• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMPULAN DAN SARAN

3.5. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Elemen Pekarangan

Observasi dan wawancara dengan pemilik rumah Ukuran pekarangan Spesies

Orientasi rumah -

3 Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Jiwa BPS, Kelurahan,

Kecamatan

Data pendukung kondisi dan budaya desa dan kampung Analisis struktur dan fungsi pekarangan Jumlah rumah dg pekarangan rumah

Luas pekarangan m2 Observasi

Pekerjaan - BPS,

Wawancara dengan Pemilik rumah

Pendidikan -

Usia tahun

Sejarah - Wawancara dengan

tokoh masyarakat

Budaya dan spiritual -

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Observasi Elemen Pekarangan

Pada tahap observasi ini, inventarisasi dan identifikasi dilakukan pada setiap elemen pekarangan, yaitu tanaman, ternak, kandang, kolam dan elemen-elemen lain di pekarangan yang bermanfaat bagi penghuni rumah. Pekarangan yang dijadikan sebagai plot observasi ini adalah lahan di sekeliling rumah dengan batas yang diberikan oleh pemilik rumah (Arifin, 2008).

Pencatatan orientasi rumah dan pengukuran juga dilakukan untuk mengetahui bentuk pekarangan dan posisi elemen tersebut di pekarangan. Pencatatan dilakukan dengan membuat denah pekarangan di millimeter blok dan diperkuat dengan dokumentasi foto menggunakan kamera digital.

3.5.2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah serta wawancara kepada tokoh masyarakat. Wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah membutuhkan panduan berupa kuisioner untuk mengetahui identitas, struktur dan fungsi dari pekarangan sampel. Kuisioner yang dipersiapkan terdiri beberapa aspek, yaitu: latar belakang identitas desa, responden dan rumah tangga, satuan ukur lahan, lahan milik di luar pekarangan, rumah dan pekarangan, aset-aset, konsumsi rumah tangga, pendapatan, pertanyaan kualitatif/subjektif (aspek biofisik, sosial-ekonomi-budaya-spiritual dan lingkungan) serta pengamanan pekarangan. Kuisioner ini merupakan adaptasi dari kuisioner yang dibuat oleh Departemen Arsitektur Lanskap IPB dan Rural Development Institute, Seattle USA dalam survey lahan pekarangan Jawa-Indonesia (2006). Pengisian kuisioner dilakukan oleh pewawancara dengan menanyakan langsung ke narasumber sambil melakukan pencatatan.

Wawancara berikutnya adalah wawancara kepada tokoh masyarakat, yaitu kepala desa, mantan kepala desa, pemuka agama, ketua RT dan RW serta tokoh pemuda. Wawancara ini merupakan wawancara mendalam tanpa panduan kuisioner untuk mengetahui sejarah, latar belakang budaya, kearifan lokal serta kondisi sosial ekonomi di lokasi penelitian.

Wawancara dengan pemilik atau penghuni rumah untuk pengisian kuisioner disertai dengan observasi elemen pekarangan sedangkan wawancara dengan tokoh masyarakat disertai dengan observasi biofisik dan kondisi sosial kampung. Kegiatan wawancara dan observasi ini dilakukan bersamaan sehingga hasil observasi dapat terintegrasi dengan hasil wawancara.

3.5.3. Studi Pustaka

Pengumpulan data melalui studi pustaka terkait dengan topik penelitian mengenai kondisi lanskap hulu DAS Kalibekasi serta teori-teori mengenai struktur, fungsi, dan dinamika keanekaragaman hayati pekarangan. Data iklim didapatkan dari BKMG Darmaga dan data statistik TWA Gunung Pancar. Data statistik biofisik dan sosial ekonomi hulu DAS Kalibekasi didapatkan dari data BPDAS, BPS Kabupaten Bogor, profil Desa Karang Tengah dan Kadungmangu.

Studi pustaka mengenai struktur, fungsi, dan keanekaragaman hayati pekarangan diperlukan khususnya untuk pemantapan metode dan untuk membahas hasil dari penelitian ini. Studi pustaka ini didapatkan melalui artikel jurnal, buku dan internet.

3.6. Metode Pengolahan, Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data mentah yang dihasilkan dari penelitian ini ditabulasi dan diolah dengan bantuan MS. Excel 2007. Pengolahan data ini untuk mendapatkan jumlah, rata-rata, median serta grafik dan diagram yang diperlukan untuk tampilan data.

3.6.2 Analisis Struktur Pekarangan

Analisis struktur pekarangan meliputi luas pekarangan; tata ruang pekarangan; jenis tanaman (menghitung dominasi menggunakan SDR – Summed Dominance Ratio) dan ternak; letak tanaman, kandang dan kolam; dan strata tanaman berdasarkan lima kelas ketinggian tanaman (<1 m2; 1-2 m; 2-5 m; 5-10 m; dan >10 m) (Arifin, 1998). Data sebaran elemen di pekarangan ini ditampilkan dalam bentuk denah yang diolah menggunakan software Microsoft Office Visio 2007. Elemen yang umum ditemukan di pekarangan tersebut dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui fungsi dari elemen tersebut dan hubungannya dengan budaya masyarakat di lokasi penelitian.

Identifikasi tanaman di pekarangan dilakukan untuk mengetahui komposisi tanaman di pekarangan. Untuk mengetahui komposisi tanaman ini, digunakan rumus SDR (Summed Dominance Ratio). Sebelum menghitung SDR, nilai kerapatan relatif spesies (RDa) dan frekuensi relatif spesies (RFa) harus diketahui terlebih dahulu. Berikut adalah rumusnya (Kehlenbeck, 2007)):

dan

Nilai kerapatan dan frekuensi tersebut dihitung pada per spesies pada skala kampung. Sehingga didapatkan nilai SDR skala kampung setelah nilai RD dan RF dimasukkan ke dalam rumus:

Pengolahan SDR dimaksudkan untuk mendapatkan spesies yang paling mendominasi. Penyajian data dilakukan dengan bentuk tabel sepuluh tanaman yang paling mendominasi di setiap lokasi.

Pembahasan komposisi tanaman dilengkapi dengan menampilkan perhitungan serta grafik kelimpahan tanaman. Kelimpahan tanaman pada penelitian ini ditujukan untuk menginvestigasi pola stuktur pekarangan di komunitas pada skala kampung. Untuk tampilan grafik, axis x merupakan rangking dari kelimpahan spesies sedangkan axis y merupakan proporsi kelimpahan (nilai ditransformasikan ke dalam bentuk log10). Kemudian ditentukan presentasi spesies yang sangat berlimpah dan spesies yang kurang berlimpah. Spesies yang sangat berlimpah memiliki jumlah individu lebih dari 5% dari seluruh individu sementara spesies yang kurang berlimpah ada memiliki jumlah individu kurang dari 0,1% dari jumlah seluruh individu tanaman (Kehlenbeck, 2007).

Untuk melengkapi analisis struktur tanaman, pada identifikasi tanaman dilakukan analisis vertikal. Analisis vertikal dilakukan dengan mengidentifikasi tanaman berdasarkan strata ketinggian tanaman. Tanaman diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu 0 – 1 m, 1 – 2 m, 2 – 5 m dan di atas 10 m seperti yang telah dilakukan oleh Karyono (1990), Arifin et al. (1997) dan Kehlenbeck and Maass (2004). Hasil analisis vertikal ini ditampilkan dalam bentuk grafik struktur tanaman di pekarangan berdasarkan strata ketinggiannya.

3.6.2. Analisis Fungsi Pekarangan

Fernandez and Nair (1986) menyebutkan bahwa setiap komponen di pekarangan memiliki tempat yang spesifik, begitu pula dengan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan kajian terhadap fungsi pekarangan. Analisis fungsi pekarangan meliputi analisis fungsi ruang pekarangan. Fungsi ini didapatkan dari wawancara dengan pemilik atau penghuni rumah dan dijabarkan dengan deskriptif.

Analisis berikutnya adalah analisis fungsi tanaman. Fungsi utama tanaman dibagi menjadi tanaman penghasil pati; buah; sayuran; bumbu; obat; industri; hias; dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh) (Arifin, 1998); Pengkategorian fungsi utama suatu spesies tanaman berdasarkan wawancara dari pemilik atau penghuni rumah. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel fungsi utama tanaman.

Analisis berikutnya berkaitan dengan analisis jasa lisngkungan. Jasa lingkungan yang dibahas pada penelitian ini adalah jejaring hijau dan cadangan karbon. Data didapatkan melalui pengamatan, wawancara dan studi pustaka.

3.6.3. Analisis Dinamika Keanekaragaman Hayati

Tahap berikutnya adalah melakukan analisis keragaman tanaman. Pada tahap ini, digunakan tiga rumus perhitungan, yaitu indeks Margalef, indeks Shanon-Wiener dan indeks Sørensen. Indeks Margalef menunjukkan kekayaan jenis, indeks Shannon-Wiener menunjukkan keragaman jenis sedangkan indeks Sørensen menunjukkan kesamaan jenis antara dua lokasi. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel. Perhitungan indeks Margalef dan Shanon-Wiener dilakukan pada skala kampung dan per pekarangan untuk mengetahui rentang kekayaan dan keragaman jenis tanaman di setiap lokasi sedangkan perhitungan indeks Sørensen hanya dilakukan pada skala kampung saja.

a. Indeks Margalef

Keterangan: DMg = indeks Margalef S = jumlah spesies N = total jumlah individu

b. Indeks Shannon-Wiener

Keterangan: H= Indeks Diversitas Shannon – Wiener

ni = Jumlah individu dari spesies ke-i N = Jumlah individu dari semua spesies ln = Logaritme natural (bilangan alami)

Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks keragaman kurang dari 1 menunjukkan keragaman spesies rendah, nilai indeks keragaman di antara 1 dan 3 menunjukkan keragaman spesies sedang dan nilai indeks keragaman di atas 3 menunjukkan keragaman spesies tinggi (Tabel 2).

Tabel 2. Standar indeks keragaman spesies

Nilai Indeks Keragaman (H) Keterangan

H<1 1<H<3

H>3

Keragaman spesies rendah Keragaman spesies sedang Keragaman spesies tinggi Sumber: Prasetyo, 2007

c. Indeks Sørensen

Keterangan: Ss = indeks Sørensen

Sab = jumlah spesies yang sama di pekarangan a dan b Sa = jumlah spesies di pekarangan a

Sb = jumlah spesies di pekarangan b

Uji homogenitas indeks kekayaan dan keragaman tanaman menggunakan uji

anova satu arah dilanjutkan dengan uji Tukey’s HSD dengan tingkat kepercayaan

95% menggunakan software SPSS 16.0.

Hasil analisis keragaman tanaman ini dilengkapi dengan pembahasan mengenai manajemen tanaman, keberadaan tanaman asli dan tanaman hias dan konservasi tanaman di pekarangan. Pada penelitian ini, kategori tanaman asli dibatasi pada tanaman asli Indonesia.

Selain keragaman tanaman, keragaman ternak juga dianalisis secara deskriptif komposisi dan manajemen ternak. Selain itu, di bahas juga manajemen ternak di pekarangan serta hubungan antara keberadaan ternak dengan struktur dan fungsi pekarangan, terutama mengenai keberadaan kandang dan kolam.

3.7. Penyusunan Rekomendasi