• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN DESIGN THINKING BAGI PEMBANGKITAN ENTITAS

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 38-42)

The Local Enablers: Mengusung Pemberdaya Lokal Berorientasi Global dalam Kerangka Bisnis

PENDEKATAN DESIGN THINKING BAGI PEMBANGKITAN ENTITAS

Metodologi pembangkitan TLE dan setiap entitas pemangku kepentingan lain dalam lingkup The Fruters Model menggunakan pendekatan Design Thinking. Pendekatan inovatif ini dapat dipergunakan dalam pemecahan sebuah permasalahan dan atau dalam menciptakan sebuah inovasi baru yang dibutuhkan oleh konsumen ataupun perusahaan. Dengan pendekatanini akan menumbuhkan kemampuan Analytical Thinking dan Intuitive Thinking dengan orientasi Human Centered Design dengan mengelaborasi empati dan Business Sense yang akan dirasakan pada pelaku yang terlibat (Purnomo 2013). Design Thinking membantu mengakselerasi pergerakan inovasi sosial yang dilakukan.

Penyelenggaran The Fruters Model oleh entitas The Local Enablers mulai dapat menumbuhkan nilai-nilai luhur kewirausahaan seperti:

1. Membangkitkan dan menularkan karakter kepemimpinan yang diejawantahkan pada perilaku yang konsisten untuk tetap patuh pada ketekunan dan keseriusan dalam berkarya.

2. Menekuni karya sebagai sebuah proses, dan dalam menekuninya perlu dibangun jiwa kewirausahaan sebagai landasan yang tertanan didalam hati sanubari setiap insan.

Wirausaha baru dalam entitas TLE digerakkan lebih jauh untuk memiliki bisnis kreatif berbasis pertanian yang dikolaborasikan kegiatannya dari hulu ke hilir dengan basis pemberdayaan. Sebagian besar wirausahanya menggunakan konsep kewirausahan sosial dimana sebagian profitnya disalurkan bagi kegiatan pemberdayaan untuk menjamin keberlanjutannya. Sebagian profit ditujukan bagi pengembangan usaha pedesaan, pelibatan kepemudaan dan upaya pemberdayaan pemasaraan melalui komunitas ibu-ibu dan pemuda di perkotaan. Dengan pembangkitan komunitas seperti yang dilakukan ini, kegiatan kewirausahaan diarahkan pada kemandirian dan daya saing yang tinggi.

Pada perkembangannya, TLE yang berisi usaha-usaha pemula mulai menguasai kemampuan-kemampuan dalam menyebarkan visi sosial pemberdayaan sesuai dengan sesuai dengan bisnisnya masing-masing, berkemampuan untuk menggulirkan dana secara mandiri tanpa tergantung dari beragam pihak untuk melangsungkan kegiatannya. Lebih jauh melalui socio-entrepreneurship, entitas TLE cukup mengalami perubahan perilaku selama prosesnya dilakukan seperti: 1) memiliki empati yang tinggi, 2) fokus pada komunitas, 3) menjembatani berbagaipermasalahan sosial 4) menjadi mediator transformasi di tengah masyarakat serta 5) mampu menjadi motor penggerak perubahan yang aktif.

The Local Enablers dalam Konteks Nyata

Dalam tiga tahun ini, TLE melakukan kolaborasi dan berkembang baik hingga melahirkan kurang lebih 40 wirausaha baru berbasis pertanian dengan kemajuan usaha yang baik. Lebih luas dampaknya adalah mulai berkolaborasi dengan beragam organisasi terutama Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk membangkitkan 6000 wirausaha baru dengan melakukan replikasi serupa yang TLE telah lakukan.

Gambar 3. Usaha Pemula Berbasis Wirausaha Sosial dalam Lingkup Entitas The Local Enabler

TLE juga berfungsi sebagai wadah dari proses kreatif dalam periode yang berkelanjutan, untuk menghantarkan para usahawan pemula pada tingkat kematangan yang lebih. Hal ini sesuai dengan konsep proses kreatif yang akan semakin mudah melewati berbagai ragam fluktuasi hambatan proses usaha, serta semakin meningkatkan akselerasi kematangan usaha selaras dengan semakin banyaknya penggunaan input ilmu dan teknologi, pelibatan komunitas serta pendampingan berkelanjutan dalam melakukan proses berwirausaha (Purnomo et al. 2015).

Pada tahun 2015, melaui sistem ini berhasil meraih penghargaan penggerak kewirausaahaan nasional dari Kemenpora. Untuk itu, agar manfaatnya lebih besar lagi perlu adanya penguatan sistem untuk menggerakkan Penta-helix dengan Komunitas kreatif sebagai poros kolaborasinya. Penguatan sistem komunitas dengan The Fruters Model ini diharapkan mampu menggerakkan kewirausahaan di lingkungan kampus yang berdampak luas bagi kemajuan masyarakat disekitarnya.

Kolaborasi Penta-Helix A-B-C-G-M

1. Akademisi Unpad-IPB:

Pilar akademik untuk akses pada hasil penelitian yang dapat teraplikasikan 2. Bisnis: Usaha-usaha baru berbasis Teknologi dan Sosial

3. Government / Pemerintah:

Pemerintah Kecamatan Jatinangor dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemangku kebijakan dan akselerator program

4. Community / Komunitas

The Local Enablers, komunitas pengusaha-pengusahan berbasis kewirausahaan sosial yang usahanya telah berlangsung dengan baik dan Forum Kreatif Jatinangor sebagai pilar komunitas pembangkitan ide dan penguatan penumbuhan ekosistem usaha

5. Media, Social Media Startegist sebagai akselerator penumbuhan informasi pemasaran dan penguatan komunitas usaha

Pilar-pilar diatas diwujudkan dengan beragam kegiatan yang mengutamakan proses sebagai hal yang harus dilalui untuk mencapai goal yang disepakati. Kegiatan kewirausahaan sosial juga kini diarahkan untuk dapat membiayai kegiatan sosial tanpa harus bergantung pada pihak donatur, para komunitas ini mampu menggerakkan donatur namun juga mampu mulai memutarkan pendanaan pada sektor komersil yang marginnya akan digunakan bagi kegiatan sosial yang dilakukan, sehingga kemandirian pelaksanaan kegiatan sosialnya dapat berlangsung berkelanjutan dan melalui setiap tahapnya semakin besar dan memberikan dampak besar bagi lingkungannya.

KESIMPULAN

Dalam rangka mengusung Pemberdaya Lokal Berorientasi Global dalam kerangka bisnis sosial, konsep The Local Enablers diharapakan mampu menjadi contoh dimana rekayasa dan inovasi sosial dilakukan. Melalui bisnis-bisnis sosial diharapkan juga dapat menghadirkan solusi terhadap berbagai jawaban atas permasalahan sosial sekaligus terhadap pengembangan kapasitas dan kapabilitas pengusaha pemula.

Beragam dampak dari konsep TLE yang telah dapat dirasakan manfaatnya antara lain: 1) Memberikan solusi bagi permasalahan sosial dengan cara-cara kreatif dengan penggunaan sosial bisnis, 2) Menjawab persoalan modal usaha dan sumber daya lainnya dengan cara memberikan peluang untuk saling memberikan kesempatan pertukaran sumber daya, 3) Pendampingan kewirausahaan dapat berjalan secara mandiri dengan melibatkan komunitas dengan pendekatan kreatif, 4) TLE dalam upayanya memenuhi sumber daya kunci yang dimiliki melakukan kegiatan berjejaring dengan intesif, sehingga melalui proses untuk dapat kekuatan

komunikasi dan silaturahmi yang kuat, 5) Dalam aplikasi The Fruters Model, TLE menginisiasi bahwa entrepreneuship dipahami bukan saja sebagai pengusaha, namun lebih kepada jiwa yang harus dimiliki pada setiap entitas pelaku dalam The Fruters Model. Setiap kedudukan adalah terhormat dan hadir untuk saling menguatkan. 6) Kegiatan replikasi kebaikan dilakukan TLE dimana ilmu, keterampilan dan manfaat direplikasi pada lingkungan sekitarnya, 7) TLE pada akhirnya menjadi sarana yang baik untuk dapat menjadi wadah membangun jiwa kepemimpinan yang mampu memnerikan kontribusi nyata pada permasalahan sosial, sekalipun bagi lingkungan terkecil disekitarnya dan 8) Membentuk kemampuan untuk belajar sepanjang hayat.

DAFTAR PUSTAKA

Bunyamin A. 2015. Telaah Variabel Pemilihan Model Pembelajaran pada Kurikulum Berbasis Technopreneurship. Proceeding Konferensi Nasional Inovasi dan Teknologi. Bogor.

Hadoko H. 2014. Do. Kpg. Jakarta

Purnomo D. 2013. Socio-technopreneurship. Bandung. Universitas Padjadjaran. Purnomo D. 2015. Pengembangan Kurikulum Berbasis Technoprenership pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Proceeding Konferensi Nasional Inovasi dan Teknologi. Bogor.

Putri SH et al. 2015. Pengembangan Model Usaha Produk Puree Buah Hasil Sinergitas Kurikulum dan Pengembangan Sistem Pendukung Kolaborasi Technopreneurship. Proceeding Konferensi Nasional Inovasi dan Teknologi. Bogor.

Sukarta, M. 1999. Pengenalan dan Pemahaman Local Genius dalam Menghadapi Era Globalisasi di Indonesia. Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni dan Desain - Universitas Kristen Petra. Surabaya.

Jatinangor Creative Hub Model: Model Empiris

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 38-42)