• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penentuan responden dilakukan secara non-probability sampling, yakni

purposive samplingdan accidental sampling (Adrianto 2005). Metode ini dipilih dengan alasan bahwa sifat penelitian spesifik untuk pengelolaan DPL, sehingga responden yang menjadi sumber data adalah responden yang terkait dengan DPL Desa Mattiro Labangeng. Penentuan jumlah responden populasi nelayan representatif digunakan dengan rumus sebagai berikut (Hutabarat et al. 2009):

2……….……….………... (1)

Keterangan:

n = jumlah contoh yang akan diukur

p = proporsi kelompok yang akan diambil contoh-nya q = proporsi sisa dalam populasi contoh

Z= nilai tabel Z dari 1/2α, dimana α=0.05 maka Z=1.96

b = persentase perkiraan kemungkinan kesalahan dalam menentukan ukuran contoh

28

Jumlah penduduk Desa Mattiro Labangeng adalah 1028 jiwa (BPS Kabupaten Pangkep 2009) dan sebanyak 80 orang adalah populasi nelayan yang memanfaatkan daerah terumbu karang dan sekitar perairan Desa Mattiro Labangeng. Berdasarkan hasil rumus penentuan responden populasi nelayan dalam penelitian ini adalah sebanyak 28 responden. Pengambilan responden juga diambil berdasarkan kelompok masyarakat lainnya dengan tujuan mengetahui persepsi, sikap dan partisipasi terhadap keberadaan DPL.

3.4.2 Pengumpulan Data Komponen Ekologi 3.4.2.1 Data Kualitas Perairan

Parameter kualitas air yang dibutuhkan sebagai data pendukung diukur untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang kondisi terkini DPL Desa Mattiro Labangeng. Parameter yang diukur diantaranya adalah kedalaman, kecerahan, arus, suhu, oksigen terlarut dan salinitas.

3.4.2.2 Data Komunitas Karang

Sampling data komunitas karang dilakukan 1 (satu) kali pada Daerah Perlindungan Laut Desa Mattiro Labangeng. Pengamatan ini dilakukan secara langsung dengan metode Point Intercept Transek (PIT). Sebelum pemasangan transek garis, terlebih dahulu menentukan keberadaan posisi transek permanen yang dipasang sebelumnya oleh LIPI sebagai pemantauan dengan menggunakan

Global Positioning System (GPS) dan metode manta tow. Pada stasiun penelitian, transek garis dibentangkan sepanjang 25 meter dan diusahakan tetap berpedoman pada garis transek permanen yang ada. Pengamatan dilakukan dengan pengulangan sebanyak 2 kali dan mencatat komponen dasar komunitas karang pada tiap-tiap poin yang dilewati. Pencatatan data komunitas karang hidup dengan metode PIT dapat dilihat pada Gambar 3 (Manuputty dan Djuwariah 2009).

Biota lain dan komponen abiotik lainnya juga dicatat yang menyinggung transek garis (roll meter) (English et al. 1997). Penggolongan komponen dasar komunitas karang berdasarkan metode PIT dan kode-kodenya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3Komponen dasar metode PIT dan kodenya

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Karang mati yang masih berwarna putih

Dead Coral Alga DCA Karang mati yang warnanya berubah karena ditumbuhi alga filamen

Acropora AC Karang Acropora Non Acropora NA Karang Non-Acropora Soft Coral SC Karang bentuk lunak

Rubble R Patahan karang bercabang (mati)

Rock RK Substrat dasar yang keras (cadas)

Sand S Pasir

Silt SI Pasir Lumpuran yang halus

Alga A Jenis-jenis Makro Alga

Sumber: English et al. 1997; Manuputty dan Djuwariah 2009 3.4.2.3 Data Ikan Karang dan Megabentos

Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode Underwater Visual Census (UVC), yaitu pengamatan yang dilakukan 1 (satu) kali di Daerah Perlindungan Laut Desa Mattiro Labangeng pada transek garis permanen sepanjang 25 meter yang sebelumnya dipasang transek garis (roll meter) dengan pengulangan sebanyak 2 kali. Spesies ikan dan kelimpahannya dicatat pada 2.5 meter ke kiri dan ke kanan dari transek garis seperti yang ditampilkan pada Gambar 4 berikut (Manuputty dan Djuwariah 2009),

Gambar 4 Pengamatan ikan karang dengan metode UVC.

Pengamatan ikan karang yang dilakukan pada transek garis dibiarkan selama 5 menit dengan tujuan ikan yang bersembunyi di karang pada saat pemasangan transek garis keluar dari persembunyiannya, kemudian dicatat seluruh spesies ikan yang ada. Untuk kemudahan pengamatan, spesies ikan dibagi atas tiga kelompok utama, yaitu: 1) ikan mayor, kelompok ikan ini diantaranya terdiri dari famili Pomacentridae, Labridae, Apogonidae, dan Pempheridae; 2)

30

ikan target, kelompok ikan ini merupakan ikan yang memiliki ekonomis tinggi. Kelompok ikan target yang di sensus diantaranya terdiri dari famili Serranidae (Rock Cods), Lutjanidae (Snappers), Lethrinidae (Emperors), Haemulidae (Sweetlips), dan Scaridae (Parrotfishes); dan 3) ikan indikator merupakan jenis ikan karang yang mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem tersebut, diantaranya kelompok ikan Chaetodontidae dan Chelmonidae (English et al. 1997; Manuputty dan Djuwariah 2009).

Pengamatan organisme megabentos dilakukan dengan metode Reef Check Benthos, yaitu pengamatan diatas transek garis yang sama (25 meter) dengan pengulangan sebanyak 2 kali dan mencatat organisme bentos dan kelimpahannya pada lebar 1 meter ke kanan dan ke kiri dari garis transek. Megabentos yang dicatat dan diamati sepanjang transek adalah lobster, udang karang, bintang berduri, bulu babi, bulu babi berbentuk pensil, teripang, kima kecil (<20 cm), kima besar (>20 cm), lola, dan karang jamur. Mekanisme pengamatan megabentos disajikan pada Gambar 5 berikut (Manuputty dan Djuwariah 2009),

Gambar 5 Pengamatan megabentos dengan metode Reef Check Benthos. 3.4.3 Pengumpulan Data Sosial-Ekonomi dan Kelembagaan

Metode pengumpulan data sosial-ekonomi dan kelembagaan dilakukan beberapa tahap yakni observasi, semi-struktur wawancara dan survei (Pollnac et al. 2000).

Observasi dilakukan untuk mengamati langsung aktivitas masyarakat setempat yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya dan pengelolaan terumbu karang. Observasi diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan tentang aktivitas masyarakat, stakeholder, dan kultur budaya.

Semi-struktur wawancara didasarkan atas pertanyaan-pertanyaan atau diskusi yang sifatnya terbuka untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang kawasan penelitian. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan informasi

kualitatif, identifikasi penduduk lokal dan informasi dari stakeholder- stakeholder yang ada.

Tahap survei merupakan kegiatan lapangan dengan menggunakan kuisioner yang telah dirancang dan terstruktur dengan baik. Pertanyaan yang akan diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan khusus terkait pengelolaan Daerah Perlindungan Laut.

Kegiatan riil dilapangan pada penelitian ini adalah dengan mengunjungi semua aktifitas masyarakat terkait pemanfaatan sumberdaya yang ada di desa tersebut, termasuk ikut dalam penangkapan ikan di wilayah perairan desa. Wawancara terbuka dan kuisioner dilakukan dari rumah ke rumah hingga mengumpulkan beberapa nelayan dan stakeholder di kantor desa guna mencari informasi tentang keberadaan DPL.

Dokumen terkait