• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Effendi (2007) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk metode pelatihan, yaitu:

1. Cost-effectiveness

Dalam menyelenggarakan pelatihan perlu dipertimbangkan besarnya biaya yang akan dikeluarkan akibat diselenggarakannya pelatihan yang akan diadakan tersebut, perlu diperhatikan bahwa program pelatihan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal melalui biaya yang seminimum mungkin.

2. Desired program content

Dalam merencanakan program pelatihan, perlu dilaksanakan suatu evaluasi pendahuluan oleh manajemen untuk menilai apakah pelatihan tersebut memang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja karyawannya, serta melakukan kajian

lebih lanjut untuk menilai metode serta materi pelatihan yang diperlukan oleh mereka.

3. Appropriateness of the facilities

Ketersediaan fasilitas, alat penunjang serta alat peraga yang tepat akan turut menunjang kesuksesan program pelatihan yang diadakan.

4. Trainee preferences and capabilities

Peserta pelatihan adalah karyawan-karyawan yang dinilai oleh manajemen membutuhkan program pelatihan tersebut.

5. Trainer preferences and capabilities

Kesuksesan dari suatu program pelatihan juga tergantung pada kemampuan dan sikap interpersonal dari trainer yang menyampaikan materi pelatihan tersebut. Adapun kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang trainer adalah:

 Menguasai materi pelatihan dengan baik dan antusias dalam menyampaikan materi yang dibawakannya.

 Dapat beradaptasi dengan peserta pelatihan dengan baik, memahami bahwa sebagian orang dapat belajar dengan cepat, sedangkan yang lainnya mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.

 Ketulusan dalam memberikan perhatian pada peserta pelatihan

 Memiliki selera humor sehingga suasana pelatihan dapat terasa lebih hidup dan menarik.

 Menyediakan waktu dan memberikan bantuan secara pribadi kepada peserta pelatihan yang mengalami masalah dengan materi pelatihan yang telah disampaikan.

6. Learning principle

Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu:

Participation

Keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara aktif dan secara langsung. Partisipasi merupakan aspek penting dalam meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar untuk dilupakan.  Repetition

Melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang.

Relevance

Pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting pada seseorang, misalnya seseorang melaksanakan suatu pekerjaan melalui suatu langkahlangkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia dalam pelaksanaan pekerjaan.

Transference

Adanya kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan seharihari oleh karyawan. Transference akan memotivasi seseorang untuk belajar sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat mempermudah peserta dalam melakukan tugasnya sehari-hari.  Feedback

Pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang dapat dipertahankan.

Dengan diadakannya pelatihan diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta, dan supaya pelatihan memberikan pencapaian yang optimal maka harus berorientasi pada hasil.

2.1.6. Komponen dan Tahapan dalam Pelatihan

Dalam pelatihan terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan sebagaimana diungkapkan oleh Mangkunegara (2009), yaitu :

1. Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat terukur. 2. Para pelatih harus ahli dan memiliki berkualitas memadai.

3. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Metode pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta.

5. Peserta pelatihan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Selanjutnya menurut Danim (2008) langkah-langkah umum dalam pelatihan adalah sebagai berikut:

1. Assessment kebutuhan

Assessment kebutuhan intinya merupakan proses untuk mengidentifikasi

kebutuhan dan menetapkan skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan yang dikaitkan pada tugas pokok dan fungsi.

2. Penetapan tujuan

Penetapan tujuan pelatihan merupakan langkah awal yang harus dirumuskan oleh pelatih atau lembaga penyelenggara pelatihan. Perumusan tujuan ini merupakan pencerminan dari apa yang ingin dicapai dalam kegiatan pelatihan.

3. Penetapan kriteria keberhasilan

Kriteria keberhasilan pelatihan meliputi dimensi visi, misi, rasional, tujuan, dasar pertimbangan, kinerja peserta, program, metode, serta bahan pelatihan.

4. Perumusan program pelatihan

Terkait langsung dengan hasil assessment dan analisis kebutuhan. Hasil tersebut menjadi rujukan agar materi pelatihan memiliki relevansi kuat dengan kebutuhan peserta dan unit tempat kerjanya. Perumusan program pelatihan dimaksudkan agar isi dan proses pelatihan, dan juga sumber daya yang diperlukan benar-benar sesuai dengan kemampuan sumber daya pelatih dan sumber daya pendukung lainnya, serta kebutuhan peserta pelatihan.

5. Rekrutmen calon peserta

Rekrutmen calon peserta dimaksudkan agar yang dilatih untuk mengetahui pelatihan benar-benar sesuai dengan hasil assessment, analisis, dan kebutuhan organisasi.

6. Pelaksanaan pelatihan

Pelaksanaan pelatihan harus merupakan implikasi total atas desain yang telah dirancang dan disempurnakan sebelumnya. Pelaksanaan pelatihan merupakan suatu fase inti, karena didalamnya terakumulasi substansi isi dan proses. Pada fase ini harus diatur serinci mungkin mengenai jadwal kerja, pelatih, asisten pelatih, teknisi, mekanisme kerja, sesi sajian teoritis, sesi praktik, tempat pelatihan, tata ruang, peralatan pendukung, dan lain sebagainya.

7. Perumusan rencana tindak lanjut

Tujuan sejatinya dari pelatihan adalah bagaimana peserta memiliki komitmen yang konsisten untuk melakukan implementasi atas hasil pelatihan ketika peserta

kembali ke tempat kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pelatih harus memandu peserta pelatihan dalam kerangka membuat rencana tindak lanjut atau implementasi di lapangan.

8. Evaluasi untuk menentukan status keberhasilan peserta

Evaluasi pelatihan merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu terhadap berbagai komponen sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pelatihan itu.

9. Penempatan atau penguasaan kembali

Tahap ini merupakan satu fase penting dalam pelatihan. Mereka yang telah menyelesaikan pelatihan tertentu seharusnya ditugaskan kembali ke tempat asalnya bekerja atau ke tempat baru yang relevan.

10. Monitoring dan tindak lanjut

Monitoring dilakukan selama proses penyelenggaraan pelatihan, sementara tindak lanjut merupakan implementasi pasca pelatihan. Monitoring dimaksudkan untuk memandu apakah pelatihan tersebut telah sesuai dengan hal - hal yang telah direncanakan.

11. Pembinaan lebih lanjut

Pembinaan lebih lanjut merupakan sisi lain yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi dan individu agar tidak kehilangan momentum untuk terus berkembang sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Agar kegiatan pelatihan yang dilaksanakan efektif, maka untuk melakukan suatu kegiatan pelatihan sebaiknya direncanakan dan diselenggarakan sesuai dengan langkah kerja pelatihan serta dievaluasi secara berkala yang hasil evaluasi tersebut akan mempengaruhi perencanaan program pelatihan berikutnya.

Langkah-langkah yang disusun tersebut itu harus disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan. Karena suatu program pelatihan akan terus mengalami perubahan dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan.

2.1.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelatihan

Menurut Hasibuan (2002) keefektifan pelatihan dipengaruhi beberapa faktor yaitu :

1. Sarana Pelatihan

Mempersiapkan tempat dan alat penunjang pelaksanaan pelatihan dengan prinsip ekonomi dan berpedoman pada sasaran yang ingin dicapai.

2. Pelatih

Pelatih adalah seseorang atau tim yang memberikan latihan atau pendidikan pada karyawan guna memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang diinginkan oleh perusahaan.

3. Materi Pelatihan

Materi pelatihan ditentukan oleh tujuan yang harus dicapai sehingga penetapannya harus sistematis.

4. Metode Pelatihan

Agar tercapai efektifitas pelatihan, maka metode pelatihan harus berorientasi pada kebutuhan pekerjaan tergantung waktu, biaya, jumlah peserta, dan lain lainnya.

5. Peserta

Peserta yang mengikuti pelatihan dapat dibedakan menurut masa kerja dan keterampilan atau pengetahuan yang dibutuhkan.

Menurut Gomes (2002), dalam evaluasi dilakukan penilaian terhadap lima kriteria, yaitu:

1. Reaksi (Reaction)

Reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari peserta pelatihan yang telah mereka ikuti.

2. Belajar (Learning)

Informasi yang ingin diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah informasi untuk mengetahui seberapa jauh peserta menguasai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian selama kegiatan diberikan.

3. Perilaku (Behaviors)

Perilaku dari peserta, sebelum dan sesudah kegiatan dapat dibandingkan guna mengetahui tingkat pengaruh kegiatan terhadap perubahan performansi mereka.

4. Hasil-hasil (Organization Result)

Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak kegiatan terhadap orang, kelompok kerja atau perusahaan secara keseluruhan.

5. Efektivitas Biaya (Cost Effectivity)

Bila kegiatan dikatakan efektif, maka tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. Selain itu, apakah metode yang dipakai dalam pelatihan merupakan metode yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah.

2.1.8. Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009).

Sutrisno (2007) menyatakan bahwa prestasi atau kinerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dapat dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja.

Byar dan Rue dalam Sutrisno (1984) mengartikan prestasi atau kinerja sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencangkup pada pekerjaannya.

Helfert dalam Rivai (2003) mengemukakan kinerja adalah keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki.

Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (1998), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal :

1. Kecepatan : perusahaan memerlukan karyawan yang kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau bahkan lebih awal dari deadline serta bebas dari kesalahan.

2. Kualitas : kecepatan tanpa kualitas akan sia-sia, kualitas yang jelek berarti pengerjaan ulang dan penambahan biaya.

3. Layanan : permintaan atasan atau bawahan dan permintaan rekan kerja yang dilakukan dengan tidak baik dan menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas.

4. Nilai : kombinasi dari kualitas dan imbalan, yang memungkinkan pihak perusahaan dapat melaksanakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari yang mereka bayarkan.

Dapat disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli di atas bahwa kinerja merupakan hasil dari suatu proses kerja atau aktivitas seseorang terhadap bidang yang digeluti, baik dilakukan secara individu, maupun sebagai anggota dalam kelompok kerja yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan dapat dimanfaatkan hasilnya oleh individu maupun kelompok.

2.1.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Steers dalam Sutrisno (2005) umumnya orang percaya bahwa kinerja atau prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor yaitu :

1. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja

2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan seorang pekerja 3. Tingkat motivasi kerja

Walaupun setiap faktor secara sendiri-sendiri dapat juga mempunyai arti penting, tetapi kombinasi ketiga tersebut sangat membantu menentukan tingkat hasil tiap pekerja yang pada gilirannya membantu prestasi organisasi secara keseluruhan.

Adapun yang dikatakan Bittel dan Newstrom yang dikutip Maretha (2009), ada delapan faktor prestasi kerja, yaitu: mutu pekerjaan, kuantitas pekerjaan, keandalan, sikap, inisiatif, kerumah-tanggaan, kehadiran, potensi pertumbuhan dan kemajuan.

Hasibuan (2007) menyebutkan ada sebelas indikator yang dapat dinilai dari kinerja, yaitu: kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas,

kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, serta tanggung jawab.

Byar dan Rue dalam Sutrisno (2005) mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi kinerja / prestasi kerja yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.

1. Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah :

a. Mental yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

b. Kemampuan adalah sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.

c. Role/task perception adalah segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

2. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kinerja / prestasi kerja adalah :

a. Kondisi fisik b. Peralatan c. Waktu d. Material

e. Pendidikan, dan lain-lainnya.

Faktor lingkungan ini tidak langsung menentukan kinerja / prestasi kerja seseorang, tetapi mempengaruhi faktor-faktor individu. Menurut Mangkunegara (2009) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2009) yang merumuskan bahwa :

b) Motivation = Attitude + Situation c) Ability = Knowledge + Skill

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah : a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki

IQ di atas rata rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh, karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor Motivasi

Berdasarkan pendapat McClelland, pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi yang tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri selain dari lingkungan kerja karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.

Dokumen terkait