• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur swiss terinduksi karagenin."

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang secara tradisional telah banyak dilaporkan berkhasiat, salah satunya digunakan untuk pencegahan peradangan. Tanaman ini diduga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pengobatan inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Swiss yang

terinduksi karagenin 1% .

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Digunakan tiga puluh ekor mencit jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan, dengan berat 20-30 gram yang terbagi secara acak menjadi enam kelompok. Kelompok I dan II (kontrol negatif aquadest dan CMC-Na 1%), kelompok III (kontrol positif diklofenak 4,48 mg/kgBB), kelompok IV,V,VI merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. berturut-turut sebesar 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kgBB. Udem pada telapak kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong digital selama enam jam mulai setelah terinduksi karagenin 1%. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistika non-parametrik test menggunakan uji Krusskal-Wallis untuk mengetahui keberbedaan pada kelompok uji. Kemudian dilanjutkan dengan analisis Post-Hoc untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda bermakna dengan uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. memiliki efek antiinflamasi yang peningkatan penghambatan inflamasinya sebanding dengan peningkatan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Persen penghambatan inslamasi pada dosis 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kgBB secara berturut-turut sebesar 18,62; 24,19; dan 39,57 %, dengan potensi relatif daya antiinflamasi dibandingkan terhadap diklofenak yang memiliki potensi relatif daya antiinflamasi sebesar 100%, secara berturut-turut adalah 32,75; 42,55; dan 69,55 %.

Kata kunci: Antiinflamasit Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

(2)

ABSTRACT

Macaranga tanarius L. is traditionally used to treat infllmation. This plant has potential to be used in alternative inflammation treatment. The aim of the research were to prove the anti-inflammatory effect of ethanol-hexane fraction methanolic extract of Macaranga tanarius L., leaves in male Swiss mice induced carrageenin 1%.

This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. The research used thirty male Swiss mice, in range of the age of 2-3 month, and 20 – 30 gram weight. Group I and II was negative control by giving aquadest and CMC-Na 1% dosed 191.8 mg/kgBW orally. Group III was positive control given diclofenac potassium dosed 4.48 mg/kgBW orally. Group IV-VI were the treatment group for fraction ethanol-hexane extract methanol-aquadest of Macaranga tanarius L., leaves dosed 47.95; 95.9; and 191.8 mg/kgBW orally. Data were analyzed using non- parametric statistical with Krusskal-Wallis testto know the difference in the test group. After that, the data were analyzed using Post-Hoct to determine the differences significant in each group by Mann-Whitney test.

The result showed there were anti-inflammatory effect fraction ethanol-hexane extract methanol-aquadest of Macaranga tanarius L., leaves at doses of 47.95; 95.9; and 191.8 mg/kgBW reduced edema of the mice hind paw induced by carrageenin progressively. Percent (%) inhibition were 18.62; 24.19; and 39.57 %. The relative potential of anti-inflammatory power compared to potassium diclofenac which has a relative potency of anti-inflmmatory power of 100%, respectively were 32.75; 42.55; and 69.55%.

(3)

i

UJI ANTIINFLAMASI FRAKSI ETANOL-HEKSAN EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT GALUR

SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

Oleh:

Nurul Kusumawardani NIM : 128114081

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Alam Nasyrah : 94:5-6)

“Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

(QS. Al-Imran/3 ayat 159)

Where there is a will,

There is a way,,,,,

Kupersembahkan karya ini untuk :

Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan,

Bapak, Ibu, dan Adik yang senantiasa memberi doa, dukungan semangat dan kasih sayang

(7)
(8)
(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta rahmat-Nya skripsi dengan judul “Uji Antiinflamasi Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L., pada Mencit Galur Swiss Terinduksi Karagenin” dapat penulis selesaikan dengan baik dan sesuai waktu yang telah ditetapkan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Phebe Hendra, MSi., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, dukungan, semangat dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini, atas segala saran dan bantuan selama penyusunan skripsi.

(10)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan skripsi ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi daun Macaranga tanarius L. pada penelitian ini.

8. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Wagiran selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

9. Keluarga Bapak Setiyono, Ibu Isna Taviyani, S.Pd, Setia Kusumaningrum dan Eyang putri atas segala nasihat, dukungan, dan doa yang selalu mengiringi.

10.Rekan-rekan tim Macaranga tanarius L., sekaligus sahabat-sahabat yang selalu mendampingi : Antonia Vidya Kartika, Silvia Dwi Puspa Susanti, dan Kristiyani Irawati atas kerjasama, dukungan, saran dan bantuannya penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11.Agriva Devaly Avista, S.Farm., Apt. atas segala bantuan, doa, dukungan, saran dan motivasinya selama ini.

12.Teman-teman FKK B 20102, FSM B 2012 dan teman-teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma khususnya angkatan 2012 atas kebersamaan dan dukungannya.

(11)

ix

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna, dan penulis menyadari bahwa dalam naskah skripsi ini masih terdapat kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kemajuan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat serta dapat memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

INTISARI ... xxii

ABSTRACT ... xxiii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 6

2. Keaslian penelitian ... 6

3. Manfaat penelitian ... 8

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

2. Tujuan Khusus ... 9

(13)

xi

A. Macaranga tanarius L ... 10

1. Keterangan botani ... 10

2. Sinonim ... 11

3. Penyebaran ... 11

4. Morfologi ... 11

5. Kandungan kimia ... 12

6. Aktivitas farmakologis ... 15

7. Kegunaan lain ... 15

B. Inflamasi ... 15

1. Definisi inflamasi ... 15

2. Tanda-tanda utama inflamasi ... 16

3. Jenis inflamasi ... 17

4. Mekanisme terjadinya inflamasi ... 19

C. Karagenin ... 24

D. Obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) ... 26

E. Diklofenak. ... 28

F. Metode Uji Inflamasi ... 30

G. Metode Penyarian... 34

1. Maserasi… ... 37

2. Ekstraksi Bertingkat ... 38

H. Metanol ... 39

I. Etanol ... 40

(14)

xii

K. Landasan teori ... 41

L. Hipotesis ... 44

BAB III. METODE PENELITIAN... 45

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 45

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

1. Variabel utama ... 45

2. Variabel pengacau ... 45

3. Definisi operasional ... 46

C. Bahan Penelitian... 49

1.Hewan uji ... 49

2.Bahan uji ... 49

D. Alat Penelitian ... 51

1. Alat pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius L ... 51

2. Pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun daun Macaranga tanarius L ... 51

3. Alat induksi udem telapak kaki belakang ... 51

E. Tata Cara Penelitian ... 52

1. Determinasi tanaman daun Macaranga tanarius L ... 52

2. Pengumpulan bahan uji ... 52

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L ... 52

4. Penetapan kadar air serbuk kering daun Macaranga tanarius L ... 52

(15)

xiii

6. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1% ... 56

7. Pembuatan larutan karagenin 1% sebagai penginduksi udem ... 56

8. Pembuatan larutan kalium diklofenak sebagai obat antiinflamasi ... 56

9. Penentuan kontrol negatif ... 56

10.Uji pendahuluan ... 57

11.Penetapan konsentrasi pekat fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L ... 59

12.Penetapan dosis fraksi etaol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L ... 59

13. Penyiapan hewan uji ... 61

14. Pengelompokan hewan uji ... 61

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 64

1. Analisis hasil untuk melihat aktivitas antiinflamasi ... 64

2. Menghitung presen penghambatan inflamasi ... 64

3. Perhitungan (%) potensi relatif daya antiinflamasi ... 65

4. Analisis hasil secara statistika ... 65

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 67

H. Uji Fitokimia Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. ... 68

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Penyiapan Bahan ... 71

(16)

xiv

2. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L………...73 3. Penetapan kadar air serbuk kering daun Macaranga tanarius L….75

3. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol air daun

Macaranga tanarius L. ... 75

B. Hasil Skrining Fitokimia. ... 80

C. Uji Pendahuluan ... 84

D. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L.. ... 89

1. Kontrol negatif ... 94

2. Kontrol positif diklofenak (Cataflam Fast®50mg ) dosis 4,48 mg/kgBB ... 98

3. Kelompok perlakuan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ... 99

E. Potensi Relatif Daya Antiinflamasi Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. ... 105

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 116

LAMPIRAN ... 123

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Keaslian penelitian efek antiinflamasi daun Macaranga tanarius L... 7 Tabel II. Tanda-tanda utama inflamasi………... 16 Tabel III. Mediator yang berperan dalam reaksi inflamasi... 20 Tabel IV. Hasil pengujian fraksi etanol-hexan ektrak metanol air daun

Macaranga tanarius L... 81 Tabel V. Kandungan senyawa daun Macaranga tanarius L. yang

diduga memiliki aktivitas antioksidan terhadap penghambatan inflamasi………... 82

Tabel VI. Uji normalitas nilai rata-rata AUC (mm.menit) pada orientasi penetapan dosis kalium diklofenak dan selang waktu pemberiannya…... 86

Tabel VII. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian karagenin antara kelompok kontrol negatif dan kelompok diklofenak rentang 15 menit………... 86 Tabel VIII. Hasil uji LSD AUC total (mm.menit) pada orientasi dosis

efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian karagenin antara kelompok kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit………... 87

(18)

xvi

Tabel X. Hasil uji Mann-Whitney Test rata-rata nilai AUC (mm.menit) pada mencit terinduksi karagenin 1%... 92 Tabel XI. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada kelompok

perlakuan uji antiinflamasi……… 93 Tabel XII. Uji Mann-Withney persen (%) penghambatan inflamasi

kelompok perlakuan uji antiinflamasi……….. 94 Tabel XIII. Rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok fraksi

etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dibandingkan dengan kontrol positif diklofenak pada uji antiinflamasi………... 106 Tabel XIV. Hasil uji Mann-Withney Test persen (%) potensi

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tumbuhan Macarang tanarius L... 10 Gambar 2. Struktur senyawa kimia yang diisolasi dari daun Macaranga

tanarius L... 13 Gambar 3. Struktur senyawa kimia yang diisolasi dari daun

Macaranga tanarius L... 14 Gambar 4. Manifestasi terjadinya inflamasi akut dan kronik……… 17 Gambar 5. Metabolit asam arakidonat dan perannya dalam proses

inflamasi serta target dari beberapa obat antiinflamasi……… 23 Gambar 6. Struktur Natrium dan Kalium Diklofenak……… 28 Gambar 7. Flowchart langkah pembuatan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L………... 54

Gambar 8. Flowchart langkah pembuatan fraksi etanol-heksan dari hasil ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius

(L)………. 55

Gambar 9. Flowchart pengelompokan hewan uji pada tahap uji pendahuluan (orientasi)……… 62 Gambar 10

Gambar 11

Flowchart pengelompokan hewan uji pada tahap perlakuan uji antiinflamasi………...

Flowchart ruang lingkup penelitian……….

(20)

xviii

Gambar 12 Diagram batang rata-rata nilai AUC (mm.menit) pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian karagenin antara kelompok diklofenak rentang 15

dan 30 menit………... 86

Gambar 13 Diagram batang rata-rata nilai AUC (mm.menit) pada dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian karagenin antara kelompok diklofenak rentang 15 dan 30 menit………... 87

Gambar 14 Diagram batang rata-rata nilai AUC pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi………... 92 Gambar 15 Diagram batang persen (%) penghambatan inflamasi pada

masing-masing kelompok perlakuan uji antiinflamasi………. 94 Gambar 16 Grafik Nilai AUC Kontrol Negatif CMC-Na………... 96 Gambar 17 Diagram batang persen potensi (%) relatif daya antiinflamasi

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee(MHREC)………... 124

Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi daun Macaranga tanarius L…... 125 Lampiran 3. Surat pengujian kadar air Serbuk Daun Macaranga tanarius L….. 126 Lampiran 4. Surat kalibrasi jangka sorong digital………... 127 Lampiran 5. Surat legalitas penggunaan SPSS…..……….. 128 Lampiran 6. Pengeringan dan serbuk daun Macaranga tanarius L…... 129 Lampiran 7. Hasil Fraksi Etanol-heksan dari Ekstrak Metanol-Air daun

Macaranga tanarius L………... 129 Lampiran 8. Pembuatan udem dan pengukuran udem kaki mencit………... 130 Lampiran 9. Perhitungan dosis………... 131 Lampiran 10. Perhitungan persen rendamen fraksi etanol-heksan ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius L………... 132 Lampiran 11. Analisis Statistika Data Orientasi Penentuan Dosis dan Selang

Waktu Pemberian Kalium Diklofenak………... 133 Lampiran 12. Hasil Pengolahan Analisis Statistika Data Perlakuan Uji

Antiinflamasi Fraksi Etanol-Heksan Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L., pada Mencit Galur Swiss Terinduksi Karagenin………... 137 Lampiran 13. Hasil uji statistika % penghambatan inflamasi pada perlakuan

(22)

xx

antiinflamasi fraksi etanol-hekasan ektrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L., pada mencit galur Swiss terinduksi karagenin………..

Lampiran 14. Hasil pengujian fitokimai secar kualitatif dengan metode uji tabung pada fraksi etanol-heksan, ektrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L.,………... 156

(23)

xxi INTISARI

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang secara tradisional telah banyak dilaporkan berkhasiat, salah satunya digunakan untuk pencegahan peradangan. Tanaman ini diduga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pengobatan inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Swiss yang terinduksi karagenin 1% .

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Digunakan tiga puluh ekor mencit jantan galur Swiss, umur 2-3 bulan, dengan berat 20-30 gram yang terbagi secara acak menjadi enam kelompok. Kelompok I dan II (kontrol negatif aquadest dan CMC-Na 1%), kelompok III (kontrol positif diklofenak 4,48 mg/kgBB), kelompok IV,V,VI merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. berturut-turut sebesar 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kgBB. Udem pada telapak kaki mencit diukur menggunakan jangka sorong digital selama enam jam mulai setelah terinduksi karagenin 1%. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistika non-parametrik test menggunakan uji Krusskal-Wallis untuk mengetahui keberbedaan pada kelompok uji. Kemudian dilanjutkan dengan analisis Post-Hoc untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda bermakna dengan uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. memiliki efek antiinflamasi yang peningkatan penghambatan inflamasinya sebanding dengan peningkatan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. Persen penghambatan inslamasi pada dosis 47,95; 95,9; dan 191,8 mg/kgBB secara berturut-turut sebesar 18,62; 24,19; dan 39,57 %, dengan potensi relatif daya antiinflamasi dibandingkan terhadap diklofenak yang memiliki potensi relatif daya antiinflamasi sebesar 100%, secara berturut-turut adalah 32,75; 42,55; dan 69,55 %.

(24)

xxii ABSTRACT

Macaranga tanarius L. is traditionally used to treat infllmation. This plant has potential to be used in alternative inflammation treatment. The aim of the research were to prove the anti-inflammatory effect of ethanol-hexane fraction methanolic extract of Macaranga tanarius L., leaves in male Swiss mice induced carrageenin 1%.

This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. The research used thirty male Swiss mice, in range of the age of 2-3 month, and 20 – 30 gram weight. Group I and II was negative control by giving aquadest and CMC-Na 1% dosed 191.8 mg/kgBW orally. Group III was positive control given diclofenac potassium dosed 4.48 mg/kgBW orally. Group IV-VI were the treatment group for fraction ethanol-hexane extract methanol-aquadest of Macaranga tanarius L., leaves dosed 47.95; 95.9; and 191.8 mg/kgBW orally. Data were analyzed using non- parametric statistical with

Krusskal-Wallis test to know the difference in the test group. After that, the data were analyzed using Post-Hoct to determine the differences significant in each group by Mann-Whitney test.

The result showed there were anti-inflammatory effect fraction ethanol-hexane extract methanol-aquadest of Macaranga tanarius L., leaves at doses of 47.95; 95.9; and 191.8 mg/kgBW reduced edema of the mice hind paw induced by carrageenin progressively. Percent (%) inhibition were 18.62; 24.19; and 39.57 %. The relative potential of anti-inflammatory power compared to potassium diclofenac which has a relative potency of anti-inflmmatory power of 100%, respectively were 32.75; 42.55; and 69.55%.

(25)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh yang berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan. Perlindungan tersebut dilakukan dengan cara menginaktifkan atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan iritan, dan perbaikan jaringan. Inflamasi dapat diakibatkan karena adanya infeksi mikroba, virus, atau akibat dari adanya rangsangan yang merugikan baik secara kimia maupun mekanis. Tanda-tanda umum terjadinya inflamasi seperti bengkak, nyeri, kemerahan, panas, dan hilangnya fungsi sel yang mengakibatkan ketidaknyamanan bagi penderitanya, sehingga diperlukan suatu penanganan untuk mengatasi terjadinya inflamasi tersebut (Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti, 2015).

(26)

Selain adanya obat-obat modern antiinflamasi, pemanfaatan tumbuhan obat dengan khasiat antiinflamasi perlu dilakukan sebagai alternatif pengobatan inflamasi. Penggunaan obat tradisional hingga saat ini masih banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Pemanfaatan tanaman tersebut merupakan upaya untuk mengembalikan dan memperkuat penyembuhan secara alami, terutama digunakan untuk alternatif pengobatan penyakit ringan.

Menurut Magadula (2014), Genus Macaranga (Euphorbiaceae) yang terdiri dari 300 spesies banyak ditemukan di daerah tropis, salah satunya di Indonesia. Salah satu spesies dari genus Macaranga adalah Macaranga tanarius

L., di Thailand rebusan akarnya digunakan sebagai antipiretik dan antitusif, sedangkan daunnya digunakan untuk menutupi luka sebagai antiinflamasi (Magadula, 2014). Pemanfaatan tanaman obat tersebut menjadikan daun

Macaranga tanarius L, sebagai salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai alternatif untuk mengatasi inflamasi. Hal ini didasarkan pula pada hasil penelitian sebelumnya oleh Phomart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, and

(27)

Radikal bebas merupakan perantara yang dapat dengan cepat diubah menjadi substansi tidak membahayakan bagi tubuh, namun apabila radikal bebas tersebut bertemu dengan asam lemak tak jenuh ganda seperti halnya asam arakidonat yang terbentuk ketika adanyanya proses inflamasi akan memperparah terjadinya kerusakan sel. Ketika terjadi kerusakan jaringan, jumlah radikal bebas akan meningkat seiring dengan peningkatan produksi mediator inflamasi hasil metabolisme asam arakidonat, dengan begitu antioksidan endogen yang dihasilkan oleh tubuh untuk menstabilkan radikal bebas tak mampu lagi mengatasinya secara efektif sehingga dibutuhkan antioksidan dari luar atau eksogen (Wulandari dan Hendra, 2011).

Penelitian oleh Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, dan Otsuka (2006) terhadap daun Macaranga tanarius L., menggunakan metode penyarian ekstrak metanol melaporkan adanya kandungan senyawa dari daun

Macaranga tanarius L., yaitu glukosida megastigman (megastigmane glucoside), terdiri dari macarangiosida A-C dan mallophenol B yang memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas. Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Matsunami, Otsuka, Kondo, Shizanto, Kawahata, Yamaguchi, dan Takeda (2009) dengan menggunakan metode penyarian sama, melaporkan bahwa daun Macaranga tanarius L., mengandung ligan glukosida yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6”

(28)

Dalam penyariannya, metanol mampu melarutkan hampir semua komponen bersifat polar hingga semi-polar (Al-Ash’ary, Supriyanti, dan Zackiyah, 2010), sehingga tidak hanya senyawa glikosida namun masih banyak senyawa semipolar lainnya yang dapat tersari dengan menggunakan pelarut tersebut. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Puteri dan Kawabata (2010) terhadap daun Macaranga tanarius L. menggunakan metode penyarian ekstraksi dengan pelarut metanol yang dipartisi dengan air dan etil asestat, kemudian hasil fraksi tersebut dianalisis dengan kromatografi kolom. Hasil penelitian tersebut melaporkan adanya kandungan ellagitannins yang merupakan golongan senyawa tanin. Kandungan tersebut terdiri dari mallotinic acid, corilagin, macatannin, chebulagic acid, dan macatannin B yang memiliki aktivitas penghambatan sukrase dan maltase pada pengujian antidiabetes. Selain itu hasil penelitian Valdés, Figueroa, Carbo, Barragán, Herrera, and Aguilar (2011) melaporkan bahwa kandungan ellagitannins memiliki kemampuan penangkapan radikal bebas dan berperan terhadap inflamasi. Adanya aktivitas antioksidan tersebut diduga dapat menangkap radikal bebas yang berperan terhadap pembentukan inflamasi, sehingga kandungan senyawa ellagitannins

tersebut berpotensi untuk dikembangkan dan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitasnya dalam penghambatan inflamasi.

(29)

tanarius L. dengan nilai log P pelarut yang digunakan, log P tersebut menggambarkan sifat polaritas masing-masing senyawa. Penggunaan prinsip penyarian tersebut pada proses fraksinasi diharapkan dapat dilakukan secara optimal sesuai tingkat kelarutan senyawa dalam pelarut yang digunakan, sehingga memungkinkan diperolehnya senyawa antioksidan spesifik ellagitannins yang dilaporkan terkandung pada hasil campuran ekstrak metanol-air.

Proses fraksinasi pada penelitian ini digunakan etanol-heksan, nilai log P etanol sebesar -0,16 dan heksan sebesar 3,13 dengan log P campuran sebesar 2,97 yang merupakan pelarut semi-polar, tujuannya adalah ingin mendapatkan senyawa

chebullagic acid dengan nilai log P sebesar 2,30 dan macatannin b sebesar 2,57 yang merupakan senyawa semi polar, kedua senyawa tersebut merupakan kelompok senyawa ellagitannins yang telah dilaporkan oleh Puteri dan Kawabata (2010). Oleh karena itu pada penelitian ini, akan dilakukan pengujian apakah senyawa dari golongan tannin tersebut selain memberikan efek antidiabetes dapat pula menghambat inflamasi dengan kandungan senyawa yang memiliki aktivitas dalam penangkapan radikal bebas tersebut.

(30)

pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data ilmiah yang mendukung dalam penggunaan serta pemanfaatan daun Macaranga tanarius L. sebagai antiinflamasi.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan digunakana sebagai dasar penelitian adalah:

a. Apakah pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.memiliki efek antiinflamasi pada mencit galur Swiss ?

b. Seberapa besar presentase fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. dalam memberikan penghambatan inflamasi akibat injeksi karagenin 1% pada udem kaki belakang mencit ?

c. Berapakah besar potensi relatif daya antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Swiss ?

d. Apakah terdapat hubungan kekerabatan antara dosis pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., terhadap efek antiinflamasi pada mencit terinduksi karagenin 1% ?

2. Keaslian Penelitian

(31)

Tabel I. Keaslian Penelitian Efek Antiinflamasi Macaranga tanarius L.

Judul dan Peneliti Metode Hasil Penelitian

Constituents of the Leaves of

Macaranga tanarius oleh

Phommart et al (2005)

Metode penyarian menggunakan n-heksan dan ekstrak kloroform

Macaranga tanarius.

Kandungan nymphaeol dan tanariflavon dari ekstrak n-heksan daun Macaranga tanarius L., sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B

memiliki efek antiinflamasi pada uji cyclooxigenase-2.

Radical Scavanging Activities of New Megastigmane Glucosides from Macaranga tanarius (L.) Mull-Arg, oleh Matsunami et al.

(2006).

Metode penyarian ekstrak metanol daun

Macaranga tanarius L.

Kandungan macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol Macaranga tanarius L., memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

Absolute configuration of

(+)-pinoresinol 4-O-[6” -O-galloyl]

-Dglucopyranoside,

macarangiosides E, and F isolated from the leaves of Macaranga tanarius oleh Matsunami et al.

(2009).

Metode penyarian ekstrak metanol daun

Macaranga tanarius L.

Kandungan glukosida berupa senyawa (+)-pinoresinol 4-O-[6” –O-galloyl]- -D-glucopyranoside,

dan dua senyawa baru

megastigmane glucosides yaitu

macarangiosides E, and F

memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal terhadap

DPPH.

Novel α-glucosidase inhibitors from Macaranga tanarius L.

leaves oleh Puteri dan Kawabata (2010).

Ekstrak etanol daun

Macaranga tanarius L. dianalisis kromatografi

Kandungan ellagitannis berupa senyawa mallotinic acid,

corilagn, macatanni A,

chebulagic acid, dan macatannin

B. Kandungan senyawa tersebut memiliki kemampuan penghambatan sukrase dan matase pada pengujian antidiabetes.

Efek antiinflamasi daun

(32)

Berdasarkan atas penelusuran pustaka mengenai efek antiinflamasi daun

Macaranga tanarius L. tersebut, penelitian tentang efek antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L., yang diberikan secara per-oral pada mencit yang terinduksi karangenin 1% secara suplantar belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu mengenai pengobatan inflamasi secara herbal dan membuktikan efek antiinflamasi pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah terkait manfaat, kemampuan penghambatan respon inflamasi, dan dosis pemberian sediaan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius L. yang dapat diaplikasikan untuk pengobatan inflamasi secara herbal pada masyarakat.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

(33)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar penghambatan inflamasi dari fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap efek antiinflamasi pada mencit galur Swiss terinduksi karagenin 1%.

b. Mengetahui potensi relatif daya antiinflamasi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit galur Swiss terinduksi karagenin 1%.

(34)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Macaranga tanariuss L.

Gambar 1. Tumbuhan Macaranga tanarius L.

1. Keterangan Botani

Macaranga tanarius L., yang dapat dilihat pada (Gambar 1) dikenal menjadi beberapa nama daerah antara lain Karahan, Tutup, Tutup ancur, dan Senu (Jawa), Mapu (Batak) yang termasuk dalam family Euphorbiaceae dan genus Macaranga (Anonim, 2013).

Taksonomi Macaranga tanarius L., menurut Magadula (2014) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

(35)

Divisi : Maginoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Maginoliospsida (Berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiaceae Famili : Euphorbiaceae

Sub Famili : Acalyphoides Bangsa : Acalypheae Sub Bangsa : Macaranginae Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Benth. Mull. Arg

(Magadula, 2014). 2. Sinonim

Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa

Blume, Mappa tanarius (L.)Blume (Starr, Starr, and Loope, 2003). 3. Penyebaran

Macaranga tanarius L., merupakan tanaman pada daerah tropis seperti Afrika, Madagaskar, Asia Tenggara, dan Pasifik. Di Malaysia, dilaporkan terdapat sekitar 40 spesies yang dapat tumbuh (Lim, Lim, dan Yule, 2009). 4. Morfologi

(36)

tebal, berwarna hijau dan keabu-abuan. Jenis tanaman ini memiliki batang tegak, daun berbentuk seperti bagun hati dan bulat (Steenis, Blommbergen, dan Eyma, 1992).

Daun Macaranga tanarius L., berseling, agak membundar, dengan stipula besar. Daun penumpu bulat telur hingga segitiga, semi-persisten, tegak hingga menyebar. Tidak melingkari ranting seluruhnya, dengan panjang 10-29 mm, lebar 4-12 mm. Tangkai daun gundul hingga berambut yang memiliki panjang hingga 22 cm. Daun berseling, bulat telur, memerisai dengan panjang 12-36 cm, lebarnya 7-28 cm. Memiliki urat daun yang sekunder 7-10 cm dan akan berakhir di tepi daun. Permukaan atas daun gundul hingga berambut yang terletak pada urat-urat daun, permukaan bawah daun gundul hingga berambut rapat (Steenis et al., 1992).

Jenis tanaman ini akan berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunga terletak di ketiak dan ditutupi oleh daun, perbungaan jantan bercabang, bunga-bunga dalam ikatan di tiap brakteola dan tepi brakteola berjumbai. Perbunga-bungaan betina bercabang, dengan brakteola yang melebar seperti daun (Steenis et al.,

1992).

5. Kandungan Kimia

(37)

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan annuionone E.

Kandungan lain dari daun Macaranga tanarius L., dilaporkan oleh Matsunami et al. (2006) menggunakan metode ekstrak metanol, yang dihilangkan lemaknya dengan n-heksan dan dipartisi menggunakan pelarut etil asetat dan butanol sehingga menghasilkan fraksi terlarut, untuk dianalisis spektroskopi. Berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan empat senyawa baru dari Macaranga tanarius L., yaitu glukosida megastigman (megastigmane glucoside) yang dinamakan macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B,

lauriside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin, dan isoquercitrin (Gambar 2).

(38)

Hasil isolasi dan elusidasi struktur dari empat kandungan baru glukosida megastigman bersama dengan lima senyawa lainnya memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas. Selain itu juga dilaporkan oleh Kawakami, Harinantenaina, Matsunami, Otsuka, Shinzato, and Takeda (2008) daun

Macaranga tanarius L. mengandung senyawa prenylated flavanones yaitu

macaflavanones A-G, dua senyawa lainnya nymphaea C dan diterpene kolavenol. Kemudian penemuan senyawa-senyawa tersebut dilanjutkan oleh Matsunami et al. (2009), yang melaporkan bahwa daun Macaranga tanarius L., juga mengandung ligan glukosida yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6”-O-galloyl]-

-D-glucopyranoside, macarangioside E, dan F.

Gambar 3. Struktur senyawa kimia yang diisolasi dari daun Macaranga tanarius L. (Puteri dan Kawabata, 2009).

(39)

adanya kandungan senyawa tannin berupa ellagitannins yang terdiri dari

mallotinic acid (1), corilagin (2), macatannin A (3), chebulagic acid (4), dan

macatannin B (5) dapat dilihat pada (Gambar 3). Kandungan tersebut memiliki aktivitas penghambatan sukrase dan maltase pada uji antidiabetes.

6. Aktivitas Farmakologis

Secara empirik, Macaranga tanarius L. digunakan untuk mengatasi luka, bengkak, bisul, dan memar (Magadula, 2014). Malaysia dan Thailand menggunakan dekoksi akar Macaranga tanarius L. sebagai pengobatan tradisional yaitu antitusif dan antipiretik. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan untuk menutupi luka sebagai antiinflamasi (Lim et al., 2009).

7. Kegunaan Lain

Secara tradisional, tumbuhan Macaranga tanarius L. digunakan sebagai fermentasi pada tempe dan pakan hewan. Di China, digunakan sebagai produk manufaktur seperti minuman sehat, dan ekstraknya digunakan sebagai bahan pembuatan pasta gigi. Selain itu di Taiwan dan China, rebusan daun Macaranga tanarius L., digunakan sebagai bahan pembuatan teh herbal (Lim et al., 2009).

B. Inflamasi

1. Definisi

(40)

berkumpul pada tempat jaringan untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya, serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Kumar, Abbas,

and Aster, 2014).

2. Tanda-tanda utama inflamasi

Tanda-tanda kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), panas (calor), dan hilangnya fungsi (function laesa) (Supriyatna dkk., 2015), dapat dilihat pada (Tabel II).

Tabel II. Tanda-tanda utama inflamasi Tanda-tanda

inflamasi Keterangan

Kemerahan atau

Rubor

Terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera akibat pelepasan mediator kimia dari tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin).

Pembengkakan atau tumor

Tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Kinin akan mendilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Panas atau

calor

Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan adanya pertambahan pengumpulan darah yang disalurkan oleh tubuh ke permukaan yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke permukaan yang normal dan dapat terjadi karena adanya pirogen yang merupakan substansi penyebab timbulnya demam sehingga akan mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus.

Nyeri atau

dolor

Nyeri disebabkan oleh pembengkakan yang terjadi pada proses inflamasi, kerusakan awal atau yang dihasilkan dari respon inflamasi dan adanya pelepasan mediator-mediator kimia.

Hilangnya fungsi atau

function laesa

Disebabkan karena adanya penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan rasa nyeri yang ditimbulkan, sehingga akan mengurangi mobilitas pada daerah yang mengalami inflamasi.

(41)

3. Jenis Inflamasi

Gambar 4. Manifestasi terjadinya inflamasi akut dan kronik (Kumar et al., 2014).

Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu inflamasi akut dan kronik. Perbeaan inflamasi akut dan kronik (Gambar 4) dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Inflamasi akut

(42)

karena adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan, dan nyeri (Greene and Harris, 2008).

Karakteristik utama dalam peradangan akut adalah eksudasi cairan dan protein plasma (udem) serta emigrasi leukosit terutama neutrofil. Berikut tiga komponen utama terjadinya peradangan akut:

1. Dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan eritema dan timbulnya rasa hangat

2. Ekstravasasi, pengendapan cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya udem

3. Emigrasi dan adanya akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Neutrofil akan mendominasi infiltrat peradangan selama 6-24 jam pertama kemudian akan digantikan oleh monosit pada 24-48 jam berikutnya

(Kumar et al., 2014). Apabila pada keadaan inflamasi akut tidak segera pulih atau kembali ke fungsi normal dengan pembersihan rangsangan yang merugikan, pembersihan mediator yang dilepaskan pada tahap inflamasi akut, penggantian sel yang luka dapat menyebabkan adanya nanah jika terjadi pembentukan abses yang berlebihan sehingga akan dapat berkembang menjadi fibrosis (hilangnya fungsi ditandai dengan pergantian jaringan ikat) (Kumar et al., 2014).

b. Inflamasi kronik

(43)

tubercule, treponemia palidium (sifilis), atau mikroba lainnya), autoimmune disease (rheumatoid arthritis). Apabila inflamasi yang terjadi berlangsung selama lebih dari 6 bulan atau berkepanjangan, adanya cedera pada jaringan, terbentuknya jaringan parut, dan respon imun maka inflamasi tersebut merupakan inflamasi kronik. Selain dari durasi terjadinya hal yang utama untuk membedakan inflamasi akut dan kronik adalah keterlibatan leukosit dan terjadinya fibrosis. Leukosit yang terlibat dalam peradangan kronik adalah makrofag, yang akan segera menggantikan neutrofil pada tahap awal terjadinya inflamasi akut (Greene

and Harris, 2008).

Inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan makrofag yang berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis. Kejadian vaskular tersebut merupakan dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler, dengan eksudasi cairan (Kumar, Abbas, Fausto, dan Mitchell, 2007).

4. Mekanisme terjadinya inflamasi

(44)

Tabel III. Mediator yang berperan dalam reaksi inflamasi

Reaksi Inflamsi Mediator

Vasodilatasi Histamin, Prostaglandin

Peningkatan permeabilitas vaskular Histamin, Serotonin, C3a dan C5a (membebaskan vasoaktif amin dari sel mast, dan sel lainnya), Leukotrien C4, D4, E4

Kemotaksis, peningkatan leukosit TNF, IL-1, Kemokin, C3a, C5a, Leukotrien B4

Panas IL-1, TNF, Prostaglandin

Nyeri Prostaglandin, Bradikinin

Kerusakan jaringan Enzim Lysosomal dari leukosit,

reactive oxygen

(Kumar et al., 2014). Mediator inflamasi amin (histamine, 5-HT) akan segera muncul dan dilepas, lipid (prostgladin, leukotrien, dan PAF) yang muncul beberapa menit dan protein (sitokin seperti interleukin dan TNF) yang membutuhkan lebih dari 30 menit untuk keluar (Supriyatna dkk., 2015). Vasoactive amines, terdiri dari histamin dan serotonin merupakan molekul yang disimpan dan dihasilkan dari sel mast. Histamin dan serotonin, mediator pertama yang akan dilepaskan saat terjadinya inflamasi akut. Pelepasan histamin oleh sel mast salah satunya dapat terjadi karena adanya rangsangan cedera fisik seperti trauma atau panas. Namun histamin tidak memberikan efek pada proses terjadinya inflamasi akut. Histamin akan banyak berperan terhadap reaksi hipersensitivitas, seperti rhinitis alergi dan urticaria (Rang, Dale, Ritter, Moore, 2003).

(45)

Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat atau arachidonic acid (5,8,11,14-eicosatetraenoic acid) merupakan 20-karbon asam lemak tak jenuh yang mengandung empat ikatan ganda (Rang et al., 2003). Produk metabolime dari asam arakidonat akan mengakibatkan adanya proses biologi seperti inflamasi dan hemostasis. Metabolit asam arakidonat disebut eicosanoid

yang akan memediasi hampir pada setiap proses terjadinya inflamasi (Kumar et al., 2007). Peran asam arakidonat dalam proses terjadinya inflamasi yang dapat dimetabolisme melalui dua jalur yaitu :

1. Jalur cyclooxygenase

Asam lemak cyclooxygenase yang terbagi menjadi dua bentuk yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim tersebut yang akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan (Rang et al., 2003). Produk yang dihasilkan melalui jalur cyclooxygenase berupa Prostaglandin E2 (PGE2), PGD2, PGF2α, PGI2 (prostacyclin), dan tromboksan A2 (TXA2). PGD2 merupakan

metabolit utama yang dihasilkan melalui jalur cyclooxygenase, bersama dengan PGE2 dan PGF2α di sel mast, adanya metabolit tersebut mengakibatkan

terjadinya vasodilatasi dan mempotensiasi pembentukan udem karena adanya peningkatan permeabilitas vaskular. Pada saat proses terjadinya inflamasi akut PGE2 dan PGI2 akan dihasilkan oleh jaringan lokal dan pembuluh darah, selain itu juga sel mast akan melepaskan PGD2. Pada inflamasi kronis, sel monosit atau makrofag akan melepaskan PGE2 dan tromboksan A2 (TXA2) (Rang et al.,

(46)

2. Jalur Lipoxygenases

Lipoxygenases yang akan berperan pada sintesis leukotrien, lipoxins, dan komponen lainnya. 5-Lipoxygenase merupakan enzim metabolit asam arakidonat yang dominan di neutrofil. Lipooksigenase bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk 5-hydroperoxy derivat dari asam arakidonat, 5-HPETE

(5-hydroperoxyeicosatetraenoic acid) yang kurang stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (5-hydroxyeicosatetraenoic acid) sebagai kemotaksis neutrofil atau diubah menjadi golongan leukotrien (Rang et al., 2003).

Produk dari 5-HPETE disebut leukotriene A4 (LTA4) membentuk LTB4

atau LTC4 (cysteinyl-leukotrienes). LTB4 diproduksi oleh neutrofil dan makrofag

yang merupakan agen kemotaktik untuk neutrofil. LTC4, LTD4 dan LTE4

diproduksi oleh sel mast yang mengakibatkan vasokonstriksi, bronkopasma, dan peningkatan permeabilitas vaskular. Lipoxins yang merupakan hasil dari jalur lipoksigenase akan berperan dalam penghambatan inflamasi. Setelah leukosit masuk jaringan akan mengubah lipoxygenase turunan dari asam arakidonat menjadi lipoxin, yang menghambat kemotaksis neutofil dan adhesi endoelium, sehingga berfungsi sebagai antagonis endogen leukotrien. Selain itu trombosit juga diaktifkan, namun tidak dapat mensintesis lipoxin A4 dan B4 (LXA4 dan

LXB4), tetapi trombosit dapat membentuk metabolit dari intermediet LTA4 dari

(47)

LTC4 (cysteinyl-leukotrienes) akan mengakibatkan adanya kontraksi pada

otot bronkial, dan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh namun jantung akan mengalami vasokonstriksi. LTB4 dapat ditemukan eksudat inflamasi dan

meruapakan mediator yang terdapat pada beberapa tipe inflamasi, seperti rheumatoid arthritis, psoriasis (inflamasi kronis yang terjadi pada kulit) dan

ulcerative colitis. LTC4 merupakan mediator penting terjadinya asma (Rang et al.,

2003).

(48)

C. Karagenin

Karagenin merupakan hasil ekstraksi spesies tertentu dari rumput laut merah kelas Rhodophyceae yaitu Chondrus, Gigartina, dan Eucheuma species.

Jenis rumput laut tersebut pada umumnya banyak ditemukan di Samudera Atlantik, Eropa, dan Amerika Utara (Necas dan Bartosikova, 2013). Secara struktural karagenin atau sering disebut karagenan merupakan kelompok polisakarida yang terdiri dari monomer galaktosa (Morris, 2003). Pemeriannya berupa serbuk berwarna kecoklatan, berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Karagenin dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti sebagai pembentuk gel, stabilizing, thickening, formulasi pada kosmetik, dan aplikasi industri. Selain itu karagenin memiliki kegunaan khusus sebagai senyawa iritan yang digunakan untuk pengujian obat antiinflamasi dan merupakan senyawa penginduksi inflamasi akut pada tikus atau mencit. Selain itu karagenin merupakan model penginduksi inflamasi yang sederhana dan digunakan untuk mengevaluasi nyeri di lokasi peradangan tanpa adanya cedera atau kerusakan pada kaki yang meradang (Necas dan Bartosikova, 2013).

Berdasarkan Posadas, Bucci, Roviezzo, Rossi, Parente, Sautebin, and

(49)

Penelitian penggunaan karagenin sebagai model uji inflamasi juga telah dilakukan oleh Necas dan Bartosikova (2013) pada kaki secara subplantar dengan konsentrasi 1-3% yang dilarutkan pada larutan garam NaCl fisiologis 0,9% b/v. Penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi digunakan untuk model pengujian pada kondisi patofisiologi tertentu. Karagenin diberikan secara suplantar dengan volume sebesar 0,1 mL untuk tikus dan 0,05 mL untuk mencit (Suleyman, Demircan, Karagoz, dan Ozta, 2004).

Berdasarkan kandungan sulfat dan potensi pembentukan gel, karagenin dibedakan menjadi tiga yaitu lamda (λ) karagenin, iota (i) karagenin dan kappa (k)

karagenin. Lamda (λ) karagenin merupakan salah satu jenis karagenin yang

diketahui cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang tidak keras (Tobacman, Wallace, Zimmerman., 2001), sehingga dalam penelitian ini digunakan karagenin sigma tipe (λ) sebagai penginduksi inflamasi pada mencit

jantan galur Swiss.

Mekanisme aksi karagenin sebagai senyawa penginduksi inflamasi sinergis dengan beberapa mediator inflamasi seperti bradikinin, serotonin, histamin, prostaglandin, leukotrien, dan chemotactic agents (Mariana, Fernandes, Fingolo, Boylan, 2013). Penginduksian karagenin digambarkan secara bhipasic

(50)

adanya pelepasan prostaglandin dan nutrofil yang menghasilkan radikal bebas seperti superoksida dan radikal hidroksil.

Histamin, serotonin dan bradikinin adalah mediator yang terdeteksi pada fase setelah diinduksi karagenin. Prostaglandin (PG) akan terlibat dalam peningkatan permeabilitas vaskuler dan akan terdeteksi pada tahap akhir dari peradangan. Terjadinya peradangan lokal atau sistemik dikaitkan dengan peningkatan sitokin pro-inflamasi TNF-α, IL-1, dan IL-6. Fase kedua terjadi peningkatan pembengkakan karena adanya produksi prostaglandin yang meningkat dan adanya induksi cyclooxigenase (COX-2) pada kaki belakang (Necas dan Bartosikova, 2013).

Zat lain yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udem antara lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat,suspension of kaolin 5%, dan ovalbumin solution 1% (Vogel, 2002).

D. Obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID)

(51)

cyclooxigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang terdapat dalam kebanyakan sel dan jaringan normal, sedangkan COX-2 terinduksi saat berkembang peradangan oleh sitokin dan mediator radang (Goodman dan Gilman, 2007).

Prostaglandin dibentuk melalui COX-2 dengan aktivitasnya memediaasi adanya nyeri, inflamasi, demam, dan menghambat agregasi platelet. NSAID akan menghambat baik COX-1 dan COX-2 yang disebut NSAID non-selektif, sedangkan NSAID yang didominasi menghambat COX-2 disebut COX-2 inhibitor (Day and Graham, 2013)

Kebanyakan NSAID merupakan asam organik yang bekerja sebagai inhibitor aktivitas cyclooxigenase yang reversibel dan kompetitif. Sebagai asam organik, senyawa tersebut akan diabsorpsi dengan baik secara oral, banyak yang berikatan dengan protein plasma, dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus atau melalui sekresi tubulus. Kalium diklofenak, salah satu dari NSAID yang merupakan asam organik akan menumpuk pada tempat radang, sehingga memiliki efek sebagai antiradang (Goodman dan Gilman, 2007).

(52)

gastrointestinal yang dapat merugikan (Masso, Patrignani, Tacconelli, Garcia, 2010).

E. Diklofenak

Diklofenak termasuk golongan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug inhibitor COX nonselektif), bekerja dengan menghambat cyclooxygenase

(COX) yaitu isoform COX-1 dan COX-2 yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, analgesik (nyeri ringan hingga sedang), dan antipiretik. NSAID diklofenak terdapat dua basis yaitu kalium dan natrium diklofenak. Diklofenak memiliki rumus kimia 2-[(2,6 dichlorophenyl)amino)] benzene acetic acid monopotassium atau monosodium salt] yang tergantung pada basis garamnya (Cole, 2011). Struktur kalium dan natrium diklofenak dapat dilihat pada (Gambar 6).

Gambar 6. Struktur Natrium dan Kalium Diklofenak (Altman et al., 2015).

(53)

larut dalam air dan memberikan pelepasan dan penyerapan yang lebih cepat dari natrium diklofenak (Altman, Bosch, Brune, Patrignani, dan Young, 2015).

Kalium diklofenak berupa serbuk, ketika tertelan akan lebih cepat mencapai sirkulasi sistemik. Konsentrasi plasma puncak akan dicapai dalam waktu 10-15 menit setelah pemberian dosis (Altman et al., 2015). Bioavaibilitas sistemiknya hanya antara 30-70% karena melewati first pass metabolism

(Katzung, 2001). Diklofenak akan diakumulasi di cairan sinovilia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh (t1/2) obat

tersebut di dalam plasma yang singkat yaitu 2 jam. Dua jam setelah diklofenak mencapai konsentrasi maksimal di dalam plasma, konsentrasi diklofenak akan lebih tinggi di cairan sinovial, dengan waktu paruh eliminasi dari cairan sinovial sekitar 3-6 jam. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritemia kulit dan sakit kepala. Kontraindikasi obat ini adalah penderita hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita asma, urtikria atau alergi pada pemberian NSAID, serta penderita tukak lambung. Dosis yang digunakan untuk orang dewasa 100-150 mg/hari terbagi dua atau tiga dosis (Altman et al,, 2015).

(54)

isoenzim. COX-2 diinduksi oleh rangsangan proinflamasi seperti TNF α, IL-2, IFN dan mediator inflamasi yang lainnya (Altman et al., 2015).

Metabolit utama dari diklofenak adalah 4-hydroxydiclofenac, setelah biotransformasi menjadi glukuronida dan konjugat sulfat dari metabolitnya, diekskeresikan dalam urin dan empedu. Sekitar 65% dari dosis diklofenak diekskresikan dalam urin dan 35% empedu sebagai konjugat diklofenak (Altman

et al, 2015).

Penggunaan diklofenak serbuk yang dikemas dalam bentuk powder packets secara umum dilakukan dengan cara melarutkan 1 packets ke dalam 30-60 mL air atau tidak melebihi 240 mL air. Kalium diklofenak serbuk akan larut sempurna dengan air (Uppoor, 2007).

F. Metode Uji Inflamasi

a. Model Inflamasi Akut

1. Induksi Karagenin

Pengujian inflamasi akut untuk menentukan aktivitas antiinflamasi secara non-imunologi dapat digunakan penginduksi berupa suspensi karagenin yang disuntikan secara subplantar pada kaki belakang tikus. Pengukuran aktivitas penghambatan inflamasi dapat digunakan plethysmometer method, sehingga dapat diketahui volume kaki tikus yang telah terinduksi oleh senyawa inflamasi (Gupta, 2013). Aktivitas antiinflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udem yang diinduksi pada kaki tikus jantan atau betina (Vogel, 2002).

(55)

sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan protein serta akumulasi leukosit di lokasi inflamasi.

Metode carageenan-induced paw edema merupakan metode yang telah banyak digunakan sebagai metode pengujian aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan hewan uji (Necas, 2013). Metode tersebut telah dijelaskan pula oleh Chakraborty et al (2004), merupakan standar metode yang digunakan untuk penelitian inflamasi akut. Selain itu, penggunaan metode tersebut dengan induksi karagenin pada kaki tikus telah banyak digunakan untuk menguji obat antiinflamasi baru serta digunakan untuk mempelajari mekanisme yang terlibat dalam peradangan. Sekitar 400 penelitian telah menggunakan metode udem kaki tikus.

(56)

Pengukuran besarnya udem pada telapak kaki mencit sebagai tanda adanya respon inflamasi pada penelitian ini digunakan jangka sorong digital yang telah dilakukan kalibrasi (Lampiran 4). Jangka sorong memiliki kelibihan dibandingkan dengan metode pengukuran dengan potong kaki, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juma’a, Ahmed, Nurman, and Hussain (2009) menunjukkan hasil

bahwa dengan menggunakan metode potong kaki hasil pengukuran pada setiap tikus berbeda tergantung pada tempat pemotongan kakinya, sedangkan apabila pengukuran dengan menggunakan jangka sorong menunjukkan hasil pengukuran yang tidak bervariasi atau sama pada setiap pengukuran pada telapak kaki tikus yang mengalami udem. Selain itu jangka sorong memiliki beberapa kelebihan dalam penggunaannya, antara lain yaitu mudah dalam pengaplikasiannya, memiliki angka yang cukup akurat, dan tidak diperlukannya pengorbanan hewan uji seperti pada metode potong kaki.

(57)

penyuntikan udem dilakukan oleh orang yang telah terlatih dan terbiasa dalam melakukan penyuntikan secara suplantar, sehingga hasil volume udem pada setiap kaki mencit akan sama dan dapat mengurangi variansi yang dihasilkan pada masing-masing kelompok hewan uji.

2. Induksi Formalin

Formalin merupakan larutan formaldehid yang sekitar 37% larut dalam air, kandungan unsur aldehid yang terdapat dalam formalin akan mudah bereaksi dengan protein sehingga mengakibatkan kematian sel. Formalin akan menghasilkan inflamasi lokal dan nyeri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nathania (2011), formalin yang digunakan memiliki konsentrasi 0,5% dan diberikan sebanyak 0,025 mL dengan cara diinjeksikan pada mencit secara subplantar. Pengukuran tebal kaki mencit dilakukan pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 selama 6 jam, dengan menggunakan jangka sorong yang telah dikalibrasi.

b. Model Inflamasi Sub-akut

(58)

Sediaan uji yang digunakan adalah hidrokortinson asetat diberikan secara topikal segera setelah pemberian karagenin 2%, adapun pemberian obat dilakukan selama 4 hari. Pengukuran volume radang dilakukan pada hari ke lima, eksudat (cairan yang tertimbun dalam jaringan atau ruangan yang diakibatkan adanya peningkatan permeabilitas pembluh darah) yang terbentuk diambil dengan menggunakan jarum suntuk dan diukur volumenya. Selain itu juga, pada eksudat tersebut dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop untuk melihat jumlah sel neutrofil, eusinofil, limfosit, dan sel monosit (Verawati dkk. (2011).

c. Model Inflamasi Kronik

Metode Induksi Arthritis, merupakan metode yang digunakan untuk induksi arthritis rheumatoid yang merupakan inflamasi kronik. Motede induksi ini bertujuan untuk menghasilkan reaksi imun yang menyebabkan inflamasi. Induksi dapat dilakukan dengan menginjeksikan sejumlah antigen ke hewan uji. Pada penelitian yang dilakukan Gupta, Bharadwaj, Lata, Sharma, Kacker, and Sharma (2013) digunakan formaldehid sebagai penginduksi arthritis. Formaldehid 2% (v/v) diinjeksikan secara subplantar sebanyak 0,1 mL pada telapak kaki tikus pada hari pertama hingga ketiga selama percobaan. Agen antiartritis diberikan secara berturut-turut selama 10 hari. Perubahan volume telapak kaki berupa udem diukur dengan menggunakan plethysmometer.

G. Metode Penyarian

(59)

cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi (menstruum) yang tertentu pula. Ekstrak yang diperoleh setelah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micella” (Agoes,

2009).

Cairan penyari dalam proses ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai dengan kandungan senyawa atau optimal untuk kandungan senyawa yang berkhasiat sehingga dalam ekstrak dapat mengandung senyawa yang diinginkan dan dapat terpisah dari senyawa-senyawa lain (Depkes RI, 2000). Pemilihan pelarut untuk ekstraksi sangat penting supaya ekstraksi senyawa aktif dapat efisien dan mengeliminasi komponen yang tidak diinginkan serta pemilihan pelarut tersebut tidak mengubah aktivitas farmakologinya (Supriyatna dkk., 2014).

Ekstrak air, merupakan ekstrak menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi. Hasil ekstraksi dalam bentuk ekstrak ini dapat digunakan langsung atau digunakan setelah waktu tertentu. Pembuatan ekstrak air dapat dilakukan dengan cara decoctum (dekok) yaitu penyari menggunakan simplisia dengan perbandingan dan derajat kehalusan tertentu. Cairan penyari air digunakan pada suhu 900-950C selama 30 menit. Infusum (infus) seperti halnya dekok hanya saja waktu penyarian selama 15 menit (Agoes, 2009).

(60)

Hasil godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai obat secara keseluruhan. Cara ini sering digunakan dalam konsumsi jamu tradisional. Seduhan, metode ini menggunakan air mendidih, simplisia direndam dalam air panas selama waktu tertentu (5-10 menit) seperti halnya membuat teh seduhan. Cara ini masih sering digunakan untuk konsumsi jamu seduh dan kelompok teh. Maserasi merupakan penyarian simplisia menggunakan bermacam pelarut pada suhu kamar selama beberapa waktu. Sedangkan, perkolasi merupakan penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai semua bahan aktif terekstraksi secara keseluruhan (Agoes, 2009).

Ekstrak kental, pada suhu kamar apabila hangat tidak berbentuk cair. Ekstrak yang diperoleh dari ekstrak cair yang diuapkan larutan penyarinya secara hati-hati. Ekstrak kental merupakan massa kental yang mengandung bermacam konsentrasi dan kekuatan bahan berkhasiat serta dapat disesuaikan (sesuai ketentuan) dengan penambahan bahan aktif alam atau dengan penambahan sejumlah bahan inert, seperti dekstrin, laktosa, dan sebagainya. Ekstrak kental memiliki stabilitas yang rendah dan mudah ditumbuhi mikroorganisme, pemakaian ekstrak kental secara luas telah digantikan oleh ekstrak kering (Agoes, 2009).

(61)

Metode penyarian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksinasi dari hasil ekstraksi padat-cair dengan maserasi yang maseratnya diuapkan pada

rotary evaporator hingga menghasilkan ekstrak kental untuk proses selanjutnya yaitu fraksinasi menggunakan pelarut etanol-heksan. Penentuan penggunaan pelarut berdasarkan tingkat kelarutan senyawa pada pelarut yang digunakan sehingga suatu senyawa akan mudah larut dalam pelarut yang memiliki polaritas sama (Dharmawan, Darmaji, dan Harmayani, 1999). Berikut penjelasan proses ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini:

1. Maserasi

(62)

dilakukan setelah penyarian maserasi yang pertama dan seterusnya (Depkes RI, 1986).

Keuntungan penyarian maserasi yaitu, peralatan yang digunakan sederhana dengan pengerjaan yang mudah. Kerugian dari metode tersebut adalah waktu yang dibutuhkan lama dan penyarian yang kurang sempurna (Depkes RI, 1986).

2. Ekstraksi Bertingkat

Menurut Damayanti dan Suparjana (cit Prasetyo, 2013), telah dikembangkan metode baru yaitu ekstraksi bertingkat dimana ekstraksi menggunakan sederet pelarut dengan kepolaran yang berbeda, mulai dari pelarut non polar lalu pelarut yang lebih polar. Penyarian menggunakan metode ekstraksi bertingkat yang dilakukan dengan maserasi menggunakan beberapa cairan penyari disebut sebagai fraksinasi karena cairan penyari yang digunakan berbeda kepolarannya sehingga senyawa dalam fraksi yang didapat telah mengalami pemisahan bersadarkan kepolarannya. Pada penelitian ini digunakan pelarut heksan dan etanol, heksan memiliki nilai log P = 3,13 bersifat semi-polar sedangkan etanol memiliki nilai log P = - 0,16 bersifat polar. Kriteria penggolongan kepolaran senyawa didasarkan pada nilai Log P, apabila nilai log P < 2 tergolong polar, log P 2 < log P < 4 (semi-polar) dan log P > 4 (non-polar) (Holmberg, 2003).

Kandungan yang didapatkan dari ekstrak metanol-air masih tergolong kompleks karena dapat menyari senyawa seperti anthocyanine, terpenoid,

(63)

Kaur, dan Kaur, 2011). Sedangkan pada penelitian ini akan mengambil senyawa

megastigmane glycosides dan kelompok senyawa ellagitannins, sehingga digunakan pelarut etanol-heksan yang memiliki kepolaran berbeda dan telah disesuaikan dengan tingkat kelarutan senyawa terhadap pelarut yang digunakan. Hal ini dapat dilihat dari kedekatan nilai log P senyawa dengan log P campuran pelarut yang digunakan untuk menarik senyawa tersebut.

Keuntungan metode ekstraksi bertingkat ini adalah semua senyawa yang berbeda polaritasnya dapat diekstraksi berdasarkan kepolaran terhadap pelarut tertentu. Keuntungan penggunaan metode fraksi dibandingkan dengan dekok dan infusa yang dibuat dengan air adalah pada dekok dan infusa konsentrasi termaserasi umumnya lebih rendah dan dibutuhkan penambahan pengawet. Selain itu, fraksi mengandung bahan aktif hasil penguraian dengan tahapan yang lebih banyak dan kandungan alkohol sehingga tidak diperlukan pengawet (Agoes,2009).

H. Metanol

Pelarut yang cocok digunakan untuk campuran dengan air (panas atau dingin) adalah metanol, etanol, aseton, dan etil asetat. Metanol dan etanol telah banyak digunakan untuk mengekstrak antioksidan (Sultana, Anwar, dan Ashraf, 2009).

Metanol atau methyl alcohol memiliki rumus molekul CH4O, merupakan

Gambar

Gambar 1. Tumbuhan Macaranga tanarius L.
Gambar 2. Struktur senyawa kimia yang diisolasi dari daun Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2006)
Gambar 3. Struktur senyawa kimia yang diisolasi dari daun  Macaranga tanarius
Tabel II. Tanda-tanda utama inflamasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa karapaks Varuna litterata berbentuk segi lima, korelasi sebesar 95,19% antara panjang karapaks dengan lebar karapaks,

This final project report is written based on the job training that the writer did in SDN 1 Ampel Boyolali, entitled “Effectiveness of using Pictures in teaching

The result of this research showed that need for achievement has significant positive association with budgetary participation.. However, the result found that

Apalagi dalam pelaksanaan studi banding juga diiringi dengan pelatihan yang dihubungkan pada tugas dan tanggung jawab anggota Badan Legislasi.Sehingga pelaksanaan

Hasil penelitian Febriana dan Suaryana (2011) mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan pada perusahaan

kfu*hdhjd{ndsdFliPd!@!.

Bukaan-bukaan lebar agar dapat memasukkan cahaya alami dengan baik pada bangunan, akan tetapi cahaya yang masuk tidak secara langsung agar tidak menimbulkan silau.. Bukaan di

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah