• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMPULAN DAN SARAN

3.7. Penyusunan Rekomendasi 1. Metode SWOT

Rekomendasi konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan disusun berdasarkan metode SWOT dengan menentukan faktor-faktor kekuatan (strenght), kelemahan (weakness) yang berupa faktor internal serta peluang (opportunity) dan acaman (threat) yang berupa faktor eksternal. Dari faktor-faktor tersebut kemudian ditentukan strategi yang tepat untuk konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan. Berikut adalah tahap-tahap analisis yang dilakukan pada metode SWOT ini.

1. Pembobotan Faktor dan Orientasi Strategi

Pembobotan diawali dengan menentukan tingkat kepentingan setiap faktor berdasarkan pengamatan, wawancara, analisis dan pembahasan terhadap struktur, fungsi dan dinamika keanekaragaman hayati yang telah dilakukan sebelumnya. Setiap faktor internal dan eksternal diberi urutan (rating) berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 3).

Tabel 3. Tingkat kepentingan dan bobot

Tingkat kepentingan

Rating

Faktor internal Faktor eksternal

Kekuatan

(strenght)

Kelemahan

(weakness)

Peluang

(opportunity) Acaman (threat)

Kekuatan yang sangat besar Kelemahan yang tidak berarti Peluang yang sangat berarti Ancaman yang kecil 4 Kekuatan yang besar Kelemahan yang cukup berarti Peluang yang tinggi Ancaman yang sedang 3 Kekuatan yang sedang Kelemahan yang berarti Peluang yang sedang Ancaman yang besar 2 Kekuatan yang kecil Kelemahan yang sangat berarti Peluang yang rendah Ancaman yang sangat besar 1

Proses pembobotan dilanjutkan dengan menggunakan metode paired comparison (Kinnear and Taylor, 1991 cit. Puspita, 2011). Metode ini dilakukan dengan mengidentifikasi hubungan antara faktor positif dan negatif di setiap faktor internal dan eksternal. Hubungan tersebut dilambangkan dengan menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Berikut adalah definisi dari setiap skala:

1 = Jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal 4 = Jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada faktor vertikal

Skala hubungan tersebut kemudian dijumlahkan secara horizontal. Nilai bobot terhadap variabel faktor horizontal merupakan persentase jumlah nilai skala tadi terhadap keseluruhan total skala yang didapatkan. Untuk memudahkan perhitungan, penentuan bobot dimasukkan pada formulir pembobotan (Tabel 4).

Tabel 4. Formulir pembobotan faktor internal dan eksternal

Faktor Internal

Simbol S1 S2 Sn W1 W2 Wn Total Bobot

S1 S2 Sn W1 W2 Wn Total Faktor Eksternal

Simbol T1 T2 Tn O1 O2 On Total Bobot

T1 T2 Tn O1 O2 On Total

Nilai peringkat faktor positif (kekuatan dan peluang) tersebut berbanding terbalik dengan faktor negatif (kelemahan dan ancaman) (Rangkuti, 1997). Kemudian, nilai bobot yang ditemukan sebelumnya dikalikan dengan peringkat untuk mendapatkan nilai skoring setiap variabel faktor.

Nilai skor dijumlahkan pada masing-masing faktor intrernal dan eksternal. Kemudian nilai total tersebut masing-masing dipetakan ke Matriks

Internal-Eksternal (IE) (Gambar 6). Pemetaan ke Matriks Internal-Internal-Eksternal (IE) bertujuan untuk mengetahui posisi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi pada kolom tertentu yang dapat menyatakan kekuatan dan kelemahannya. David (2003) cit. Puspita (2011) membagi matriks IE ke dalam sembilan kolom yang dibagi menjdai tiga kolom utama yaitu kolom I, II dan IV untuk strategi yang tumbuh dan membangun (growth and build); kolom III, V dan VII untuk strategi yang mempertahankan dan pelihara (hold and maintain) serta kolom VI, VII dan IX untuk strategi panen dan divestasi (harvest and divest).

Gambar 6. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE

2. Penyusunan dan Penyusunan Peringkat Strategi Alternatif

Setelah melakukan penyusunan matrik IE, maka matrik SWOT dapat langsung dibuat. Setiap unsur SWOT dihubungkan untuk menemukan strategi-strategi alternatif (Tabel 5).

Tabel 5. Matrik strategi SWOT

Faktor Eksternal Faktor Internal Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) Kekuatan (Strenghts) Strategi SO Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil kesempatan yang ada

Strategi ST Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi Kekuatan

(Weaknesses)

Strategi WO Mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

Strategi WT Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada

Peringkat strategi alternatif ditentukan bardasarkan prioritasnya. Penentuan prioritas ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua skor dari faktor-faktor yang mempengaruhi strategi tersebut. Penentuan peringkat ini dilakukan untuk mendapatkan prioritas strategi yang memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan. Strategi yang berada di peringkat pertama merupakan prioritas utama.

3.7.1. Penyusunan Rekomendasi Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi

Rekomendasi gambar denah pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi dihasilkan dari hasil dan pembahasan analisis struktur, fungsi dan dinamika keanekaragaman hayati pertanian di hulu DAS Kalibekasi serta dari hasil rekomendasi SWOT. Gambar yang dibuat terdiri atas 4 gambar untuk masing-masing daerah atas, tengah dan bawah serta pembanding kota.

Gambar disusun dengan menggunakan MS Visio 2007 dengan menggunakan denah pekarangan yang paling mendekati ukuran median di lokasi penelitian tersebut dan memiliki indeks keragaman spesies tanaman di atas rata-rata indeks keragaman spesies pada pekarangan di lokasi tersebut. Kemudian denah dimodifikasi dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut (dimodifikasi dari hasil penelitian Chrystanty et al., 1986; Karyono, 1990; Arifin et al.,1997; dan Kehlenbeck and Maass, 2004):

1. Memiliki pekarangan depan, samping kanan dan samping kiri serta pakarangan belakang.

2. Pemilihan tanaman mengikuti tanaman yang paling sering muncul di lokasi tersebut.

3. Pekarangan memiliki struktur tanaman dengan 5 strata yaitu 0 – 1 m, 1 – 2 m, 2 – 5 m dan di atas 10 m. Perbandingan antar strata mengikuti yang didapatkan di lapangan.

4. Pekarangan memiliki 8 fungsi tanaman, yaitu penghasil pati, buah, sayuran, bumbu, obat, industri, hias, dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh).

3.8. Tahapan Penelitian

Penelitian ini melewati tahap persiapan, pengumpulan, pengolahan dan analisis data yang kemudian diakhiri dengan pembuatan model pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati (Gambar 7).

1. Persiapan

Tahap persiaan ini diawali dengan kegiatan perumusan masalah dan penentuan lokasi penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pra survei ke hulu DAS Kalibekasi untuk menentukan kampung dan pekarangan sebagai unit sampling serta pembuatan kuisioner sebagai panduan wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah.

2. Pengumpulan Data

Tahap ini meliputi pengumpulan data biofisik dan sosial untuk kondisi lanskap hulu DAS Kalibekasi serta data identitas, struktur dan fungsi pekarangan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data meliputi analisis struktur dan fungsi pekarangan, analisis keanekaragaman hayati serta analisis pola pekarngan dan analisis perbandingan dengan daerah rural. Analisis keragaman tanaman menggunakan rumusan tertentu dengan menghitung dominasi, kelimpahan, indeks kekayaan spesies (Margalef index), indeks keragaman spesies (Shanon-Wiener index), dan indeks similaritas (Sørensen index). Selanjutnya dilanjutkan dengan analisis SWOT untuk menentukan rekomendasi.

4. Sintesis

Tahap ini merupakan penyusunan produk penelitian berupa rekomendasi pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati. Rekomendasi berupa strategi alternatif didapatkan dari hasil analisis SWOT faktor internal dan eksternal pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati yang didapatkan dari studi pustaka. Rekomendasi ini juga berupa gambar denah pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati dari seluruh yang telah dilakukan hasil penelitian dan pembahasan.

26 Cimandala-Landeuh-Leuwijambe (RURAL) Identitas pekarangan BMKG, BPDAS, BPS, Manajeman Sentul City WAWANCARA tokoh masyarakat DATA PENDUKUNG Sejarah, budaya, spiritual REKOMENDASI PEKARANGAN UNTUK KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI HULU DAS KALIBEKASI ARTIKEL jurnal, buku, internet OBSERVASI WAWANCARA penghuni rumah STRUKTUR FUNGSI SEBARAN ELEMEN BIODIVERSITAS

POLA PEKARANGAN RURAL - Atas, tengah, bawah hulu DAS - Bagian depan, kanan, kiri, belakang

TANAMAN TERNAK - SDR - Kelimpahan - Margalef - Shanon-Wiener - Sorensen BIOFISIK Sosial Kependudukan SOSIAL PRE SURVEY PEMBUATAN KUISIONER Studi Pustaka PEMBUATAN PERIZINAN PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA SINTESIS

POLA PEKARANGAN URBAN kecil, sedang, besar, sangat besar

Sentul City (URBAN)

Administrasi, iklim, tanah, penutupan lahan, topografi,hidrologi ELEMEN PEKARANGAN LAINNYA OBSERVASI WAWANCARA penghuni rumah STRUKTUR FUNGSI SEBARAN ELEMEN BIODIVERSITAS TANAMAN TERNAK - SDR - Kelimpahan - Margalef - Shanon-Wiener - Sorensen PRE SURVEY PEMBUATAN KUISIONER ELEMEN PEKARANGAN LAINNYA Analisis SWOT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Situasional Hulu DAS Kalibekasi 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif

Hulu DAS Kalibekasi berada di koordinat geografis 106°49’00” Bujur Timur sampai 107°07’00” Bujur Timur dan 06°26’00” Lintang Selatan sampai 06°41’00” Lintang Selatan. Luas hulu DAS Kalibekasi ini sekitar 47.054,50

hektar dan terletak pada ketinggian 0 sampai 1.647 m dpl. Hulu DAS ini berbatasan langsung dengan DAS Citarum di sebelah timur serta DAS Ciliwung di sebelah barat dan selatan. DAS ini dan bermuara di Laut Jawa, utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Berdasarkan aspek administratif, hulu DAS Kalibekasi meliputi 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Kalapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup dan Cibinong yang berada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cimanggis di Kabupaten Depok dan Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu kecamatan yang termasuk di dalam hulu DAS Kalibekasi, yaitu Kecamatan Babakan Madang dengan luas wilayah 98,71 km2. Kecamatan ini dibagi ke dalam sembilan desa, yaitu Cijayanti, Bojong Koneng, Karang Tengah, Sumur Batu, Babakan Madang, Citaringgul, Cipamban, Kadungmangu dan Sentul. Kecamatan Babakan Madang merupakan wilayah penting di hulu DAS Kalibekasi karena di kawasan ini terdapat beberapa mata air dan adanya kawasan konservasi hutan pinus Gunung Pancar pada area seluas 1.994 hektar pada ketinggian sampai 808 m dpl. Area konservasi ini sangat penting terutama untuk menjaga ketersediaan air DAS Kalibekasi.

Fokus pengambilan data pada penelitian ini adalah Kampung Cimandala (daerah atas), Kampung Landeuh (daerah tengah) dan Kampung Leuwijambe (daerah bawah) serta Sentul City (pembangun kota). Cimandala dan Landeuh berada di Desa Karang Tengah sedangkan Leuwijambe di Desa Kadungmangu. Ketiga lokasi tersebut berada di Kecamatan Babakan Madang. Secara geografis, ketiga lokasi ini cukup berdekatan. Berdasarkan data BPS (2009), Desa Karang

Selatan sampai 06°38’30” Lintang Selatan dan 106°53’05” Bujur Timur sampai

106°58’35” Bujur Timur sedangkan Desa Kadungmanggu (desa administrasi Leuwijambe) berada di 6°31’50” Lintang Selatan sampai 06°33’20” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°51’55” Bujur Timur. Pemilihan

keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang merepresentasikan daerah atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl) dan bawah (<300 m dpl) hulu DAS Kalibekasi (Gambar 8) serta satu lokasi pembanding kota.

Leuwijambe Landeuh

Cimandala Sentul City

Sumber: DEM SRTM srtm_58_14 (http://seamless.usgs.gov/), dengan pengolahan oleh NW. Febriana Utami

1.647 m dpl

0 m dpl

Gambar 8. Peta elevasi hulu DAS Kalibekasi

Sentul city, sebagai pembanding daerah perkotaan, mencakup dua kecamatan, yaitu Babakan Madang dan Sukaraja. Pekarangan yang djadikan sebagai sampel pada penelitian ini berada di wilayah Kecamatan Babakan

Madang. Secara geografis, Sentul City terletak di 6°33’05” Lintang Selatan

sampai 6°37’45” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°57’10” Bujur Timur dengan luas 2.465,5 Ha (Sentul City, 2009).

4.1.2. Iklim, Tanah dan Topografi

Kondisi iklim hulu DAS Kalibekasi termasuk ke dalam tipe iklim tropis A (sangat basah), terutama di bagian hulu atas sedangkan sebagian wilayah timur, memiliki tipe iklim B (basah). Klasifikasi tersebut berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson.

Desa Karang Tengah (desa administratif daerah atas dan tengah) memiliki suhu rata-rata bulanan 24 – 30 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 58 – 82%, sedangkan Desa Kadungmangu (desa administratif daerah bawah) memiliki suhu rata-rata bulanan 24,9 – 26,1°C dan kelembaban rata-rata tahunan 76 – 89,1%. Sentul City, sebagai pembanding daerah perkotaan memiliki suhu rata-rata bulanan 24,55 – 26,75 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 76,86 – 87,91%. Kecamatan Babakan Madang memiliki curah hujan rata-rata bulanan 339,94 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 20 hari/bulan. Curah hujan di atas 300 mm ini menunjukkan bahwa Kecamatan Babakan Madang sangat basah (Tabel 6).

Tabel 6. Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lokasi penelitian

Lokasi Suhu Rata-rata Bulanan (°C) Kelembaban Rata-rata Tahunan (%) Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Jumlah Hari Hujan Rata-rata (hari/bulan) Desa Karang Tengah

(daerah atas dan tengah) 24,00 – 30,00 58,00 – 82,00

339,94 20

Desa Kadungmangu

(darah bawah) 24,90 – 26,10 76,00 – 89,10 Sentul City

(pembanding kota) 24,55 – 26, 75 76,86 – 87,91

Sumber: TWA Gunung Pancar, AMDAL Sentul Residence 2004, ANDAL Sentul City 2009 dan BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga 2010

Rentang suhu dan kelembaban tersebut menunjukkan bahwa daerah penelitian digolongkan ke dalam keadaan nyaman dan area yang membutuhkan bayangan sesuai dengan standar kenyamanan thermal Frick dan Suskiyatno (1998). Kondisi ini memerlukan keberadaan vegetasi peneduh sebagai ameliorasi iklim (Gambar 9). Kondisi di luar toleransi Batas to leransi untuk ke rja sedang

Daerah yang membutuhkan panas Membutuhkan tambahan kelembaban M e m b ut u h k a n u d ara be rge rak

Daerah nyaman untuk udara diam

Daerah suhu dan kelembaban di hulu DAS Kalibekasi 43 37 32 27 21 16 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kelembaban relatif (%) Su h u ( ° C el c ius ) Membutuhkan bayangan

Diolah dari Frick dan Suskiyatno (1998)

Selain iklim, aspek biofisik lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah jenis dan kesuburan tanah. Komposisi jenis tanah pada hulu DAS Kalibekasi tersebar beragam. Terdapat tujuh jenis tanah yang teridentifikasi , yaitu komplek podsolik merah kekuningan dan podsolik kuning, komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat, komplek resina litosol dan brown forest soil, asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu, asosiasi glei humus rendah dan alluvial kelabu, komplek grumosol regosol dan mediteran serta asosiasi latosol merah, coklat kemerahan dan latosol (BPDAS, 2007). Jenis tanah yang dominan pada lokasi penelitian adalah komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat (Gambar 10).

Tanah latosol adalah tanah yang bersolum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskwioksida didalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Tanah ini biasanya ditemukan di wilayah beriklim basah dengan curah hujan antara 2000 – 7000 mm/tahun, tahan terhadap erosi, dan memiliki produktifitas sedang hingga tinggi (Hanafiah, 2005). Secara umum, tanah ini dapat dikatakan subur dan cocok untuk kegiatan pertanian.

Faktor biofisik penting berikutnya adalah topografi. Hulu DAS Kalibekasi memiliki bentuk topografi yang beragam dari bentuk datar (0-8%), landai (8-15%), bergelombang (15-25%), curam (25-40%) dan sangat curam (>40%). Berdasarkan pengolahan data DEM SRTM oleh Utami (2011), bentuk datar mendominasi dengan luas 25.458,28 hektar (54,10%) diikuti oleh landai 10.461,96 hektar (22,23%), bergelombang 5.818,23 hektar (12,36%), curam 3.289,41 hektar (6,99%) dan sangat curam 2.026,62 (43,31%) (Gambar 11).

Hasil observasi menunjukkan bahwa daerah atas didominasi oleh sebaran kelas lereng sangat curam (>40%), daerah tengah dan bawah didominasi oleh tipe datar (0-8%) sedangkan daerah pembanding kota bervariasi antara datar sampai bergelombang (0-25%). Umumnya, pekarangan rumah sampel berada di lahan yang datar. Di daerah perdesaan, pemilik rumah biasanya mencari lahan datar untuk membangun rumah di atasnya sedangkan di daerah kota, pengembang biasanya melakukan cut and fill sebelum membangun rumah.

Gambar 10. Peta jenis tanah hulu DAS Kalibekasi

4.1.3. Penutupan Lahan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Utami (2011), tutupan lahan di hulu DAS Kalibekasi didominasi oleh semak (26,38%) diikuti oleh area terbangun (21,22%), kebun campuran (13, 76%), bambu (11,39%), tanah terbuka (7,70%), sawah (6,04%), hutan (5,57%), badan air (3,87 %) dan ladang (3,37%). Hasil ini merupakan pengolahan interpretasi citra ALOS AVNIR-2 sehingga 0,70% dari wilayah ini dibaca sebagai tutupan awan.

Titik lokasi penelitian yang berada di hulu DAS Kalibekasi ini tidak didominasi oleh area terbangun yang diwakili oleh warna jingga (Gambar 12). Daerah atas lebih ditutupi oleh hutan dan kebun sedangkan daerah tengah, bawah dan daerah pembanding kota lebih didominasi oleh warna kuning (semak). Hal itu dikarenakan di daerah atas terdapat hutan pinus Taman Wisata Alam Gunung Pancar sedangkan daerah tengah dan bawah merupakan perkampungan yang banyak memiliki wilayah yang ditutupi semak, seperti di kebun yang tak terurus di pinggiran sungai, sedangkan daerah pembanding kota memiliki wilayah terbangun 30% (Sentul City, 2009).

4.1.4. Hidrologi dan Sumber Air Pekarangan

DAS Kalibekasi pada dasarnya merupakan daerah ekologis yang menunjukkan daerah tangkapan air dari beberapa anak sungai yang bersatu pada sungai utama, yaitu Kalibekasi. Data BPDAS menunjukkan bahwa di hulu DAS Kalibekasi terdapat 41 sungai besar dan kecil yang bermuara di Kalibekasi. Dari semua sungai di hulu DAS ini, Sungai Cimandala berada di bagian atas, Sungai Cipancar di daerah tengah dan Sungai Citaringgul di daerah bawah. Ketiganya mengalir menuju sungai Citeureup yang bermuara di sungai Kalibekasi. Selain anak-anak sungai, terdapat juga situ atau danau-danau kecil, embung-embung serta cadangan air tanah yang berpotensi menjadi sumber air bagi kehidupan manusia di hulu DAS Kalibekasi ini.

Keberadaan sumber air sangat mempengaruhi keberlanjutan pekarangan karena makhluk hidup yang berada di pekarangan membutuhkan air. Dari observasi yang telah dilakukan, sumber air yang umumnya digunakan oleh rumah tangga dan pekarangan di keempat lokasi pengamatan berbeda-beda. Sumber air di Cimandala pada umumnya adalah mata air. Selain dari mata air yang tersebar di dekat pemukiman, beberapa rumah menyalurkan air dari mata air di gunung-gunung sekitar yang mengelilingi kampung ini, antara lain Gunung Pancar, Gunung Paniisan, Gunung Cigangsa, Gunung Cimadari, dan Gunung Astana.

Pengamatan di daerah atas menunjukkan bahwa 100% memanfaatkan mata air dari mata air untuk pekarangannya. Jarak antara pekarangan dengan sumber air beragam, antara 15 m sampai 500 m. Pengaliran pada umumnya menggunakan selang plastik (83%), namun ada juga yang menggunakan pipa paralon (17%).

Tabel 7. Sumber air pekarangan di hulu DAS Kalibekasi

Sumber air Mata air dengan selang Mata air dengan pipa Sumur timba Sumur pompa listrik PDAM Total Atas 83% 17% 0 0 0 100% Tengah 0 0 50% 50% 0 100% Bawah 0 0 58% 42% 0 100% Pembanding kota 0 0 0 0 100% 100%

Berbeda dengan daerah atas, rumah tangga di daerah tengah dan bawah sebagian besar membuat sumur untuk mendapatkan air. Pada umumnya, sumur

tersebut mereka buat di dalam rumah atau pekarangan. Awalnya, mereka mengambil air dari anak sungai dan situ yang berada di wilayah tersebut. Karena kualitas air yang semakin lama semakin menurun, mereka lebih memilih untuk menggali sumur. Bentuk sumur yang digunakan adalah sumur pompa dengan tenaga listrik (50% di daerah tengah dan 58% di daerah bawah) dan sumur timba (50% di daerah atas dan 42% di daerah bawah).

Sumber air di daerah perkotaan berbeda dengan ketiga lokasi lainnya di daerah perdesaan. Keseluruahan rumah di daerah ini menggunakan jasa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Beberapa keluarga menggunakan air dari tampungan air hujan untuk menyirami pekarangan. Tampungan air hujan tersebut berupa tong atau ember yang terbuat dari plastik.

4.1.5. Sejarah dan Latar Belakang Budaya

Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sebagai represanti daerah atas, tengah dan bawah memiliki sejarah yang berkaitan satu sama lain. Sejarah ini dimulai sekitar abad 18 di masa penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Penduduk Babakan Madang pada mulanya berasal dari Banten yang merupakan keturunan dari anak cucu dan pengikut Maulana Hasanuddin, termasuk Kampung Landeuh dan Leuwijambe. Namun, penduduk Cimandala berbeda, mereka pada mulanya berasal Cirebon yang merupakan keturunan dari anak cucu dan pengikut Syarif Hidayatullah, yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Sebagai catatan, Maulana Hasanuddin sejatinya merupakan anak dari Syarif Hidayatullah yang menyebarkan Islam di Banten.

Daerah penelitian ini juga diklaim masyarakat berkaitan erat dengan sejarah Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pakuan Hindu. Hal ini dibuktikan oleh adanya makam yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar. Di desa Karang Tengah yang merupakan desa administrasi kampung Cimandala dan Landeuh, terdapat 17 makam. Beberapa orang, baik dari dalam atau luar desa sering datang untuk berziarah ke makam-makam tersebut. Info dari penduduk menyebutkan bahwa mereka percaya bahwa jika mereka berziarah dan berdoa di makam-makam tersebut maka doa mereka akan terkabul.

Beberapa makam letaknya di atas gunung atau lokasi tertentu sehingga lokasi tersebut memiliki juru kunci atau kuncen yang bertugas menjaga dan mengawasi tempat-tempat tersebut. Aksi komunitas mengeramatkan makam terebut telah membawa dampak cukup baik untuk kelestarian lingkungan karena di lokasi-lokasi tersebut, pengunjung harus berlaku sopan termasuk kepada lingkungannya. Dari pengamatan kami ke salah satu kelompok makam keramat di Gunung Pancar, lingkungan di sekitarnya bersih dan biodiversitas terjaga cukup terjaga. Lokasi ini juga memiliki jarak dengan daerah budidaya tanaman (kebun-talun) dan wilayah pemukiman.

Kampung Cimandala di daerah atas memiliki nilai sejarah lebih sebagai tempat persembunyian tentara pemberontak Hizbullah Darul Islam sekitar satu dekade pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Penduduk menyebut mereka sebagai “gerombolan”. Berdasarkan keterangan pemuka desa, Karakter

Cimandala yang berada di balik Gunung Pancar cocok dijadikan tempat persembunyian. Selain itu, gerombolan yang berasal dari Garut ini membaur di masyarakat Cimandala agar tidak ditangkap oleh pemeritah NKRI.

Mayoritas penduduk Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe merupakan suku sunda dan beragama Islam. Ritual komunitas dan acara tradisional yang sering ditemukan di daerah sunda lainnya, seperti membakar kemenyan sebelum panen dan membawa dondang (seserahan yang dipikul) ketika pihak calon mempelai pria melamar calon mempelai wanita sudah luntur dan hilang. Ritual komunitas yang tertinggal adalah yang masih berhubungan dengan momen-momen keagamaan, seperti acara memperingati maulid Nabi Muhammad SAW dan tahun baru Islam masih ada. Acara sukuran untuk makan bersama (seperti bancakan) secara esensi masih ada namun dengan bentuk yang telah cukup berubah. Walaupun lauk pauk yang disajikan kurang lebih masih sama namun bukan makan bersama dengan alas makan daun pisang seperti dulu. Penganan tersebut disajikan dengan piring dan air dalam kemasan gelas plastik.

4.1.6. Sosial dan Kependudukan

Populasi penduduk di Desa Karang Tengah, desa administrasi dari daerah tengah dan bawah, adalah 14.466 jiwa dengan kepadatan 500 jiwa/km2.

Sementara, populasi penduduk Desa Kadungmanggu, desa administrasi dari daerah bawah, adalah 14.245 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.474 jiwa/km2 (BPS, 2009).

Dari wawancara yang dilakukan, keluarga pada umumnya memiliki anak lebih dari 3 orang (kecuali keluarga muda). Jumlah orang per rumah berkisar dari 2 sampai 13 orang dengan nilai tengah 5 orang per rumah di daerah bawah dan 6