• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

36

1) Wawancara

Proses ini dilakukan dengan pihak kepala balai, kepala bagian pengujian adaptasi. kepala bagian rancang bangun dan pegawai yang mengetahui keadaan UPTD BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat.

2) Kuesioner

Diberikan kepada para responden yang mengetahui keadaan UPTD BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat. Untuk keperluan pengisian matriks banding berpasangan dilakukan dengan memberikan kuesioner pada lima orang responden yaitu Kepala UPTD, dua orang kepala bagian, satu orang staf seksi pengujian alat yang merupakan manajer pabrik dan ketua koperasi serta satu orang ahli dari Dinas Pertanian Jawa Barat yang sebelumnya merupaka kepala BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat dan penggagas UPJA (Usaha Pelayanan Jasa Alsintan di Jawa Barat).

3) Studi Pustaka

Proses ini diperoleh dan dikumpulkan dengan mempelajari beberapa buku bacaan, skripsi, laporan dan dokumen balai dan sumber lain yang berkaitan dengan topik penelitian.

4.4. Metode Pengolahan Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Penggunaan analisis ini bertujuan untuk menggambarkan visi, misi, tujuan, tugas pokok dan fungsi, data internal perusahaan seperti personalia, operasional serta sistem informasi manajemen yang diterapkan dalam UPTD BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat. Pengolahan data diperlukan untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dari hasil pengisian kuesioner, menyajikannya dalam susunan yang baik dan rapi kemudian dianalisis untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian maupun untuk menjawab tujuan penelitian. Dengan kerangka kerja sebagai berikut:

1) Analisis Informasi

Pengumpulan data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari informasi kuantitatif dan kualitatif. Informasi kuantitatif diperoleh melalui Departemen Pertanian, BPS, Balai Mekanisasi Pertanian Jawa Barat, dan Perpustakaan LSI IPB sedangkan informasi kualitatif diperoleh dari

37

wawancara dengan pihak Balai Mekanisasi Pertanian Jawa Barat. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyusunan strategi pengembangan Balai Mekanisasi Pertanian Jawa Barat yang selanjutnya dibuat menjadi suatu hirarki.

2) Tahap Menyusun Hirarki

Menurut Saaty (1993) tidak ada batasan tertentu mengenai jumlah tingkatan pada struktur keputusan yang terstratafikasi, dan juga jumlah elemen pada setiap tingkat keputusan. Bentuk struktur hirarki dari PHA tidak memiliki bentuk yang baku. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kemampuan dalam pendapatkan faktor-faktor atau unsur-unsur yang terkait dengan analisis yang dilakukan. Struktur hirarki yang telah disusun menjadi dasar untuk pembuatan kuesioner yang diberikan kepada responden. Bentuk umum sistem hirarki keputusan fungsional terdiri dari lima tingkatan, dimana tingkat pertama adalah elemen fokus, tingkat kedua adalah elemen faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian fokus atau sasaran, tingkat tiga adalah pelaku, tingkat empat adalah elemen tujuan dari pelaku, dan tingkat lima adalah skenario, tindakan, atau alternatif. Secara skematis struktur hirarki tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Fokus Faktor Aktor Tujuan Alternatif

Gambar 6. Hirarki Metode Proses Hirarki Analitik Sumber: Saaty (1993)

Sasaran Utama

Faktor yang Berpengaruh

Pelaku yang Terlibat

Tujuan dari Pelaku

38

3) Menyusun Matriks Banding Berpasangan

Menyususn matriks banding berpasangan yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen terkait yang berada pada hirarki di bawahnya. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki untuk fokus yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variable yang terkait yang ada di bawahnya. Perbandingan berpasangan, pertama dilakukan pada variabel level kedua (faktor) terhadap fokus yang ada di puncak hirarki begitu pula seterusnya sampai hirarki tingkat akhir.

4) Mengumpulkan semua pertimbangan yang dihasilkan dari hasil melakukan pembandingan berpasangan

Setelah menyusun matriks banding berpasangan, dilakukan pembandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan: “Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, dan diuntungkan oleh fokus di puncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-j?”. Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah : “Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hirarki?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 6. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisisan matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

39 Tabel 6. Nilai Skala Banding Berpasangan

Intensitas Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua pentingnya. elemen sama Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu.

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya.

5

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas lainnya.

7

Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya.

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktik.

9

Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya.

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas lainnya, memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai pertimbangan yang berdekatan. antara dua Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan. Kebalikan

nilai-nilai di atas

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Sumber : Saaty (1993)

5) Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal utama

Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, lebih didominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hirarki (G) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila F, kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat (G) dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Misalnya F12 bernilai 5, maka elemen F21 adalah 1/5.

40

6) Melaksanakan langkah tiga, empat, dan lima untuk semua tingkat dalam hirarki

Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks perbandingan dalam metode PHA dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Matriks Pendapat Inividu (MPI) merupakan matriks hasil pembandingan yang dilakukan oleh individu yang disimbolkan dengan aij, artinya elemen matriks ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks Pendapat Individu

G A1 A2 A3 … An A1 A11 A12 A13 … A1n A2 A21 A22 A23 … A2n … An A1 An2 An3 … Ann Sumber: Saaty (1993)

Dalam hal ini C1, C2 … Cn adalah set elemen pada setiap tingkat keputusan dalam hirarki, kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks n x n. nilai aij merupakan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.

b) Matriks Pendapat Gabungan (MPG)

Matriks Pendapat Gabungan (MPG) merupakan matriks baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik.

Persyaratan MPG yang bebas dari konflik adalah :

i) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi dengan nilai terendah.

41

ii) Tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada barisan kolom yang sama.

Elemen pada matrik ini disimbolkan dengan gij, yaitu elemen matriks ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat gabungan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks Pendapat Gabungan

G G1 G2 G3 … Gn G1 G11 G12 G13 … G1n G2 G21 G22 G23 … G2n … Gn G1 Gn2 Gn3 … Gnn Sumber: Saaty (1993)

Tujuan dari penyusunan matrik ini selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat konsistensi serta vektor prioritas dari elemen-elemen hirarki yang mewakili semua responden. Matrik pendapat gabungan ini menggunakan formulasi berikut :

Dimana: gij = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j

(aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k m = jumlah MPI yang memenuhi syarat

7) Tahap Menentukan Prioritas

Struktur hirarki yang telah disusun menjadi dasar untuk pembuatan kuesioner yang diberikan kepada responden untuk mengetahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat hirarki. Pembobotan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu Pengolahan horizontal dan Pengolahan vertikal. Pengolahan tersebut dapat dilakukan oleh MPI dan MPG. pengolahan vertikal

42

dilakukan setelah MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi:

a) Pengolahan Horisontal

Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen keputusan pada hirarki keputusan dengan empat tahapan, yaitu :

i) Perkalian baris (z) dengan menggunakan rumus :

Dimana :

zi = vektor eigen m = jumlah responden

n = jumlah elemen yang dibandingkan ii) Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri

Dimana eVPi = elemen vektor prioritas ke-i

iii) Perhitungan nilai Eigen maksimum ( ) dengan rumus : VA = aij x VP dengan Va = (v aij)

dengan VB = (Vbi) dimana VB adalah nilai Eigen

VA = vektor antara b) Perhitungan indeks konsistensi (CI)

Konsistensi logis menunjukan intensitas relasi antara pendapat yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu dan saling membenarkan secara logis. Tingkat konsistensi menunjukan suatu pendapat memiliki nilai yang sesuai dengan pengelompokan elemen-elemen pada suatu tingkat hirarki. Untuk mengetahui konsistensi (CI) digunakan formulasi sebagai berikut:

43

Dimana :

n = jumlah yang dibandingkan

Untuk mengetahui konsistensi secara menyeluruh dari berbagai pertimbangan dapat diukur dari nilai ratio konsistensi (CR). Nilai rasio konsistensi adalah perbandingan antara indeks konsistensi (CI) dengan indeks acak (RI), di mana nilai RI telah ditentukan seperti terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Random Index (RI)

N RI n RI n RI n RI n RI

1 0,00 2 0,00 3 0,52 4 0,89 5 1,11

6 1,25 7 1,35 8 1,40 9 1,45 10 1,49

Sumber : Saaty (1993) c) Revisi Pendapat

Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai konsistensi rasio (CR) pendapat cukup tinggi (lebih besar dari 0,1), dengan mencari deviasi RMS (Root Mean Square) dari baris-baris (aij) dan perbandingan nilai bobot baris terhadap bobot kolom (wi/wj) dan merevisi pendapat pada baris yang mempunyai nilai terbesar, yaitu :

Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.

d) Pengolahan Vertikal

Pengolahan vertikal digunakan untuk mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap unsur pada level tertentu dalam suatu hirarki terhadap sasaran utamanya. Hasil akhir pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap unsur pada level terakhir dalam suatu hirarki terhadap sasarannya. Prioritas-prioritas yang diperoleh dalam pengolahan

44

horizontal sebelumnya disebut prioritas lokal, karena berkenaan dengan sebuah kriteria pembanding yang merupakan anggota unsur-unsur level di atasnya. Apabila Xij merupakan nilai prioritas pengaruh unsur ke-j pada level ke-i dari suatu hirarki keputusan terhadap fokusnya, maka diformulasikan sebagai berikut:

Untuk i=1,2,3,…,p j=1,2,3,…,r t=1,2,3,…,s Keterangan :

Yij = nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-1 terhadap elemen ke-t pada tingkat diatasnya (i-1) yang menjadi sifat pembanding (sama dengan prioritas lokal unsur ke-j pada level ke-i)

Zt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i=1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pengolahan vertikal.

P = Jumlah tingkat hirarki keputusan

R = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i S = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke i=1 8) Mengevaluasi Inkonsistensi

Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks inkonsistensi dengan prioritas-prioritas kinerja yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan inkonsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. untuk memperoleh hasil yang baik, maka rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10%. Rasio inkonsistensi diperoleh setelah matriks diolah secara horizontal dengan menggunakan program komputer Expert Choice

2000. Apabila rasio inkonsistensi mempunyai nilai lebih besar dari 10%,

maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki pertanyaan, melakukan pengisian ulang kuesioner, dan lebih mengarahkan responden dalam mengisis kuesioner. Tahapan-tahapan dalam proses hirarki analitik dapat dilihat pada Gambar 7.

45 Tidak Ya Tidak Ya Selesai Pengolahan Vertikal CI & CR Memenuhi? Hitung Vektor Prioritas

Susun Matrik Gabungan CI & CR Memenuhi? Penyusunan Matrik Pendapat Individu Penyusunan Hirarki Identifikasi Sistem Mulai

Gambar 7. Diagram Alir Proses Hirarki Analitik Sumber : Fewidarto (1996) Vektor Prioritas Sistem Revisi Pendapat CI & CR Memenuhi? Revisi Pendapat

46

V GAMBARAN UMUM BPT MEKANISASI PERTANIAN