• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyediakan Akses dan Infrastruktur Energ

Laporan Kinerja Kementerian ESDM

KINERJA 1 Terjaminnya penyediaan

C. Menyediakan Akses dan Infrastruktur Energ

Sasaran strategis ini terdiri dari indikator kinerja sebagai berikut:

1. Akses dan Infrastruktur BBM, yang terdiri dari:

a. Volume BBM bersubsidi mengalami penurunan drastis dari tahun 2014 sekitar 46,8 juta Kilo Liter (KL) menjadi 16,19 juta KL (APBN-P 2016). Hal tersebut akibat perubahan kebijakan harga BBM, dimana sejak 1 Januari 2015, Bensin Premium Ron-88 tidak lagi merupakan BBM bersubsidi dan subsidi solar hanya dipatok sebesar Rp. 1.000/liter, dan diturunkan menjadi Rp. 500/liter pada tahun 2016. Tugas Pemerintah adalah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi sehingga subsidi tidak membebani APBN. Sesuai Pasal 8 ayat 2 UU Migas, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI. Namun ketersediaannya tidak harus BBM bersubsidi.

Volume BBM bersubsidi tahun 2016 direncanakan sebesar 17,9 juta KL namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi 16,69 juta KL. Dalam perjalanannya kebijakan harga dan volume BBM bersubsidi dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi ekonomi Indonesia. Hal ini tentunya akan berdampak pada penurunan volume BBM bersubsidi.

b. Kapasitas kilang BBM saat ini sebesar 1.167 ribu barrel per day (ribu BPD), dengan jumlah kilang yang ada sebanyak 7 kilang Pertamina (1.047 ribu BPD) dan 3 kilang non-Pertamina yaitu kilang Pusdiklat Cepu (3,8 ribu BPD), Kilang Tuban/TPPI (100 ribu BPD), dan Kilang TWU (6 ribu BPD) serta Kilang TWU II (10 ribu BPD) yang baru beroperasi tahun 2014. Untuk 4 tahun kedepan direncanakan pembangunan Kilang BBM 300 ribu BPD dengan skema Kerjasama

PERENC

ANAAN

KERJA

Pemerintah Swasta (KPS) di Bontang dengan nilai proyek sekitar US$ 10 miliar yang ditargetkan dapat selesai tahun 2019, sehingga kapasitas kilang BBM dapat meningkat menjadi 1.467 ribu BPD. Selain pembangunan kilang grassroot tersebut, juga terdapat rencana pengembangan Kilang Pertamina lainnya yaitu:

Reinery Development Master Plan (RDMP), mencakup upgrading dan

modernisasi 5 kilang minyak Pertamina dengan nilai proyek sekitar US$ 25 miliar yaitu: Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Dumai, Kilang Plaju dan Kilang Balongan. Pengembangan kilang minyak tersebut akan meningkatkan produksi sebanyak 2 kali lipat dari saat ini sekitar 820 ribu bpd menjadi 1,6 juta bpd. RDMP tidak akan selesai dalam waktu 5 tahun, tetapi memiliki time frame proyek hingga tahun 2025. Untuk tahap pertama akan dimulai pada tahun 2018 melalui modernisasi untuk 4 kilang, yaitu Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sementara Kilang Dumai akan dimulai tahun 2021. Calon investor proyek RDMP yang telah melakukan MOU dengan Pertamina antara lain Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon dengan investasi sekitar 25 miliar US$.

Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di kilang Cilacap yang beroperasi tahun 2015 sehingga akan memberikan tambahan produk gasoline sekitar 12.579 BPD.

Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) merupakan kelanjutan dari pembangunan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap untuk meningkatkan kapasitas produksi BBM nasional dan mengurangi ketergantungan impor. PLBC berfokus untuk mengkonversi BBM jenis Premium menjadi BBM jenis Pertamax. 

2. Akses dan infrastruktur gas bumi, yang terdiri dari:

a. Volume LPG bersubsidi sampai tahun 2019 akan mengalami peningkatan menjadi 7,28 juta MT. Pada tahun 2016 direncanakan sebesar 6,25 Juta MT, namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi 6,6 Juta MT.

b. Pembangunan jaringan gas kota (Jargas) pada periode 2016-2019 rencananya dilakukan di 210 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 lokasi), PGN (172 lokasi) dan Pertamina (28 lokasi) dengan target Rumah Tangga tersambung sebanyak 1,14 juta sambungan rumah. Untuk memperlancar pembangunan jargas khususnya yang melalui pendanaan APBN, maka pembangunan diupayakan agar dilakukan melalui penugasan kepada BUMN yang selanjutnya dapat bertindak sebagai operator. Untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan di 6 lokasi.

c. Pembangunan infrastruktur SPBG pada periode sampai tahun 2019 rencananya dilakukan di 118 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 SPBG), PGN (69 SPBG) dan Pertamina (39 SPBG). Rencana penyediaan gas untuk SPBG juga

didukung dengan alokasi gas sekitar 40-58 MMSCFD per tahun. Untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan di 2 lokasi.

d. Kapasitas kilang LPG terus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan LPG dalam negeri, meskipun impor LPG juga tetap dilakukan. Saat ini impor LPG sekitar 60% dari kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2016 kapasitas kilang LPG direncanakan sekitar 4,62 juta MT dengan hasil produksi LPG sebesar 2,39 juta MT. Selanjutnya pada tahun 2019 kapasitas kilang LPG ditingkatkan menjadi 4,68 juta MT dengan hasil produksi sebesar 2,43 juta MT.

e. Pembangunan FSRU, Regasiication Unit dan LNG Terminal dalam 4 tahun kedepan direncanakan sebanyak 7 unit yaitu Receiving Terminal gas Arun, LNG Donggi-Senoro, LNG South Sulawesi, Receiving Terminal Banten, FSRU Jawa Tengah, LNG Tangguh Train-3 dan LNG Masela. Untuk tahun 2016 direncanakan pembangunan 1 Unit FSRU.

f. Pipa transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi gas bumi merupakan salah satu infrastruktur penting untuk menyalurkan gas bumi dalam negeri sehingga porsi pemanfaatan gas domestik semakin meningkat. Pada tahun 2016, pipa gas direncanakan menjadi sepanjang 15.330 km, namun sesuai Perjanjian Kinerja tahun 2016 disesuaikan menjadi 10.296 km. Beberapa proyek pipa gas yang akan diselesaikan antara lain pipa gas Arun-Belawan, Kepodang- Tambak Lorok, Gresik-Semarang dan Muara Karang-Muara Tawar-Tegal Gede.

3. Akses dan infrastruktur ketenagalistrikan, yang terdiri dari:

a. Rasio elektriikasi ditargetkan menjadi sebesar 97% tahun 2019, dan pada tahun 2016 direncanakan 90,15%. Beberapa kegiatan yang diperlukan dalam rangka mendorong rasio elektriikasi pada tahun 2015-2019, antara lain akan dilistrikinya 2500 desa yang belum memiliki akses listrik, penambahan kapasitas pembangkit listrik dan penambahan penyaluran tenaga listrik.

b. Infrastruktur ketenagalistrikan

Penambahan kapasitas pembangkit listrik, dengan rencana penyelesaian proyek dengan total kapasitas 42,9 GW sampai tahun 2019, terdiri dari 35,5 GW proyek baru dan 7,4 GW proyek yang sudah berjalan. Dengan adanya tambahan pembangunan pembangkit tersebut maka kapasitas terpasang pembangkit pada tahun 2019 meningkat menjadi 95 GW. Pada tahun 2016 direncanakan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 4.212 MW.

Penambahan penyaluran tenaga listrik, dengan rencana pembangunan sekitar 46 ribu KMS sampai tahun 2019 atau rata-rata sekitar 9.000 KMS per tahun. Pada tahun 2016 direncanakan penambahan penyaluran tenaga listrik sepanjang 8.295 km.

PERENC

ANAAN

KERJA

d. Pangsa energi primer BBM untuk pembangkit listrik, diarahkan untuk terus diturunkan sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik juga dapat menurun, mengingat BBM merupakan sumber energi primer pembangkit yang paling mahal. Porsi BBM dalam bauran energi pembangkit tahun 2016 direncanakan sebesar 6,97 % dan terus diturunkan menurun menjadi sekitar 2,04% pada tahun 2019 seiring dengan ditingkatkannya porsi batubara melalui PLTU dan energi baru dan terbarukan melalui PLTP, PLT Bioenergi, PLTA, PLTMH, PLTS, dan PLTBayu.