• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Data diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, United Nations Commodity and Trade Database (UNcomtrade), Food and Agriculture Organization (FAO) serta literatur lain yang terkait.

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat dikembangkan, metode Acceleration Ratio (AR) untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export Competitiveness Index (ECI) untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi hortikultura Indonesia meningkat atau melemah. Setelah itu, hasil dari ketiga analisis tersebut dikelompokkan sehingga dihasilkan komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing dan tidak berdaya saing di pasar ASEAN. Adapun pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010.

4.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA)

RCA yang dikemukakan oleh Balassa (1965) merupakan salah satu alat ukur untuk menentukan tingkat kemampuan daya saing komoditas tertetu di pasar internasional (Basri dan Munandar 2010). RCA digunakan untuk mengukur spesialisasi ekspor yang dapat dikembangkan. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa pasar komoditas atau sekelompok komoditi suatu negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan pangsa pasar komoditi terhadap total ekspor dunia.

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Xtj = Nilai ekspor total negara j ke pasar ASEAN

Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i At = Nilai ekspor total ASEAN

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Semakin mendekati atau lebih dari satu (>1) nilai RCA suatu komoditi suatu negara, berarti komoditi tersebut berpeluang untuk dikembangkan, atau negara tersebut harus berspesialisasi terhadap komoditi tersebut untuk dapat bersaing di pasar ASEAN (Hadianto 2010).

4.2.2 Acceleration Ratio (AR)

AR menyatakan rasio antara kecenderungan ekspor komoditi i negara j ke suatu kawasan tambah 100 dengan kecenderungan impor komoditi i suatu kawasan tambah 100. Apabila AR mendekati atau lebih dari satu (>1) berarti komoditi dari negara tersebut dapat merebut pasar. Apabila AR kurang dari nol (< 0) atau mendekati -1 berarti ada yang merebut pangsa pasar pemasok sehingga negara tadi tidak bisa merebut pasar (Hadianto 2010).

Secara matematis AR dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Mib = Nilai impor ASEAN untuk komoditi i

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

4.2.3 Export Competitiveness Index (ECI)

Export Competitiveness Index (ECI) menunjukkan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk suatu komoditi tertentu pada periode tertentu (t) dengan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk komoditi tersebut dalam periode sebelumnya (t-1). Amir (2000) dalam Saboniene (2009) menggunakan ECI untuk mengestimasi keberhasilan atau kegagalan dalam suatu industri dalam rangka peningkatan pertumbuhan dalam menghadapi persaingan pertumbuhan pasar yang tinggi. Dengan memperhitungkan share dari pasar suatu

negara, maka indeks daya saing ini akan menjadi indikator yang lebih baik dalam melihat keunggulan suatu komoditas. ECI dapat dirumuskan sebagai berikut (Amir 2000 dalam Saboniene 2009):

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i

t = Tahun 2007-2012 t-1 = Tahun sebelumnya

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Dilihat dalam rumus diatas, nilai ECI menunjukkan tren daya saing yang dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas. Nilai ini menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk bersaing dengan negara pesaing. Jika nilai ECI suatu komoditi lebih besar dari satu (nilai ECI > 1), komoditi tersebut menghadapi tren daya saing yang meningkat di pasar ASEAN, sedangkan jika nilai ECI lebih kecil dari satu (nilai ECI < 1), komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar di pasar ASEAN atau daya saing yang melemah diantara negara-negara pesaing lain di ASEAN (Hadianto, 2010).

4.2.4 Pengelompokan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing.

Hasil dari ketiga analisis diatas merupakan komoditi-komoditi mana yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan masing-masing kriteria. Oleh sebab itu, hasil dari ketiga analisis tersebut perlu dikelompokan sehingga dihasilkan mana komoditi yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan keseluruhan kriteria. Pengelompokan ini merupakan hasil dari diskusi peneliti dengan dosen pembimbing. Asumsi dalam pengelompokan ini adalah ketiga analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot yang sama atau ketiga analisis memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan komoditi mana yang memiliki daya saing atau tidak di pasar ASEAN. Pengelompokan hasil

analisis Revealed Comparative Advantages (RCA), Acceleration Ratio (AR), dan Export Competitiveness Index (ECI) dimasukkan ke dalam matriks di bawah ini. Tabel 8 Matriks Pengelompokan Daya Saing Komoditi Hortikultura

Kriteria Keterangan RCA AR ECI + + + Berdaya Saing + + - Berdaya Saing + - + Berdaya Saing - + + Berdaya Saing

+ - - Tidak Berdaya Saing

- + - Tidak Berdaya Saing

- - + Tidak Berdaya Saing

- - - Tidak Berdaya Saing

Keterangan:

Revealed Comparative Advantages (RCA)

+ : Komoditi berpeluang untuk dikembangkan - : Komoditi tidak dapat dikembangkan

Acceleration Ratio (AR)

+ : Komoditi dapat merebut pasar - : Komodti tidak dapat merebut pasar

Export Competitiveness Index ( ECI)

+ : Komoditi menghadapi trend daya saing meningkat - : Komoditi menghadapi penurunan pangsa pasar

4.2.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data dan informasi hasil analisis. Analisis deskriptif pada penelitian ini juga digunakan untuk menjelaskan hasil Indepth Interview dengan pakar mengenai strategi peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Indepth Interview adalah teknik wawancara mendalam dengan narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai perspektif narasumber terhadap kondisi kehidupannya, pengalaman dan situasi yang dihadapi (Taylor dan Bogdan 1998 dalam Rahayu 2008). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pertanyaan yang diajukan secara fleksibel, terbuka, tidak baku, informal, dan tepat sasaran. Teknik pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah teknik

pendekatan informan kunci, yaitu teknik yang mengumpulkan data melalui orang- orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi objek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Melia 2008).

Pada penelitian ini, Indepth Interview dilakukan terhadap lembaga yang dianggap expert atau kompeten mengenai strategi kebijakan di sektor pertanian, dalam hal ini Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Wawancara secara mendalam dilakukan untuk menggali informasi mengenai permasalahan dan strategi pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN, khususnya bunga potong, alpukat, semangka, mangga, manggis, jambu biji, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Hasil Indepth Interview dan hasil analisis RCA, ECI dan AR dijadikan dasar dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN.

Dokumen terkait