• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerombolan Pengacau

3 METODOLOGI PENELITIAN

Paradigma Penelitian

Seturut dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, studi ini mengacu kepada model paradigma post-positivistik. Mengingat penelitian ini memfokuskan pada tindakan-tindakan kolektif petani dan pelabelan oleh aktor- aktor supra lokal dalam perlawanan petani. Ketegangan struktural agraria menjadi prakondisi perlawanan petani yang peneliti gunakan untuk mencari penjelasan tentang sumber utama munculnya perlawanan komunitas petani Talangsari. Berdasarkan penjelasan di atas, perlawanan komunitas petani Talangsari diasumsikan bahwa perlawanan terdiri atas struktur sumber daya yang dikonstruksikan oleh aktor yang terlibat dalam upaya untuk mencapai tujuannya.

Kapasitas pelaku perlawanan berada dalam dua ruang sekaligus, yakni dependensi dan otonomi dalam memproduksi makna-makna, mengaktivasi dan mengambil keputusan dalam gerakan perlawanan. Artinya, asumsi ini lebih menekankan pada kapasitas aktif dan kreatif para aktor perlawanan daripada selalu tunduk terhadap kondisi-kondisi struktural yang ada. Perlawanan petani merupakan hasil konstruksi para aktor dalam mendefinisikan isi yang sangat bermakna dalam perjuangan jangka pendek dan jangka panjang dan dalam mengorganisir perilaku kolektif petani. Oleh sebab itu, teori utama yang digunakan untuk menganalisis perlawanan petani adalah teori tindakan kolektif dengan tindak mengabaikan aspek sosial psikologis, seperti grievances, values, ideology. Alat analisis ini oleh Barkan dan Snowden (2000, 25) disebut dengan perspektif konstruksionis sosial.

Mengacu pada pengertian dan pembagian paradigma penelitian yang dikemukan oleh Guba dan Lincoln (1994, 107-109), pada tataran metodologis digunakan pendekatan pemahaman timbal balik antar-subjektif (intersubjektive understanding), peneliti berusaha melakukan dialog intersubjektif antara peneliti dan tineliti. Disinilah terjadi arus timbal balik antara duania sosial yang diperbuat oleh tineliti dan wacana ilmiah yang dilakukan oleh peneliti, karena subjektivitas itu tumbuh dan berkembang di dalam praktek-praktek hubungan sosial di antara keduanya melalui cara dialogis.

Namun demikian, peneliti tidak menafikkan penggunaan paradigma lain (paradigma kritis), mengingat untuk memahami realitas historis yang dibentuk oleh proses sejarah, paradigma kritis mengakui dan memberi ruang pada sifat-sifat objektif dari realitas. Pada titik ini pemahaman atas dimensi historisitas menjadi utama.Dalam paradigma ini, termasuk pada aras aksiologis, untuk apa penelitian ini dilakukan. Sebab, sebuah aksi kolektif petani tidak bisa dilepaskan atau selalu melibatkan subjektivitas dari setiap aktor yang memiliki kepentingaan terang- terangan atau tersembunyi. (manifest atau latent).Maka interpretatif menjelaskan bahwa setiap ungkapan memiliki semantik terhadap maksud peneliti dalang lingkup kebudayaan di tempat penelitian. Sebagaimana dijelaskan Suseno (1992) tujuan teori kritis adalah untuk menjelaskan dan memetakan realitas sosial dengan jernih dan analitik. Dengan paradigma kritis, studi ini diharapkan dapat mengurai dan membongkar selubung, akar, sejarah dan karakteristik, strategi batas dan

40

kesempatan dari perlawan petani sekaligus untuk memetakan kontestasi politik penataan dan penguasaan kawasan register 38 Gunung Balak Lampung. Sebab paradigma teori kritis juga menghendaki sebuah usaha pencerahan dan berkepentingan mengungkap tabir yang menutup dan menyelubungi kenyataan yang tidak adil dan tidak manusiawi yang terkadang hinggap dalam kesadaran manusia. Sehingga paradigma kritis memiliki tujuan membongkar kesadaran struktur-struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya yang membutakan dan menutupi beragam kenyataan yang sebenarnya terjadi.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di dusun Talangsari Way Jepara Lampung Timur Propinsi Lampung tempat terjadinya perlawanan petani pada tahun 1989. Adapun alasannya; pertama, beberapa orang penduduk Talangsari adalah petani yang berasal dari beberapa daerah yang di register 38 Gunung Balak yang direlokasi, akibat adanya upaya pemerintah memfungsikan kembali Waduk Way Jepara. Kedua, Talangsari adalah tempat terjadinya kasus perlawanan petani

―Komunitas Warsidi‖ pada tahun 1989.

Pokok dan Konsep Penelitian

Persoalan yang menjadi pokok dalam penelitian ini, yaitu: kondisi-kondisi yang berpotensi sebagai pendorong utama munculnya perlawanan petani, bentuk- bentuk perlawanan petani serta implikasi perlawanan pertani terhadap kehidupan saat ini. Berdasarkan ketiga pokok penelitian tersebut di dalamnya dapat dijabarkan tiga konsep utama sebagai berikut:

a. Ketegangan struktural agraria akibat dari adanya ketidakpastian struktur agraria dapat menstimulir munculnya perlawanan petani, dalam studi ini secara khusus konsepsi ini difokuskan terjadi dalam bentuk konflik-konflik pertanahan antara komunitas lokal (petani) dengan negara, karena petani mempertahankan kuasa atas tanah (sumberdaya agraria) berhadapan dengan kekuatan institusi supra desa tersebut (negara). Akibatnya terjadi ketegangan yang melahirkan perlawanan pada komunitas petani.

b. Tindakan kolektif dalam perlawanan petani, yang dalam arti sempit (praktis) dimaknai sebagai tindakan terorganisir dan non institusional yang dikonstruksi sebagai perwujudan reaksi atau respon petani terhadap tindakan pihak lawan atas penguasaan tanah pertanian yang merugikan petani. Dalam arti luas (strategis) dimaknai sebagai suatu usaha kolektif petani terorganisir dengan tujuan untuk merombak tatanan sosial agraria yang adil dan demokratis sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan petani.

c. Pelabelan (Stigmatisasi) terhadap gerakan kolektivitas komunitas Warsidi di Talangsari sebagai gerombolan pengacau keamanan yang berusaha menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain (Islam), melalui kekuatan media sosial dan kekuatan sosial lainnya, dengan melakukan pembentukan opini dan pencucian otak, sehingga fakta perlawanan petani berbeda dengan yang sebenarnya terjadi. Opini yang terbangun di kalangan masyarakat, yakni kebenaran akan kekejaman di luar perikemanusiaan yang

dilakukan oleh komunitas Warsidi di Talangsari terhadap aparatur setempat dengan melakukan pemberontakan dan pembunuhan.

Matrik 1. Pokok Penelitian, Unsur Data dan Teknik Pengumpulan Data 2014

No Pokok Penelitian Unsur-unsur Data Metode Pengumpulan D DS W O 1 Potret Lampung

dari masa ke masa

 Kondisi fisik,

perkembangan Wilayah administrasi dan budaya  Dinamika Petani Lampung

dari masa ke masa

V V V V 2 Ketegangan Struktur Agraria

 Proses dan status penguasaan tanah pertanian oleh petani  Proses pengambilalihan

dan pembebasan tanah petani oleh negara  Perlakuan pemerintah

terhadap petani yang menolak direlokasi V V V V V V V V V 3 Aksi Kolektif Perlawanan Petani

 Latar Belakang lahirnya aksi kolektif petani  Bentuk-bentuk aksi petani

V V V V V V 4 Pelabelan negara terhadap aksi kolektif petani

 Proses pelabelan negara terhadap aksi kolektif petani

 Bentuk-bentuk pelabelan  Dampak pelabelan negera

terhadap kehidupan petani V V V V V V V V V

Ket : D (Dokumentasi), DS (Data Sekunder), W (Wawancara), O (Observasi).

Metode Penelitian

Pilihan paradigma penelitian di atas jelas mengarahkan pada penelitian ini adalah penelitian kwalitatif, sehingga bersifat multi-disiplin sebagaimana dijelaskan berikut ini :

Pendekatan Utama : Sosiologi Sejarah dan Sejarah Sosiologis

Dengan melihat pilihan paradigma dan bentuk pertanyaan penelitian, maka strategi yang paling tepat untuk penelitian ini adalah studi kasus. Sebenarnya ada tiga kemungkinan strategi penelitian untuk menjawab pertanyaan “mengapa‖ dan

bagaimana” yaitu studi kasus, analisis historis, dan eksperimen (Yin, 1996; 9). Namun dalam penelitian ini dipilih hanya studi kasus karena masalah penelitian

ini adalah ―perlawanan petani‖. Menurut Yin (1996; 18) kreteria untuk studi kasus adalah gejala sosial yang tidak dapat dilepaskan dari konteksnya sehingga mustahil untuk melakukan misalnya eksperimen. Gejala tersebut, sejauh menyangkut perlawanan petani di Talangsari masih tergolong fenomena kontemporer, artinya masih berada dalam rentang sejarah Indonesia modern dan sebagian dari para pelaku dan saksi sejarah masih hidup. Dengan demikian

42

metode historis dalam pengertian Yin (1996: 12), yaitu semata-mata mendasarkan diri pada sumber-sumber sekunder (dokumen dan peninggalan fisik). Namun teknik-teknik analisis historis tersebut, yaitu analisis dokumen dan peninggalan fisik, akan digunakan juga melengkapi dua teknik utama metode studi kasus, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam.

Mengingat gejala ―perlawanan petani di Talangsari‖ adalah gejala yang

mengandung dimensi-dimensi struktural (sosiologis) dan prosesual (historis) sekaligus, maka—agar kedua dimensi itu tertangkap—pilihan strategi studi kasus tadi harus memadukan dua pendekatan sekaligus yaitu sosiologi sejarah (sejarah struktural) dan sejarah sosiologis (sejarah prosesual). Pendekatan pertama menjelaskan mengapa terjadi sesuatu (konteks sosial kejadian) sedangkan yang

kedua menjelaskan ―bagaimana proses terjadinya sesuatu itu‖urutan kejadian (Kartodirdjo, 1992:4-5).

Dengan memadukan kedua pendekatan tersebut, maka penelitian ini tidak lagi semata-mata studi sosiologi sejarah (historikal sociology) yang bersifat statis tetapi lebih dari itu telah menjadi studi sosiologi tentang sejarah sosial, yakni studi tentang perlawanan yang dilakukan oleh komunitas Warsidi di Talangsari terhadap pemerintah setempat.

Metode Kasus

Metode penelitian ini adalah ―metode kasus historis‖ karena pokok kajian

penelitian ini bukan suatu kejadian sosial pada suatu waktu tertentu, melainkan suatu gejala atau proses sosial dalam suatu rentang waktu tertentu. Metode kasus historis dalam penelitian ini memadukan dua aras studi, yaitu aras individu dan aras masyarakat lokal. Dengan demikian secara teknis studi ini terbagi ke dalam dua bagian yang saling berkaitan yaitu studi riwayat hidup individu dan studi sejarah lokal atau sejarah masyarakat Lampung lebih khusus masyarakat Talangsari.

Studi Riwayat Hidup Individu.

Menurut Denzim (1970; 220) studi riwayat hidup di sini tidak hanya membatasi diri pada kajian pengalaman individu tineliti sebagai cara memahami tindakan sosial yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan tindakan orang lain, akan tetapi juga mencakup kajian pengalaman dan pemahaman dari sisi pandang individu peneliti itu sendiri sebagai suatu metode untuk memahami tindakan sosial. Riwayat individu tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : pertama, cerita individu tersebut tentang kehidupannya, kedua, situasi sosial dan kultural yang menjadi ajang tindakannya, dan ketiga, rentetan pengalaman dan situasi masa lalu dalam kehidupannya.(Denzim, 1970; 220, 222). Langkah ini ditempuh sebagai implikasi dari paradigma penelitian yang mengharuskan dialog antara subjek tineliti dan subjek peneliti. Dialog tersebut ditafsirkan disini sebagai

dialog‖riwayat hidup dimana tineliti saling membanding pengalaman hidup mereka, tentunya dalam hal-hal yang relevan dengan tujuan penelitian ini, sampai

tercapai suatu kesepakatan tentang ―mengapa dan bagaimana‖ suatu

Riwayat Hidup Tineliti

Alport (1942) dalam Denzim (1970: 221-3) membedakan tiga tipe riwayat hidup, yaitu; pertama, riwayat hidup lengkap yang mencakup keseluruhan pengalaman hidup tineliti, kedua, riwayat hidup topikal yang berkenaan hanya dengan suatu aspek ataupun fase dalam kehidupan tineliti, dan ketiga, riwayat hidup tersunting yaitu riwayat hidup lengkap ataupun topikal yang telah dibumbuhi komentar ataupun penjelasan orang lain. Dalam penelitian ini studi riwayat hidup tineliti menggunakan riwayat hidup tersunting yang mencakup 8 (delapan) baik aktor lokal dan aktor supra lokal.

a. Empat orang aktor lokal dalam perlawanan petani, yaitu; Zm (55), Riy (68) dan Us (54). Mh (50)

b. Tiga orang aktor supra lokal dalam perlawanan petani ; Nh (60), Sd (50) dan Fi(49).

Studi riwayat hidup ke 8 orang tersebut mengambil tipe riwayat hidup topikal tersunting yang meliputi suatu aspek atau fase saja dalam kehidupan tineliti. (Alport dikutip Denzim, 1970; 222)

Riwayat Hidup Peneliti

Studi riwayat hidup peneliti dalam penelitian ini dipandang perlu yakni dengan menggunakan teknik rekoleksi dalam bentuk mengumpulkan dan memberi tafsiran kembali atas pengalaman peneliti sebagai subjek komunitas tertentu, dalam rangka memahami ragam aspek sosial dan pemikiran komunitas pemikiran dan perilaku keagamaan yang sama. Rumusan ini mencakup tiga aspek pokok sebagai berikut :

a) Aspek syarat; peneliti juga merupakan subjek pemikiran keagamaan dari komunitas yang dikaji. Syarat ini menjamin peneliti dan tineliti memiliki relatif

kesamaan ―pemikiran keagamaan‖ sehingga resiko salah tafsir dalam upaya

memahami makna tindakan sosial dapat dikurangi.

b) Aspek tujuan: pengumpulan dan penafsiran kembali pengalaman pribadi subjek peneliti bertujuan untuk memahami beragam pemikiran dan perilaku keagamaan dalam komunitas subjek tineliti.

c) Aspek kegiatan: pengumpulan dan penafsiran kembali pengalaman pribadi subjek peneliti, mencakup keseluruhan pengetahuan, sikap, dan tindakan sosial sebagai subjek pemikiran tertentu.

Integrasi riwayat hidup peneliti dan studi riwayat hidup ini hanya akan efektif jika aspek syarat di atas terpenuhi, yaitu peneliti dan tineliti memiliki simpul penyatu yaitu kedua belah pihak merupakan subjek pemikiran keagamaan yang sama. Dalam hal ini saya memenuhi persyaratan karena merupakan etnis Jawa yang mempunyai kesamaan dengan etnis komunitas Talangsari (etnis Jawa), walaupun saya tidak tinggal di Talangsari, sehingga saya lebih mudah memahami komunitas tersebut. Saya lahir dalam keluarga muslim yang mempunyai pemikiran keagamaan yang cenderung puritan, bahkan semasa studi S1 (sarjana) saya tergabung dalam organisasi sosial keagamaan Front Pembela Islam (FPI) wilayah Lampung periode 2001-2002 sebagai sekretaris umum, sehingga saya tidak perlu lagi belajar dari nol untuk memahami pemikiran keagamaan komunitas

44

Talangsari, karena untuk sebagian besar hal-hal tersebut sudah tertanam dalam diri saya melalui proses sosialisasi yang saya alami selama ini. Dengan demikian, pemahaman atau penafsiran saya atas tindakan komunitas Talangsari dalam melakukan perlawanan menjadi lebih valid, justeru karena saya (sebagai peniliti) dan komunitas Talangsari (sebagai tineliti) tersebut merupakan subjek dari komunitas musli yang mempunyai pemikiran keagamaan yang relatif sama. Studi Sejarah Lokal

Menurut Denzim (1970; 221) dijelaskan bahwa pemahaman mengenai masyarakat lokal merupakan prasyarat untuk masuk pada pemahaman atas tindakan sosial individu yang berada didalamnya. Riwayat komunitas Talangsari hanya bisa ditafsirkan secara bermakna—dalam arti memberi pemahaman tentang gejala perlawanan petani—apabila sejarah sosial (struktural dan prosesual) masyarakat Talangsari III menjadi ajang sosial individu-individu tersebut juga dipahami.

Kajian sejarah sosial memungkinkan memperoleh pengetahuan mengenai terbentuknya komunitas Talangsari akibat adanya perubahan struktur kekuasaan dan kebijakan politik dari satu periode ke periode rezim pemerintahan. Dengan menempatkan riwayat hidup tadi dalam konteks terbentuknya masyarakat Talangsari, maka gejala perlawanan petani di sana dapat diterangkan dan dipahami secara memadai. Informan dalam studi sejarah lokal diantaranya ; Kepala dusun Talangsari (SM, 40), Kepala Desa Rajabasa Lama (AR, 45 ) dan tokoh masyarakat (MH, 50).

Metode Pengumpulan Data

Sebagai sebuah penelitian studi kasus, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilaksanakan dengan pendekatan kerja lapangan (field work), tanpa mengabaikan data dan metode kuantitatif yang diperlukan. Penekanan utamnya untuk melihat sedekat mungkin sasaran penelitian dalam kondisinya yang paling empirik. Metode ini bertujuan untuk lebih memahami realitas dan segala hal dari kondisi kehidupan objek penelitian sehari-hari (Patton 1987; Moleong 1993). Selain itu metode kualitatif ini digunakan untuk memberikan penjelasan dan memahami peristiwa yang sedang atau telah terjadi, yang menekankan pada interpretasi makna kategari yang berkembang, yang diberikan orang terhadap peristiwa yang dialami.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui multi-metode pengumpulan data seperti; Observasi partisipan, In- depth Interview (wawancara mendalam), studi literatur/dokumen.

Wawancara Mendalam dan Observasi.

Sebelum wawancara mendalam dilaksanakan, peneliti mencari orang yang sudah dikenal dan dipastikan dapat dijadikan informan kunci. Mereka adalah penduduk setempat yakni teman seangkatan ketika peneliti masih kuliah pada

tingkat sarjana dan kepala dusun Talangsari yang saat terjadi kasus tersebut masih aktif menjadi kepala dusun. Setelah itu, secara metodologis wawancara mendalam dilakukan melalui kontak atau hubungan pribadi dalam bentuk tatap muka (face to face relationships) antara peneliti dengan subjek penelitian (responden yang telah ditentukan/dipilih)

Untuk pengumpulan data sejarah sosial masyarakat lokal teknik utamanya adalah teknik sejarah lisan: informan utama adalah tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui tentang kejadian perlawanan petani, dan pelaku yang masih hidup. Dokumentasi

Melalui teknik ini peneliti mendapatkan bahan-bahan tertulis dan gambar yang berhubungan dengan konflik pertanahan, pembebasan dan pengambilalihan lahan, kebijakan agraria dan kebijakan kependudukan (khususnya transmigrasi lokal), gerakan petani dan organisasi tani.

Secara teknik pengumpulan data melalui studi arsip/dokumen dan literatur yang mencakup laporan kronologi dan analisis konflik pertanahan dan dampaknya terhadap komunitas petani, data wilayah dan komunitas petani yang mengalami konflik, keputusan pemerintah, surat-surat penting tentang aktivitas perlawanan petani, keterlibatan pelak darisurat kabar lokal (Lampung post) dan surat kabar nasional lainnya. Dalam konteks dialog antar subjek, informan lokal dan penulis, bahan-bahan arsip/dokumen/literatur tersebut ditempatkan sebagai subjek ketiga yang berdialog dengan subjek peneliti.

Analisa Data

Data-data yang diperoleh dari berbagai metode pengumpulan data ini, dianalisis sejak awal penelitian menurut tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu;

a) reduksi data dan klasifikasi berdasarkan kategori yang dibangun oleh konsep, reduksi data sebagai bentuk analisis yang mempertajam, mengarahkan, menggolongkan, membuang yang dipandang tidak perlu serta mengorganisasi data. Adapun cara yang ditempuh, adalah ; meringkaskan data, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus dan memo.

b) Penyajian data, yaitu suatu aktifitas pengelompokkan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan adanya kemudahan penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan bertindak. Bentuk-bentuk penyajian data yang dilakukan, yakni : teks naratif dalam bentuk catatan lapangan, pembuatan matrik, grafik, jaringan dan bagan-bagan.

c) Penarikan kesimpulan, yaitu aktifitas yang bermula dari awal penelitian melalui sebuah pencatatan spesifik tentang pengertian dan pemaknaan terhadap benda-benda, catatan keteraturan pola, konfigurasi yang mungkin terjadi, alur sebab akibat maupun preposisi. Kesimpulan yang dihasilkan penelitian ini juga diverifikasikan dengan cara : pemikiran ulang atas data lapangan selama penulisan, melakukan tinjauan ulang terhadap catatan lapangan, diskusi dengan orang-orang yang dianggap sebagai sumber informasi yang memiliki

46

kemampuan di bidang penelitian maupun pemahaman tentang fenomena sosial, dan langkah selanjutnya diselesaikan dengan menempatkan salinan temuan tersebut berdasarkan seperangkat data yang ada dalam suatu deskripsi serta interpretasi yang dilakukan oleh peneliti untuk menjaga agar tidak terdapat bias atau terpengaruh adanya stereotif masyarakat pada umumnya.(Miles dan Hubermen, 1992).

Dalam proses pengumpulan dan analisis data, peneliti akan selalu melakukan dialog dengan tineliti untuk mengonstruksi perlawanan petani. Semua ini berkonsekuensi pada proses dari bawah yang bersifat konstruktif, atau dikenal dengan istilah grounded meskipun disadari tidak sampai dalam bentuknya yang murni. Pilihan ni didasarkan pada asumsi menempatkan realitas perlawanan petani sebagai hasil konstruksi dan bekerjanya proses pembingkaian kolektif (collective framingprocess) antar para aktor yang di dalamnya melibatkan berbagai proses pemaknaan subyektif dan intersubyektif.

4 SOSIO HISTORIS DAN KONFLIK AGRARIA