• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Apa Saja yang Menjadi Cabang Filsafat?

1. Metaϐisika

Istilah metafisika berasal dari Bahasa Yunani meta la physica yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada di balik atau di

belakang benda-benda fisik. Aristoteles menggunakan istilah proto

philosiphia (filsafat pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian

tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate

nature) dari kenyataan atau keberadaan.

Persoalan-persoalan metafisika dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologi, persoalan kosmologi, dan persoalan antropologi (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM: 31). Ontologi termasuk dalam bahasan metafisika umum (Wiramihardja A. S., 2007: 34-37). Ontologi membahas tentang “ada”. Pertanyaan yang diajukan: apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi itu. Bagaimana penggolongan dari ada, keberadaan atau eksistensi, dan apa sifat dasar kenyataan atau keberadaan. Sebagai contoh dalam suatu ruang kuliah kata “ada” berarti hadir, dan mengisi bukti kehadiran. Secara fisik orang tersebut ada di ruangan kuliah walaupun pikiran yang bersangkutan ada di mana-mana hal itu tidak menjadi persoalan tetap dinyatakan hadir. Seorang anggota DPR dinilai hadir dan kehadirannya menjadi bahan untuk menentukan quorum suatu rapat dilihat dari daftar hadir, walaupun dia ada di kantin atau di mall hal itu tidak penting. Pertanyaan yang rumit: apakah dengan adanya sesuatu, adakah tidak ada itu? Ontologi mempersoalkan adanya segala sesuatu yang ada, hal ini berbeda dengan metafisika khusus yang mengkaji hakikat yang “ada.”

Bila kita bertanya apakah ada itu? Berdasarkan logika, kita tidak bisa memperoleh jawaban karena jawabannya tidak memenuhi persyaratan. Jawaban atas pertanyaan harus memenuhi dua unsur yang menjadi prasarat yaitu: genus proximum dan

differentiae spesificae. Spesifik artinya khas atau unik, dibedakan

dari partikular yang berarti khusus. Sebagai contoh: Apakah manusia itu? Jawabannya: manusia adalah makhluk hidup yang berpikir. Pada jawaban ini genus proximum dari manusia adalah makhluk hidup, sedangkan differentiae spesificae-nya adalah berpikir. Batasan tentang ada tidak dapat diberikan karena ada tidak punya genus proximum. Sedangkan differentiae spesificae-nya adalah ciri khas terhadap hal yang didefinisikan. Jadi pertanyaan Apakah ada itu? Tidak dapat dijawab karena “ada” merupakan jawaban tertinggi. Oleh karena itu diperlukan pemahaman tentang “ada.” Mengamati masalah “ada” dari sudut kenyataan ada termasuk dalam metafisika khusus.

Metafisika khusus, membicarakan hakikat segala sesuatu yang ada. Menurut Langeveld (dalam Wiramihardja A. S., 2007: 34-37) hakikat segala sesuatu dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu: pertama kosmologi yaitu bagian metafisika yang mempersoalkan hakikat alam semesta dan isinya kecuali manusia. Kedua antropologi adalah metafisika khusus yang mengkaji hakikat manusia. Terakhir adalah teologi (theodecea) adalah metafisika khusus yang mempersoalkan Tuhan. Hal-hal yang dibicarakan adalah kebaikan, kesucian, kebenaran, keadilan dan sifat-sifat baik Tuhan.

Segala sesuatu yang ada, secara khusus dibagi dalam tiga substansi yaitu kosmos, manusia, dan Tuhan. Pada metafisika khusus terdapat gagasan atau ide para pemikir. Oleh sebab itu, sebagian orang beranggapan bahwa epistemologi adalah bagian dari metafisika, karena epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan metafisis.

Sebagian ahli tidak memisahkan antropologi dengan kosmologi, karena manusia dianggap sebagai bagian dari alam

semesta sebagaimana air, tanah, udara, tumbuhan dan hewan. Sementara, antropologi dianggap sebagai bagian terpisah karena manusia memiliki kekhasan menyangkut fungsi luhur antara lain kebebasan untuk memilih, berkehendak serta memiliki nilai spiritual dan keyakinan. Karena ciri khas tersebut, manusia memiliki nilai lebih tinggi. Antropologi dan kosmologi disatukan dalam pengertian filsafat alam.

2. Epistemologi

Epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan. Kebenaran pengetahuan disebut memenuhi syarat-syarat epistemologi karena tepat susunannya atau logis. Meskipun logika dan epistemology merupakan dua hal yang berbeda, keduanya memiliki kaitan yang sangat kuat, logika menjadi prasyarat yang mendasari epistemologi.

Epistemologi membicarakan secara rinci dasar, batas dan objek pengetahuan. Oleh sebab itu epistemologi oleh sebagian orang disebut juga filsafat ilmu. Epistemologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan, sedangkan filsafat ilmu (philosophy

of science) secara khusus mempersoalkan ilmu atau keilmuan

pengetahuan.

Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu episteme = pengetahuan dan logos = teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, dan metode yang sah tentang pengetahuan. Pertanyaan dalam epistemologi adalah “apa yang dapat saya ketahui?” (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM: 32). Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?; Dari mana pengetahuan itu diperoleh?; Bagaimana

validitas pengetahuan itu dapat dinilai?; Apa perbedaan pengetahuan apriori dengan pengetahuan posteriori?.

Epistemologi membicarakan pengetahuan dan susunannya. Ilmu atau science adalah pengetahuan-pengetahuan yang gejalanya dapat diamati berulang-ulang melalui eksperimen sehingga dapat dipelajari oleh orang yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Epistemologi membahas hakikat ketepatan susunan berpikir yang secara tepat pula digunakan untuk masalah-masalah yang bersangkutan dengan maksud menemukan kebenaran isi pernyataannya. Isi pernyataannya adalah sesuatu yang ingin diketahui.

Secara umum terdapat empat jenis kebenaran yang dikenal orang, yaitu kebenaran religius, kebenaran filosofis, kebenaran estetis, dan kebenaran ilmiah. Kebenaran religius, adalah kebenaran yang dibangun atas dasar kaidah-kaidah agama atau keyakinan tertentu yang tidak dapat dibantah. Kebenaran religius disebut juga kebenaran mutlak. Bentuk pemahamannya dogmatis.

Kebenaran filosofis adalah kebenaran hasil perenungan dan pemikiran refleksi ahli filsafat yang disebut hakikat atau the

nature, meskipun bersifat subjektif dan relatif, namun mendalam

karena melalui penghayatan eksistensial bukan hanya pengalaman dan pemikiran intelektual semata. Kebenaran filosofis berguna untuk menyadarkan kita pada relatifnya pengetahuan yang kita miliki, karena pengetahuan itu terus berubah dalam arti berkembang. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah berpikir, sedangkan dasarnya adalah rasio.

Kebenaran estetis, ialah kebenaran berdasarkan indah dan tidak indah. Keindahan yang dimaksud adalah berdasarkan

harmoni dalam pengertian luas yang menimbulkan rasa senang, tenang dan nyaman.

Kebenaran ilmiah ditandai dengan terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut adanya teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti (fakta), sama halnya dengan kebenaran rasional yang ditunjang hasil uji lapangan yang disebut bukti empiris. Kebenaran teoritis adalah kebenaran yang berdasarkan rasio atau kebenaran rasional, berdasarkan teori-teori yang menunjangnya. Pengertian bukti disini adalah bukti empiris, yaitu hasil pengukuran objektif di lapangan. Sifat objektif berlaku umum, dapat diulang melalui eksperimen, sesuai dengan apa adanya, bukan apa yang seharusnya, dan merupakan ciri-ciri pengetahuan (Wiramihardja A. S., 2007: 32-33).

3. Aksiologi

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempersoalkan penilaian atau yang berhubungan dengan nilai guna. Gagasan mengenai aksiologi dipelopori oleh Lozte, kemudian Brentano, Husserl, Scheller dan Nicolai Hatmann (Wiramihardja A. S., 2007: 36-37). Menurut Scheller ada dua bidang yang paling populer terkait penilaian yaitu tingkah laku dan keadaan atau tampilan fisik, sehingga aksiologi dibagi dalam 2 jenis yaitu etika dan estetika.

Etika adalah bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk. Mudah bagi seseorang dalam menilai arti baik, tetapi mengapa sebaliknya disebut buruk bukan tidak baik.

Etika dalam Bahasa Yunani berasal dari ethos = kebiasaan, habit, atau custom. Hampir tidak ada orang yang tidak memiliki

kebiasaan baik dan buruk, oleh karena itu istilah etis dan tidak etis kurang tepat, yang lebih tepat adalah etika baik dan etika buruk/ jahat.

Estetika merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian atas sesuatu dari sudut indah dan tidak indah/ jelek. Secara umum estetika disebut sebagai kajian filsafat mengenai apa yang membuat rasa senang, puas yang dinikmati seseorang ketika mengamati suatu benda estetis (Surajiyo, 2005: 107). Secara visual dan imajinasi, estetika disebut juga kajian mengenai keindahan, atau teori tentang cita rasa, dan kritik dalam kesenian kreatif serta pementasan. Tokoh paling terkenal dalam bidang ini adalah Alexander Baumgarten yang dianggap sebagai awal diwacanakannya estetika.

Aksiologi, selain membahas etika dan estetika, juga meliputi hakikat penilaian kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesucian. Apapun pendapat para ahli, kita tidak harus mengikutinya, yang terpenting adalah pengakuan atas alasannya.

BAB II