BAB IV METODE PENELITIAN
4.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dengan menggunakan data sekunder, yaitu dengan cara mengumpulkan, mencatatat, dan mengkaji data laporan keuangan audited perusahaan sektor makanan dan minuman yang telah dipublikasi serta mengambil dari berbagai sumber-sumber yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
4.5. Definis Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 4.5.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Profit Growth. Profit Growth adalah selisih antara laba bersih pada periode tertentu dengan periode sebelumnya dibagi dengan laba bersih periode sebelumnya. Adapun rumus perhitungan Profit Growth adalah sebagai berikut:
∆Y = Yt−Yt−1
Yt−1
Dimana :
∆Y = Profit Growth
Y
t= Laba bersih pada periode tertentu
Y
t−1 = Laba bersih pada periode sebelumnya4.5.2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
4.5.2.1 Current Ratio
Current Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Adapun rumus perhitungannya adalah:
Current Ratio = 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠
4.5.2.2 Debt to Asset Ratio
Debt to Asset Ratio digunakan untuk mengukur seberapa banyak aset perusahaan dibiayai dengan hutang. Adapun rumus perhitungannya adalah:
Debt to Asset Ratio = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
4.5.2.3 Inventory Turnover
Inventory Turnover digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memutar barang dagangannya. Adapun rumus perhitungannya adalah:
Inventory Turnover = 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑑 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑚𝑡𝑜𝑟𝑦
4.5.2.4 Sales Growth
Sales Growth adalah selisih antara penjualan periode tertentu dengan penjualan pada periode sebelumnya kemudian dibagi dengan penjualan pada periode sebelumnya. Adapun rumus perhitungannya adalah:
Sales Growth = 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠t−𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠t−1
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠t−1
4.5.3. Variabel Moderating 4.5.3.1 Firm Size
Variabel moderating dalam penelitian ini adalah firm size yang diukur dengan nilai total aset perusahaan. Firm size menjadi salah satu indikator yang digunakan oleh investor dalam mengklasifikasikan besar kecilnya suatu perusahaan dan juga dapat menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan tumbuhnya perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dalam mengelola tingkat risiko investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmurannya. Adapun rumus perhitungannya adalah:
Firm Size = Ln (Total Aset)
Definisi operasional serta pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian ini, dijelaskan dalam table berikut:
Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
Profit Growth
(Y)
Merupakan selisih antara laba bersih periode tertentu dengan laba bersih peiode sebelumnya kemudian dibagi laba berish
periode sebelumnya.
Merupakan rasio untuk mengukur seberapa banyak aset perusahaan
dibiayai dengan hutang.
Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam penjualan pada periode tertentu dengan penjualan pada periode sebelumnya kemudian dibagi
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengklasifikasi besar
kecilnya suatu perusahaan.
Firm Size = Ln (Total Aset) Rasio
4.6. Metode Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini meggunakan metode data panel yang merupakan kombinasi antara data cross section dengan time series. Menurut Satria (2018), terdapat 3 metode untuk mengestimasi model regresi data panel, yaitu metode Ordinary Least Square (OLS), Fixed Effect (FE), dan Random Effect (RE), data dalam penelitian ini akan diolah dengan aplikasi STATA 16.
Untuk menentukan model terbaik dalam mengestimasi regresi data panel antara OLS, FE, dan RE menggunakan dua teknik estimasi model. Dua uji yang digunakan, pertama Chow Test untuk memilih model antara OLS atau FE. Kedua, Hausman Test untuk memilih model antara FE atau RE yang terbaik dalam mengestimasi model data panel.
4.6.1 Langkah-Langkah Analisis 4.6.1.1 Chow Test
Chow test digunakan untuk menentukan bagaimana model digunakan apakah menggunalan OLS atau FE, dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Model OLS H1 : Model FE
Dalam analisis data panel, penentuan model harus dilakukan agar hasil estimasi dapat memberikan output yang paling efisien. Jika Prob>f<0,05 maka model FE lebih baik dibandingkan OLS. Jika hasil sebaliknya maka model OLS lebih baik dibandingkan FE.
4.6.1.2 Hausman Test
Hausman Test dilakukan ketika hasil yang ditunjukkan oleh Chow Test menyatakan model FE lebih bagus, dalam Hausman Test akan dipilih lagi model manakah yang lebih cocok digunakan antara FE dan RE, uji hausman menggunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Model RE
H1 : Model FE
Jika nilai prob > chi2 lebih kecil dari α=0,05, maka model FE lebih baik.
Apabila hasil sebaliknya, maka RE lebih baik.
4.6.1.3 Uji Lagrange Multiplier (LM)
Uji ini merupakan uji lanjutan setelah chow test dan hausman test. Jika hasil dari chow test menunjukkan bahwa model terbaik adalah OLS, maka perlu dilakukan pengujian antara OLS dengan RE. Jika nilai prob > chibar2 lebih kecil dari α = 0,05, maka model RE lebih baik. Jika sebaliknya, maka model OLS lebih baik.
4.6.1.4 Uji Asumsi Klasik
Satria (2018) menyatakan data panel sedikit terjadi kolinearitas antar variabel sehingga kecil kemungkinan terjadi multikolinearitas. Berdasarkan uraian tersebut asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Deteksi ada tidaknya multikolinearitas, dapat dilihat dari tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Nilai cut off tolerance < 0,10 dan VIF > 10 berarti terdapat multikolinearitas.
2. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas terjadi apabila nilai residual dari model tidak memiliki varians yang konstan. Artinya, setiap observasi memiliki reliabilitas yang berbeda-beda akibat perubahan kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum
dalam model. Gejala ini sering terjadi pada data cross section sehingga sangat dimungkinkan terjadi heterokedatisitas pada data panel.
Deteksi heterokedastisitas pada data panel dapat melalui Bruesch-Pagan/ Cook-Weisberg Test. Jika nilai Prob chi2 > α=0.05, dapat dikatakan tidak ada masalah heterokedastisitas. Permasalahan heterokedastisitas dapat diatasi dengan menambahkan opsi robust setelah estimsai perintah untuk menggunakan standard error yang mampu menangani adanya heterokedastisitas (heterokedasticity robust) (Yappy, 2014).
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena residual yang tidak bebas antar satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini disebabkan karena error pada individu cenderung mempengaruhi individu yang sama pada periode berikutnya. Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time series. Deteksi autokorelasi pada data panel dapat melalui Breuch-Godfrey Test dilakukan dengan melakukan regresi error terhadap error lag periode yang dispesifikasikan. Jika nilai Prob > Chi2 lebih besar dari α = 0,05, dapat dikatakan tidak ada masalah autokorelasi (Yappy, 2014).
4.6.1.5 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini dapat diukur dengan goodness of fit fungsi regresinya. Secara statistik, analisa ini dapat diukur dari nilai statistik t, F, dan koefisien determinasi. Analisa regresi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap dependen secara keseluruhan serta untuk
mengetahui proporsi variabel independen dalam menjelasakan perubahan variabel dependen.
1. Uji T
Nilai t-hitung digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel independen yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2. Uji F
Nilai F-hitung dalam uji signifikansi simultan digunakan untuk mengetahui apakah penggunaan model sudah tepat dan apakah hasil regresi dapat dipercaya.
Uji F ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang digunakan mampu menjelaskan perubahan variabel terikat. Artinya nilai F-hitung ini untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan, menerima atau menolakNilai F-hitung dalam Uji signifikansi serentak/simultan digunakan untuk menguji apakah penggunaan model sudah tepat dan apakah hasil regresi dapat dipercaya. Uji F ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang digunakan mampu menjelaskan perubahan variabel terikat.
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh model regresi mampu menjelaskan variabel dependen atau apakah sudah cukup tepat memilih variabel independen untuk mengukur variabel dependen.
4.6.1.6 Uji Regresi Variabel Moderating
Variabel moderating yang digunakan dalam penelitian ini adalah firm size.
Metode ini dilakukan dengan menambahkan variabel perkalian antara variabel independen dengan variabel moderatingnya. Uji yang dilakukan adalah uji
interaksi (moderated regression analysis) yaitu aplikasi dari regresi linier berganda dimana dalam persamaannya mengandung unsur interaksi. Dengan menentukan apakah variabel moderating dapat memperkuat atau memperlemah hubungan variabel independen dengan variabel dependen.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian
5.1.1 Hasil Uji Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif memberikan deskripsi umum dari data dalam bentuk mean, standar deviasi, nilai min dan nilai max. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Profit Growth, variabel independen dalam penelitian ini adalah Current Ratio, Debt to Asset Ratio, Inventory Turnover dan Sales Growth dengan Firm Size sebagai pemoderasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 110 dengan masa pengamatan 11 tahun yaitu 2009-2019. Maka statistik deskriptif dalam penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. berikut ini:
Tabel 5.1. Statistik Deskriptif
Variable Obs Mean Std. Dev. Min Max Profit Growth 110 0,43 1,20 -2,07 7,53
CR 110 2,28 1,71 0,51 8,63
DAR 110 0,46 0,17 0,14 0,89
ITO 110 5,59 2,48 1,11 16,29
Sales Growth 110 0,19 0.75 -0.89 7,58 Firm Size 110 14,62 1,52 12,09 18,39 Sumber : Hasil olah software Stata 16, 2020
Berdasarkan Tabel 5.1. diketahui bahwa ada sebanyak 110 sampel data selama periode penelitian (2009-2019) dapat dijelaskan sebagai berikut: nilai minimum dari Profit Growth terletak pada PT Akasha Wira International Tbk tahun 2009, nilai maksimum Profit Growth terdapat pada PT Siantar Top Tbk tahun 2009, nilai mean Profit Growth. Diketahui nilai minimum dari Current Ratio terdapat pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk tahun 2014, nilai maksimum dari Current Ratio terdapat pada PT Delta Djakarta Tbk tahun 2017. Diketahui nilai minimun dari Debt to Asset Ratio terdapat pada PT Ultra Jaya Milk Industry Tbk tahun 2018, nilai maksimum dari Debt to Asset Ratio adalah sebesar 0,89 terdapat pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk tahun 2009 dikarenakan adanya
peningkatan hutang dividen (pihak yg mempunyai hub istimewa/ kelompok Heineken) sebesar Rp 193.574 juta. Diketahui nilai minimum dari Inventory Turnover terdapat pada PT Delta Djakarta Tbk tahun 2019, nilai maksimum dari Inventory Turnover terdapat pada PT Akasha Wira International Tbk tahun 2010.
Diketahui nilai minimum dari Sales Growth terdapat pada PT Budi Starch &
Sweetener Tbk tahun 2014, nilai maksimum dari Sales Growth terdapat pada PT Budi Starch & Sweetener Tbk tahun 2015. Diketahui nilai minimum dari Firm Size terdapat pada PT Akasha Wira International Tbk tahun 2009, nilai maksimum dari Firm Size terdapat pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk tahun 2018.
5.1.2 Pemilihan Model Estimasi
Pada model panel dilakukan pengujian statistik untuk melihat apakah model yang digunakan menggunakan Ordinary Least Square (OLS), Fixed Effect (FE) atau Random Effect (RE).
5.1.2.1 Chow Test
Chow test digunakan untuk memilih metode regresi data panel terbaik antara Ordinary Least Square dan Fixed Effect dengan melihat nilai probabilitas F. Berikut hasil dari uji Chow:
Berdasarkan Lampiran 3, hasil Chow Test menunjukkan nilai Prob > f sebesar 0,2255 lebih besar dari α (5%), sehingga model terbaik dari Chow Test adalah Ordinary Least Square.
5.1.2.2. Hausman Test
Hausman test digunakan untuk memilih metode regresi data panel yang terbaik antara Fixed Effect dan Random Effect dengan melihat nilai probabilitas chi2. Berikut ini hasil dari pengujian Hausman Test.
Berdasarkan Lampiran 3, hasil Hausman Test menunjukkan nilai Prob >
chi2 sebesar 0,7356 lebih besar dari α (5%), sehingga model terbaik dalam Hausman Test adalah Random Effect.
5.1.2.3. Lagrange Multiple Test
Lagrange multiple test merupakan pengujian pemilihan model estimasi data panel yang digunakan untuk memilih amtara metode Ordinary Least Square dan Random Effect. Berikut ini hasil dari pengujian Lagrange Multiple Test.
Berdasarkan Lampiran 3, hasil Lagrange Multiple Test menunjukkan nilai Prob > chibar2 sebesar 0,4124 lebih besar dari α (5%) sehingga model terbaik adalah Ordinary Least Square.
5.1.3. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik merupakan persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Pengujian asumsi klasik terdiri dari: pengujian normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
5.1.3.1. Uji Normalitas
Pada penelitian ini, uji normalitas terhadap residual menggunakan Skewness-Kurtosis Test yang diperkenalkan oleh D’Agustino dan Belanger pada
tahun 1990. Uji ini merupakan uji yang paling reliable karena dapat mendeteksi ketidaknormalan pada jumlah sampel berapapun, baik jumlah kecil maupun besar (Hidayat, 2013) .
Berdasarkan Lampiran 3, hasil uji normalitas menunjukkan nilai Prob>chi2 sebesar 0,0705 > α=0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual data terdistribusi dengan normal.
5.1.3.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Variabel independen dinyatakan terbebas dari gejala multikolinearitas apabila nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10 dan nilai Tolerance (1/VIF) > 0,10.
Berdasarkan Lampiran 3, menunjukkan hasil perhitungan nilai Tolerance (1/VIF) > 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) < 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada gejala multikolinieritas.
5.1.3.3. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah ada gejala heterokedastisitas dalam penelitian. Model penelitian yang baik adalah model penelitian yang variansinya seragam. Pengujian heterokedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test.
Berdasarkan Lampiran 3, menunjukkan hasil uji heterokedastisitas nilai Prob > chi2 sebesar 0,000 < α=0,05, hal ini menunjukkan ada masalah heterokedastisitas. Walau demikian, terdapat metode OLS yang dapat menangani masalah heterokedastisitas yaitu dengan menambahkan opsi robust setelah perintah estimasi untuk menggunakan standard error yang mampu menangani adanya heterokedastisitas. Contoh : ”regress indepvar depvar1 depvar2, robust”
(Yappy, 2014).
5.1.3.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Aukorelasi ini timbul pada data yang bersifat time series. Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Breuch-Godfrey Test.
Berdasarkan Lampiran 3, hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Prob >
Chi2 sebesar 0,3647 > α=0,05, hal ini menunjukkan tidak ada masalah autokorelasi.
5.1.4. Uji Hipotesis
Pada uji hipotesis akan dilakukan uji koefisien determinasi (R2), uji F, dan uji t. Nilai-nilai statistik dari koefisien determinasi, uji F, dan uji t disajikan pada Tabel 5.2. setelah melakukan regresi dengan menambahkan opsi robust untuk mengatasi masalah heterokedastisitas.
Tabel 5.2. Uji Hipotesis Profit Growth Coef. St.Err. P-Value
CR -0.282 0.102 0.007
DAR -3.909 1.134 0.001
ITO 0.047 0.040 0.237
Sales Growth 0.045 0.068 0.504
Constant 2.455 0.875 0.006
Number of obs 110
R-squared 0.3442
Prob > F 0.0007
Sumber : Hasil olah software Stata 16, 2020 5.1.4.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan Tabel 5.2. menunjukkan bahwa nilai R-Squared sebesar 0,3442 atau 34,42% yang artinya variabel Current Ratio, Debt to Asset Ratio, Inventory Turnover, dan Sales Growth secara simultan dapat menjelaskan Profit Growth sebesar 34,42 %, sisanya sebear 65,58% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
5.1.4.2. Uji F (Uji Simultan)
Berdasarkan Uji F pada Tabel 5.2., nilai Prob. (F-statistics) yakni sebesar 0,0007 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen, yakni Current Ratio, Debt to Asset Ratio, Inventory, dan Sales Growth secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel Profit Growth.
5.1.4.3.Uji t (Uji Parsial)
Berdasarkan uji t pada Tabel 5.2., diperoleh persamaan regresi data panel sebagai berikut.
𝑌𝑡−1 = 2,45 − 0,28𝐶𝑅 − 3,91𝐷𝐴𝑅 + 0,05𝐼𝑇𝑂 + 0,05𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠𝐺𝑟𝑜𝑤𝑡ℎ + 𝑒
Pada persamaan tersebut diketahui nilai koefisien regresi dari variabel Current Ratio adalah -0,28 dan nilai Prob. adalah 0,007, yakni < tingkat signifikansi 0,05, nilai koefisien regresi dari variabel Debt to Asset Ratio adalah -3,91dan nilai Prob. Adalah 0,001, yakni < tingkat signifikansi 0,05, nilai koefisien dari variabel Inventory Turnover adalah 0,05 dan nilai Prob. adalah 0,237, nilai koefisien regresi dari variabel Sales Growth adalah 0,05 dan nilai Prob. adalah 0,504, yakni > tingkat signifikansi 0,05 dapat disimpulkan bahwa variabel CR (Current Ratio) & DAR (Debt to Asset Ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Profit Growth sedangkan variabel ITO (Inventory Turnover) & Sales Growth positif namun tidak signifikan.
5.1.5. Uji Regresi Variabel Moderating
Uji regresi variabel moderating pada penelitian ini menggunakan uji interaksi yang bertujuan untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan (firm size) dapat memoderasi pengaruh Current Ratio, Debt to Asset Ratio, Inventory Turnover, dan Sales Growth terhadap Profit Growth. Berikut ini adalah tabel hasil dari analisis variabel moderating dengan metode uji interaksi :
Tabel 5.3. Uji Signifikansi Variabel Moderating
Profit Growth Coef. St.Err. P-Value
CR 0.668 0.601 0.268
DAR -10.28 2.722 0.000
ITO 0.096 0.217 0.659
Sales Growth 8.341 4.789 0.085
CR*Firm Size -0.065 0.046 0.164
DAR*Firm Size 0.455 0.160 0.006
ITO*Firm Size -0.004 0.015 0.784
Sales Growth*Firm Size -0.556 0.320 0.085
Constant 2.323 0.878 0.009
Number of obs 110
R-squared 0.3856
Prob > F 0.0000
Sumber : Hasil olah software Stata 16, 2020
Berdasarkan Tabel 5.3. hasil uji signifikansi variabel moderating dapat disimpulkan sebagai berikut: nilai probabilitas pada pengaruh crxfirmsize terhadap Profit Growth sebesar 0,164 > significant alpha (5% atau 0,05). Diketahui nilai probabilitas pada pengaruh darxfirmsize terhadap Profit Growth sebesar 0,006 <
significant alpha (5%) dan nilai koefisiennya positif sebesar 0,46. Diketahui nilai probabilitas pada pengaruh itoxfirmsize terhadap Profit Growth sebesar 0,784 >
significant alpha (5% atau 0,05). Diketahui nilai probabilitas pada pengaruh itoxfirmsize terhadap Profit Growth sebesar 0,085 > significant alpha (5%).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa firm size dapat memperkuat hubungan antara Debt to Asset Ratio terhadap Profit Growth namun firm size tidak mampu memoderasi pengaruh Current Ratio, Inventory Turnover, dan Sales Growth tehadap Profit Growth.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Pengaruh Current Ratio Terhadap Profit Growth
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Current Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Profit Growth. Hal ini menunjukkan bahwa Current Ratio yang tinggi belum tentu memberikan dampak yang positif bagi profit growth perusahaan, sebab semakin tinggi Current Ratio, semakin rendah pertumbuhan laba dari waktu ke waktu. Akan tetapi, Current Ratio yang tinggi bisa saja disebabkan karena kurang efektifnya manajemen memamfaatkan aktiva produktif seperti kas, persediaan dan piutang, dimana perusahaan memegang uang kas dalam jumlah besar, menumpuknya persediaan di gudang, atau tingginya piutang usaha yang dapat menimbulkan biaya bagi perusahaan (Hery, 2017).
Umobong (2015) menyatakan pernyataan ini sinkron dengan pengamatan Eljelly (2004) yang mengklaim bahwa hubungan antara likuiditas dan pertumbuhan laba adalah negatif. Persediaan adalah kunci elemen dari aset lancar perusahaan. Walaupun persediaan tidak mudah di konversi ke kas karena terikat dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Tingkat persediaan dan piutang yang tinggi bisa menjadi indikasi kendala kas.
Berdasarkan data penelitian, diketahui bahwa peningkatan Current Ratio dari tahun ke tahun didorong oleh peningkatan persediaan yang yang memiliki porsi terbesar dalam komponen current asset. Dalam laporan keuangan perusahaan makanan dan minuman, persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, bahan pembantu, bahan suku cadang, bahan kemasan, barang dalam proses, barang jadi (finished goods) dan lainnya. Bila dilihat dari jenisnya, perusahaan makanan dan minuman memerlukan banyak persediaan bahan baku dan persediaan lainnya yang mendukung untuk diolah menjadi barang jadi (finished goods). Persediaan merupakan aset yang dianggap paling tidak likuid diantara
akun-akun dalam current asset. Persediaan memerlukan tahapan yang cukup panjang untuk dijadikan kas, karena harus diproses lagi menjadi finished goods yang siap untuk dijual. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan likuiditas menyebabkan adanya peningkatan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan makanan dan minuman untuk memproses bahan baku dan persediaan lainnya sehingga berakibat pada penurunan laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh AWS, Surtikanti, &
Darmansyah (2018), Simamora M. (2018) serta Umobong (2015).
5.2.2. Pengaruh Debt to Asset Ratio Terhadap Profit Growth
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Profit Growth. Erdoğana, Erdoğanb, & Ömürbekc (2015) dalam penelitiannya menyatakan rasio leverage memberikan kesimpulan akan tingkat hutang suatu perusahaan dan menentukan jumlah aset perusahaan yang dibiayai oleh pihak eksternal. Rasio Debt to Asset Ratio yang tinggi dapat dianggap sebagai indikasi risiko yang lebih tinggi dalam kebijakan pembiayan perusahaan. Dengan demikian, berbagai pelaku yang terkait dengan perusahaan seperti kreditur/pemberi pinjaman, suppliers, dsbnya dapat menilai bahwa perusahaan mengalami risiko kesulitan keuangan yang tinggi. Penghakiman ini dapat menciptakan lingkungan yang dapat menghalangi kegiatan bisnis yang dapat memicu penurunan laba.
Dalam penelitian Sudana (2011) menyatakan bahwa semakin besar rasio DAR maka penggunaan hutang dalam membiayai investasi pada aktiva semakin besar dan risiko keuangan semakin meningkat. Hal ini didukung dengan teori
pecking order (Brealey, Myers, dan Marcus, 2008) yang menyarankan manajer keuangan untuk mempertahankan setidaknya beberapa kelonggaran keuangan yaitu, cadangan kas yang siap atau kapasitas pinjaman yang belum digunakan.
Sehingga perusahaan lebih menyukai pendanaan internal sebelum pendanaan eksternal dalam bentuk hutang.
Perusahaan yang mempunyai Debt to Asset Ratio yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar aset perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang.
Dengan semakin tinggi hutang maka dapat berdampak pada timbulnya risiko keuangan yang besar, seperti peluang perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dengan aset yang dimilikinya semakin besar dan beban bunga yang harus ditanggung perusahaan semakin besar (Hery, 2017). Jika perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban yang ditimbulkan serta risiko yang besar maka akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan karena tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak luar yang tinggi sehingga akan menurunkan laba yang dihasilkan perusahaan (Margareth, 2016). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kariyawasam (2019), Margareth (2016), Erdoğana, Erdoğanb, & Ömürbekc (2015), serta Oktanto & Nuryatno (2014).
5.2.3. Pengaruh Inventory Turnover Terhadap Profit Growth
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Inventory Turnover berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Profit Growth. Oktanto & Nuryatno (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Inventory Turnover tidak berpengaruh terhadap Profit Growth yang menunjukkan bahwa kurang efektifnya perusahaan dalam pengendalian perputaran persediaan sehingga dana yang
tertanam dalam persediaan terlalu lama dijadikan kas, hal ini menandakan rendahnya efektivitas manajemen persediaan yang dapat mempengaruhi proses produksi dalam meningkatkan penjualan perusahaan.
Pada agency theory, manajer sebagai agent diasumsikan melakukan tindakan dan mengambil keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Inventory Turnover dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen dalam melakukan aktivitas penjualan dan berapa lama persediaan barang dagangan berhasil dijual kepada customer.
Pada agency theory, manajer sebagai agent diasumsikan melakukan tindakan dan mengambil keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Inventory Turnover dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen dalam melakukan aktivitas penjualan dan berapa lama persediaan barang dagangan berhasil dijual kepada customer.