• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh waktu tunda giling dan penambahan natrium metabisulfit terhadap mutu GMT

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 97-106)

Perbaikan Proses untuk Peningkatan Mutu Produk Gula Merah Tebu

3. Pengaruh waktu tunda giling dan penambahan natrium metabisulfit terhadap mutu GMT

Pada tahap ini penelitian dilakukan pada industri rakyat di Madiun, dengan rancangan percobaan yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor waktu tunda giling tebu dan penambahan natrium metabisulfit. Pada faktor waktu tunda giling (faktor A) terdapat 2 faktor yaitu A1 (tebu hijau segar, maksimum 4 jam setelah tebang), dan A2 (tebu tunda giling 28 jam), sedangkan penambahan natrium metabisulfit (faktor B) diestimasi mengandung B1(0 ppm), B2 (500 ppm), B3 (1000 ppm) dan B4 (1500 ppm) pada gula merah cetak yang dihasilkan, dengan dua kali ulangan. Proses produksi diperbaiki berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Mutu GMT yang ada di Pasar Lokal

Pengujian mutu GMT dilakukan terhadap 4(empat) contoh gula dari Madiun, satu contoh dari Kediri, dan 3(tiga) contoh dari Sumatera Barat (Lawang, Bukit Batabu, dan Balingka). Pengamatan yang dilakukan meliputi keadaan fisik, yaitu aroma, rasa, warna, bentuk dan penampakan. GMT mempunyai aroma khas, yaitu aroma nira tebu terkaramelisasi. Rasa manis khas, disebabkan oleh kandungan gula seperti sukrosa dan gula pereduksi yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Santoso (1988) gula merah mempunyai kemanisan 10% lebih tinggi dibandingkan gula pasir karena adanya komponen gula sederhana khususnya fruktosa. Warna kuning kecoklatan hingga coklat tua/kehitaman terbentuk akibat proses karamelisasi dan reaksi Maillard. Warna gelap GMT juga akan meningkat selama penyimpanan. Chand et al. (2011) menyatakan terjadinya peningkatan densitas optik dari 0.18 menjadi 0.27 setelah 6 bulan penyimpanan. Bentuk GMT yang diamati berupa mangkuk kecil dan besar, silinder dan balok. Produk GMT juga tidak berjamur karena kandungan gula yang tinggi dan kadar air yang rendah, dengan rata-rata 7.66% (Tabel 1).

Pengujian mutu memperlihatkan kadar air dari GMT secara umum memenuhi syarat mutu SNI. Kadar air produk GMT dipengaruhi oleh proses pemanasan/penguapan nira dan kondisi lingkungan penyimpanan gula. Chand et al. (2011) menyatakan bahwa penyimpanan pada ruang terbuka akan meningkatkan kadar dari 12.07% menjadi 22.36%, sedangkan pada wadah tertutup mencapai kadar air keseimbangan pada 15.84%.

Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Pada produk GMT parameter ini digunakan untuk memperkirakan kandungan Ca dan Na yang berasal dari penambahan kapur (CaO), natrium metabisulfit, serta pasir atau kotoran lain. Kadar abu yang tinggi untuk produk GMT yang ada di pasar lokal (Tabel 1) mengindikasikan adanya penambahan kapur dan BTP (bahan tambahan pangan) yang tidak terkendali.

Tabel 1 Karakteristik mutu GMT yang ada di pasar lokal

Komponen Kisaran

Nilai*

Rata-rata* SNI 01-6237-2000 Mutu I Mutu II Air (% bb) 6.33-9.29 7.66 + 0.97 Maks 8 Maks 10 Abu (% bb) 0.71-3.65 2.12 + 1.03 Maks 2 Maks 2 Bagian tak larut air

(%bb)

0.36-0.99 0.61 + 0.23 Maks 1 Maks 5 Gula pereduksi (%bb) 2.74-8.71 5.64 + 2.07 Maks 11 Maks 14 Sukrosa (%bb) 29.00-86.84 41.96 + 18.85 Min 65 Min 60 *Data berdasarkan delapan contoh, dua kali ulangan

Bagiantidak larut dalam air pada produk GMT menunjukkan tingkat kebersihan, menunjukkan jumlah kotoran. Kotoran dapat berasal dari nira, kotoran wajan dan abu terkumpul. Produk GMT komersial secara umum memiliki kualitas mutu yang baik. Jika dalam proses pembuatan dilakukan proses penyaringan maka akan dihasilkan produk yang memenuhi syarat SNI (maks 1%). Bagian yang tidak larut dalam air juga sangat penting, khususnya untuk aplikasi pemanfaatan GMT sebagai pemanis dalam minuman jernih, sehingga Guerra dan Mujica (2010) menyatakan bahwa kualitas yang baik seharusnya tidak lebih 0.1%.

Kandungan gula sukrosa dipengaruhi oleh komposisi awal nira tebu dan proses pengolahannya, sedangkan gula pereduksi yang terukur menunjukkan kerusakan sukrosa akibat inversi dan hidrolisis. Kadar sukrosa pada nira tebu sebesar 11-15%, namun dapat mengalami fermentasi menjadi alcohol dan asam sehingga nira rusak, sehingga jika diolah menjadi GMT kurang baik mutunya. Proses pemanasan pada suhu tinggi dan waktu lama, serta pengemasan dan penyimpanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis dan browning.

Tahapan dan Titik Kritis dalam Produksi GMT

Identifikasi tahapan dan titik kritis proses produksi GMT dilakukan di industri rakyat tahun 2006 yang menggunakan bahan baku batang tebu yang telah mencapai umur panen 10-11 bulan, dengan kisaran tinggi 3.5-4.0 m. Pada prinsipnya pembuatan gula merah tebu adalah pengentalan nira melalui proses pemanasan (pemasakan/penguapan) sehingga menjadi bentuk yang lebih padat (kristal gula). Perolehan gula merah tebu dari batang tebu (konversi) sangat bervariasi tergantung dari kandungan gula yang terdapat didalam niranya, dengan nilai kisaran sekitar 10-12 persen. Karakteristik dan pananganan bahan baku merupakan kunci untuk kualitas gula, diikuti oleh proses produksi GMT terdiri atas empat tahap penggilingan, pemasakan dan pengentalan serta pencetakan.

Penanganan Bahan Baku. Tebu sebanyak ±3-4 ton per hari diangkut menggunakan truk dan kemudian masuk ke unit operasi penggilingan untuk diekstrak niranya pada keesokan harinya, maka umur tebu setelah penebangan hingga pengekstrakan dapat lebih dari 24 jam. Tebu yang datang ditumpuk pada ruang terbuka di dekat unit penggilingan. Selama ini tebu yang disuplai untuk dijadikan bahan baku gula merah dibedakan berdasarkan cara penebangannya yaitu tebu hijau dan tebu bakar. Tebu hijau merupakan metode tebangan tanpa adanya perlakuan pendahuluan (pembakaran) terlebih dahulu, sedangkan tebu bakar merupakan metode tebangan dimana tebu dibakar terlebih dahulu. Pembakaran bertujuan untuk memudahkan penebangan serta mengurangi serasah

serta kotoran yang mungkin terangkut, selain itu proses pembakaran ini juga dimaksudkan untuk memudahkan tenaga kerja dalam memanen. Perbedaan cara tebang tersebut berpengaruh pada mutu dan rendemen gula merah yang dihasilkan. Gula merah yang dihasilkan dari tebu bakar memiliki rendemen yang lebih rendah (9 kg per 100 kg tebu) dibanding dengan gula merah dari tebu hijau (11 kg GMT per 100 kg tebu) karena pada saat pembakaran mempercepat invertase dalam mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

Penggilingan. Tebu digiling dengan menggunakan crusher untuk diekstrak niranya. Penggilingan tebu dilakukan sekali, sehingga memungkinkan nira belum terekstrak maksimal. Said dan Pradhan (2013) bahkan menyatakan batang tebu dapat diekstrak hingga 2-5 kali. Nira yang diekstrak memiliki kandungan padatan terlarut 12-19oBrix dan pH 5. Nira yang terekstrak masuk ke bak penampungan pertama kemudian dialirkan menuju bak penampungan kedua dengan menggunakan selang. Jeda waktu tunggu nira yang terlalu lama antara penggilingan dan pemasakan sangat memungkinkan untuk terjadinya inversi pada sukrosa, karena bakteri Leuconostocmesenteriodes dan L. destranicum pembentuk asam dan dekstran di dalam nira masih aktif bekerja. Hal ini terlihat dari menurunnya pH menjadi sekitar 4-5. Selain itu kondisi selang dan bak penampungan yang kotor juga dapat mengkontaminasi nira dan mempercepat kerusakan sukrosa dalam nira. Pada tahap ini tidak dilakukan penjernihan nira karena itu banyak padatan tersuspensi yang terbawa hingga produk gula cetak.

Pemasakan. Unit pemasakan menggunakan wajan yang terbuat dari besi dan berdiameter 90 cm. Pembakaran bagase kering dan sekam dijadikan sebagai sumber bahan bakar untuk pemasakan. Pada awal proses pemasakan, nira diberi tambahan kapur (CaO), untuk satu wajan nira diberi tambahan 0, 1 kg kapur. Pemberian kapur pada saat pemasakan dengan suhu tinggi (>70oC) bertujuan untuk meningkatkan pH nira sehingga dapat mematikan kerja enzim invertase, dan juga memisahkan kotoran-kotoran seperti tanah dan serat-serat halus batang tebu yang ikut bersama nira. Kotoran-kotoran yang terpisah dan telah mengapung di atas nira kemudian dipisahkan untuk dibuang. Kotoran-kotoran hasil pemisahan tersebut dikenal dengan istilah untuk Semakin lama waktu pemasakan, suhu nira pun akan semakin meningkat dan terbentuk banyak buih dan total padatan terlarut (TSS) meningkat sehingga nira semakin pekat (Gambar 1). Untuk menghindari meluapnya buih yang berlebihan, maka wajan ditutup dengan chubung yang terbuat dari anyaman bambu. Nira yang sudah masak memiliki ciri- ciri berwarna coklat muda, mulai mengental, dan sedikit berbuih; kemudian ditambahkan minyak kelapa dan Natrium metabisulfit dipindahkan ke wajan pengentalan (kencheng). Penambahan minyak kelapa bertujuan untuk memberikan kesan empuk pada gula merah dan juga mengurangi buih-buih yang tersisa, sedangkan penambahan Na-Metabisulfit bertujuan agar gula merah yang dihasilkan memiliki warna kuning kecoklatan atau tidak terlalu gelap. Untuk mengetahui apakah nira sudah masak dan siap diturunkan ke wajan pengentalan, terlebih dahulu diambil sampel nira masak kemudian dicelupkan ke dalam air. Apabila nira tersebut membentuk benang-benang gula atau dapat sedikit mengeras maka nira masak tersebut siap diturunkan ke wajan pengentalan.

Gambar 1 Pengaruh waktu pemasakan nira terhadap suhu dan total padatan terlarut

Pencetakan. Proses pengentalan nira masak menjadi gulali dilakukan tanpa pemanasan. Nira masak kemudian diturunkan suhunya dengan pengadukan yang kontinu sampai nira cukup kental. Pengadukan dilakukan di dalam kencheng atau wajan pengentalan dengan menggunakan pengaduk yang terbuat dari bambu. Pengadukan nira dilakukan selama ±6-8 menit, dengan tujuan untuk mempermudah pengkristalan gula. Apabila gulali sudah mulai sedikit mengeras maka dilakukan pencetakan dengan mencetaknya pada lemper yang berbentuk seperti piring berdiameter 18 cm dan terbuat dari tanah liat. Selain menggunakan lemper, gulali juga dapat dicetak dengan menggunakan cetakan batere yang berbentuk silinder, berdiameter ± 3.25 cm, tinggi ± 4.5 cm, dan terbuat dari kayu nangka.

Pengemasan dan Penyimpanan. Pengemasan gula merah dilakukan dengan dua cara, yaitu dikemas dengan plastik atau disimpan di dalam keranjang. Gula merah yang disimpan di dalam keranjang merupakan gula merah yang langsung dijual ke pedagang pengumpul atau tengkulak.

Pada tahap-tahap tersebut telah teridentifikasi titik kritis proses yang mempengaruhi mutu GMT yang dihasilkan sebagaimana dijabarkan pada Tabel 2 beserta akibat yang ditimbulkan dan tindakan pengendalian yang harus dilakukan. Perbaikan proses produksi dilakukan pada tahap-tahap yang perlu diperbaiki misalkan penambahan kapur sebanyak 0.067% pada nira sebelum dipanaskan, kemudian disaring menggunakan kain saring. Tahapan proses produksi GMT yang telah dievaluasi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan Proses Produksi Gula Merah Batang Tebu Penggilingan Baggase Nira Tebu Penampungan Penjernihan Nira Larutan kapur Nira Jernih Pemasakan Suhu 110-120oC -Minyak Kelapa -Na-Metabisulfit Nira Pekat Pengentalan Pencetakan Gula Merah Tebu Limbah (untuk)

Tabel 2 Titik Kritis dan pengendalian pada Produksi Gula Merah Tebu

Tahapan dan Kondisi Kritis Akibat Tindakan Pengendalian Penanganan Bahan.

Umur tebu yang akan digiling terhitung dari penebangan > 24 jam

Sukrosa dalam tebu

terinversi, dan akan menurun drastis setelah 48 jam. Gula sulit mengeras

Lakukan penjadwalan tebang sehingga tidak ada masa tunda giling Tebu disimpan dengan cara

menumpuknya diruang terbuka dan terpapar matahari

Mendukung pertumbuhan Leuconostocmesenteriodes dan L. dextranicum yang mensintesis/pembentuk asam dan dekstran. Nira menjadi kental namun gula sulit mengeras.

Tidak ada tebu yang tertunda giling

Penggilingan.

Batang tebu hanya digiling satu kali

Nira yang terekstrak kurang maksimal, masih ditertinggal di dalam bagasse. Rendemen gula rendah.

Pengaturan jarak roda penggiling untuk meningkatkan jumlah nira. Penggunaan air imbibisi

Kontaminasi oli dari mesin penggiling

Potensi sebagai cemaran senyawa logam dalam nira dan gula merah yang

dihasilkan. Tidak memenuhi standar mutu.

Lakukan pemeliharaan mesin dengan baik

Tidak adanya penyaringan nira

Banyak terdapat padatan tersuspensi, seperti pasir dan serat tebu, pada nira mentah dan gula merah yang

dihasilkan

Gunakan kain saring untuk mengurangi padatan tersuspensi, dan penggunaan kapur untuk padatan terlarut dan koloid

Jeda waktu yang terlalu lama antara penggilingan dan pemasakan (waktu tunggu nira)

Meningkatkan terjadinya kerusakan (inversi) sukrosa. Rendemen gula turun dan gula sulit mengeras

Lakukan penjadwalan giling

Sanitasi yang sangat kurang pada peralatan dan fasilitas produksi

Kontaminasi deposit kotoran dalam wadah penyimpan ke dalam nira dan kondisi yang mendukung bakteri untuk terus aktif menginversi sukrosa. Gula sulit mengeras

Lakukan pemeliharaan peralatan dan fasilitas secara berkala

Pemasakan.

Penggunaan peralatan yang tidak tepat.Wajan

pemasakan terbuat dari besi, ciduk nira terbuat dari seng, dan chubung ada yang terbuat dari seng.

Korosi besi dan logam lain meningkatkan cemaran abu dan logam dalam gula merah. Tidak memenuhi standar mutu.

Gunakan wadah yang tahan karat (stainless steel)

Pemasakan yang berlebihan Gula gosong dan pahit, karena telah terkaramelisasi. Tidak disukai konsumen.

Lakukan pengendalian proses pemasakan berdasarkan lama dan suhu pemasakan

Pengaruh waktu tunda giling dan penambahan natrium metabisulfit terhadap mutu GMT

Penundaan giling tebu atau penyimpanan tebu setelah panen dapat mempengaruhi mutu nira yang dihasilkan, karena selama proses penyimpanan terjadi perubahan fisik dan kimia pada batang tebu. Aktivitas mikroba Leuconostoc mesenteroides yang terdapat di dalam nira dapat menghasilkan senyawa dekstran (Kim 2004). Dekstran dapat menyebabkan nira menjadi lebih kental, sehingga menggangu proses pemurniannya dan gula sulit terkristalisasi. Setiap peningkatan kadar dekstran 0.1% akan menurunkan perolehan gula sebesar 4 kg tiap ton gula kristal putih, atau kerugiannya mencapai 8.8 pounds (Efraín 2005). Selain itu, Setiawan (2007) melaporkan bahwa jumlah mikroba dan kadar dekstran dalam nira tebu juga terus meningkat seiring dengan penundaan waktu giling batang tebu. Dengan menunda waktu giling selama 48 jam, jumlah mikroba meningkat dari 155 x 102 menjadi 66 x 103, serta kadar dekstran meningkatkan dari 186 ppm menjadi 240 ppm, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas nira dari 0.8 cP, menjadi 1.52 cP. Dengan demikian, aktivitas dan pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides harus dihentikan untuk mencegah peningkatan kadar dekstran di dalam nira. Adapun perlakuan yang dapat diberikan adalah defekasi, yaitu penambahan senyawa Ca(OH)2 hingga pH 6.3-6.5 yang disertai dengan pemanasan 80-100oC (Andrzejewski et al.2013).

Tebu yang ditumpuk dalam suatu ruangan menyebakan suhu dalam tumpukan akan naik. Semakin tinggi suhu semakin besar peluang terjadinya reaksi enzimatis, khususnya hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh invertase. Invertase dihasilkan oleh beberapa jenis kapang yang mengkontaminasi batang tebu, misalkan Cladosporium cladosporiodes dapat menginversi 10.52% sukrosa pada suhu 50-70oC (de Almeida et al.2005).

Kerusakan nira oleh mikroorganisme dapat dicegah dengan penambahan kapur hingga pH nira berkisar 6.0-6.2; penambahan natrium benzoate (0.1%) dan asam sitrat (0.5%) bertujuan untuk meningkatkan masa simpan produk GMT dan mengatur tingkat pengkristalan (Said dan Pradhan, 2013), sedangkan natrium metabisulfit ditambahkan untuk meningkatkan masa simpan dan meningkatkan kecerahan gula. Pada penelitian ini kandungan natrium metabisulfit diprediksi pada produk GMT memiliki kandungan 0-1500 ppm, berdasarkan syarat SNI 01- 6237-2000 maksimum residu maks 20 mg/kg atau dalam bahan pangan maksimum 2000 ppm (Anonim 2000).

Perbaikan proses produksi yang mengkaji penundaan giling batang tebu dan penambahan natrium metabisulfit memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata pada parameter kadar sukrosa dan bagian tidak larut air (Tabel 3). Tebu segar tanpa penambahan natrium metabisulfit merupakan produk terbaik dengan kadar gula pereduksi terrendah (1.26% bb). Penundaan giling secara nyata menyebabkan peningkatan gula pereduksi dari 1.41% menjadi 1.87% dan penurunan kadar sukrosa dari segar 72.88% menjadi 65.4%. Kadar bagian yang tidak larut air tidak dipengaruhi oleh komponen penambahan natrium metabisulfit karena natrium metabisulfit bersifat larut dalam air.

Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas penampakan gula merah. Warna merah pada gula terbentuk akibat rekasi pencoklatan selama pengolahan baik dari karamelisasi maupun reaksi Maillard, yang disebabkan oleh komponen gula pereduksi dan protein. Penundaan giling meningkatkan pembentukan gula pereduksi sehingga sedikit meningkatkan warna GMT yang dihasilkan.

Tekstur gula merah sangat menentukan kualitas gula. GMT yang baik memiliki tekstur keras, namun dengan struktur kristal sukrosa. Pada kandungan sukrosa yang tinggi (62-79%), kandungan sukrosa tidak mempengaruhi tekstur.

Hasil uji korelasi Pearson dengan α=0.05 menunjukkan hubungan positif (nilai

0.576) antara tekstur dan kadar air. Semakin tinggi kadar air maka panjang lintasan yang ditempuh dalam 10 s lebih tinggi, yang berarti tekstur gula semakin lunak.

Tabel 3 Karakteristikmutu GMT setelah perbaikan proses produksi

Komponen Tebu Segar (Tunda Giling 4 jam)(A1) Tebu Tertunda Giling 28 jam (A2) Rata-rata A1B1 (0 ppm) A1B2 (500 ppm) A1B3 (1000 ppm) A1B4 (1500 ppm) A2B1 (0 ppm) A2B2 (500 ppm) A2B3 (1000 ppm) A2B4 (1500 ppm)

Air (%bb) 8.56a 8.55a 7.37a 7.27a 8.38a 7.36a 7.93a 8.17a 7.95 + 0.55

Abu (%bb) 2.01a 2.04a 2.08a 2.09a 1.93a 1.99a 2.02a 2.04a 2.03 + 0.05

Bagian tak larut air (%bb)

0.33b 0.33b 0.87ab 0.68ab 0.98ab 1.05ab 1.33a 0.91ab 0.81 + 0.35 Gula Pereduksi

(% bb)

1.53a 1.56a 2.64b 1.74a 1.26a 1.48a 1.30a 1.61a 1.64 + 0.43

Sukrosa (%bb) 78.82a 70.70b 69.97b 72.03b 71.90b 63.62c 63.58c 62.54c 69.10 + 5.58

Lemak (%bb) 0.87a 0.19a 0.41ab 0.43ab 0.15a 0.41ab 0.20a 0.53ab 0.40 +

0.23

Protein (% bb) 0.68c 0.53c 0.43c 0.68c 1.22b 1.62ab 1.87ab 2.08a 1.14 +

0.65 Warna

(Lightness)

39.03a 37.64a 38.31a 37.64a 38.79a 37.21a 38.02a 39.73a 38.30 + 0.84 Tekstur (mm/10s/150 g) 1.02 1.01 0.67 0.60 1.00 0.64 0.68 0.71 0.79 + 0.18 *Huruf yang sama dalam satu baris menunjukkan tidak adanya perbedaan pada uji beda dengan α=0.0

KESIMPULAN

Mutu GMT yang ada di pasaran lokal secara umum telah memenuhi syarat SNI untuk gula merah tebu, kecuali kandungan sukrosa yang rendah dan kadar abu yang tinggi. Titik kritis dalam pembuatan GMT teridentifikasi pada tahap penanganan bahan baku tebu dan nira, proses pemasakan dan sanitasi peralatan proses. Penundaan waktu giling hingga 28 jam dapat menyebabkan penurunan kandungan sukrosa. Penambahan BTP natrium metabisulfit menyebabkan peningkatan kadar abu, bagian bahan yang tidak larut air serta peningkatan kandungan gula pereduksi. Kekerasan tekstur gula lebih dipengaruhi oleh kandungan air dibandingkan dengan kandungan sukrosa.

Dalam dokumen 373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb (Halaman 97-106)