• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 89-94)

Pengembangan Desa Wisata Cipacing sebagai Hub Wirausaha Kerajian Kreatif Jatinangor

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui obervasi di Desa Cipacing dan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada para informan yang dipilih berdasarkan kemampuan dan keterlibatannya dengan masalah yang diteliti. Informan dalam penelitian ini masyarakat Desa Cipacing yaitu aparat desa dan pengrajin serta pemerintah. Analisis desktiptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi eksisting potensi Desa Cipacing kaitannya dengan pengembangan pariwisata kreatif dilihat dari aspek penawaran pariwisata yaitu atraksi, aksesibilitas, amenitas dan kelembagaan. Sedangkan untuk merumuskan strategi pengembangan digunakan teknik analisis SWOT.

Gambar 1 Peta Administrasi Desa Cipacing Sumber: Google Map, 2016

PEMBAHASAN

Potensi pariwisata kreatif desa cipacing bisa dilihat dari sisi penawaran pariwisata yaitu:

1. Atraksi

Dari hasil observasi hampir di seluruh Desa Cipacing ditemukan bahwa desain ini memiliki potensi daya tarik wisata berupa kerajinan tangan yang jumlah dan jenisnya bermacam-macam. Setidaknya ditemukan terdapat 16 jenis kerajinan utama yang diupayakan warganya. Kerajinan-kerajinan tersebut berupa patung, alat musik tradisional, mainan anak-anak, panah, mebel, sumpit, angklung,

layang-layang senapan angin, pisau, konveksi, asahan, tas serta usaha kuliner seperti kerupuk tahu dan roti osin.

Selain senapan angin yang memang sudah terkenal di desa ini, keberagaman produk lain yang dimiliki oleh Desa Cipacing merupakan daya tarik wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan. Mengagumkannya semua produk yang terdapat di Desa Cipacing tersebar hampir di seluruh RW, sudah tercipta sistem cluster produk sehingga setiap RW mempunyai produk khas masing-masing. Kerajinan kayu seperti patung, alat music, lukisan dan ukiran bambu tersebar di RW 1, 2, 4, dan 5. Senapan angin tersebar di RW 2, 3 dan 4 dengan jumlah pengrajin mayoritas terpusat di RW 3. Mebeul terpusat di RW 6 dan RW 15, kerajinan pisau tersebar di RW 7 dan 8, layang-layang di RW 9 dan 16, kerajinan tas di RW 10 dan sisanya yaitu RW 11, 12, 13 dan 14 tidak terdapat kerajinan karena mayoritas penduduknya merupakan pekerja swasta.

Banyaknya warga Desa Cipacing yang bekerja sebagai pengrajin maka setiap harinya di desa ini selalu ada aktifitas pengrajin yang menghasilkan berbagai kerajinan mulai dari mengolah bahan baku sampai menjadi produk jadi. Sistem kerja yang diterapkan oleh para pengrajin tidak menimbulkan persaingan diantara para pengrajin. Semua proses pengerjaan beberapa produk dikerjakan dengan membagi-bagi proses tersebut. Implikasi dari sistem kerja seperti ini adalah tidak terjaganya kualitas karena setiap bagian proses dikerjakan oleh tangan yang berbeda.

Permasalahan di Desa Cipacing antara lain 1) Maraknya razia terhadap oknum pengrajin, khususnya pengrajin senapan angin yang terampil memodikasi senapan angin menjadi senjata api. 2) Menurunnya kualitas produk yang dihasilkan, 3) tingkat kuantitas permintaan dari pengumpul besar, 4) Dominasi pengepul, 5) Minimnya permodalan, 6) Bahan baku, 7) Distribusi Harga Produk yangtidak adil. Pada perjalanannya saat ini, permasalahan-permasalahan yang terjadi telah berdampak pada kehidupan ekonomi warga Desa Cipacing terutama para pengrajin. Beberapa tahun terakhir mulai menunjukan bahwa produk-produk kerajinan Cipacing dan kehidupan pengrajinnya mengalami degradasi yang signifikan, terlihat jelas proses pemiskinan pengrajin (Purnomo 2013). Degradasi ini juga disebabkan tidak adanya regenerasi pengrajin karena para pemudanya dan lebih tertarik untuk bekerja di pabrik yang banyak berada di sekitar Desa Cipacing. Para pemuda di Desa Cipacing tidak mempunyai minat lagi dalam memproduksi kerajinan karena mereka menganggap kerajinan sudah tidak lagi memberikan masa depan yang baik.

2. Aksesibilitas

Desa Cipacing berada di Kecamatan Jatinangor yang merupakan daerah yang strategis dimana dilalui oleh jalan nasional yang menghubungkan dan menjadi perlintasan empat daerah sekaligus yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Wilayah ini merupakan daerah utama jalur transportasi selatan menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kondisi jalan sudah bagus. Aksesibilitas Desa Cipacing secara umum sudah baik karena dilalui berbagai macam moda transportasi darat seperti angkot dan bus, namun aksesibilitas di dalam Desa Cipacing sendiri belum terlalu memadai karena memiliki jalan desa yang tidak terlalu luas. Aksesibilitas secara umum sudah memadai dimana Desa Cipacing dilalui berbagai macam moda transportasi darat, namun aksesibilitas di dalam Desa Cipacing sendiri belum terlalu memadai karena memiliki jalan desa yang tidak terlalu luas.

3. Amenitas

Dalam industri pariwisata, amenitas merupakan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung aktivitas pariwisata baik langsung maupun tidak langsung. Ketersediaan sarana penunjang pariwisata ini merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pengembangan sebuah daerah sebagai daya tarik wisata. Di dalam Desa Cipacing secara umum belum terdapat fasilitas pariwisata. Fasilitas pariwisata hanya tersedia disekitar Desa Cipacing yang jaraknya dekat dengan Desa Cipacing. Apabila konsep desa wisata kreatif diterapkan di Cipacing, akomodasi bisa disediakan oleh warga lokal dengan menerapkan sistem homestay. Sistem ini sangat bermanfaat selain bisa bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pendapatan langsung dari wisatawan, sistem ini bisa menjadi jalan untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman lebih bagi wisatawan akan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat. Ketika mengamati keadaan rumah di Desa Cipacing, sebagian besar masyarakat memiliki rumah yang cukup layak dan bersih.

4. Kelembagaan

Keberadaan sebuah lembaga dalam pengembangan pariwisata di suatudaerah jelas sangat dibutuhkan. Kelembagaan ini terkait stakeholder atau pemangku peran yang terlibat di dalamnya yang bisa terdiri kelembagaan pemerintah, swasta dan masyarakat. Terkait keberadaan Desa Cipacing sebagai desa penghasil berbagai macam kerajinan, sudah ada kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Sumedang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2014-2025. Dalam Bab XII tentang Indikasi Program Pembangunan Kepariwisataan Daerah, disebutkan bahwa Desa Cipacing menjadi salah satu destinasi pariwisata yang akan dikembangkan melalui program Desa Kerajinan Cipacing.

Strategi Pengembangan Pariwisata Kreatif Desa Cipacing

Sebelum menyusun strategi maka perlu diidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan pariwisata kreatif Desa Cipacing. Tabel 1 dan Tabel 2 dibawah ini merupakan faktor-faktor strategis internal dan eksternal serta analisis perhitungan bobot dan rating dengan tabulasi menggunakan IFAS – EFAS (Internal - Eksternal Strategic Factor Analysis Summary). Dalam penelitian ini nilai bobot dan rating merupakan nilai rata- ratadari 6 responden terpilih yaitu responden yang mempunyai pakar atau pengalaman serta informasi mendalam mengenai perkembangan Desa Cipacing.

Tabel 1 Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS)

No. Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan (Strength) 1. Ragam produk 0, 26 3, 83 0, 99 2. Keterampilan pengrajin 0, 22 3, 67 0, 79 3. Lokasi strategis 0, 18 2, 67 0, 47 4. Komunitas pengrajin 0, 17 3, 67 0, 61 5.

Keterbukaan dan minat masyarakat

terhadap pariwisata 0, 18 2, 50 0, 46

Kelemahan (Weakness)

1. Kualitas produk 0, 28 4, 83 1, 35

2. Kreatifitas pengrajin 0, 17 3, 67 0, 62

3. Regenerasi pengrajin 0, 20 4, 67 0, 93

4.

Isu sebagai desa pusat produksi senjata

api 0, 18 4, 17 0, 76

5. Pembinaan dan pendampingan pemerintah 0, 17 4, 50 0, 77

Total 1, 0 4, 44

Nilai Skor Kekuatan – Kelemahan = 3, 32 - 4, 44 = 1, 12 Sumber: Hasil Analisis, 2015

Tabel 2 Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS)

No. Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (Oppurtunities)

1. Pembangunan wilayah timur Bandung 0, 23 3, 83 0, 89

2. Kebijakan pemerintah 0, 19 4, 17 0, 80

3. Kontribusi perguruan tinggi 0, 24 4, 33 1, 05

4. Saung Budaya Sumedang 0, 16 3, 17 0, 50

5. Komunitas kreatif Jatinangor 0, 18 4, 67 0, 82

Total 1, 0 4, 06

Ancaman (Threat)

1. Pesaing di daerah lain 0, 18 3, 00 0, 53

2. Pemberitaan media yang tak berimbang 0, 23 2, 50 0, 58

3. Konversi lahan 0, 27 3, 17 0, 84

4. Kriminalitas 0, 17 2, 50 0, 42

5. Harga bahan baku produksi 0, 16 3, 17 0, 50

Total 1, 0 2, 87

Peluang – Ancaman = 4, 06 – 2, 87 = 1, 19

Kemudian untuk mengetahui posisi kuadran strategi yang dianggap memiliki prioritas tinggi dan mendesak, digunakan formulasi sumbu x dan y, sumbu x adalah IFAS (kekuatan – kelemahan), sumbu y adalah EFAS (peluang – ancaman) berdasarkan perhitungan pada tabel di atas. Hasilnya adalah sumbu x (-1, 12) dan sumbu y (1, 19). Maka berdasarkan formulasi tersebut, pengembangan pariwisata kreatif di Desa Cipacing berada pada kuadran II, yaitu stabilitas(stability). Strategi stabilitas adalah strategi konsolidasi untuk mengurangi kelemahan yang ada, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah dicapai. Stabilitas diarahkan untuk mempertahankan suatu keadaan dengan berupaya memanfaatkan peluang dan memperbaiki kelemahan. Posisi kuadran tepatnya terletak pada Aggressive maintenance strategy (strategi perbaikan agresif) yaitu strategi konsolidasi internal untuk memperbaiki kelemahan di berbagai bidang untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang (Rangkuti 2008).

Tahap berikutnya adalah memformulasikan strategi dengan menggunakan Matriks Analisis SWOT. Diperoleh strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan pariwisata kreatif di Desa Cipacing yaitu:

1. Mengembalikan fungsi Saung Budaya Sumedang menjadi pusat informasi sekaligus promosi produk kebudayaan dan pariwisata Sumedang khususnya kerajinan-kerajinan dan pengembangan pariwisata di Desa Cipacing

2. Berkolaborasi dengan komunitas kreatif Jatinangor untuk berbagi ide menciptakan produk-produk kreatif dan meningkatkan kreatifitas pengrajin 3. Pemerintah menggandeng perbankan sebagai penyedia modal yang

diperuntukan untuk pengembangan usaha

4. Perguruan tinggi memfasilitasi kebutuhan teknologi yang bisa digunakan dalam proses produksi kerajinan, manajemen proses serta riset dan pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas produk

5. Pendampingan berkelanjutan dari pemerintah untuk meningkatkan kemampuan kompetitif pengrajin Desa Cipacing

6. Secara bertahap menghilangkan ketergantungan pada pengumpul melalui pembentukan jejaring pemasaran

7. Membangun fasilitas beruapa pusat-pusat workshop berdasarkan kluster kerajinan sebagai tempat produksi sekaligus sarana peningkatan kreatifitas dan pengalaman wisatawan

KESIMPULAN

Secara umum aspek penawaran pariwisata yaitu atraksi, aksesibilitas, amenitas dan kelembagaan berpotensi mendukung kegiatan pengembangan pariwisata kreatif di Desa Cipacing. Ragam produk kerajinan yang dimiliki Desa Cipacing bisa menjadi daya tarik wisata utama yang bisa ditawarkan kepada wisatawan. Strategi-strategi pengembangan yang dirumuskan melalui konsep pariwisata kreatif diharapkan menjadi upaya strategis pemanfaatan potensi serta permasalahan yang ada di Desa Cipacing. Ketika penelitian ini dilakukan, konsep desa wisata kreatif yang digagas mulai dicoba diterapkan di Desa Cipacing. Masyarakat terutama pengrajin menyambut baik ketika ada kunjungan wisatawan ke desa, ada pendapatan tambahan yang diterima oleh para pengrajin. Lebih dari itu ada satu outcomes yang muncul yang lebih penting dari output peningkatan pendapatan yaitu mulai munculnya perubahan perilaku positif dari para pengrajin. Secara tidak disadari para pengrajin menjadi berbenah diri dan meningkatkan kapasitas untuk menghasilkan produk yang lebih baik, ada peningkatan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan di sekitar rumah, keinginan untuk berkelompok, serta belajar untuk berkomunikasi dengan baik dengan parapendatang. Perubahan-perubahan itu dinilai lebih penting sebagai modal dasar dalam mendukung pengembangan pariwisata kreatif berbasis desa.

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo D. 2013. Design Thinking Untuk Pemberdayaan Ekonomi. Universitas Padjadjaran

Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2014-2025.

Rangkuti F. 2008. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Perbaikan Proses untuk Peningkatan Mutu

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 89-94)