• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

F. Metode Uji Inflamasi

1. Induksi Karagenin

Pengujian inflamasi akut untuk menentukan aktivitas antiinflamasi secara non-imunologi dapat digunakan penginduksi berupa suspensi karagenin yang disuntikan secara subplantar pada kaki belakang tikus. Pengukuran aktivitas penghambatan inflamasi dapat digunakan plethysmometer method, sehingga dapat diketahui volume kaki tikus yang telah terinduksi oleh senyawa inflamasi (Gupta, 2013). Aktivitas antiinflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udem yang diinduksi pada kaki tikus jantan atau betina (Vogel, 2002).

Respon inflamasi akut ditandai dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan infiltrasi seluler yang meyebabkan pembentukan udem

sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein serta akumulasi leukosit di lokasi inflamasi.

Metode carageenan-induced paw edema merupakan metode yang telah banyak digunakan sebagai metode pengujian aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan hewan uji (Necas, 2013). Metode tersebut telah dijelaskan pula oleh Chakraborty et al (2004), merupakan standar metode yang digunakan untuk penelitian inflamasi akut. Selain itu, penggunaan metode tersebut dengan induksi karagenin pada kaki tikus telah banyak digunakan untuk menguji obat antiinflamasi baru serta digunakan untuk mempelajari mekanisme yang terlibat dalam peradangan. Sekitar 400 penelitian telah menggunakan metode udem kaki tikus.

Karagenin merupakan salah satu senyawa iritan yang digunakan sebagai agen patologi penyebab inflamasi (Chakraborty et al, 2004). Karagenin yang diinduksi pada telapak kaki tikus merupakan pengujian yang telah banyak digunakan untuk menentukan aktivitas antiinflamasi (Posadas et al., 2004). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nantel, Denis, Gordon, Northey, Cirino, dan Metters (1999) menunjukkan bahwa COX-2 yang merupakan mediator yang diinduksi ketika adanya peradangan akan mencapai maksimal setelah 1 jam penginjeksian karagenin. Berdasarkan analisis literatur yang telah dilakukan Posadas et al. (2004) menunjukkan bahwa injeksi karagenin 1% pada kaki mencit menyebabkan udem selama waktu pengamatan yaitu 6 jam pengamatan.

Pengukuran besarnya udem pada telapak kaki mencit sebagai tanda adanya respon inflamasi pada penelitian ini digunakan jangka sorong digital yang telah dilakukan kalibrasi (Lampiran 4). Jangka sorong memiliki kelibihan dibandingkan dengan metode pengukuran dengan potong kaki, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juma’a, Ahmed, Nurman, and Hussain (2009) menunjukkan hasil bahwa dengan menggunakan metode potong kaki hasil pengukuran pada setiap tikus berbeda tergantung pada tempat pemotongan kakinya, sedangkan apabila pengukuran dengan menggunakan jangka sorong menunjukkan hasil pengukuran yang tidak bervariasi atau sama pada setiap pengukuran pada telapak kaki tikus yang mengalami udem. Selain itu jangka sorong memiliki beberapa kelebihan dalam penggunaannya, antara lain yaitu mudah dalam pengaplikasiannya, memiliki angka yang cukup akurat, dan tidak diperlukannya pengorbanan hewan uji seperti pada metode potong kaki.

Kelebihan dari metode uji carageenan-induced paw edema pada penelitian ini adalah sederhana dan sering digunakan untuk mengevaluasi potensi senyawa yang belum diketahui (sebagai skrining awal), cepat, pengukuran udema dapat dilakukan lebih akurat dengan mengukur pada bagian telapak kaki yang mengalami udem secara langsung, dan mudah diamati pembentukan udemnya (Vogel, 2002). Kekurangan dari metode uji ini adalah pada teknik penyuntikan induksi udem pada telapak kaki hewan uji dengan menggunakan karagenin secara suplantar yang tidak menjamin pembentukan volume udem yang seragam sehingga dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok jewan uji yang cukup besar. Oleh karena itu, pengatasannya adalah pada saat

penyuntikan udem dilakukan oleh orang yang telah terlatih dan terbiasa dalam melakukan penyuntikan secara suplantar, sehingga hasil volume udem pada setiap kaki mencit akan sama dan dapat mengurangi variansi yang dihasilkan pada masing-masing kelompok hewan uji.

2. Induksi Formalin

Formalin merupakan larutan formaldehid yang sekitar 37% larut dalam air, kandungan unsur aldehid yang terdapat dalam formalin akan mudah bereaksi dengan protein sehingga mengakibatkan kematian sel. Formalin akan menghasilkan inflamasi lokal dan nyeri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nathania (2011), formalin yang digunakan memiliki konsentrasi 0,5% dan diberikan sebanyak 0,025 mL dengan cara diinjeksikan pada mencit secara subplantar. Pengukuran tebal kaki mencit dilakukan pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 selama 6 jam, dengan menggunakan jangka sorong yang telah dikalibrasi.

b. Model Inflamasi Sub-akut

Modifikasi metode udem buatan dengan granuloma pounch, penginduksian udem dilakukan dengan cara mencukur bulu pada bagian punggung mencit terlebih dahulu dengan diameter ± 3 cm hingga bulu benar-benar hilang. Pada bagian punggung yang telah dicukur disuntikkan 5 mL udara secara subkutan hingga terbentuk kantong udara. Setelah 24 jam kantong udara yang terbentuk dihisap udaranya hingga kempes. Ditambahkan larutan karagenin 2% sebanyak 0,2 mL pada tempat yang terdapat kantong udara (Verawati, Aria, dan Novicaresa, 2011).

Sediaan uji yang digunakan adalah hidrokortinson asetat diberikan secara topikal segera setelah pemberian karagenin 2%, adapun pemberian obat dilakukan selama 4 hari. Pengukuran volume radang dilakukan pada hari ke lima, eksudat (cairan yang tertimbun dalam jaringan atau ruangan yang diakibatkan adanya peningkatan permeabilitas pembluh darah) yang terbentuk diambil dengan menggunakan jarum suntuk dan diukur volumenya. Selain itu juga, pada eksudat tersebut dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop untuk melihat jumlah sel neutrofil, eusinofil, limfosit, dan sel monosit (Verawati dkk. (2011).

c. Model Inflamasi Kronik

Metode Induksi Arthritis, merupakan metode yang digunakan untuk induksi arthritis rheumatoid yang merupakan inflamasi kronik. Motede induksi ini bertujuan untuk menghasilkan reaksi imun yang menyebabkan inflamasi. Induksi dapat dilakukan dengan menginjeksikan sejumlah antigen ke hewan uji. Pada penelitian yang dilakukan Gupta, Bharadwaj, Lata, Sharma, Kacker, and Sharma (2013) digunakan formaldehid sebagai penginduksi arthritis. Formaldehid 2% (v/v) diinjeksikan secara subplantar sebanyak 0,1 mL pada telapak kaki tikus pada hari pertama hingga ketiga selama percobaan. Agen antiartritis diberikan secara berturut-turut selama 10 hari. Perubahan volume telapak kaki berupa udem diukur dengan menggunakan plethysmometer.

Dokumen terkait