK No. 001-21-22/PUU-I/2003, MK menjabarkan makna “dikuasi oleh negara” sebagai mandat dari rakyat, bahwa negara wajib mengadakan: 1) kebijakan (beleid), 2) tindakan pengurusan (bestuursdaad), 3) pengaturan (regelendaad), 4) pengelolaan (beheersdaad), dan 5) pengawasan (toezichthoudensdaad).

Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/ atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Daerah sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendaya-gunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara (toezichthoudens-daad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud, benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.20

Pada uraian di atas tidak ditemukan penjelasan fungsi kebijakan (beleid) yang dilakukan oleh pemerintah, sementara Yance Arisona menjelaskan fungsi kebijakan terkait dengan sumber daya alam bahwa pemerintah merumuskan dan mengadakan kebijakan tentang penguasaan, penyediaan, pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya. Kebijakan dapat pula dilakukan oleh pemerintah dengan menyusun perencanaan-perencanaan dalam menjalankan administrasi pertanahan dan sumber daya alam lainnya.21

Selain lima bentuk hak penguasaan negara atas sumber daya alam di atas, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan empat tolok ukur untuk menilai suatu ketentuan di dalam sebuah undang-undang, sesuai dengan tujuan penguasaan negara yang dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUDNRI 1945, yaitu:22

1) Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat.

2) Tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat. 3) Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber

daya alam.

20 Putusan MK No. 001-21-22/PUU-I/2003, hlm. 334.

21 Yance Arizona, Konstitusionalisme Agraria, Yogyakarta: STPN Press, 2014, hlm. 214.

22 Yance Arizona, Konstitusionalisme,... Ibid., hlm. 253, lihat juga FX. Sumarja, Dilemma Of State Sovereignty Protecting The Homeland Studies Of Agrarian Constitution), makalah disampaikan dalam “The Third International Multidisciplinary Conference on Social Sciences”, Universitas Bandar Lampung, tanggal 5-7 Juni 2015, hlm. 3-4

4) Penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Sejalan dengan rumusan hak menguasai negara atas sumber daya alam dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, jika dikaitkan dengan tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, akan melahirkan kewajiban negara untuk mengatur:23

a. Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;

b. Melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;

c. Mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknya dalam menikmati kekayaan alam.

Terdapat batasan-batasan penting yang harus diingat oleh Negara di dalam penggunaan hak menguasi dari Negara. Menurut Maria SW. Sumardjono, kewenangan negara harus dibatasi dua hal:24 1) Pembatasan oleh UUD 1945. Bahwa hal-hal yang diatur oleh

negara tidak boleh berakibat pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Peraturan yang biasa terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian di pihak lain adalah salah satu bentuk pelanggaran tersebut. Seseorang yang

23 Firman Muntaqo, Karakter Kebijakan Hukum Pertanahan Era Orde Baru dan Era Reformasi, Semarang: Badan Penerbit Undip, Cet I, Januari 2010, hlm. 71-72.

24 Abrar Saleng, Hak Menguasai Negara Menggila (bahan kuliah) http:// humambalya. wordpress.com/2011/02/12/hak-menguasai-negara-yang-menggila/ diakses tanggal 24 Januari 2013 Pukul 09.00 wib.

melepas haknya harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang adil atas pengorbanan tersebut.

2) Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan ini tidak dapat didelegasikan kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat dengan misi pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang merupakan

bagian dari masyarakat akan menimbulkan konflik kepentingan,

dan karenanya tidak dimungkinkan.

Berdasarkan batasan tersebut, ingin dicapai sebuah perasaan adil bagi masyarakat agar tidak memandang negara sebagai sebuah diktator yang buruk rupa. Sehingga, selain pembatasan tersebut, UUPA juga terasa unsur keadilan liberalnya dengan terdapat berbagai macam hak yang terkandung di dalamnya bagi pribadi atau perseorangan, juga bagi WNI dan orang asing. Menurut pandangan keadilan liberal yang dikemukakan oleh Samuel Pufendrof adalah “cita keadilan bermaksud mengatur tindakan-tindakan manusia dalam masyarakat untuk menyusun dan memelihara suatu ketertiban rasional di dalamnya terwujud sifat dasar manusia dan tercapai tujuan-tujuan berupa keamanan, ketenangan, dan kebebasan”.25

Berdasarkan hak menguasai negara, negara dapat menentukan macam-macam hak atas sumber-sumber agraria yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum, baik untuk WNI dan orang asing.26 Macam-macam hak atas tanah dalam sistem pemilikan dalam dua kategori: (1) hak primer yaitu semua hak yang diperoleh langsung dari negara dan (2) hak

25 Ibid.

sekunder artinya semua hak yang diperoleh dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan perjanjian bersama.

Menurut hukum adat- sebagai bahan utama Hukum Tanah Nasional- hak primernya ada 2 (dua), yaitu hak yang memberi kewenangan untuk menguasai tanah tanpa ada batas waktu, yang dapat beralih karena perwarisan dan pemindahan hak yang dalam hukum disebut HM (di negara lain disebut freehold) dan hak-hak yang sifatnya sementara yang disebut HP (di negara lain disebut leasehold), kemudian dikembangkan dalam UUPA menjadi empat hak atas tanah, yaitu HM, HGU, HGB, dan HP. Pemegang hak tersebut mempunyai persamaan bahwa pemegangnya berhak untuk menggunakan sumber-sumber agraria yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapatkan keuntungan oleh orang lain melalui perjanjian, di satu pihak memberikan hak sekunder pada pihak lain27 dengan batas-batas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.