STRUKTUR, FUNGSI DAN DINAMIKA
KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN
PADA PEKARANGAN DI HULU DAS KALIBEKASI,
KABUPATEN BOGOR
NAHDA KANARA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Struktur, Fungsi dan Dinamika Keanekaragaman Hayati Pertanian pada Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
NAHDA KANARA. Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District. Under supervision of HADI SUSILO ARIFIN, NURHAYATI H.S. ARIFIN, and SYARTINILIA
Indonesian typical home garden, “pekarangan”, has several ecological potentials of agrobiodiversity. Nevertheless, pekarangan management in Indonesia is facing several problems, such as decreasing plot size, decreasing plant species for production function, but increasing number of ornamental plants for aesthetic function. The objectives of this research are to propose recommendations on agrobiodiversity conservation in pekarangan by analyze the structure, function and spatial dynamic of pekarangan agrobiodiversity in the upper stream of Kalibekasi watershed. This research was conducted in Cimandala, Landeuh and Leuwijambe hamlets which represented the upper part, the middle part and the lower part of the upper stream of Kalibekasi Watershed, respectively, and Sentul City as the urbanized area for comparison. There are 48 samples of pekarangan were observed and analyzed. It was found that pekarangan in the rural area of the upper stream of Kalibekasi watershed have larger space in front yard and one of side yard, but smaller in back yard with multilayer plants. The main function of pekarangan in rural area is a media for production, but in urban area are for micro-climatic amelioration and aesthetic function. The numbers of Margalef index and Shannon-Wiener index show that the upper part has the highest plant diversity. While, the values of Sørensen coefficient indicate that the middle part is the transition place of species similarity of the upper and the lower part. The proposed recommendation is to hold and maintain pekarangan with high diversity of plants and livestocks, which householders get benefit from the product.
NAHDA KANARA. Struktur, Fungsi dan Dinamika Keanekaragaman Hayati Pertanian pada Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN, NURHAYATI H.S. ARIFIN, and SYARTINILIA
Pekarangan adalah typical home garden di Indonesia yang memiliki beberapa manfaat ekologi yang potensial sebagai sistem keragaman hayati pertanian. Namun, manajemen pekarangan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, yaitu penurunan ukuran plot pekarangan, menurunnya spesies tanaman produksi namun meningkatnya tanaman hias untuk fungsi estetika. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun rekomendasi pola pekarangan untuk konservasi keragaman hayati di hulu DAS Kalibekasi, berdasarkan: 1) analisis struktur pekarangan di hulu DAS Kalibekasi; 2) analisis fungsi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi; 3) analisis dinamika keragaman hayati pekarangan atas-tengah-bawah di hulu DAS Kalibekasi.
Penelitian ini dilaksanakan di kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe, , yang merepresentasikan daerah atas, tengah dan bawah dari daerah perdesaan hulu DAS Kalibekasi serta perumahan Sentul City sebagai daerah pembanding kota. Keempat lokasi ini berada di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Data didapatkan dari total 48 sampel pekarangan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Analisis yang dilakukan adalah: 1) analisis struktur pekarangan meliputi luas pekarangan; tata ruang pekarangan; jenis tanaman dengan menggunakan Summed Dominance Ratio (Kehlenbeck, 2007) dan menginventarisasi ternak; letak tanaman, kandang dan kolam; dan strata tanaman berdasarkan lima kelas ketinggian tanaman (<1 m; 1-2 m; 2-5 m; 5-10 m; dan >10 m;) (Arifin, 1998); 2) analisis fungsi pekarangan meliputi fungsi ruang pekarangan; fungsi tanaman berdasarkan delapan fungsi tanaman, yaitu penghasil pati; buah; sayuran; bumbu; obat; industri; hias; dan penghasil manfaat lainnya (Arifin, 1998); dan fungsi jasa lingkungan; serta 3) analisis keanekaragaman hayati pekarangan meliputi dinamika berdasarkan zona DAS (atas-tengah-bawah) serta dinamika berdasarkan tingkat urbanisasi dengan membandingkan nilai indeks kekayaan dan keragaman spesies tanaman (Margalef
dan Shanon-Wiener index) dan indeks similaritas (Sorensen index) spesies
tanaman. Rekomendasi konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan disusun dengan metode SWOT melalui penentuan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta faktor eksternal peluang (opportunity) dan acaman
(threat) berdasarkan hasil pengamatan dan analisis struktur, fungsi dan dinamika.
spesies tanaman yang sama antara daerah atas dan daerah bawah.
Orientasi rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah untuk mempertahankan dan merawat (hold and maintain) keanekaragaman hayati pertanian pada pekarangan yang ada di hulu DAS Kalibekasi dengan strategi utama mempertahankan tanaman lokal yang memiliki 8 fungsi (penghasil pati, buah, sayuran, bumbu, obat, industri, hias, dan penghasil manfaat lainnya) pada berbagai strata tinggi tanaman. Denah pekarangan yang direkomendasikan adalah pekarangan yang memiliki tanaman lokal yang memiliki semua fungsi tersebut dengan struktur tanaman multilayer namun tetap memperhatikan fungsi sosial pekarangan masyarakat di desa dengan adanya ruang kosong dan memperhatikan prinsip estetika
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PADA PEKARANGAN DI HULU DAS KALIBEKASI,
KABUPATEN BOGOR
NAHDA KANARA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Nahda Kanara
NRP : A451090051
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Ketua
Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, M.Sc. Dr. Syartinilia, SP., M.Si.
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr.
Penelitian yang berjudul Struktur Pekarangan Struktur, Fungsi Dan
Dinamika Keanekaragaman Hayati Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi,
Kabupaten Bogor ini berlatar belakang pentingnya pekarangan sebagai salah satu
unit pembentuk lanskap perkampungan dan perdesaan di Daerah Aliran Sungai
(DAS). Pembahasan dititikberatkan pada masalah biodiversitas yang berhubungan
erat dengan struktur dan fungsi pekarangan tersebut. Selain itu, pada penelitian ini
diharapkan ditemukan pola pekarangan di setiap kampung yang mewakili atas,
tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini merupakan bagian dari Hibah
Kompetensi (HIKOM) 2008-2010 yang berjudul Manajemen Lanskap Perdesaan
Bagi Kelestarian dan Kesejahteraan Lingkungan (Kasus Village dan
Eco-City pada Kajian Ekologi Lanskap) di bawah koordinasi Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo
Arifin, MS. Hibah tersebut berasal dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (DP2M) Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI).
Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin,
MS., Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc. dan Dr. Syartinilia, SP., MSi. sebagai
pembimbing dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. dalam penyelesaian usulan
penelitian ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ayahanda Kautsar Azhari
Noer, ibunda Afni Rasyid, adik Taqi Kanara dan Zafira Kanara atas doa dan
semangat yang diberikan. Ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada teman
seperjuangan Mbak Aan, Titou dan Pak Wahyu yang telah mengizinkan untuk
mencitasi hasil penelitiannya serta kepada Kak Devy, Kak Lina, Bang Jonni, Bang
Han, Bu Sulis, Putri, Syita, Guntur, Irfan, Prinsa, Cindy, Sofyan dan semua rekan
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberi manfaat khususnya bagi
masyarakat hulu DAS Kalibekasi dan semua pembaca pada umumnya. Besar
harapan penulis untuk penelitian tentang pekarangan di Indonesia dapat terus
dikembangkan.
Bogor, Mei 2012
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Februari 1985 dari Ayah
Kautsar Azhari Noer dan ibu Afni Rasyid. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara.
Pendidikan dasar dan menengah pertama penulis selesaikan di MI. dan
MTs. Pembangunan IAIN Jakarta. Setelah lulus dari SMUN 6 Jakarta pada tahun
2003, penulis melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis
memilih Program Studi Agronomi di bawah Fak. Pertanian UGM dan lulus tahun
2008. Tahun 2009, penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dengan Program Studi Arsitektur Lanskap.
Selama penulis menjadi mahasiswa di Pascasarjana IPB, penulis
berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Japan-East Asia Network of Exchange
of Students and Youths (JENESYS/JASSO) untuk mengikuti Special Audit
Student Program di International Development and Corporation (IDEC),
Hiroshima University. Program ini merupakan pogram pertukaran mahasiswa
kerjasama University to University (U to U) antara IPB (PIC: Prof. Hadi Susilo
Arifin) dan Hiroshima University (PIC: Prof. Nobukazu Nakagoshi) selama satu
semester masa perkuliahan (Oktober 2010 – Maret 2011). Laporan yang penulis presentasikan pada akhir program tersebut berjudul “Structures, Functions and Biodiversity Dynamics of Pekarangan (Homestead Plot) In the Upper-Stream of
Kalibekasi Watershed, Bogor District” merupakan tahap awal dari hasil analisis
penelitian ini. Sebagian dari penelitian ini juga penulis presentasikan pada
ISSAAS (International Society for Southeast Asian Agriculture Sciences)
International Symposium and Congress – Indonesia Chapter di Bogor, 9
November 2011 dengan judul “Study of Pekarangan Agro-biodiversity In the
DAFTAR ISI
2.3 Dinamika dan Keanekaragaman Hayati Pekarangan ... 9
2.4. Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Pekarangan ... 10
III. METODOLOGI 3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
3.2.Bahan dan Alat... 14
3.3.Jenis dan Sumber Data ... 14
3.4.Metode Penentuan Sampel Pekarangan ... 14
3.5.Metode Pengumpulan Data ... 15
3.5.1 Observasi Elemen Pekarangan ... 15
3.5.2 Wawancara ... 16
3.5.3 Studi Pustaka ... 17
3.6.Metode Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ... 17
3.6.1 Analisis Struktur Pekarangan ... 17
3.6.2 Analisis Fungsi Pekarangan ... 19
3.6.3 Analisis Dinamika Keanekaragaman Hayati ... 19
3.7 Penyusunan Rekomendasi ... 21
3.7.1 Metode SWOT ... 21
3.7.2 Peyusunan Rekomendasi Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi ... 22
3.8 Tahapan Penelitian ... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisis Situasional Hulu DAS Kalibekasi ... 27
4.1.1 Letak Geografis dan Administratif ... 27
4.1.2 Iklim, Tanah dan Topografi ... 28
4.1.3 Penutupan Lahan... 32
4.1.4 Hidrologi dan Sumber Air Pekarangan ... 33
4.1.6 Sosial dan Kependudukan ... 35
4.2.Struktur Pekarangan ... 37
4.2.1 Ukuran Pekarangan dan Orientasi Rumah ... 37
4.2.2 Tata Ruang Pekarangan ... 39
4.2.3 Komposisi dan Pengelolaan Tanaman ... 44
4.2.4 Strata Tanaman ... 49
4.2.5 Jenis dan Komposisi Ternak ... 52
4.2.6 Kandang dan Kolam Ikan ... 53
4.3.Fungsi Pekarangan ... 53
4.3.1 Fungsi Ruang Pekarangan ... 53
4.3.2 Fungsi Tanamandi Pekarangan ... 56
4.3.3 Fungsi Jasa Lingkungan Pekarangan ... 58
4.4.Dinamika Pekarangan ... 59
4.4.1 Dinamika Pekarangan Daerah Atas, Tengah dan Bawah Hulu DAS Kalibekas ... 59
4.4.2 Dinamika Pekarangan Berdasarkan Level Urbanisasi ... 61
4.5.Rekomendasi Pola Pekarangan untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati Pertanian di Hulu DAS Kalibekasi ... 64
4.5.1 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 64
4.5.2 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal serta Penentuan Orientasi Strategi ... 69
4.5.3 Penyusunan dan Penentuan Peringkat Strategi Alternatif ... 75
4.5.4 Penyusunan Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi ... 78
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan ... 87
5.2.Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
GLOSARIUM ... 95
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis dan sumber data penelitian ... 15
2. Standar indeks keragaman spesies ... 20
3. Tingkat kepentingan dan bobot ... 21
4. Formulir pembobotan faktor internal dan eksternal ... 22
5. Matrik strategi SWOT ... 23
6. Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lokasi penelitian ... 29
7. Sumber air pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 33
8. Data keluarga dan pekarangan ... 37
9. Ukuran pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 38
10. Orientasi rumah di hulu DAS Kalibekasi ... 39
11. Keberadaan elemen pekarangan berdasarkan zonasi ruang di di pedesaan hulu DAS Kalibekasi ... 41
12. Dominasi tanaman pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 46
13. Daftar ternak di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi .. 52
14. Persentase fungsi ruang pekarangan menurut pemilik/penghuni rumah di hulu DAS Kalibekasi ... 54
15. Sebaran spesies tanaman pekarangan berdasarkan fungsi utamanya di hulu DAS Kalibeksi ... 56
16. Kelimpahan spesies tanaman di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi ... 54
17. Tanaman lokal di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi 59 18. Indeks kekayaan spesies (Margalef index) dan keragaman spesies (Shanon-Wiener index) tanaman di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi ... 60
19. Indeks kekayaan spesies (Margalef index) dan keragaman spesies (Shanon-Wiener index) tanaman di daerah perkotaan dan perdesaan hulu DAS Kalibekasi ... 64
20. Tingkat kepentingan faktor strategis internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 70
21. Tingkat kepentingan faktor strategis eksternal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 71
23. Pembobotan faktor internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 72
24. Skoring faktor strategis internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 72
25. Skoring faktor strategis eksternal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi . 73
26. Matrik strategi SWOT untuk konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan ... 74
27. Prioritas strategi alternatif untuk konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan ... 76
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pikir penelitian ... 4
2. Pembagian ruang (zonasi) di pekarangan ... 5
3. Letak tanaman di pekarangan ... 7
4. Fungsi-fungsi utama pekarangan dan contoh hasil produk keluarannya 8
5. Lokasi penelitian (sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan
pengolahan) ... 13
6. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE ... 23
7. Alur penelitian ... 26
8. Peta elevasi hulu DAS Kalibekasi ... 28
9. Bioclimatic chart di lokasi penelitian ... 29
10. Peta jenis tanah di hulu DAS Kalibekasi ... 31
11. Peta sebaran topografi di hulu DAS Kalibekasi ... 28
12. Peta sebaran tutupan lahan di hulu DAS Kalibekasi ... 32
13. Pola plot pekarangan di daerah perdesaan di hulu DAS Kalibekasi ... 40
14. Elemen yang dijumpai di pekarangan, jemuran (kiri), bahan bangunan (tengah) dan pembakaran sampah (kanan) ... 42
15. Empat pola plot pekarangan di daerah perkotaan ... 43
16. Grafik kelimpahan spesies tanaman di hulu DAS Kalibekasi ... 45
17. Spesies tanaman yang paling dominan di pekarangan (dari kiri ke
kanan: pisang, mangga, rambutan, jambu biji, dan jambu air) ... 47
18. Hubungan luas pekarangan (log m²) dan jumlah spesies tanaman
di hulu DAS Kalibekasi ... 47
19. Struktur tanaman di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 50
20. Kandang ayam (kiri), kandang kambing (tengah), kolam ikan (kanan) di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 53
21. Tanaman pekarangan di hulu DAS Kalibekasi yang memiliki lebih dari satu fungsi, kelapa (kiri), nangka(tengah) dan sereh (bawah) ... 56
22. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi
pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 58
24. Hubungan luas pekarangan (log m²) dan jumlah spesies dengan tanaman hias (kiri) dan tanpa tanaman hias (kanan) di hulu DAS Kalibekasi ... 63
25. Struktur vegetasi di daerah perdesaan dan perkotaan hulu DAS
Kalibekasi ... 63
26. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE untuk keragaman hayati di
pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 73
27. Gambar contoh denah pekarangan daerah atas ... 82
28. Gambar contoh denah pekarangan daerah tengah ... 83
29. Gambar contoh denah pekarangan daerah bawah ... 84
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Denah dan gambar pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 97
1.1. Latar Belakang
Pekarangan merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan
mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik dan penghuninya
dengan tumbuhan dan tanaman serta dengan hewan-hewan yang diternaknya
(Arifin, 2010). Pekarangan mengadopsi sistem agrosilvopastoral yang terdiri atas
tanaman herbaceous, tanaman kayu dan hewan ternak (Fernandez and Nair,
1986). Pekarangan yang juga sebagai salah satu bentuk agroforestri (Kumar and
Nair, 2004) yang memberikan banyak manfaat dan potensi untuk rumah tangga
dan lingkungan. Pekarangan dapat berkontribusi dalam ketahanan dan sumber
pangan (Magcale-Macandog et al., 2010), sebagai sumber pendapatan (Michon
and Mary, 1994), memberikan nilai estetika, memberikan kenyamanan dan
menunjukkan status keluarga (Abdoellah, 1991). Pekarangan adalah salah satu
bentuk ruang terbuka hijau dengan siklus nutrisi mandiri, penyimpanan karbon,
serta berkontribusi dalam jejaring hijau untuk habitat satwa liar. Pekarangan
merupakan lambang keberlanjutan (Kumar and Nair, 2004).
Pengelolaan pekarangan dewasa ini bukan tanpa masalah. Luas total
pekarangan di Kabupaten Bogor memang meningkat dari tahun ke tahun namun
ukuran tapak per pekarangan semakin menyempit seiring dengan makin kecilnya
rata-rata luasan tanah untuk rumah (BPS, 2009). Fakta selanjutnya adalah
pemanfaatan pekarangan untuk produksi dan sebagai sumber ekonomi semakin
berkurang tapi pemanfaatan untuk estetika semakin meningkat seiring dengan
adanya efek urbanisasi, yaitu perubahan sistem wilayah perdesaan menjadi
perkotaan (Arifin, 1998; Kehlenbeck et al., 2007).
Lokasi hulu DAS Kalibekasi juga menarik untuk diteliti karena berbatasan
langsung dengan DAS Ciliwung yang telah mengalami degradasi lingkungan.
Lokasi hulu DAS Kalibekasi yang dekat dengan kota, terkena dampak proses
pemukiman modern yang memiliki wajah lanskap pekarangan yang berbeda
dengan pekarangan permukiman di perdesaan.
Di daerah hulu DAS ini terdapat beberapa perkampungan penduduk. Dari
berbagai penelitan mengenai pekarangan di Indonesia, pekarangan di
perkampungan memiliki keanekaragaman hayati serta pola tipikal tertentu terkait
dengan budaya dan kearifan lokal di masyarakat. Kumar and Nair (2004) juga
mencatat bahwa agama dan kepercayaan, kebiasaan dan tabu yang dipegang oleh
masyarakat di suatu komunitas mempengaruhi keanekaragaman/komposisi
pekarangan. Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur keanekaragaman hayati
di pekarangan hulu DAS Kalibekasi patut dilakukan.
1.2. Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pekarangan di hulu DAS Kalibekasi. Fokus
penelitian adalah pekarangan di Kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe
sebagai representasi daerah atas, tengah dan bawah serta Sentul City sebagai
pembanding kota.
Penelitian struktur dan fungsi pekarangan ini menitikberatkan pada aspek
keanekaragaman hayati yaitu vegetasi dan ternak yang ada di pekarangan yaitu
ruang terbuka di sekitar rumah dengan batas yang yang ditentukan oleh pemilik
rumah. Dinamika yang dibahas pada penelitian ini adalah dinamika
keanekaragaman hayati pertanian, terutanama tanaman dan ternak, berdasarkan
level ketinggian (daerah atas, tengah dan bawah) serta berdasarkan level
urbanisasi (daerah perkotaan dan perdesaan). Pembahasan setiap parameter
penelitian pekarangan ini berada pada level kampung dan terkait dengan isu sosial
komunitas yang terekspresi di pekarangan.
Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini berupa rekomendasi
konsep pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan rekomendasi
gambar denah pekarangan. Gambar pekarangan yang dihasilkan pada penelitian
ini adalah rekomendasi struktur lanskap pekarangan untuk daerah atas, tengah dan
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menyusun rekomendasi pekarangan untuk
konservasi keragaman hayati di hulu DAS Kalibekasi, berdasarkan:
1. analisis struktur pekarangan di hulu DAS Kalibekasi
2. analisis fungsi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi
3. analisis dinamika keragaman hayati pekarangan atas-tengah-bawah hulu
DAS Kalibekasi.
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan rekomendasi tentang strukur
lanskap pekarangan perdesaan untuk melaksanakan konservasi keanekaragaman
hayati berkelanjutan
1.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir penelitian ini diawali oleh keberadaan pekarangan di hulu
DAS Kalibekasi terancam oleh beberapa permasalahan, yaitu luas pekarangan
yang semakin menyempit dan pemanfaatan pekarangan untuk produksi semakin
berkurang sementara untuk estetika meningkat. Padahal, pekarangan memiliki
beberapa potensi terkait dengan ketahanan pangan keluarga, ekonomi dan
lingkungan. Oleh karena itu, penelitian tentang struktur, fungsi dan dinamikanya
pekarangan diperlukan. Penelitian pekarangan ini akan dititikberatkan terhadap
keanekaragaman hayati pertanian di pekarangan di hulu DAS Kalibekasi,
terutama untuk elemen tanaman dan ternak. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan
dapat menghasilkan suatu rekomendasi pekarangan untuk konservasi
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
PERMASALAHAN
- Luas pekarangan menyempit - Pemanfaatan pekarangan untuk produksi berkurang
- Pemanfaatan pekarangan untuk estetika meningkat
POTENSI
- Ketahanan pangan
- Sumber pendapatan keluarga
- Sebagai green network dan jasa
lingkungan lainnya
STUDI PEKARANGAN
STRUKTUR FUNGSI
KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN
HULU DAS KALIBEKASI
REKOMENDASI PEKARANGAN UNTUK KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Pekarangan
Pekarangan adalah kumpulan tanaman musiman dan tahunan serta hewan
(termasuk ternak, serangga dan hewan liar) di atas lahan yang mengelilingi rumah
(Christanty et al, 1986, Kumar and Nair, 2004). Pekarangan muncul baik di
wilayah berpenduduk padat atau tidak dan selalu merupakan sebidang lahan yang
berada di sekitar rumah dan memiliki batas-batas yang jelas (Galluzi et al., 2010).
Batas fisik pekarangan seperti tembok, pagar besi, pagar tanaman, gundukan
tanah, parit, patok, tonggak batu, atau tanaman di ujung-ujung lahan dicirikan
pada berbagai pekarangan tergantung pada adat, kebiasaan, sosial budaya
masyarakat, status ekonomi, letak pekarangan di desa/kota dan lain-lain (Arifin et
al., 1997).
Arifin et al. (2009) membagi pekarangan menjadi 3 ukuran, yaitu
pekarangan kecil (<120 m2), pekarangan sedang (120-400 m2), pekarangan besar (400-1000 m2), dan pekarangan sangat besar (>1000 m2). Selanjutnya, pembagian zonasi pekarangan adalah halaman depan (buruan), halaman samping (pipir) dan
halaman belakang (kebon) (Gambar 2).
Halaman depan biasanya digunakan sebagai lumbung, untuk menanam
tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman dan tempat
menjemur hasil pertanian. Halaman samping lebih digunakan untuk tempat
menjemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar, bedeng tanaman pangan,
tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi. Halaman belakang digunakan
sebagai tempat bedeng tanaman sayuran, tanaman bambu, kandang ternak dan
tanaman industri (Arifin et al., 2009).
Sebagai perbandingan dengan struktur pekarangan Sunda, bagian depan pekarangan Betawi yang sering disebut serambi depan. Pada serambi ini seringkali terdapat tanaman hias untuk menyambut tamu atau orang luar. Tanaman yang terdapat di bagian depan cenderung memiliki batang tanaman yang pendek seperti kacapiring, kembang sepatu, kenanga, lidah buaya, dan lain-lain. Untuk menciptakan privacy, pada bagian depan rumah tradisional Betawi dibuat langkan, yaitu pagar yang disebut jaro, terbuat dari bahan bambu atau kayu, sehingga pandangan dari luar rumah tidak menembus ke dalam rumah (Rambe, 2006).
Chrystanty et al. (1986) menjabarkan struktur tanaman di pekarangan
dengan mengklasifikasikannya berdasarkan tinggi tanaman dalam lima level,
yaitu di bawah 1 m, di antara 1 m sampai 2 m, di antara 2 m sampai 5 m, di antara
5 m sampai 10 m, dan di atas 10 m. Struktur vertikal ini memberikan efek yang
sama dengan hutan alami. Namun, sebaran vegetasi di pekarangan berbeda
dengan sebaran vegetasi di hutan alami. Pada artikel yang sama, peneliti ini juga
menyebutkan bahwa pemilik rumah mempertimbangkan letak tanaman pada
pekarangan berdasarkan ketersediaan cahaya dan air, kesuburan media,
pertimbangan estetika, pertimbangan praktis serta keamanan dan proteksi tanaman
(Gambar 3).
Komposisi spesies yang ada di pekarangan satu dan pekarangan lainnya
dapat berbeda namun, secara umum, pekarangan-pekarangan tersebut dapat
memiliki struktur tertentu. Struktur pekarangan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu altitude, tipe tanah, iklim dan status sosial-ekonomi serta latar belakang
(sumber: Iskandar, 1980 cit. Christanty et al, 1986)
Gambar 3. Letak tanaman di pekarangan
2.2. Fungsi Pekarangan
Mengikuti maupun mendahului strukturnya, pekarangan memiliki manfaat
yang dikelola melalui pendekatan terpadu. Pemanfaatan tersebut diharapkan akan
menjamin ketersediaan lahan pangan yang beraneka ragam secara terus menerus
guna pemenuhan gizi keluarga. Fungsi pekarangan adalah menghasilkan: 1) bahan
makanan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalannya; 2) sayur dan
buah-buahan3) unggas, ternak kecil dan ikan; 4) rempah, bumbu dan wangi-wangian; 5)
bahan kerajinan tangaan; dan 6) uang tunai (Deptan, 2002).
Sebagai perbandingan, Arifin et al. (2009) menyebutkan bahwa manfaat
dan fungsi pekarangan adalah sebagai 1) sumber pangan, sandang dan papan; 2)
sumber plasma nutfah dan biodiversitas; 3) habitat berbagai jenis satwa; 4)
pengendali iklim (untuk kenyamanan); 5) penyerap karbon; 6) daerah resapan air;
7) mengkonservasi tanah; serta sebagai 8) sumber tambahan pendapatan keluarga.
Selanjutnya, Kehlenbeck et al. (2007) membagi fungsi pekarangan menjadi dua
fungsi utama, yaitu produksi dan jasa pelayanan. Fungsi produksi terdiri atas
pokok, stimulan, kayu dan pakan ternak) dan komersial. Fungsi jasa
dikelompokkan sebagai jasa sosia-budaya (pemberian, kurban, kebanggan,
kesenangan, estetika, pekerjaan dan pergaulan) dan jasa lingkungan (habitat liar,
pengendali hama dan penyakit, siklus nutrisi, menjaga mikroklimat dan kontrol
erosi tanah) (Gambar 4).
PRODUKSI
(Sumber: Kehlenbeck et al, 2007) Gambar 4. Fungsi-fungsi utama pekarangan dan contoh hasil produk keluarannya
Berbeda dengan Kehlenbeck et al. (2007), Kristyono (1983) cit. Mayanti
(2007) membagi fungsi pekarangan menjadi dua berdasarkan aspek ekonomi,
yaitu:
1. Ekonomi, hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Fungsi ini banyak terdapat di pedesaan.
2. Non ekonomi, hasil pembudidayaan pekarangan dimanfaatkan secara tidak
langsung, seperti melindungi rumah dari iklim, meningkatkan nilai estetika
dan status pemilik rumah. Fungsi ini banyak terdapat di perkotaan.
Fungsi pekarangan sebagai cerminan status dan karakter pemilik rumah
ditekankan dalam artikel Abu-Gazeh (2000). Peneliti ini menyatakan bahwa
pekarangan merupakan salah satu bentuk teritori pemilik atau penghuni rumah. Di
pekarangan tersebut terdapat identitas pemilik atau penghuni rumah dan dia akan
memasang pembatas sebagai bentuk dari batas daerah kekuasaannya. Pengelolaan
Pekarangan, sebagai habitat suatu keluarga dalam bentuk halaman rumah
atau taman rumah memiliki fungsi multi guna antara lain sebagai tempat
dipraktikkannya sistem agroforestri, konservasi sumber daya genetik, konservasi
tanah dan air, produksi bahan pangan dari tumbuhan dan hewan, tempat
diselenggarakannya aktivitas yang berhubungan dengan sosial budaya, terutama
bagi pekarangan yang berada di pedesaan. Oleh karena itu, pekarangan
merupakan suatu penggunaan lahan yang optimal dan dapat berkelanjutan dengan
menghasilkan produktivitas yang relatif tinggi di daerah tropis (Arifin, 2010).
Dengan kata lain, pekarangan juga mudah diusahakan dengan tujuan untuk
meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga sehingga
sering disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotek hidup (Deptan,
2002).
Pekarangan dari sudut ekologi merupakan lahan dengan sistem yang
terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik
dan penghuninya dengan tanaman yang tumbuh dan ditumbuhkan serta dengan
hewan-hewan yang diternaknya (Arifin, 2010). Interaksi antara tanaman, hewan
dan manusia dapat membuat suatu rantai makanan dan daur ekologis tersendiri di
dalam pekarangan (Abdoellah, 2003).
2.3. Dinamika dan Keanekaragaman Hayati Pekarangan
Struktur dan fungsi dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung faktor
biofisik dan kebutuhan manusianya. Perkampungan dengan altitude dan iklim
yang sama biasanya memiliki struktur yang sama. Pekarangan yang terdapat di
dataran tinggi biasanya memiliki keragaman tanaman yang lebih rendah dan pola
hubungan yang lebih sederhana daripada dataran rendah (Karyono, 1990).
Struktur dan fungsi pekarangan juga dapat berubah sejalan dengan adanya
proses urbanisasi (Arifin et al., 1997). Pekarangan di pedesaan biasanya memiliki
lapisan yang lebih beragam disbanding dengan pekarangan di kawasan urban yang
keragaman tanaman secara vertikal lebih sedikit (Christanty, 1990). Wati (2009),
dalam penelitiannya di pemukiman yang berbeda tingkat kepadatannya,
menyebutkan bahwa hal yang mempengaruhi preferensi pada masyarakat
ekologi (23,8%); pada pemukiman sedang adalah faktor estetika (83%), faktor
ekonomi (83%) dan ekologi (41,7%); sedangkan pada pemukiman jarang adalah
faktor ekonomi (100%), faktor ekologi (77,8%) dan faktor estetika (55,6%).
Keragaman tanaman di pekarangan dapat dibedakan menjadi keragaman
vertikal dan horizontal. Keragaman vertikal diklasifikasikan berdasarkan tinggi
tanaman sedangkan keragaman horizontal diklasifikasikan berdasarkan jenis dan
pemanfaatan tanaman, yaitu 1) tanaman hias, 2) tanaman buah, 3) tanaman
sayuran, 4) tanaman obat, 5) tanaman bumbu, 6) tanaman penghasil pati, 7)
tanaman industri dan 8) tanaman-tanaman lain penghasil pakan, kayu bakar,
bahan kerajianan tangan dan peneduh (Arifin et al., 2009).
Keanekaragaman hayati di pekarangan Indonesia tercermin pada struktur
pekarangan yang merupakan mimikri dari hutan alami (Soemarwoto and Conway,
1992). Keanekaragaman hayati di pekarangan akan berhubungan dengan budaya
masyarakat, salah satunya adalah budaya pertanian. Galluzi et al. (2010) mencatat
bahwa kultivar tanaman yang terdapat di pekarangan merupakan kombinasi dari
kultivar-kultivar produk yang dibutuhkan pasar.
Selain itu, keanekaragaman hayati pekarangan juga berkaitan dengan
habitat satwa liar (Yliskylä-Peuralahti, 2003) seperti keragaman jenis burung yang
dapat mampir di pekarangan jika keragaman tanaman sebagai makanan tetap
dijaga. Michon and Mary (1994) menyebutkan bahwa pekarangan di Bogor
merupakan tempat hinggap bagi berbagai hewan liar seperti burung (McWilliam,
and Brown, 2001), kelelawar, serangga, tupai dan musang. Walau areanya kecil
namun memiliki peran penting dalam proses biologi, seperti penyerbukan,
hibridasi alami dan penyebaran benih.
2.4. Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Pekarangan
Galluzi et al. (2010) mencatat bahwa penelitian mengenai faktor sosial dan
ekonomi dalam meningkatkan dan menjaga keragaman tanaman di pekarangan
mendapatkan perhatian yang kurang. Padahal, budaya manusia mempengaruhi
keragaman dan ekosistem tersebut. Sering juga, nilai budaya dan ekonomi adalah
pendekatan yang dapat menjelaskan tentang perbedaan antar pekarangan serta
Abdoellah (1991) mengusulkan salah satu panduan pembangunan
pekarangan adalah pengetahuan tradisional dan kearifan lingkungan dari
masyarakat lokal tidak boleh diabaikan karena kombinasi hal-hal tersebut dengan
ilmu modern dan tekhnologi dapat meningkatkan kesuksesan sistem yang baru.
Komunitas yang erat dan adanya tujuan sosial yang biasanya terdapat
dalam masyarakat pedesaan membuat pekarangan dimanfaatkan secara terbuka,
bukan hanya oleh pemilik rumah tapi juga komunitasnya. Sebagai contoh,
orang-orang yang membutuhkan buah-buahan tertentu, daun atau umbi-umbian untuk
ritual keagamaan atau obat-obatan bisa meminta kepada pemilik rumah dan bebas
mengambilnya (Arifin, 1998). Bukan hanya itu, orang-orang masih bebas untuk
melintasi pekarangan tanpa izin dari pemilik rumah (Abdoellah, 1991)
Kebutuhan bekerja dan waktu senggang di pekarangan rumah, membuat
keluarga atau suatu komunitas menyediakan ruang tertentu untuk kegiatan sosial
dan budaya di pekarangan (Galluzi et al., 2010). Artikel yang ditulis oleh
Abdoellah (1991) menunjukkan bahwa pekarangan memiliki ruang tersebut yang
dikenal dengan halaman atau buruan (Sunda) atau pelataran (Jawa) atau halaman
(Indonesia) dan biasanya di depan rumah. Halaman biasanya tidak ditanami
tanaman dan dijaga kebersihannya. Ini adalah tempat yang penting untuk
sosialisasi dan pendidikan nilai-nilai budaya dan sosial bagi anak-anak oleh orang
tua mereka. Halaman juga berfungsi sebagai tempat untuk ritual keagamaan,
upacara budaya dan pertemuan informal.
Sebagai perbandingan, masyarakat Hindu di Bali menggunakan
pekarangannya sebagai tempat untuk melakukan ritual (Dwijendra, 2003).
Menurut suratan lontar siwagama dengan tegas menyatakan bahwa setiap
keluarga (Hindu) dianjurkan untuk mendirikan sanggah kemulan sebagai
perwujudan ajaran pitra yadnya yang berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di
dalam lontar purwa bhumi kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau
dipuja di sanggah kemulan itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur.
Oleh karena itu, di pekarangan Bali terdapat Pelinggih Padmasari (tempat
pemujaan bagi Sang Hyang Widhi dan Bathari-bathari) serta Sanggah Kemulan
Masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya membagi pekarangan dan
lahan kepada anak-anak saat orang tua meninggal. Fragmentasi atau pemisahan
ini terus berlanjut dan berefek terhadap sistem pasar, bahkan di daerah pedesaan.
Hal ini juga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi pekarangan. Keragaman
spesies di pekarangan pun menurun seiring dengan penurunan luasan area terbuka
BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu PenelitianPengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Kampung Cimandala,
Kampung Landeh dan Kampung Leuwijambe, serta pemukiman Sentul City
sebagai pembanding. Keempat lokasi penelitian tersebut berada di hulu DAS
Kalibekasi. Pemilihan keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang
merepresentasikan daerah atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl) dan bawah
(<300 m dpl) hulu DAS Kalibekasi yang berturut-turut diwakili oleh Kampung
Cimandala, Desa Karang Tengah berada; Kampung Landeuh, Desa Karang
Tengah; dan Kampung Leuwijambe, Desa Kadungmanggu serta Sentul City
sebagai pembanding daerah urban hulu DAS Kalibekasi di Kecamatan Babakan
Madang (Gambar 5).
Leuwijambe
Landeuh
Cimandala Sentul City
Gambar 5. Lokasi penelitian (sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan pengolahan)
Secara geografis, lokasi penelitian ini cukup berdekatan. Berdasarkan data
BPS (2009), Desa Karang Tengah (desa administrasi Cimandala dan Landeuh,
Lintang Selatan dan 106°53’05” – 106°58’35” Bujur Timur sedangkan Desa Kadungmanggu (desa administrasi Leuwijambe, sebagai representasi daerah
bawah) berada di 6°31’50” – 06°33’20” Lintang Selatan dan 106°50’20” – 106°51’55” Bujur Timur. Sebagai lokasi pembanding kota, Sentul City berada di 6°33’05” – 6°37’45” Lintang Selatan dan 106°50’20” –106°57’10” Bujur Timur (ANDAL Sentul City, 2009)
Penelitian ini mengambil data di lapangan pada bulan Juli 2010 sampai
Juli 2011 dan dilanjutkan hingga akhir tahap penyusunan tesis sampai Maret
2012.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah peta, kamera digital, GPS (Global
Position System), meteran, kuisioner, milimeter block, alat tulis, dan seperangkat
komputer. Software yang digunakan adalah MS Word 2007, MS Excel 2007, MS
Visio 2007, SPSS 16.0, dan Adobe Photoshop CS3.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dipandu oleh rincian jenis
dan sumber data penelitian (Tabel 1). Data tersebut mencangkup data iklim,
biofisik, dan sosial ekonomi yang digunakan untuk menganalisis struktur dan
fungsi keanekaragaman hayati pekarangan dan hubungannya dengan kondisi
kampung serta untuk mengkomparasikan bagian atas-tengah-bawah hulu DAS
Kalibekasi. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapang, wawancara dengan
pemilik rumah dan tokoh masyarakat, serta permintaan data resmi dari instansi
terkait dan studi pustaka.
3.4. Metode Penentuan Sampel Pekarangan
Penentuan sampel pekarangan dilakukan dengan random sampling.
Pekarangan yang dijadikan sampel merupakan pekarangan yang dianggap
mewakili desa sampel dan memiliki akses yang mudah dijangkau. Jumlah
pekarangan yang dijadikan sampel adalah 12 pekarangan per kampung dengan 3
pekarangan di 4 zona pengamatan (disamakan dengan batas RT), sehingga total
Jumlah pekarangan sampel di daerah perkotaan juga 12, sehingga total
pekarangan yang dijadikan sampel adalah 48 pekarangan.
Tabel 1. Jenis dan sumber data penelitian
No Jenis Data Unit Sumber Kegunaan dan
Peta kampung - Observasi dan RT/RW
Data pendukung DAS Analisis struktur dan fungsi pekarangan
Peta administrasi kelurahan - Kelurahan
Citra IKONOS tahun terakhir - IKONOS
Peta DAS - BPDAS
Vegetasi
(jumlah dan ketinggian)
Spesies Observasi dan Internet dan buku
Ukuran pekarangan Spesies
Orientasi rumah -
3 Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk Jiwa BPS, Kelurahan,
Kecamatan
Jumlah rumah dg pekarangan rumah
Luas pekarangan m2 Observasi
Pekerjaan - BPS,
Wawancara dengan Pemilik rumah
Pendidikan -
Usia tahun
Sejarah - Wawancara dengan
tokoh masyarakat
Budaya dan spiritual -
3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Observasi Elemen Pekarangan
Pada tahap observasi ini, inventarisasi dan identifikasi dilakukan pada
setiap elemen pekarangan, yaitu tanaman, ternak, kandang, kolam dan
elemen-elemen lain di pekarangan yang bermanfaat bagi penghuni rumah. Pekarangan
yang dijadikan sebagai plot observasi ini adalah lahan di sekeliling rumah dengan
Pencatatan orientasi rumah dan pengukuran juga dilakukan untuk
mengetahui bentuk pekarangan dan posisi elemen tersebut di pekarangan.
Pencatatan dilakukan dengan membuat denah pekarangan di millimeter blok dan
diperkuat dengan dokumentasi foto menggunakan kamera digital.
3.5.2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas wawancara
kepada pemilik atau penghuni rumah serta wawancara kepada tokoh masyarakat.
Wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah membutuhkan panduan berupa
kuisioner untuk mengetahui identitas, struktur dan fungsi dari pekarangan sampel.
Kuisioner yang dipersiapkan terdiri beberapa aspek, yaitu: latar belakang identitas
desa, responden dan rumah tangga, satuan ukur lahan, lahan milik di luar
pekarangan, rumah dan pekarangan, aset-aset, konsumsi rumah tangga,
pendapatan, pertanyaan kualitatif/subjektif (aspek biofisik,
sosial-ekonomi-budaya-spiritual dan lingkungan) serta pengamanan pekarangan. Kuisioner ini
merupakan adaptasi dari kuisioner yang dibuat oleh Departemen Arsitektur
Lanskap IPB dan Rural Development Institute, Seattle USA dalam survey lahan
pekarangan Jawa-Indonesia (2006). Pengisian kuisioner dilakukan oleh
pewawancara dengan menanyakan langsung ke narasumber sambil melakukan
pencatatan.
Wawancara berikutnya adalah wawancara kepada tokoh masyarakat, yaitu
kepala desa, mantan kepala desa, pemuka agama, ketua RT dan RW serta tokoh
pemuda. Wawancara ini merupakan wawancara mendalam tanpa panduan
kuisioner untuk mengetahui sejarah, latar belakang budaya, kearifan lokal serta
kondisi sosial ekonomi di lokasi penelitian.
Wawancara dengan pemilik atau penghuni rumah untuk pengisian
kuisioner disertai dengan observasi elemen pekarangan sedangkan wawancara
dengan tokoh masyarakat disertai dengan observasi biofisik dan kondisi sosial
kampung. Kegiatan wawancara dan observasi ini dilakukan bersamaan sehingga
3.5.3. Studi Pustaka
Pengumpulan data melalui studi pustaka terkait dengan topik penelitian
mengenai kondisi lanskap hulu DAS Kalibekasi serta teori-teori mengenai
struktur, fungsi, dan dinamika keanekaragaman hayati pekarangan. Data iklim
didapatkan dari BKMG Darmaga dan data statistik TWA Gunung Pancar. Data
statistik biofisik dan sosial ekonomi hulu DAS Kalibekasi didapatkan dari data
BPDAS, BPS Kabupaten Bogor, profil Desa Karang Tengah dan Kadungmangu.
Studi pustaka mengenai struktur, fungsi, dan keanekaragaman hayati
pekarangan diperlukan khususnya untuk pemantapan metode dan untuk
membahas hasil dari penelitian ini. Studi pustaka ini didapatkan melalui artikel
jurnal, buku dan internet.
3.6. Metode Pengolahan, Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data
Data mentah yang dihasilkan dari penelitian ini ditabulasi dan diolah
dengan bantuan MS. Excel 2007. Pengolahan data ini untuk mendapatkan jumlah,
rata-rata, median serta grafik dan diagram yang diperlukan untuk tampilan data.
3.6.2 Analisis Struktur Pekarangan
Analisis struktur pekarangan meliputi luas pekarangan; tata ruang
pekarangan; jenis tanaman (menghitung dominasi menggunakan SDR – Summed
Dominance Ratio) dan ternak; letak tanaman, kandang dan kolam; dan strata
tanaman berdasarkan lima kelas ketinggian tanaman (<1 m2; 1-2 m; 2-5 m; 5-10
m; dan >10 m) (Arifin, 1998). Data sebaran elemen di pekarangan ini ditampilkan
dalam bentuk denah yang diolah menggunakan software Microsoft Office Visio
2007. Elemen yang umum ditemukan di pekarangan tersebut dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui fungsi dari elemen tersebut dan hubungannya dengan
budaya masyarakat di lokasi penelitian.
Identifikasi tanaman di pekarangan dilakukan untuk mengetahui
komposisi tanaman di pekarangan. Untuk mengetahui komposisi tanaman ini,
digunakan rumus SDR (Summed Dominance Ratio). Sebelum menghitung SDR,
dan
Nilai kerapatan dan frekuensi tersebut dihitung pada per spesies pada skala
kampung. Sehingga didapatkan nilai SDR skala kampung setelah nilai RD dan RF
dimasukkan ke dalam rumus:
Pengolahan SDR dimaksudkan untuk mendapatkan spesies yang paling
mendominasi. Penyajian data dilakukan dengan bentuk tabel sepuluh tanaman
yang paling mendominasi di setiap lokasi.
Pembahasan komposisi tanaman dilengkapi dengan menampilkan
perhitungan serta grafik kelimpahan tanaman. Kelimpahan tanaman pada
penelitian ini ditujukan untuk menginvestigasi pola stuktur pekarangan di
komunitas pada skala kampung. Untuk tampilan grafik, axis x merupakan
rangking dari kelimpahan spesies sedangkan axis y merupakan proporsi
kelimpahan (nilai ditransformasikan ke dalam bentuk log10). Kemudian ditentukan presentasi spesies yang sangat berlimpah dan spesies yang kurang berlimpah.
Spesies yang sangat berlimpah memiliki jumlah individu lebih dari 5% dari
seluruh individu sementara spesies yang kurang berlimpah ada memiliki jumlah
individu kurang dari 0,1% dari jumlah seluruh individu tanaman (Kehlenbeck,
2007).
Untuk melengkapi analisis struktur tanaman, pada identifikasi tanaman
dilakukan analisis vertikal. Analisis vertikal dilakukan dengan mengidentifikasi
tanaman berdasarkan strata ketinggian tanaman. Tanaman diklasifikasikan
menjadi 5 kelas, yaitu 0 – 1 m, 1 – 2 m, 2 – 5 m dan di atas 10 m seperti yang telah dilakukan oleh Karyono (1990), Arifin et al. (1997) dan Kehlenbeck and
Maass (2004). Hasil analisis vertikal ini ditampilkan dalam bentuk grafik struktur
3.6.2. Analisis Fungsi Pekarangan
Fernandez and Nair (1986) menyebutkan bahwa setiap komponen di
pekarangan memiliki tempat yang spesifik, begitu pula dengan fungsinya. Oleh
karena itu, diperlukan kajian terhadap fungsi pekarangan. Analisis fungsi
pekarangan meliputi analisis fungsi ruang pekarangan. Fungsi ini didapatkan dari
wawancara dengan pemilik atau penghuni rumah dan dijabarkan dengan
deskriptif.
Analisis berikutnya adalah analisis fungsi tanaman. Fungsi utama tanaman
dibagi menjadi tanaman penghasil pati; buah; sayuran; bumbu; obat; industri;
hias; dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan
kerajianan tangan dan peneduh) (Arifin, 1998); Pengkategorian fungsi utama
suatu spesies tanaman berdasarkan wawancara dari pemilik atau penghuni rumah.
Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel fungsi utama tanaman.
Analisis berikutnya berkaitan dengan analisis jasa lisngkungan. Jasa
lingkungan yang dibahas pada penelitian ini adalah jejaring hijau dan cadangan
karbon. Data didapatkan melalui pengamatan, wawancara dan studi pustaka.
3.6.3. Analisis Dinamika Keanekaragaman Hayati
Tahap berikutnya adalah melakukan analisis keragaman tanaman. Pada
tahap ini, digunakan tiga rumus perhitungan, yaitu indeks Margalef, indeks
Shanon-Wiener dan indeks Sørensen. Indeks Margalef menunjukkan kekayaan
jenis, indeks Shannon-Wiener menunjukkan keragaman jenis sedangkan indeks
Sørensen menunjukkan kesamaan jenis antara dua lokasi. Penyajian data
dilakukan dalam bentuk tabel. Perhitungan indeks Margalef dan Shanon-Wiener
dilakukan pada skala kampung dan per pekarangan untuk mengetahui rentang
kekayaan dan keragaman jenis tanaman di setiap lokasi sedangkan perhitungan
indeks Sørensen hanya dilakukan pada skala kampung saja.
a. Indeks Margalef
b. Indeks Shannon-Wiener
Keterangan: H= Indeks Diversitas Shannon – Wiener
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i N = Jumlah individu dari semua spesies ln = Logaritme natural (bilangan alami)
Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks
keragaman kurang dari 1 menunjukkan keragaman spesies rendah, nilai indeks
keragaman di antara 1 dan 3 menunjukkan keragaman spesies sedang dan nilai
indeks keragaman di atas 3 menunjukkan keragaman spesies tinggi (Tabel 2).
Tabel 2. Standar indeks keragaman spesies
Nilai Indeks Keragaman (H) Keterangan
H<1 1<H<3
H>3
Keragaman spesies rendah Keragaman spesies sedang Keragaman spesies tinggi Sumber: Prasetyo, 2007
c. Indeks Sørensen
Keterangan: Ss = indeks Sørensen
Sab = jumlah spesies yang sama di pekarangan a dan b Sa = jumlah spesies di pekarangan a
Sb = jumlah spesies di pekarangan b
Uji homogenitas indeks kekayaan dan keragaman tanaman menggunakan uji anova satu arah dilanjutkan dengan uji Tukey’s HSD dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan software SPSS 16.0.
Hasil analisis keragaman tanaman ini dilengkapi dengan pembahasan
mengenai manajemen tanaman, keberadaan tanaman asli dan tanaman hias dan
konservasi tanaman di pekarangan. Pada penelitian ini, kategori tanaman asli
Selain keragaman tanaman, keragaman ternak juga dianalisis secara
deskriptif komposisi dan manajemen ternak. Selain itu, di bahas juga manajemen
ternak di pekarangan serta hubungan antara keberadaan ternak dengan struktur
dan fungsi pekarangan, terutama mengenai keberadaan kandang dan kolam.
3.7. Penyusunan Rekomendasi 3.7.1. Metode SWOT
Rekomendasi konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan disusun
berdasarkan metode SWOT dengan menentukan faktor-faktor kekuatan (strenght),
kelemahan (weakness) yang berupa faktor internal serta peluang (opportunity) dan
acaman (threat) yang berupa faktor eksternal. Dari faktor-faktor tersebut
kemudian ditentukan strategi yang tepat untuk konservasi keanekaragaman hayati
di pekarangan. Berikut adalah tahap-tahap analisis yang dilakukan pada metode
SWOT ini.
1. Pembobotan Faktor dan Orientasi Strategi
Pembobotan diawali dengan menentukan tingkat kepentingan setiap faktor
berdasarkan pengamatan, wawancara, analisis dan pembahasan terhadap struktur,
fungsi dan dinamika keanekaragaman hayati yang telah dilakukan sebelumnya.
Setiap faktor internal dan eksternal diberi urutan (rating) berdasarkan tingkat
kepentingannya (Tabel 3).
Tabel 3. Tingkat kepentingan dan bobot
Tingkat kepentingan
Rating
Faktor internal Faktor eksternal
Proses pembobotan dilanjutkan dengan menggunakan metode paired
comparison (Kinnear and Taylor, 1991 cit. Puspita, 2011). Metode ini dilakukan
dengan mengidentifikasi hubungan antara faktor positif dan negatif di setiap
faktor internal dan eksternal. Hubungan tersebut dilambangkan dengan
menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Berikut adalah definisi dari setiap skala:
1 = Jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal
2 = Jika indikator faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal
3 = Jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal
4 = Jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada faktor vertikal
Skala hubungan tersebut kemudian dijumlahkan secara horizontal. Nilai
bobot terhadap variabel faktor horizontal merupakan persentase jumlah nilai skala
tadi terhadap keseluruhan total skala yang didapatkan. Untuk memudahkan
perhitungan, penentuan bobot dimasukkan pada formulir pembobotan (Tabel 4).
Tabel 4. Formulir pembobotan faktor internal dan eksternal
Faktor
Nilai peringkat faktor positif (kekuatan dan peluang) tersebut berbanding
terbalik dengan faktor negatif (kelemahan dan ancaman) (Rangkuti, 1997).
Kemudian, nilai bobot yang ditemukan sebelumnya dikalikan dengan peringkat
untuk mendapatkan nilai skoring setiap variabel faktor.
Nilai skor dijumlahkan pada masing-masing faktor intrernal dan eksternal.
Internal-Eksternal (IE) (Gambar 6). Pemetaan ke Matriks Internal-Internal-Eksternal (IE) bertujuan
untuk mengetahui posisi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi pada kolom tertentu
yang dapat menyatakan kekuatan dan kelemahannya. David (2003) cit. Puspita
(2011) membagi matriks IE ke dalam sembilan kolom yang dibagi menjdai tiga
kolom utama yaitu kolom I, II dan IV untuk strategi yang tumbuh dan
membangun (growth and build); kolom III, V dan VII untuk strategi yang
mempertahankan dan pelihara (hold and maintain) serta kolom VI, VII dan IX
untuk strategi panen dan divestasi (harvest and divest).
Gambar 6. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE
2. Penyusunan dan Penyusunan Peringkat Strategi Alternatif
Setelah melakukan penyusunan matrik IE, maka matrik SWOT dapat
langsung dibuat. Setiap unsur SWOT dihubungkan untuk menemukan
strategi-strategi alternatif (Tabel 5).
Tabel 5. Matrik strategi SWOT
Faktor kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
Strategi WT Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada
Peringkat strategi alternatif ditentukan bardasarkan prioritasnya.
Penentuan prioritas ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua skor dari
faktor-faktor yang mempengaruhi strategi tersebut. Penentuan peringkat ini
dilakukan untuk mendapatkan prioritas strategi yang memaksimalkan kekuatan
dan peluang serta meminimumkan kelemahan. Strategi yang berada di peringkat
pertama merupakan prioritas utama.
3.7.1. Penyusunan Rekomendasi Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi
Rekomendasi gambar denah pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi
dihasilkan dari hasil dan pembahasan analisis struktur, fungsi dan dinamika
keanekaragaman hayati pertanian di hulu DAS Kalibekasi serta dari hasil
rekomendasi SWOT. Gambar yang dibuat terdiri atas 4 gambar untuk
masing-masing daerah atas, tengah dan bawah serta pembanding kota.
Gambar disusun dengan menggunakan MS Visio 2007 dengan
menggunakan denah pekarangan yang paling mendekati ukuran median di lokasi
penelitian tersebut dan memiliki indeks keragaman spesies tanaman di atas
rata-rata indeks keragaman spesies pada pekarangan di lokasi tersebut. Kemudian
denah dimodifikasi dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut
(dimodifikasi dari hasil penelitian Chrystanty et al., 1986; Karyono, 1990; Arifin
et al.,1997; dan Kehlenbeck and Maass, 2004):
1. Memiliki pekarangan depan, samping kanan dan samping kiri serta
pakarangan belakang.
2. Pemilihan tanaman mengikuti tanaman yang paling sering muncul di lokasi
tersebut.
3. Pekarangan memiliki struktur tanaman dengan 5 strata yaitu 0 – 1 m, 1 – 2 m, 2 – 5 m dan di atas 10 m. Perbandingan antar strata mengikuti yang didapatkan di lapangan.
4. Pekarangan memiliki 8 fungsi tanaman, yaitu penghasil pati, buah, sayuran,
bumbu, obat, industri, hias, dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil
pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh).
3.8. Tahapan Penelitian
Penelitian ini melewati tahap persiapan, pengumpulan, pengolahan dan
analisis data yang kemudian diakhiri dengan pembuatan model pekarangan untuk
konservasi keanekaragaman hayati (Gambar 7).
1. Persiapan
Tahap persiaan ini diawali dengan kegiatan perumusan masalah dan
penentuan lokasi penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pra survei
ke hulu DAS Kalibekasi untuk menentukan kampung dan pekarangan sebagai unit
sampling serta pembuatan kuisioner sebagai panduan wawancara kepada pemilik
atau penghuni rumah.
2. Pengumpulan Data
Tahap ini meliputi pengumpulan data biofisik dan sosial untuk kondisi
lanskap hulu DAS Kalibekasi serta data identitas, struktur dan fungsi pekarangan.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka.
3. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data meliputi analisis struktur dan fungsi
pekarangan, analisis keanekaragaman hayati serta analisis pola pekarngan dan
analisis perbandingan dengan daerah rural. Analisis keragaman tanaman
menggunakan rumusan tertentu dengan menghitung dominasi, kelimpahan, indeks
kekayaan spesies (Margalef index), indeks keragaman spesies (Shanon-Wiener
index), dan indeks similaritas (Sørensen index). Selanjutnya dilanjutkan dengan
analisis SWOT untuk menentukan rekomendasi.
4. Sintesis
Tahap ini merupakan penyusunan produk penelitian berupa rekomendasi
pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati. Rekomendasi berupa
strategi alternatif didapatkan dari hasil analisis SWOT faktor internal dan
eksternal pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati yang didapatkan
dari studi pustaka. Rekomendasi ini juga berupa gambar denah pekarangan untuk
konservasi keanekaragaman hayati dari seluruh yang telah dilakukan hasil
26 - Atas, tengah, bawah hulu DAS - Bagian depan, kanan, kiri, belakang TANAMAN TERNAK kecil, sedang, besar, sangat besar
Sentul City (URBAN)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Situasional Hulu DAS Kalibekasi 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif
Hulu DAS Kalibekasi berada di koordinat geografis 106°49’00” Bujur Timur sampai 107°07’00” Bujur Timur dan 06°26’00” Lintang Selatan sampai 06°41’00” Lintang Selatan. Luas hulu DAS Kalibekasi ini sekitar 47.054,50 hektar dan terletak pada ketinggian 0 sampai 1.647 m dpl. Hulu DAS ini
berbatasan langsung dengan DAS Citarum di sebelah timur serta DAS Ciliwung
di sebelah barat dan selatan. DAS ini dan bermuara di Laut Jawa, utara Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat. Berdasarkan aspek administratif, hulu DAS Kalibekasi
meliputi 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Babakan
Madang, Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Kalapa Nunggal, Gunung Putri,
Citeureup dan Cibinong yang berada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cimanggis
di Kabupaten Depok dan Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu kecamatan yang termasuk di
dalam hulu DAS Kalibekasi, yaitu Kecamatan Babakan Madang dengan luas
wilayah 98,71 km2. Kecamatan ini dibagi ke dalam sembilan desa, yaitu Cijayanti, Bojong Koneng, Karang Tengah, Sumur Batu, Babakan Madang, Citaringgul,
Cipamban, Kadungmangu dan Sentul. Kecamatan Babakan Madang merupakan
wilayah penting di hulu DAS Kalibekasi karena di kawasan ini terdapat beberapa
mata air dan adanya kawasan konservasi hutan pinus Gunung Pancar pada area
seluas 1.994 hektar pada ketinggian sampai 808 m dpl. Area konservasi ini sangat
penting terutama untuk menjaga ketersediaan air DAS Kalibekasi.
Fokus pengambilan data pada penelitian ini adalah Kampung Cimandala
(daerah atas), Kampung Landeuh (daerah tengah) dan Kampung Leuwijambe
(daerah bawah) serta Sentul City (pembangun kota). Cimandala dan Landeuh
berada di Desa Karang Tengah sedangkan Leuwijambe di Desa Kadungmangu.
Ketiga lokasi tersebut berada di Kecamatan Babakan Madang. Secara geografis,
Selatan sampai 06°38’30” Lintang Selatan dan 106°53’05” Bujur Timur sampai 106°58’35” Bujur Timur sedangkan Desa Kadungmanggu (desa administrasi Leuwijambe) berada di 6°31’50” Lintang Selatan sampai 06°33’20” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°51’55” Bujur Timur. Pemilihan keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang merepresentasikan
daerah atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl) dan bawah (<300 m dpl) hulu
DAS Kalibekasi (Gambar 8) serta satu lokasi pembanding kota.
Leuwijambe
Landeuh Cimandala Sentul City
Sumber: DEM SRTM srtm_58_14 (http://seamless.usgs.gov/), dengan pengolahan oleh NW. Febriana Utami
1.647 m dpl
0 m dpl
Gambar 8. Peta elevasi hulu DAS Kalibekasi
Sentul city, sebagai pembanding daerah perkotaan, mencakup dua
kecamatan, yaitu Babakan Madang dan Sukaraja. Pekarangan yang djadikan
sebagai sampel pada penelitian ini berada di wilayah Kecamatan Babakan Madang. Secara geografis, Sentul City terletak di 6°33’05” Lintang Selatan sampai 6°37’45” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°57’10” Bujur Timur dengan luas 2.465,5 Ha (Sentul City, 2009).
4.1.2. Iklim, Tanah dan Topografi
Kondisi iklim hulu DAS Kalibekasi termasuk ke dalam tipe iklim tropis A
(sangat basah), terutama di bagian hulu atas sedangkan sebagian wilayah timur,
memiliki tipe iklim B (basah). Klasifikasi tersebut berdasarkan klasifikasi iklim
Desa Karang Tengah (desa administratif daerah atas dan tengah) memiliki
suhu rata-rata bulanan 24 – 30 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 58 – 82%, sedangkan Desa Kadungmangu (desa administratif daerah bawah) memiliki suhu
rata-rata bulanan 24,9 – 26,1°C dan kelembaban rata-rata tahunan 76 – 89,1%. Sentul City, sebagai pembanding daerah perkotaan memiliki suhu rata-rata
bulanan 24,55 – 26,75 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 76,86 – 87,91%. Kecamatan Babakan Madang memiliki curah hujan rata-rata bulanan 339,94 mm
dengan jumlah hari hujan rata-rata 20 hari/bulan. Curah hujan di atas 300 mm ini
menunjukkan bahwa Kecamatan Babakan Madang sangat basah (Tabel 6).
Tabel 6. Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lokasi penelitian
Lokasi 2009 dan BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga 2010
Rentang suhu dan kelembaban tersebut menunjukkan bahwa daerah
penelitian digolongkan ke dalam keadaan nyaman dan area yang membutuhkan
bayangan sesuai dengan standar kenyamanan thermal Frick dan Suskiyatno
(1998). Kondisi ini memerlukan keberadaan vegetasi peneduh sebagai ameliorasi
iklim (Gambar 9).
Kondisi
di luar toleransi Batas to
Diolah dari Frick dan Suskiyatno (1998)