• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menikah dengan Wanita yang Berzina

ORANG-ORANG YANG HARAM DINIKAHI

D. MUHRIM-MUHRIM LAINNYA

7. Menikah dengan Wanita yang Berzina

Al-Quran:

Laki-laki yang berzina tidak menikah kecuali dengan wanita yang berzina atau wanita musyrik. Dan wanita yang berzina tidak ada yang menikahinya kecuali laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan diharamkan hal itu atas orang-orang yang beriman.135

Pustaka

Syiah

Riwayat:

1. Dalam shahihnya, Zurarah mengatakan, “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as tentang ayat suci ini, ‘Laki-laki yang berzina tidak menikah kecuali dengan wanita yang berzina atau musyrik, dan wanita yang berzina tidak ada yang menikahinya kecuali laki-laki yang berzina atau yang musyrik….’ Imam as berkata, ‘Mereka adalah wanita-wanita yang dikenal sebagai pezina, laki-laki yang dikenal sebagai pezina, yang identik dengan perzinahan dan dikenal dengan sebutan tersebut. (Sebagian dari) masyarakat hari ini seperti ini. Maka siapasaja yang dikenakan hukuman had zina atau dikenal sebagai pezina, maka tidak layak seseorang menikah dengannya, kecuali telah diketahui bahwa dia telah bertaubat.’”136

2. Dalam kitab Qurbal Isnad, dikatakan, “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq as tentang seorang wanita pezina, ‘Apakah laki-laki Muslim dapat menikah dengannya?’ Imam as berkata, ‘Ya. Apa yang mencegah dari melakukan perbuatan itu. Namun jika melakukannya, maka hendaknya menjaga kehormatan istrinya itu, supaya anak-anaknya tidak menjadi korban keraguan.’”137

3. Diriwayatkan oleh Zurarah dari Abu Ja’far as, bahwa dia berkata, “Imam as ditanya tentang seorang laki-laki yang menyukai seorang wanita. Setelah bertanya-tanya, dia mendapatkan wanita itu sebagai orang yang terkenal dalam hal perbuatan maksiat dan tercela. Imam as berkata, ‘Tidak apa-apa menikah dengannya, tapi jagalah kehormatanya.’”138

4. Dalam muwatstsaq Ishak bin Hariz, dikatakan, “Aku berkata kepada Imam Ja’far Shadiq as, ‘Seorang laki-laki berbuat zina dengan seorang wanita.

Kemudian berkehendak mengawininya, apakah perbuatan itu terpuji?’ Imam as berkata, ‘Ya, asalkan menjauhinya terlebih dahulu, sampai idahnya berakhir, dan rahimnya bersih dari air-air yang tidak suci. Dan setelah saat itu, dia dapat menikah dengannya. Tapi dengan catatan, diperbolehkannya hal itu jika diketahui bahwa dia telah bertaubat.’”139

Penjelasan Hukum:

Agama Islam yang jelas turut serta dalam memberantas simbol-simbol kenistaan, kerendahan, dan memperbaiki kehancuran pada masyarakat. Islam memberikan izin kepada laki-laki untuk menikah dengan wanita-wanita yang

Pustaka

Syiah

didakwa sebagai pelaku zina, dengan syarat mereka menampakkan kalau mereka benar-benar telah bertaubat. Dan tidak lagi mau melakukan perbuatan-perbuatan nista yang telah mengotori dirinya. Masalah ini memiliki rincian penjelasan, yang sekarang ini kita akan menjelaskannya:

1. Tidak apa-apa seorang wanita pezina, setelah bertaubat, dinikahi oleh laki-laki yang berzina dengannya atau selainnya. Tetapi lebih baik dan ihtiyat-nya dilakukan setelah istibra, yakni dalam satu kurun waktu dibiarkan melewati satu periode haid supaya bersih dari air mani laki-laki yang berzina dengannya. Tapi wanita yang hamil tidak perlu istibra, dan dapat secara langsung menikahinya lalu menggaulinya.

2. Ihtiyat-nya adalah tidak menikah dengan wanita yang dikenal sebagai pezina, kecuali setelah mengetahui bahwa dia telah bertaubat. Bahkan tidak boleh meninggalkan ihtiyat ini yakni jangan sampai menikah dengan wanita pelaku zina secara mutlak (baik dia masyhur dengannya atau tidak), kecuali setelah tahu bahwa dia telah bertaubat, tandanya pun adalah seperti ini: Tidak terpanggil lagi untuk melakukan perbuatan buruk, maka jika telah sadar jelaslah bahwa dia telah bertaubat.

Cabang-cabang Perzinahan

1. Apabila seorang wanita –na’uzubillah- berzina, dia tidak menjadi haram atas suaminya, meskipun dia selalu berkeinginan melakukannya. Tetapi secara zahir, mustahabnya adalah jika dia dikenal sebagai pezina maka harus menalaknya, bahkan ahwat-nya adalah demikian.

2. Jika seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita yang sudah menikah, baik dengan nikah permanen atau mut’ah, maka ahwat-nya adalah bahwa wanita haram atasnya untuk selamanya. Meskipun pendapat yang paling kuat adalah tidak haram. Seperti ini pula hukum zina dengan wanita-wanita yang masih dalam idah rujuk.

3. Dalam kasus ini tidak dibolehkan bagi laki-laki menikah dengan wanita setelah berpisah dengan suaminya dengan talak, atau kematian, atau juga dengan habisnya masa mut’ah.

Kemuhriman Disebabkan Liwat

Pustaka

Syiah

Riwayat:

1. Dalam shahihnya Ibnu Abi Umair, dikatakan bahwa Abu Abdillah as ditanya oleh seorang laki-laki yang menyodomi anak kecil laki-laki, mengatakan, “Jika dia menggauli anak kecil laki-laki itu, maka anak gadis dan saudara perempuannya diharamkan atas laki-laki tersebut.”140

2. Juga ditanyakan kepada Imam as tentang seorang laki-laki yang menggauli anak kecil laki, “Apakah ibunya anak kecil laki ini halal bagi laki-laki tersebut?’ Imam as berkata, ‘Apabila telah menggaulinya maka tidak halal.”141

3. Imam as tentang seorang laki-laki yang bersetubuh dengan saudara laki-laki istrinya, berkata, “Jika menggaulinya, maka istrinya haram atasnya.”142

Penjelasan Hukum:

Liwat –na’uzubillah– termasuk faktor yang menyebabkan keharaman abadi. Melakukan perbuatan yang sangat tercela ini dapat menyebabkan keharaman dengan sejumlah anggota keluarga korban, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:

1. Apabila seorang laki-laki dengan yang lain melakukan liwat dan menggaulinya –hingga masuk seukuran bagian yang dikhitan, maka ibu dan neneknya si korban, hingga terus ke atas, diharamkan atas laki-laki tersebut. Demikian pula anak gadis, dan anak gadisnya anak perempuannya korban, hingga terus ke bawah, juga saudara perempuan korban juga diharamkan atas laki-laki itu. Dalam hal ini, tidak dibedakan apakah korban orang dewasa atau anak kecil, maka ihtiyat-nya adalah keharamannya, meskipun pelaku juga adalah anak kecil. Walaupun pendapat yang lebih kuatnya adalah kebalikannya.

2. Kebalikan masalah di atas, yakni ibu, anak perempuan dan saudara perempuan pelaku tidak haram atas korban.

3. Jika korban adalah banci, maka ibu, anak gadis, dan saudara perempuannya juga diharamkan atas pelaku. Karena hubungan seksual semacam ini (apabila banci tersebut adalah laki-laki) adalah liwat (jika telah menjadi wanita) maka termasuk zina di mana pada kedua kasus itu berlaku hukum keharaman ini.

Pustaka

Syiah

4. Ahwat-nya adalah keharaman ibu, dan anak perempuan korban atas pelaku, meskipun liwat dilakukannya setelah menikah dengan salah satu dari kedua orang tersebut. Khususnya, apabila laki-laki itu telah menalak istrinya dan ingin kembali menikahinya dari awal.

5. Hukum ini pun berlaku pada ibu, saudara perempuan sepesusuan dan anak perempuan susuan.

6. Hukum ini tidak berlaku pada liwat yang dilakukan karena terpaksa dan kesalahpahaman (syubhat), meskipun ahwat-nya adalah berlakunya hukum haram.

7. Apabila ragu, apakah percampuran terjadi atau tidak, ditetapkan tidak.

8. Tidak apa-apa jika anak laki-lakinya si pelaku menikah dengan anak perempuan, saudara perempuan atau ibunya pelaku. Tetapi lebih baik adalah tidak menikah dengan anak perempuan korban.

Keharaman Akibat Meraba dan Memandang

Riwayat:

1. Rasulullah saw bersabda, “Allah tidak akan memandang orang yang memandang kemaluan seorang wanita dan anak perempuannya.”143

2. Dalam Shahih-nya Muhammad bin Muslim, terdapat keterangan bahwa Imam as ditanya tentang seorang laki-laki yang sudah memiliki istri, dan dari kepala hingga semua anggota tubuhnya pernah dilihat oleh laki-laki tersebut, “Apakah laki-laki itu dapat menikah dengan anak perempuan wanita itu?’ Imam as berkata, ‘Jika yang dilihatnya adalah anggota yang diharamkan untuk dilihat oleh orang lain, maka anak perempuannya tidak boleh menikah dengan laki-laki itu.’”144

3. Abu Rabi berkata, “Abu Abdillah as pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menikah dengan seorang wanita, dan beberapa hari sempat berkumpul dengannya, tapi tidak mampu melakukan hubungan intim dengannya, kecuali dia hanya memandang semua anggota tubuh wanita itu, yang diharamkan dilihat oleh selainnya. Kemudian dia menalak istrinya itu, lalu apakah laki-laki itu dapat menikah dengan anak perempuan wanita itu?’

Imam as berkata, ‘Apakah dia patut untuk hal itu, sementara dia telah melihatnya dari ibunya, dan benar-benar telah melihatnya!’”145

Pustaka

Syiah

Penjelasan Hukum:

Termasuk faktor keharaman adalah memandang dan meraba dengan syahwat, di mana dapat menyebabkan keharaman sebagian anggota keluarga, dan penjalasan atasnya adalah sebagai berikut:

1. Jika seorang laki-laki memiliki budak perempuan dan dia pernah meraba dan melihat anggota tubuhnya dengan syahwat, maka budak perempuan tersebut haram atas anak laki-laki tuannya. Dan yang paling kuatnya, kebalikannya pun hukumnya sama.

2. Ibunya budak perempuan di atas, berdasarkan pendapat yang paling kuat, tidak haram atas pelaku, tapi sebaiknya adalah menjauhi.

3. Sebaiknya, laki-laki menjauhi anak perempuan yang ibunya pernah dilihat dan diraba dengan syahwat, meskipun yang paling kuatnya tidak haram.

4. Menurut pendapat yang terkuat melihat dan meraba dengan syahwat wajah dan kedua tangan tidak menyebabkan keharaman. Tetapi sebaiknya adalah menjauhi perbuatan itu.

5. Melihat dan meraba jika dilakukan tanpa syahwat, atau untuk keperluan memeriksa, atau mengobati atau terjadi secara tiba-tiba dan kebetulan saja, meskipun memancing syahwat, keluar dari hukum keharaman akibat meraba dan melihat. Kecuali dengan maksud supaya syahwatnya naik, sebagaimana untuk membangkitkan syahwat, dia meraba kemaluan dan payudara wanita itu atau dia menggendong wanita itu, yang mana secara jelas semua itu masuk dalam hukum meraba dan memandang.

Pustaka

Syiah

BAGIAN KETIGA