• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Menggunakan Tugas Bentuk Superitem

Dalam dokumen Peningkatan Kemampuan Menulis Matematika (1) (Halaman 133-142)

Eyus Sudihartinih,

e-mail: eyus_sudih4rtinih@yahoo.co.id Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan studi eksperimen pada salah satu SMA di Bandung dengan desain penelitian Pretes Postes Control Group Design. Subjek populasi adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas Kartika Siliwangi 2 Bandung, yang menjadi sampel adalah siswa kelas X. Sampel diambil dengan teknik Purposive Random Sampling, sebanyak dua kelas yaitu kelas X-2 dan kelas X-3. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan tes kemampuan penalaran matematik dalam bentuk uraian pada pokok bahasan geometri dimensi tiga. Hasil penelitian menunjukkan, peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya cara konvensional.

Kata kunci: Penalaran Matematik, Superitem

Pendahuluan

Pembelajaran matematika memiliki tujuan yang penting. Adapun tujuan ideal dalam pembelajaran matematika adalah siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi berdasarkan penalaran dan kajian ilmiah (Budiharjo, 2006). Selanjutnya Budiharjo juga mengungkapkan bahwa kecakapan atau kemahiran matematika adalah: (a) pemahaman konsep, (b) prosedur, (c) penalaran dan komunikasi, (d) pemecahan masalah, dan (e) menghargai kegunaan matematika.

Sumarmo (2002) mengatakan pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Pada masa kini pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Masa yang akan datang mempunyai arti lebih luas yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajaran matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.

Kenyataan menunjukkan bahwa secara umum hasil belajar matematika siswa Indonesia belum mampu bersaing. Hasil survei Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 2003 yang dikoordinir oleh the International for Evaluation of Education Achievement (IEA), secara umum hasilnya menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 dalam bidang matematika dari 46 negara yang disurvei. Hal ini pun sesuai dengan penelitian Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa sangat rendah. Secara rinci Wahyudin (1999) menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa diantaranya adalah kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam meyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.

Secara empirik bahwa siswa-siswa sekolah menengah atas (high school) dan perguruan tinggi (college) mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran (logical reasoning) (Numedal dalam Matlin, 1994). Sedangkan menurut Baroody dalam Dahlan (2004) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa

134

diperkenalkan dengan penalaran, keuntungan tersebut dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan penalaran seseorang akan sangat tajam dalam berpikir dan akurat dalam memutuskan untuk melakukan suatu tindakan yang sudah diperhitungkannya.

Penalaran juga merupakan pondasi dari matematika. Ross (Lithner dalam Rochmad 2008) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya (Rochmad, 2008). Selain itu, menurut Wahyudin (1999) jika siswa kurang menggunakan nalar dalam menyelesaikan masalah, maka akan gagal menguasai matematika dengan baik. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dengan bernalar (Tinggih dalam Suherman (2001). Menurut Priatna (2004) untuk membangun gagasan ataupun membuktikan suatu gagasan dalam matematika diperlukan penalaran, yang seringkali pula disertai dengan kemampuan menyelesaikan masalah.

Untuk meningkatkan penalaran dibutuhkan persepsi dan sikap yang positif terhadap matematika. Perubahan sikap kearah yang positif terhadap matematika merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahkan Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa sikap positif terhadap matematika dapat berkorelasi positif dengan prestasi belajarnya. Dengan kata lain sikap positif dapat tumbuh bila matematika yang diajarkan banyak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa tidak terlalu banyak, penyajian dan sikap gurunya menarik, materi pelajaran diajarkan sesuai dengan kemampuan siswa dan evaluasi keberhasilan siswa harus dapat mendorong siswa untuk tertarik belajar matematika dan bukan sebaliknya.

Agar siswa dapat berhasil dalam mempelajari suatu materi maka kesiapan belajar harus dimiliki (Firdaus, 2004). Kesiapan belajar siswa dapat dipercepat seperti menggunakan pendekatan spiral dari Bruner (Ruseffendi, 1980). Pendekatan spiral adalah cara yang digunakan untuk mengembangkan konsep, mulai cara intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke penguasaan dengan memberikan cukup ruang antara tahap terendah dan tahap tertinggi. Pendekatan spiral relevan dengan karakteristik pembelajaran matematika yaitu belajar dari yang konkret ke abstrak; dari sederhana ke kompleks; dan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang berjenjang.

Biggs dan Collis (Alagmulai, 2006) melakukan studi tentang struktur hasil belajar dengan tes yang disusun dengan bentuk superitem, dalam temuannya mengemukakan bahwa pada tiap tahap atau level kognitif terdapat struktur respons yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak. Struktur tersebut dinamakan Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome). Menurut Biggs dan Collis (Alagmulai, 2006) berdasarkan kualitas model respons anak, tahap SOLO anak diklasifikasikan pada lima tahap atau level. Lima tahap tersebut adalah pre struktural, uni struktural, multi strukutural, relasional dan abstrak.

Studi tentang tahap SOLO, juga dilakukan oleh Sumarmo (Firdaus, 2004). Hasil temuannya meningkatkan keyakinan bahwa dalam pembelajaran matematika, penjelasan pada konsep matematika hendaknya tidak langsung pada konsep atau proses kompleks, tetapi harus dimulai dari konsep dan proses yang sederhana. Berdasarkan hal tersebut, Sumarmo dalam Firdaus (2004) memberikan alternatif pembelajaran yang dimulai dari yang sederhana meningkat pada yang kompleks, pembelajaran tersebut menggunakan tugas bentuk superitem.

Superitem dirancang untuk menimbulkan penalaran matematis tentang konsep matematis (Lajoie dalam Romberg, 1995). Itemnya adalah bentuk untuk mendiagnosa empat macam level kematangan matematis. Pada level empat, paling banyak kematangan level, pembelajar harus mengucapkan dengan jelas pemahamannya dari konsep matematis salah

135

satunya dalam kata atau simbol. Tugas dapat digunakan untuk mencapai ukuran perkembangan penalaran dan untuk membantu step pertama dari identifikasi transisi pembelajaran dalam area isi matematika.

Sebuah superitem terdiri dari sebuah stem (rumusan pernyataan) yang diikuti beberapa pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya. Di mana tiap item mewakili level dalam taksonomi SOLO. Pada level satu diperlukan penggunaan satu bagian informasi dari stem. Level dua diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari stem. Pada level tiga siswa harus dapat mengintegrasikan dua atau lebih dari informasi yang tidak secara langsung berhubugan dengan stem. Pada level empat siswa dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem. Karakteristik soal-soal bentuk superitem yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat kognitifnya tersebut memberi peluang pada siswa untuk mengembangkan pengetahuannya dan memahami hubungan antar konsep. Selain itu, soal bentuk superitem diharapkan lebih menantang dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sebaliknya guru dapat mendiagnostik selama pembelajaran, sehingga perkembangan prestasi belajar siswa dapat dimonitor lebih dini.

Mengacu pada latar belakang di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

Apakah peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya konvensional?

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan pre test - post test control group design, yaitu memberikan perlakuan secara sengaja terhadap kelompok eksperimen yang berupa pembelajaran matematika menggunakan teknik SOLO/superitem, dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Kemudian hasil dari perlakuan tersebut diamati dan dianalisis. Rancangan tersebut sebagai berikut:

Eksperimen :

Kontrol :

Keterangan :

= Pretes diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol

= Penerapan pembelajaran matematika menggunakan teknik SOLO/Superitem = Pembelajaran matematika konvensional

= Postes diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas Kartika Siliwangi 2 Bandung. Selanjutnya yang menjadi sampel adalah siswa kelas X. Sampel diambil dengan teknik Purposive Random Sampling, sebanyak dua kelas yaitu kelas X-2 dan kelas X-3. Pengambilan kelas X adalah agar tidak mengganggu kegiatan pembelajaran untuk persiapan ujian nasional.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini berupa tes tertulis (pretest dan postest) yang berbentuk tes uraian guna mengukur kemampuan penalaran matematis. Untuk memperoleh data hasil tes yang dapat dipercaya, maka diperlukan tes yang mempunyai validitas, reliabilitas dan analisis lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

136 Hasil

Untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem dilakukan tes awal dan tes akhir. Soal tes yang digunakan berbentuk uraian sebanyak 3 soal untuk mengukur kemampuan penalaran matematis. Soal yang diberikan berkaitan dengan pokok bahasan geometri dimensi tiga kelas X.

Analisis Data

Skor pretes dan postes kemampuan penalaran matematis siswa kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol disajikan pada Diagram 1 berikut.

Diagram 1 Rata-rata Skor Pretes dan Postes

Dari Diagram 1 dapat diketahui bahwa rata-rata pretes kemampuan penalaran matematis konsep kelompok eksperimen adalah 0,26 dan kelompok kontrol 0,60 (skor ideal 12). Perolehan skor rata-rata postes kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen 6,10 sedangkan kelompok kontrol memperoleh 5,13. Secara deskriptif terlihat data skor rata- rata pretes kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak sama, demikian pula dengan skor rata-rata postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara deskriptif terlihat tidak sama. Oleh karena itu untuk selanjutnya akan dilakukan uji kesamaan rata-rata.

Tabel 1. Uji Normalitas Skor Pretes dalam Kelompok Eksperimen dan Kontrol

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

K.Eksperimen K.Kontrol

N 31 30

Normal Parameters Mean .0645 0.6000

Std.

Deviation .24973

.81368 Most Extreme Differences Absolute .537 .336

Positive .537 .336

Negative -.398 -.230

Kolmogorov-Smirnov Z 2.992 1.842

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.000 .002

Tabel 1 menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov dari skor pretes kelompok eksperimen dan kontrol pada 2,992 dan 1,842 dengan nilai asimtotik signifikansinya masing-masing adalah kurang dari 0,05. Artinya pada taraf signifikansi 5% maka hipotesis nol yang menyatakan distribusi dari data di atas berasal dari distribusi normal ditolak.

Dari hasil pengujian normalitas tersebut dapat diketahui skor pretes berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Oleh karena itu pengujian kesamaan dua rata-rata skor pretes kemampuan penalaran matematis menggunakan uji Mann-Whitney. Pengujian dilakukan dengan uji dua arah pada taraf signifikansi 0,05 untuk menguji hipotesis nol

Pretes Postes Eksperimen 0.26 6.10 Kontrol 0.60 5.13 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 S k or S isw a

137

dengan kriteria pengambilan keputusan menurut Sarwono (2008) adalah jika Asymp.Sig.(2- tailed) < 0,05 maka hipotesis nol ditolak.

Tabel 2. Uji Mann-Whitney Skor Pretes

Test Statistics

Pretes Penalaran Matematis

Mann-Whitney U 289.500

Wilcoxon W 785.500

Z -3.367

Asymp. Sig. (2-tailed) .001

Dari Tabel 2 dapat diketahui hasil Asymp.Sig.(2-tailed) dari uji Mann-Whitney skor pretes kemampuan penalaran matematis secara beturut-turut adalah 0,001 kurang dari 0,05, artinya pada taraf signifikansi 5% maka hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan rata-rata skor pretes antara kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan teknik SOLO/Superitem dan siswa kelompok kontrol yang pembelajarannya secara konvensional, ditolak. Dengan demikian rata-rata kemampuan awal penalaran matematis antara kelompok eksperimen dan siswa kelompok kontrol berbeda. Oleh karena itu untuk mengetahui peningkatan penalaran matematis antara kelompok eksperimen dan kontrol harus dilakukan analisis terhadap gain ternormalisasi.

Untuk melihat peningkatan penalaran matematis siswa kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan teknik SOLO/Superitem dan siswa kelompok kontrol yang pembelajarannya secara konvensional maka harus dilakukan analisis terhadap gain ternormalisasi.

Diagram 2 Rata-rata Skor Gain Ternormalisasi

Diagram 2 memperlihatkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi skor kemampuan penalaran matematis siswa kelompok eksperimen adalah 0,50 sedangkan kelompok kontrol 0,40, secara deskriptif terlihat mempunyai rata-rata skor gain ternormalisasi yang tidak sama. Oleh karena itu selanjutnya akan dilakukan uji perbedaan rata-rata. Namun sebelumnya dilakukan uji normalitas terhadap gain ternormalisasi terlebih dahulu.

Tabel 3 Uji Normalitas Gain One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

K.Eksperimen K.Kontrol

N 31 30

Normal Parameters Mean .5283 .3973

Std. Deviation .22482 .14540 Most Extreme Differences Absolute .086 .170 Positive .086 .170 Negative -.063 -.146 Kolmogorov-Smirnov Z .477 .931

Asymp. Sig. (2-tailed) .977 .352

Penalaran matematis Eksperimen 0.50 Kontrol 0.40 0.00 0.50 1.00 S k o r Ga in S isw a

138

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai asimtotik signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov dari gain skor penalaran matematis dalam kelompok eksperimen dan kontrol lebih dari 0,05. Artinya pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol yang menyatakan distribusi dari data di atas berasal dari distribusi normal diterima. Dengan demikian data berdistribusi normal.

Setelah dilakukan pengujian normalitas data, persyaratan selanjutnya adalah pengujian homogenitas varians yang dilakukan dengan menggunakan uji Levene. Adapun kriteria pengambilan keputusannya menurut Sarwono (2008) adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka distribusinya tidak homogen, sedangkan jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka distribusi kedua varians homogen. Analisis data yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Uji Homogenitas dan Uji t Data Gain Ternormalisasi

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper GainT Equal variances assumed 4.275 .043 2.694 59 .009 .13108 .04865 .03372 .22843 Equal variances not assumed 2.712 51.572 .009 .13108 .04832 .03409 .22806

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa gain ternormalisasi skor kemampuan penalaran matematis memilki nilai signifikansi uji Levene lebih dari 0,05. Artinya pada taraf signifikansi 5% gain ternormalisasi skor kemampuan penalaran matematis dari populasi yang berdistribusi normal.

Berdasarkan pengujian normalitas dan homogenitas gain skor dapat diketahui bahwa gain skor berdistribusi normal dan homogen. Dengan demikian uji kesamaan dua rerata menggunakan uji-t. Pengujian dilakukan dengan uji satu arah pada nilai signifikansi 0,05 untuk menguji dan tandingannya dengan kriteria pengambilan keputusan menurut Widhiarso (tidak da tahun) adalah tolak jika Sig.(1-tailed) < 0,05. Adapun hubungan nilai signifikansi menurut Widhiarso (tidak da tahun) adalah Sig.(1-tailed) = Sig.(2-tailed).

Kriteria pengujian hipotesis dengan taraf keberartian , Tolak jika Sig.(1- tailed) < 0,05. Adapun hubungan nilai signifikansi menurut Widhiarso (tidak da tahun) adalah Sig.(1-tailed) = Sig.(2-tailed).

Perhitungan uji t disajikan pada Tabel 4. Perhitungan Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik superitem/SOLO lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional. Berdasarkan hipotesis ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

Ho : =

dengan = rata-rata skor kemampuan penalaran matematis kelompok eksperimen

= rata-rata skor kemampuan penalaran matematis kelompok kontrol

Peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem sama dengan siswa yang pembelajarannya konvensional.

139

Peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik SOLO/Superitem lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional.

Setelah dilakukan perhitungan yang ada pada Tabel 4 diperoleh nilai Sig.(2-tailed) = 0,009 sehingga Sig.(1-tailed) = 0,0045 kurang dari 0,05. Artinya pada taraf signifikansi 5% Ho ditolak. Dengan demikian peningkatan penalaran matematik siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan teknik superitem/SOLO lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional.

Pembahasan

Kemampuan penalaran matematis siswa kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan teknik SOLO/Superitem lebih baik daripada kelompok kontrol yang pembelajarannya konvensional. Ini terjadi karena superitem mampu mendatangkan penalaran matematis untuk konsep matematika (Collis & Romberg dalam Romberg, 1995). Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis melalui pembelajaran dengan teknik SOLO/Superitem karena pembelajarannya dimulai dari hal yang kongkret sampai yang abstrak. Tahap SOLO siswa digunakan sebagai gambaran kemampuan penalaran siswa dan Romberg (1982) pun menyatakan bahwa SOLO terkait penalaran. Sedangkan superitem merupakan soal yang dirancang sesuai tahap SOLO siswa, dimana karakteristik soal-soalnya memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat kognitifnya memberi peluang pada siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan memahami hubungan antara konsep. Hal itu dikuatkan oleh Lajoie dalam Romberg (1995) yang menyatakan bahwa superitem didesain untuk mendatangkan penalaran matematis tentang konsep matematika. Dengan demikian latihan dalam bentuk superitem dapat memonitor pertumbuhan penalaran matematik siswa. Implikasinya terhadap pembelajaran adalah guru harus menganalisis taksonomi SOLO dari tingkat respons yang tepat, sehingga dapat mengkategorikan respons siswa dan kemudian memberikan scafolding pada siswa.

Penutup

Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran menggunakan teknik SOLO/Superitem pun lebih tinggi daripada siswa yang belajar secara konvensional. Berdasarkan temuan pada penelitian ini, maka dapat dikemukakan rekomendasi bahwa dalam soal level relasional dan level abstrak tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan, sehingga guru harus menyiapkan scafolding dengan memperhatikan waktu yang tersedia.

Daftar Pustaka

Alagmulai, S. (2006). SOLO, RASCH, QUEST, and Curriculum Evaluation. [Online].Tersedia:http//www.aare.edu.au/96pap/alags96046.txt[20Maret2006]

Arikunto, S. (1998). Manajemen Penelitian (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta

Budiharjo. (2006). Penerapan Aspek Penilaian pada Penulisan Soal dan Pengolahan Nilai Rapor. Makalah pada Bintek Matematika. Semarang: tidak diterbitkan.

Copi (1978) dalam (2008). Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme. [Online]. Tersedia: http://rochmad- unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html. [27 Mei 2008]

Dahlan, J. (2004). Meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa sekolah lanjutan tingkat pertama melalui pendekatan pembelajaran open-ended, studi

140

eksperimen pada siswa sekolah lanjutan pertama negeri di Kota Bandung. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Firdaus, A. (2002). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SLTP Melalui Pembelajaran Menggunakan Tugas Bentuk Superitem. Tesis pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Ipurangi, T. K. (tidak ada tahun). Quality Questioning Using the SOLO Taxonomy (An online workshop). [Online]. Tersedia: http://www.tki.org.nz/r/ assessment/atol_online/ppt/solo-taxonomy.ppt[17 Oktober 2008]

Kusumah, Y. (2008). Konsep, Pengembangan dan Implementasi Computer Based-Learning dalam Peningkatan High-Order Mathematical Thinking. Makalah pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Matematika pada FPMIPA UPI. Bandung: UPI.

Matlin, M. W. (1994). Cognition. Orlando: Hardcourt Publisher.

Meltzer, D. E. (2002). Addendum to: The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: a possible "hidden variable" in diagnostic pretest score. [Online]. Tersedia: http://www.physics .iastate.edu/per/docs/Addendum_on_normalized_gain.[28 Mei 2008]

NCTM. (2000). Principles and Standard for School Mathematics. Resto, Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

PISA. (2006). Science Competencies for Tomorrow’s World. [Online]. Tersedia: http:// pisa.oecd.org/dataoecd/30/17/39703267.pdf (22 Nopemeber 08)

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Kelas 3 SLTPN di Kota Bandung. Disertasi. Bandung: SPs UPI.

Rochmad. (2008). Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme. [Online]. Tersedia: http://rochmad- unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.

html.[27Mei2008]

Romberg, T. A. (1995). A Framework for Authentic Assessment.

Romberg, T.A dkk. (1982). Construct Validity of Set of Mathematical Superitem. [Online]. Tersedia: http://eric.ed.gov/ERICDocs/data/ericdocs2sql/ content_storage_01/ 0000019b/80/15/74/6c.pdf . (10 september 2008)

Rusefendi, E. T. (1980). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung.

Sarwono, J. (2008). Statistik itu Mudah, Panduan Lengkap untuk Belajar Konputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Penerbit Andri.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA di PPPG Matematika, Yogyakarta [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf (24 september 2008)

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan KBK. Makalah pada Seminar FPMIPA UPI.

TIMSS. (2004). Highlights From the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003. [Online]. Tersedia: http://www.warwick.ac.uk/ ETS/Publications/ Guides/cal.htm.[25 September 2008]

141

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Disertasi pada PPS IKIP Bandung. Bandung: tidak diterbitkan.

Widhiarso, W. (tanpa tahun). Uji Hipotesis Komparatif (Uji t). [Online]. Tersedia: http:// elisa.ugm.ac.id/files/wahyu./Lebih%20mesra%20dengan%20Uji-t.pdf. [27 Juli 2009]

142

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Dalam dokumen Peningkatan Kemampuan Menulis Matematika (1) (Halaman 133-142)