• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, beberapa metode atau teknik untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam (depth interview). Untuk mendapatkan data, maka penulis melakukan wawancara secara terbuka dan mendalam dengan berbagai informan berdasarkan pedoman wawancara yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti terutama data faktor dari partai politik, tim sukses, kampanye, dan dana.

2. Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus (DKT), dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari sejumlah orang secara bersamaan sehingga dapat saling konfrontir (cross check) data terkait citra kandidat, peran para tokoh, ataupun primordialisme.

3. Studi dokumentasi/pengumpulan data dalam bentuk dokumen tertulis. Data yang dimaksud bisa merupakan undang-undang, peraturan, kliping koran, hasil studi/riset, pernyataan, teori yang relevan, makalah, jurnal, laporan serta bahan lain yang relevan.

4. Browsing dan clipping print. Untuk mendapatkan bahan yang lebih lengkap, maka penulis juga melakukan pencarian data melalui media internet.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh baik berupa dokumen tertulis maupun hasil wawancara dianalisis dengan memakali model analisis kualitatif.

Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut: pertama, data dikumpulkan, lalu diklasifikasikan dan dikategorisasi berdasarkan beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian. Data yang ada disajikan dalam bentuk uraian kata-kata, setelah itu diinterpretasikan sesuai dengan teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian atau berdasarkan hasil riset dan disesuaikan dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, data yang terkumpul dikelompokkan menurut kebutuhan, untuk melihat data-data yang bias mempengaruhi dan berpengaruh terhadap objek yang diteliti, dengan langkah-langkah sebagaimana yang dikemukakan Nasution (2008) :

1. Reduksi Data

Data yang didapat dari lapangan masih berupa atau yang berbentuk uraian atau laporan yang terperinci yang akan terasa sulit bila tidak tereduksi, dirangkum hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dicari polanya. Jadi laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkat, direduksi lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan.

2. Display Data

Untuk dapat melihat secara keseluruhan pada bagian-bagian tertentu pada penelitian, data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan ataupun tema dan dibuat dalam bentuk table sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.

3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi

Penulis mencari makna data yang dikumpulkan. Untuk itu peneliti mencari pola, tema, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan lain sebagainya. Dari data yang diperoleh sejak mulanya diambil kesimpulan.

Kesimpulan itu mula-mula relative, kabur, diragukan akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan itu menjadi lebih tepat dalam penyelesaian masalah dan penyelesaian cara bertindak.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Aceh Tamiang

Kerajaan Tamiang pernah mencapai puncak kejayaannya dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M.

Pada masa itu kerajaan tersebut dibatasi:

1. Sungai Raya/Selat Malaka di bagian Utara 2. Besitang di bagian Selatan

3. Selat Malaka di bagian Timur

4. Gunung Segama (Gunung Bendahara/Wilhelmina Gebergte) di bagian Barat.

Pada masa Kesultanan Aceh, Kerajaan Tamiang telah mendapat cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung (Zainuddin, 1961: 136-137) dari Sultan Aceh Darussalam atas wilayah Negeri Karang dan Negeri Kejuruan Muda.

Sementara negeri Sultan Muda Seruway, Negeri Sungai Iyu, Negeri Kaloy, dan Negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap SIkureung. Karena itu negeri-negeri tersebut dijadikan sebagai wilayah pelindung bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung.

Pada tahun 1908, dengan berlakunya Staatblad No.112 tahun 1878, maka wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuverment Aceh en Onderhoorigheden.

Maksudnya adalah, Tamiang berada dibawah status hukum Onderafdelling.

Dalam Afdeling Oostkust Van Atjeh (Aceh Timur) beberapa wilayah Landschaps berdasarkan Korte Verklaring diakui sebagai Zelfbestuurder, dengan status hukum Onderafdelling Tamiang, termasuk wilayah-wilayah:

1. Landschap Karang

2. Landschap Seruway/Sultan Muda 3. Landschap Kejuruan Muda 4. Landschap Bendahara 5. Landschap Sungai Iyu, dan

6. Gouvermentagebied Vierkantepaal Kualasimpang.

Nama Tamiang tumbuh dari legenda "Te-Miyang" atau "Da-Miyang" yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut

berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh. Ketika masih bayi, ia ditemukan dalam rumpun bambu betong (istilah Tamiang adalah bulooh) oleh seorang raja berjulukan "Tamiang Pehok".

Menginjak dewasa, Pucook Sulooh dinobatkan menjadi Raja Tamiang bergelar

"Pucook Sulooh Raja Te-Miyang", yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal".

Menurut sumber lain, kata Tamiang berasal dari kata “Da Miang”. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang melalui prasasti Sriwijaya. Tak kurang pula sastra tulis Cina karya Wee Pei Shih mencatat pula keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Negara Kertagama.

Daerah ini juga berjuluk Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda kala itu.

Pemekaran daerah di Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebenarnya telah dicetuskan dan diperjuangkan sejak 1957 awal masa Propinsi Aceh ke-II, termasuk eks-Kewedanaan Tamiang diusulkan menjadi Kabupaten Daerah Otonom. Usulan tersebut lantas mendapat dorongan semangat yang lebih kuat lagi sehubungan dengan keluarnya ketetapan MPRS hasil Sidang Umum ke-IV tahun 1966 tentang pemberian otonomi seluas-luasnya. Dalam usulnya mengenai pelaksanaan otonomi secara riil dengan Memorandum Nomor B-7/DPRD-GR/66, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) Propinsi Daerah Istimewa Aceh mengusulkan sebagai berikut:

1. Bekas Kewedanaan Alas dan Gayo Lues menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibu kotanya Kutacane.

2. Bekas daerah Kewedanaan Bireun, menjadi Kabupaten Djeumpa dengan ibu kotanya Bireun.

3. Tujuh kecamatan dari bekas Kawedanaan Blang Pidie menjadi Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibu kotanya Blang Pidie.

4. Bekas Daerah "Kewedanaan Tamiang" menjadi Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibu kotanya Kualasimpang.

5. Bekas daerah Kewedanaan Singkil menjadi Kabupaten Singkil dengan ibu kotanya Singkil.

6. Bekas daerah Kewedanaan Simeulue menjadi Kabupaten Simeulue dengan ibu kotanya Sinabang.

7. Kotif Langsa menjadi Kotamadya Langsa.

Sebagian besar usulan tersebut sudah menjadi kenyataan namun usulan mengenai Tamiang belum dikabulkan. Sebagai tindak lanjut dari cita-cita masyarakat Tamiang, maka pada era reformasi, sesuai Undang-Undang No.

22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka keinginan Tamiang untuk menjadi daerah otonomi terbuka kembali dan mendapat dukungan melalui:

1. Bupati Aceh Timur dengan surat No. 2557/138/tanggal 23 Maret 2000 ke DPRD Kabupaten Aceh Timur tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati Wilayah-III Kuala Simpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang.

2. DPRD Kabupaten Aceh Timur dengan surat No. 1086/100-A/2000, tanggal 9 Mei 2000, tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

3. Surat Bupati Aceh Timur, No. 12032/138 tanggal 4 Mei 2000 kepada Gubernur Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 138/9801 tanggal 8 Juni 2000 kepada DPRD Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

5. Surat DPRD Daerah Istimewa Aceh No. 1378/8333 tanggal 20 Juli 2000 tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

6. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 135/1764 tanggal 29 Januari 2001 kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Cq.

Dirjen PUMD tentang usul peningkatan status Daerah Pembantu Bupati dan Kota Adminstrasi menjadi Daerah Otonom.

4.1.2 Profil Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten Aceh Tamiang adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Aceh, Indonesia.Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur yang diresmikan pada 2 Juli 2002 berdasarkan UU No.4 Tahun 2002.

Kabupaten yang mempunyai semboyan “Kaseh pape setie mati” ini terletak dekat dengan perbatasan Sumatera Utara. Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera

yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya.

Kabupaten Aceh Tamiang memiliki 12 kecamatan yaitu; Banda Mulia, Bandar Pusaka, Bendahara, Karang Baru, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang, Manyak Payed, Rantau, Sekerak, Seruway, Tamiang Hulu, dan Tenggulun. Dengan batas wilayah sebagai berikut;

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Langsa, dan Selat Malaka

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, dan Kabupaten

Langkat, Provinsi Sumatera Utara

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur

Secara berkesinambungan Kabupaten Aceh Tamiang dipimpin oleh Bupati yang merupakan putra daerah sendiri. Sampai tahun 2021 ada beberapa Bupati yang memimpin yakni:

Tabel 4.1. Nama Bupati Kabupaten Aceh Tamiang dan Masa Bhakti

No Nama Bupati Masa Bhakti

1. Drs. H. Abdul Latief 2006 – 2012

2. H. Hamdan Sati, ST 2012 – 2017

3. H. Mursil. SH., MKn 2017 – 2022

Sumber : Wikipedia

Sama halnya dengan Lembaga Eksekutif, pada Lembaga Legislatif dapat pula diketahui bahwa putra daerah yang telah menjadi Ketua DPRK Aceh Tamiang adalah:

Tabel 4.2. Nama Ketua DPRK Aceh Tamiang dan Masa Bhakti

No Nama Ketua DPRK Masa Bhakti

1. Dr. (HC) T. Yusni 2003 – 2009 2. Ir. Rusman 2009 – 2017

3. Fadlon, SH 2017 – 2019

4. Suprianto, ST 2019 – 2024 Sumber : KIP Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang sangat strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga

barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya. Kabupaten Aceh Tamiang merupakan daerah penghasil minyak dan gas meski jumlahnya tidak sebesar Kabupaten Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Sektor unggulan lainnya di Kabupaten Aceh Tamiang adalah sektor perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan serta sektor perdagangan dan jasa. Oleh karena itu, di Kabupaten Aceh Tamiang sangat cocok didirikan industri pengolahan hasil tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan.

Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang sangat berpotensi untuk pengembangan tanaman perkebunan. Kabupaten Aceh Tamiang memiliki beberapa komoditi yang menjadi andalan di bidang perkebunan antara lain : kelapa sawit, karet, dan kakao.

Disamping komoditi yang menjadi andalan di Kabupaten Aceh Tamiang ada beberapa komoditi lokal yang juga menjadi perhatian Pemerintah Daerah untuk dikembangkan yaitu : kelapa dalam, pinang, aren, sagu, kopi, kemiri, kapuk dan nilam. Potensi utama sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tamiang adalah tanaman pangan yaitu padi, jagung dan kedelai. Disamping itu, produksi tanaman sayuran seperti mentimun, kacang panjang, terong, dan buah-buahan seperti durian dan rambutan juga memiliki potensi yang besar.

Potensi Sektor Peternakan yang sangat menjanjikan di Kabupaten Aceh Tamiang adalah peternakan dan pengembangan penggemukan sapi, kerbau, kambing, domba dan ayam. Sektor peternakan memberikan peluang besar untuk berinvestasi, dengan didukung oleh lahan yang luas untuk tempat peternakan, lahan rumput untuk pakan ternak dan fasilitas berupa pasar hewan yang berada di jalur Lintas–Sumatera yang terletak di Kecamatan Manyak Payed, sehingga memudahkan para peternak memasarkan ternak dagangannya. Potensi sektor perikanan di Kabupaten Aceh Tamiang adalah hasil perikanan tangkap seperti udang, kepiting, cumi-cumi, kerapu, bawal, kembung, tenggiri, kakap dan jenis ikan laut lainnya. Sedangkan hasil perikanan budidaya seperti ikan lele, gurami, nila dan mas.

4.1.3 Jumlah Kecamatan, Desa, Luas Wilayah, dan Aparatur Pemerintahan Daerah

Secara administratif Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari 12 Kecamatan yang terbagi dalam 213 Desa, dengan jarak yang bervariasi dari ibu kota kabupaten, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah, dan Jumlah Desa

No Kecamatan Ibukota Jlh Desa Luas Area Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang Dalam

Angka 2020

Dari data tersebut terlihat bahwa kecamatan terluas adalah Tenggulun (295,55 Km²) dan yang terkecil adalah Ibukota Kabupaten Aceh Tamiang yakni Kota Kuala Simpang (4,48 Km²). Jumlah desa yang terbanyak terdapat di Kecamatan Manyak Payed (36 Desa) sedangkan jumlah desa paling sedikit terdapat di Kecamatan Kota Kuala Simpang (5 Desa) dan Tenggulun (5 Desa).

Sampai dengan akhir Tahun 2019 Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai pegawai sebanyak 4.707 personil yang tersebar pada dinas/instansi dengan komposisi jabatan sebagai berikut : Fungsional Tertentu sebanyak 2.434 orang, Fungsional Umum sebanyak 1.684 orang, Struktural sebanyak 589 orang, Eselon IV sebanyak 408 orang, Eselon III sebanyak 151 orang, Eselon II sebanyak 30 orang.

Dari komposisi pegawai berdasarkan jabatan tersebut terlihat bahwa, persentase pegawai dengan jabatan Fungsional Tertentu adalah yang paling banyak, yaitu 51,71 % dari jumlah pegawai. Sementara persentase pegawai yang paling

sedikit adalah pegawai yang berjabatan Eselon II, yaitu sebesar 0,63 % dari jumlah pegawai.

4.1.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang pada Tahun 2019 sebanyak 295.011 jiwa. Berdasarkan data Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang, jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Karang Baru, yaitu 42.591 jiwa diikuti oleh Kecamatan Rantau, yaitu 38.844 jiwa. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk terendah ada pada Kecamatan Sekerak dengan 7.001 jiwa.

Tabel 4.4. Luas Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang Dalam

Angka 2020

Berdasarkan pengelompokan umur, menurut BPS Kabupaten Aceh Tamiang pada Tahun 2019 penduduk Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari 10,78

% usia balita (0-4 tahun), 11,09 % anak-anak (5-9 tahun), 10.09 % remaja (10-14 tahun), dari struktur umur, penduduk Kabupaten Aceh Tamiang yang termasuk dalam kategori usia produktif yaitu yang berumur 15 sampai 54 tahun sebanyak 58,22 % dari jumlah penduduk, dan untuk usia lanjut yang berumur 55 sampai 65 tahun ke atas sebanyak 9,82 %. Penduduk Kabupaten Aceh Tamiang sebagian besar hidup dari sektor pertanian atau sekitar 14,99 % dari total penduduk.

Rasio jenis kelamin Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2019 sebesar 102 ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki di Aceh Tamiang lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 2019, jumlah penduduk laki-laki sebanyak 148.676 jiwa dan perempuan 146.335 jiwa. Secara umum perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan, yaitu 102 yang berarti setiap 100 jiwa penduduk perempuan, jumlah penduduk laki-laki 102 jiwa. Data itu menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin No Kecamatan Laki – Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang Dalam

Angka 2020

Di 12 (dua belas) Kecamatan yang berada di Aceh Tamiang jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan, jumlah penduduk laki-laki terbanyak berada di Kecamatan Karang Baru, dengan rasio terbesar berada di Kecamatan Tenggulun. Sementara jumlah penduduk laki-laki paling rendah rasionya berada di 6 (enam) Kecamatan yakni : Kecamatan Karang Baru, Kecamatan Kejuruan Muda, Kecamatan Kuala Simpang, Kecamatan Rantau, Kecamatan Sekerak, dan Kecamatan Seruway.

Di Kabupaten Aceh Tamiang kerukunan antara umat beragama terjalin dengan sangat baik. Mayoritas penduduk daerah ini memeluk agama Islam, seperti yang ditunjukkan di tabel berikut.

Tabel 4.6. Jumlah Agama yang Dianut Penduduk Menurut Kecamatan Sumber : Kementerian Agama Kabupaten Aceh Tamiang

Penganut agama Islam terbanyak berada di Kecamatan Karang Baru dan yang paling sedikit berada di Kecamatan Sekerak, dan dengan jumlah penganut agama Islam di Kabupaten Aceh Tamiang sebanyak 289.046 orang. Sedangkan diurutan kedua dalam agama yang paling banyak dianut oleh penduduk Kabupaten Aceh Tamiang yakni, agama Budha dengan jumlah 1.073 orang yang terpusat terletak pada Kecamatan Kota Kuala Simpang yakni, Ibukota Kabupaten Aceh Tamiang, diikuti oleh agama Protestan dengan jumlah 235 orang, Katolik 43 orang, dan yang paling sedikit adalah Hindu dengan jumlah 37 orang. Sarana ibadah umat beragama di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Masjid sebanyak 290 unit, Mushola 381 unit, Vihara 3 unit.

Mayoritas penduduk Kabupaten Aceh Tamiang adalah petani dengan produksi utama berupa padi, jagung dan kedelai. Disamping itu, produksi tanaman sayuran seperti mentimun, kacang panjang, terong, dan buah-buahan seperti durian dan rambutan. Meskipun lahan pertanian tergolong luas, tetapi jumlah penduduk miskin di Aceh Tamiang cukup signifikan yaitu sebanyak 35.027 KK (kartu keluarga) yang tersebar di seluruh kecamatan di Aceh Tamiang.

4.1.5 Kondisi Sosial Budaya

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang banyak bermukim etnis Melayu (60%). Suku Jawa (20%) membentuk suku kedua terbesar di kabupaten

tersebut. Selain kedua etnis tersebut, suku Aceh (15%) juga banyak dijumpai di kabupaten ini. Sementara di daerah hulu terdapat Suku Gayo dan Suku Alas. Aceh Tamiang memiliki moto “Kaseh Pape, Setie Mati” yang bermakna bahwa suatu kehidupan yang rela berkorban dan saling tolong-menolong, dengan penuh tanggung jawab dan kesetiaan yang kekal tanpa pamrih. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, ada juga yang beragama Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.

Bahasa Tamiang seperti bahasa-bahasa lainnya di Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia namun yang menjadi keunikan bagi suku Tamiang adalah selain bahasanya bahasa Tamiang suku dan daerahnya juga bernama Tamiang. Dalam menggunakan bahasa didaerah Tamiang ini dikenal dengan nama bahasa Kampong (bahasa Tamiang) yang mempunyai tiga dialek tetapi bagi suku perkauman Tamiang dapat dipahami walaupun dalam beberapa isitilah terdapat perbedaan pengertian. Meskipun dialek bahasa Tamiang terdiri dari tiga dialek yaitu: dialek ilek (dialek hilir), dialek tengah, dan dialek hulu. Nampun warganya saling memahami dan berpadu kuat sesuai dengan pesan raja Muda Sedia

‘’ller boleh pecah. Ulu boleh pecah Tamiang tetap bersatu’’. Dialek bahasapun dipengaruhi oleh perbauran antara suku Gayo, Aceh, dan Melayu Deli.

Tulisan sistem huruf yang khas kepunyaan suku Tamiang asli zaman dahulu tidak ada. Tulisan-tulisan Tamiang menggunakan huruf Arab Melayu. Huruf ini dikenal setalah datangnya agama Islam di Aceh merupakan huruf-huruf yang banyak dijumpai pada batu nisan raja-raja. Sampai saat ini tulisan inilah yang digunakan dikalangan sebagai orang-orang tua. Bagi kalangan muda yang sebagian besar mengikuti pendidikan modern maka huruf ini hampir tidak dikenal lagi.

Mayoritas masyarakat Aceh Tamiang umumnya hidup dari hasil sawah, sawah ini dibentuk berpetak-petak yang dipisahi dengan batas (pematang).

Pengairan disawah sangat terbatas, jadi banyak sawah-sawah yang bergantung pada turunnya hujan. Masyarakat juga berladang yang tidak jauh dengan desa tempat tinggal mereka. Sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal dipinggiran sungai dan di muara-muara yang menjorok kelaut berprofesi sebagai nelayan . Tradisi nelayan yang sering dilakukan sangat tradisional dengan memakai perahu dayung (sampan) cara menangkap ikan udang dan kepiting dilakukan dengan beberapa cara

diantaranya ngejang yaitu bubu yang dibuat dari rotan dengan bentuk melingkar yang panjangnya sekitar 1 meter dan dengan diameter 0,5 meter, salah satu ujungnya ditutup dan ujungnya yang lain dibuka sebagai pintu masuk dengan cerocok atau jeruji yang berbentuk kerucut dipasangkan menjorok kebagian dalam berfungsi agar ikan dan binatang lain yang sudah masuk tidak akan berani keluar lagi. Bubu tersebut dikelilingi (dipagar) dengan jang yang terbuat dari rotan juga bentuknya seperti krei.

4.1.6 Kondisi Sosial Ekonomi

Menurut BPS Kabupaten Aceh Tamiang (2020), laju perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang stagnan di 5,2 % yang masih sama seperti tahun sebelumya yaitu, Tahun 2018. Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, kawasan ini juga merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan.

4.1.7 Pendidikan

Di Kabupaten Aceh Tamiang terdapat sebanyak 209 unit Taman Kanak-Kanak (TK) dengan jumlah guru sebanyak 460 orang dan murid sebanyak 6.023 orang, 40 unit Raudatul Athfal (RA) dengan jumlah guru sebanyak 150 orang dan murid sebanyak 1.293 orang, 169 unit Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah guru sebanyak 1.979 orang dan murid sebanyak 30.688 orang, 23 unit Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan jumlah guru sebanyak 288 orang dan murid sebanyak 4.843 orang, 58 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah guru sebanyak 1.008 orang dan murid sebanyak 12.367 orang, 25 unit Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan jumlah guru sebanyak 343 orang dan murid sebanyak 3.881 orang, 27 unit Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah guru sebanyak 762 orang dan murid sebanyak 8.701 orang, 9 unit Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Madrasah Aliyah (MA) dengan jumlah guru sebanyak 216 orang dan murid sebanyak 1.460 orang.

4.1.8 Kondisi Sosial Politik

Kondisi sosial politik di Kabupaten Aceh Tamiang cukup dinamis. Mulai dari Pilkada 2006, 2012, dan 2017, hingga jumlah partai politik dan penyebaran perolehan kursi untuk setiap partai politik pada Pemilu 2009, 2014, dan 2019.

Berikut ditunjukkan perolehan Pasangan Calon pada Pilkada 2006, 2012, dan 2017:

Tabel 4.7. Daftar Perolehan Suara Sah Pasangan Calon Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2006 di Kabupaten Aceh Tamiang

No Pasangan Calon Bupati – Wakil Bupati Suara Sah

No Pasangan Calon Bupati – Wakil Bupati Suara Sah