BAB II KAJIAN TAFSIR ILMI
C. Metodologi Tafsir
1. Pengertian dan Ruang lingkup
Pada kajian Tafsir Salman mengemukakan bahwa kajian tafsir „ilmi merupakan kajian yang berusaha memahami kitab suci al-Qur‟an secara ilmiah dan rasional. Pengertian tersebut dikutip dari pendapat Imam al-Ghazali. Sedangkan, pada pemaknaannya terhadap tafsir „ilmi. Dikutip dari kajian Tafsir Salman :
“Tafsir „Ilmi adalah salah satu upaya mengembalikan keterpaduan antara sains dan Islam untuk menyelamatkan manusia di masa depan”.38
Hal ini dikarenakan Tafsir Salman melihat masih banyak kritik ulama terhadap kajian tafsir ilmi. Kritik tersebut menyebutkan kajian tafsir ilmi hanya berupa kajian untuk mencari-cari kebenaran sains modern di dalam
36 Merupakan lembaga Pendidikan Bahasa Arab dan Studi Islam yang berada di kota Bandung.
37 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, h. 594.
38 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, (Bandung: Mizan Pustaka, 2014),h.
30.
Qur‟an. Kajian ilmiah juga memiliki beberapa kelemahan pada penafsirannya. Terdapat tiga kritik terhadap kajian tafsir ilmi.
Kritik pertama, tafsir ilmi lemah secara filologis. Al-Qur‟an dikenal sebagai kitab suci yang diturunkan pada kaum dengan bahasa Arab sebagai bahasa pokok kaum Arab. Sehingga, tidak ada yang mampu memahaminya secara utuh selain bangsa Arab. Selain itu, Para sahabat lebih memahami kajian dalam al-Qur‟an akan tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang menyatakan bahwa al-Qur‟an mencakup segala macam ilmu.
Kedua, lemah secara teologis. Al-Qur‟an turun sebagai kitab petunjuk yang berisi hukum, akhlak, muamalat, akidah dan pesan-pesan keagamaan lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan pandangan manusia tentang kehidupan dan bukan tentang teori-teori ilmiah. Isyarat yang terdapat dalam al-Qur‟an merupakan isyarat berisi petunjuk dan bukan buku ilmu pengetahuan.
Ketiga, lemah secara logika. Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang isi kandungannya tidak berubah-ubah seiring perkembangan zaman, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang relatif dan tidak stagnan, artinya dapat berubah jika ada suatu teori baru yang dinilai lebih memiliki tingkat validitas yang lebih kuat dari teori sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tafsir ilmi bersifat tidak kekal dan tidak layak disandingkan dengan al-Qur‟an yang sifatnya kekal.39
Dari kritik di atas, Tafsir Salman ingin meluruskan suatu hal yaitu sains modern justru merupakan ilmu yang berakar dari filsafat Islam dan memiliki keterkaitan antara keduanya. Tafsir Salman juga menjelaskan bahwa kajian tafsir ilmi hanya sebagai upaya untuk mendeskripsikan al-Qur‟an tentang alam fisik, atau alam dunia menurut peristilahan al-Qur‟an.
Posisi tafsir ilmi yang dikaji sebenarnya bukan untuk mengganti kajian-kajian tafsir terdahulu yang sudah ada. Kajian tafsir ilmi lahir sebagai pelengkap dari segala kajian corak tafsir. Seperti contoh, kajian tafsir sufi hadir untuk melihat adanya keterkaitan antara ayat-ayat al-Qur‟an dengan pengalaman dan praktik tasawuf.40
Kehadiran tafsir ilmi juga sebagai bentuk dari upaya manusia untuk memahami kalam Allah. Meskipun dalam proses penafsiran terdapat kekeliruan, hal tersebut tidak mengurangi nilai dari kesucian al-Qur‟an.
39 Tim Tafsir „Ilmi Kemenag, Tafsir Ilmi : Waktu Dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2013) h. xxv
40 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, h. 26.
Adapun bentuk kekeliruan yang dapat dihindari ketika menafsirkan al-Qur‟an dengan tafsir ilmi adalah memperhatikan kaidah-kaidah yang ditetapkan para ulama dalam menafsirkan al-Qur‟an. Kaidah-kaidah seperti telaah kebahasaan, ilmu asbȃb al-nuzȗl, munȃsabah ayat dan lain sebagainya harus melengkapi penafsiran tafsir ilmi. Hal inilah yang dilakukan dalam kajian Tafsir Salman.
Kajian Tafsir Salman juga melengkapi kelebihan yang dimiliki dalam kajian tafsir ilmi yaitu mempunyai ruang lingkup yang luas dari sisi kajiannya. Hal ini didasari pada tingkat keilmuan mufassir yang terus berkembang, sehingga tafsir ilmi dapat berkembang sesuai dengan ide-ide dan gagasan yang dimiliki oleh seorang mufassir. Dalam kajian Tafsir Salman, ruang lingkup keilmuan yang dihadirkan berupa ilmu-ilmu modern dan ilmu eksak. Seperti yang dikemukakan tentang para kontributor Tafsir Salman yang tingkat keilmuannya lebih beragam. Hingga fokus kajiannya meliputi ilmu eksak dan ilmu modern pada zaman sekarang seperti Kosmologi, Biologi, Ekologi, Astronomi, Psikologi, Neurologi, Embriologis, Gerontologi, Termodinamika, Meteorologi, Fisis/Elektroni, Geologi, Teknik sipil, Matemati, Sosiologi-Ekonomi, Filosofi, Filsafat Ilmu, ilmu sensor/Instrumentasi, Informatika, Fisika Partikel, Biologi-Geografi, Kesejarahan, dan Fisika benda padat.
Penjabaran mengenai ruang lingkup pada kajian Tafsir Salman dapat dilihat dari surat-surat yang ditafsirkan dengan menggunakan ilmu eksak dan ilmu modern. Adapun penjabarannya dirangkum sebagai berikut :
1. Surat al-Nabȃ pada penafsirannya menggunakan perspektif geologi dan geofisika dengan menunjukkan adanya proses penghamparan geosfer atau litosfer yang mengakibatkan gerakannya menjadikan gunung sebagai pasak seperti yang tertuang pada ayatnya yaitu
اًدَتَْوَأ َلاَبِْلْاَو.
Selanjutnya juga terdapat penafsiran dari perspektif biologi khususnya ekologi yang menjelaskan tentang siang dan malam sebagai pola kehidupan manusia, siklus tersebut kemudian dijelaskan dengan perspektif astronomis.2. Surat al-Infiṭȃr pada penafsirannya
ْتَرَطَفْ نا ُءاَمَّسلا اَذِإ
.41 Hubungan ayatnya dengan ilmu kosmologis menerangkan bahwa hilangnya gravitasi yang membuat langit runtuh.42
41 Langit tampak terbelah, mungkin oleh gumpalan debu menghitam yang menutupi langit biru. Debu bisa berasal dari letusan gunung atau tumbuhan benda-benda langit yang luar biasa. Lihat Tafsir Ilmi Kementrian Agama, Kiamat dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta : LPMA, 2011), h. 87.
3. Surat al-Muṭaffifȋn dihubungkan dengan ilmu psikologis dan neurologis. Surat ini ditafsirkan dengan fungsi otak yang mempunyai peran sebagai perekam untuk mengintai segala hal.
4. Surat al-Insyiqȃq meliputi penafsiran yang dikaitkan dari sisi embriologis, psikologis dan gerontologis, gerontologis merupakan ilmu tentang manusia usia lanjut. Dijelaskan bahwa pola hidup baik dapat memanjangkan usia,
ٍقَبَط ْنَع اًقَ بَط َُّبَُكْرَ تَل
ayat ini menjelaskan bahwa manusia akan melalui tingkatan demi tingkatan dalam kehidupan. Agar manusia terus memiliki tingkatan hidup yang bagus, maka pola kehidupannya harus dijaga.5. Surat al-Burȗj dijelaskan dari perspektif termodinamika.
Termodinamika adalah suatu konsep mekanika perpindahan energi.
Misalnya, panas konsep perpindahan panas adalah panas secara spontan akan berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur rendah.43
6. Surat al-Ṭȃriq dijelaskan secara astronomis, meteorologis, fisis/elektronis, geologis, dan biologis. Meteorologis dilihat dari pemaknaan kata al-Ṭȃriq yang berarti benda langit yang masuk ke atmosfer bumi dan termasuk benda yang jarang terlihat oleh manusia.44
7. Surat al-Fajr ditinjau dari perspektif astronomis, biologis, matematis dan teknik sipil yang pembahasannya menjelaskan tentang manusia zaman lampau membangun aneka monumen agung milik mereka. Surat al-Fajr menyinggung masyarakat yang berkebudayaan tinggi yaitu masyarakat mesir.
Dalam tafsirannya, menggambarkan bahwa masyarakat mesir memiliki kelebihan dan merupakan masyarakat yang memiliki peradaban maju, akan tetapi kelebihan tersebut lah yang justru membuat kerusakan di muka bumi.
8. Surat al-Balad ditinjau dari perspektif sosiologis-ekonomis, biologis hingga psikologi-neurologis. Penafsiran surat ini melahirkan serangkaian pesan bahwa penciptaan manusia diciptakan dengan segala potensinya, salah satunya adalah potensi dalam berkomunikasi.45
9. Surat al-„Alaq menjabarkan berbagai kajian ilmu dalam penafsirannya. Di antaranya adalah filsafat ilmu, psikologi, informatika hingga ilmu sensorik. Pada konteks “membaca” dalam kata
ْأَرْ قا
, dapat
42 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, h. 173
43 Fathun, Mesin Bensin Kendaraan Ringan, (Yogyakarta : Mirra Buana Media, 2020), h. 49.
44 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, h. 246.
45 Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB, Tafsir Salman, h. 329.
dihasilkan dari semua informasi yang terkandung ketika membaca diproses oleh otak, hingga kemudian dari otak dan sistem saraf tersebut memutuskan respons terhadap bacaan yang diperoleh hasilnya, ini terhubung dengan ilmu sensorik.
Untuk memudahkan pemahaman terhadap ruang lingkup keilmuan yang terkandung pada kajian Tafsir Salman, dapat dilihat di bawah ini kategorisasi dan kelompok ayat ruang lingkup keilmuan yang dimiliki di dalamnya. Adapun ruang lingkupnya sebagai berikut :
1. Ilmu Biologi. Ilmu ini merupakan salah satu ruang lingkup keilmuan yang sangat banyak digunakan dalam Tafsir Salman, diantaranya yakni Q.S Al-Nabȃ 9-11, „Abasa 23-32, At-Takwȋr 15-18, Al-Ṭȃriq 4-7, Al-„Ala 4-5, Al-Ghȃsyiah 6, 17-20, At-Tȋn 4-5, Al-„Aṣr dan Al-Fȋl 1-5.
2. Ilmu Kosmologi juga mencakup ilmu astronomi/meteorologi yakni ilmu yang mengetahui tentang sejarah alam semesta serta meneliti benda-benda langit banyak dibahas dalam beberapa surat, diantaranya Q.S Al-Nabȃ 12-16, Nȃzi‟ȃt 1-7, 15-33, 34-46, At-Takwȋr 1-7, Infiṭȃr 1-3, Insyiqȃq 1-5, Burȗj 1, Ṭȃriq 1-3, Fajr 1-2, Syams 1-6, Al-Quraisy 1-4, Al-Laȋl & Al-Ḍuhȃ dan Al-Qȃri‟ah 4-5.
3. Ilmu Embriologi adalah cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio dalam rahim ibu.46 Beberapa penafsiran surat menggunakan kajian ilmu ini, yakni pada Q.S „Abasa 17-22 dan Al-Insyiqȃq 16-19.
4. Neurologis atau ilmu syaraf yang membahasa mengenai sistem syaraf pada otak dapat dilihat pada penafsiran Q.S Al-Muṭaffifȋn 7-9, 18-21 dan Al‟Alaq 15-16.
5. Fisika, ilmu ini terkandung dalam penafsiran Q.S Al-Burȗj 13 dan Al‟Âdiyat 1-10.
6. Geologi adalah bidang ilmu pengetahuan kebumian yang mempelajari segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Ilmu ini digunakan dalam menafsirkan Q.S Al- Ṭȃriq 11-12 dan surat Al-Zalzalah.
7. Selain menggunakan rangkaian ilmu eksak dalam proses penafsirannya, Tafsir Salman juga membahas kajiannya dengan
46 Muhammad Khatib, Misteri Dzikir Hasbunallah Wa Ni‟mal Wakil, (Surabaya : Pustaka Media Surabaya, 2020), h. 41.
mengaplikasikan ilmu psikologi pada kajian yang ditafsirkan. Hal tersebut terlihat pada surat Al-Takȃtsur dan Q.S Al-Humazah 1-2, 7.
8. Ilmu sejarah dibahas pada Q.S Al-Burȗj 2-11, ilmu matematis pada Q.S Al-Fajr 3, kajian filosofis pada Q.S At-Tȋn 6-8 dan ilmu teknik sipil pada Q.S Al-Fajr 6-14.
9. Pada Q.S Al-Balad 1-20 merupakan penafsiran yang menggabungkan beberapa ilmu pengetahuan seperti sosiologis-ekonomi, biologi dan psikologi-neurologis. Penggabungan keilmuan ini juga terdapat pada Q.S Al-Ikhlas yang merupakan penggabungan dari ilmu sejarah dan fisika.
10. Pada Q.S Al-Falaq dan Al-Nȃs ditafsirkan keseluruhan ayatnya dengan menggunakan ilmu astronomi, biologi, psikologi dan filsafat.
Dari ruang lingkup keilmuan yang dipaparkan di atas, dapat memberikan gambaran penting mengenai kajian Tafsir Salman yang walaupun memiliki kesamaan dengan tafsir ilmi modern contohnya tafsir ilmi kemenag dan tafsir al-jawȃhir dalam penggunaan ilmu kealaman seperti ilmu astronomi, kosmologi, dan biologi. Akan tetapi, kajian Tafsir Salman lebih detail dalam penggunaan ilmu eksak. Selain itu, ilmu lainnya juga dibahas dan berbeda dengan tafsir ilmi kontemporer lainnya, seperti ilmu teknik sipil, fisika benda padat dan ilmu termodinamika di mana ilmu tersebut belum ada pada kajian tafsir ilmi selain dalam kitab Tafsir Salman.
Ruang lingkup yang tertera pada kajian Tafsir Salman merupakan salah satu kelebihan dari metode tafsir ilmi. Dengan mempunyai ruang lingkup yang luas, maka kajian tafsir ilmi dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat dan keberagaman ilmu yang dimiliki oleh seorang mufassir. Ruang lingkup tersebut juga menjadikan banyaknya ide yang dimuat oleh mufassir, sehingga seorang mufassir dapat menampung ide-ide tersebut.
2. Metode Tafsir
Metode yang digunakan oleh Tim Tafsir Ilmiah Salman ITB dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an adalah menggabungkan antara al- manhȃj al-naqli (tafsir bi al-riwȃyah) dengan al-manhȃj al-„aqli (tafsir bi al-dirȃyah) secara proporsional. Al-manhȃj al-aqli merupakan penjelasan mengenai ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan pada ijtihad dan pemikiran dari mufassir.47
47 Abdul Basid, “Tafsir Ilmiah Salman ITB (Telaah Kritis Perspektif Ulum al-Qur‟an)”, h. 10.
Al-Manhaj al-naqli juga disebut tafsir bi al-Ma‟tsȗr (periwayatan).
Dalam kajian tafsir bi al-Ma‟tsur, terdapat tiga hal yang perlu difahami.
Pertama, kajiannya berupa tafsir al-Qur‟an bi al-Qur‟an yaitu tafsir yang datang dari al-Qur‟an itu sendiri dan menjelaskan sebagian ayat-ayatnya.
Kedua, tafsir yang datang dari Nabi maksudnya hadits nabi, berapa banyak dalam al-Qur‟an ayatnya bersifat mujmal (umum). Kemudian sunah itu merincinya, ini seperti ayat salat, zakat. Salat itu bersifat mujmal, kemudian sunnah menjadi mufasilul mujmal, mubayyinul mujmal. Berapa banyak dalam al-Qur‟an ayatnya bersifat umum juga kemudian sunah mengkhususkannya, atau menspesifikasikannya, atau mengikatnya.
Ketiga, tafsir yang bersumber dari sahabat. Sahabat adalah orang yang hidup di zaman turunnya wahyu, mereka menyaksikan sebab-sebab turunnya al-Qur‟an dan mereka juga mengetahui, melihat apa saja faktor-faktor turunnya ayat tersebut. Mereka itu di kalangan umat muslim yang paling mengerti tafsir al-Qur‟an dan ta‟wil al-Qur‟an. Jadi para ulama kita yakni di kalangan akademisi tafsir, ulama tafsir mengkategorisasi juga tafsir tabi‟in itu termasuk kategori tafsir bi al-Ma‟tsȗr mereka itu memasukkan tafsir tabi‟iin termasuk tafsir bi al-Matsur karena para tabi‟in itu dengan para sahabat itu bertemu.48
Sebagai contoh Manhaj naqli terdapat pada penafsiran Tafsir al-Ṭabȃri yang dalam penafsirannya merujuk pada hadits, Q.S al-Hadid ayat 16-17 :
َّلاَك اوُنوُكَي َلََو ِّقَْلْا َنِم َلَزَ ن اَمَو َِّللَّا ِرْكِذِل ْمُهُ بوُلُ ق َعَشَْتَ ْنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلِل ِنَْيَ َْلََأ اوُتوُأ َنيِذ
( َنوُقِساَف ْمُهْ نِم ٌيرِثَكَو ْمُهُ بوُلُ ق ْتَسَقَ ف ُدَمَْلْا ُمِهْيَلَع َلاَطَف ُلْبَ ق ْنِم َباَتِكْلا اوُمَلْعا ) 61
ََّللَّا َّنَأ
( َنوُلِقْعَ ت ْمُكَّلَعَل ِتَيَ ْلْا ُمُكَل اَّنَّ يَ ب ْدَق اَِتِْوَم َدْعَ ب َضْرَْلْا ِيُْيُ
61 )
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik (16).
Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi
48 Khalid Abd Rahman „Akk, Usȗl Tafsȋr wa Qawȃiduhu, (Beirut: Dȃr al-Nafȃis, 1986), h. 111.
sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya (17)”.49 Menurut penafsiran al-Ṭabȃri pada ayat 16
َعَشَْتَ ْنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلِل ِنَْيَ َْلََأ
ْمُهُ بوُلُ ق
َِّللَّا ِرْكِذِل
, mereka yang percaya kepada Allah dan utusan Allah akanberusaha melunakkan hatinya dengan senantiasa mengingat Allah, sehingga hati mereka akan tunduk pada kebenaran Allah tersebut. Inilah yang Allah wahyukan kepada Utusannya Nabi Muhammad.
Diriwayatkan dari Muhammad bin sa‟d, dia berkata bahwa bapaknya mengatakan yang dikatakan oleh pamannya, kemudian riwayat dari ibn abbas, ia mengatakan bahwa ayat
َِّللَّا ِرْكِذِل ْمُهُ ب وُلُ ق َعَشَْتَ ْنَأ اوُنَمآ َنيِذَّلِل ِنَْيَ َْلََأ
,dikatakan bahwa hati senantiasa harus patuh.
Kemudian ayat
ُدَمَْلْا ُمِهْيَلَع َلاَطَف ُلْبَ ق ْنِم َباَتِكْلا اوُتوُأ َنيِذَّلاَك اوُنوُكَي َلََو
,dikatakan dari bani israil bahwa yang dimaksud kitab disini adalah taurat dan injil. Beberapa penafsiran juga mengatakan bahwa ini merupakan ahli ta‟wil.
ْمُهُ بوُلُ ق ْتَسَقَ ف ,
Fasik disini berarti keluar dari jalan kebaikan dan melakukan maksiat.َنوُقِساَف ْمُهْ نِم ٌيرِثَكَو
, yang dimaksud fasik disini yaitu mereka ahli kitab sebelum umat muhammad kebanyakan fasik.Dan firman Allah
: ِتَيَ ْلْا ُمُكَل اَّنَّ يَ ب ْدَق اَِتِْوَم َدْعَ ب َضْرَْلْا ِيُْيُ ََّللَّا َّنَأ اوُمَلْعا
َنوُلِقْعَ ت ْمُكَّلَعَل
(“Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkanbumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran [Kami] supaya kamu memikirkannya.”). Di dalam ayat tersebut terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa Allah Ta‟ala akan melunakkan hati sebelum tadinya membatu, dan akan memberikan petunjuk kepada orang yang berada dalam keadaan bingung, setelah sebelumnya berada dalam kesesatan, membukakan jalan dari berbagai kesulitan setelah sebelumnya berada dalam kesusahan yang mencekam. Sebagaimana Allah telah menghidupkan bumi yang sebelumnya mati dengan air hujan yang tercurah, demikian juga Allah akan memberikan petunjuk kepada hati-hati yang membatu itu dengan bukti-bukti dan dalil al-Qur‟an.50
49. Mushaf al-Rusydi, al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Cahaya al-Qur‟an : Penerbit Qur‟an Tajwid), h. 539.
50. Al-Ṭabȃri, Tafsir al-Ṭabȃri, juz 7, (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994), h. 226.
Sedangkan, al-manhaj al-„aqli adalah tafsir yang berbeda dengan tafsir al-naqli, yaitu tafsir yang tergantung pada pemahaman yang mendalam dan fokus tentang makna kosa kata al-Qur‟an, setelah mengetahui makna frase dalam al-Qur‟an yang tersusun berdasarkan urutan lafal-lafalnya, dan setelah memahami implikasinya. manhaj „aqli biasa disebut dengan tafsir bi al-ra‟yi 51
Dengan demikian, yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra‟yi adalah sebuah upaya (ijtihad) untuk memahami naṣ-naṣ al-Qur‟an dan mengetahui maksud dan tujuan dalalah-nya, setelah seorang mufassir mengetahui kaidah bahasa Arab, mengetahui kosa kata bahasa Arab dan bentuk-bentuk dalalah-nya, memahami asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keperluan yang dibutuhkan oleh seorang mufassir.52
Pemahaman naṣ al-Qur‟an dengan proses ijtihad terdapat pada kajian Tafsir Fȋ Dzilȃl Qur‟ȃn karya Sayyid Quthb ketika menafsirkan Q.S al-Ḥadȋd : 22 tentang musibah.
ِفِ َّلَِإ ْمُكِسُفْ نَأ ِفِ َلََو ِضْرَْلْا ِفِ ٍةَبيِصُم ْنِم َباَصَأ اَم
ْنِم ٍباَتِك
ٌيرِسَي َِّللَّا ىَلَع َكِلَذ َّنِإ اَهَأَرْ بَ ن ْنَأ ِلْبَ ق .
53 Definisi musibah sebagai segala sesuatu yang menimpa manusia baik berupa kebaikan maupun keburukan.Menurut Sayyid Qutb, kata musibah dalam surat Al-Ḥadȋd ayat 22 tidak difokuskan pada salah satu diantara kedua makna tersebut, sehingga makna musibah dalam ayat tersebut mencakup kedua-keduanya, yaitu kebaikan maupun keburukan yang menimpa manusia.
Menurut Sayyid Quṭb, hal ini terjadi karena penilaian baik dan buruk bagi orang-orang munafik hanya berdasarkan fenomena yang kasat mata saja.
Sedangkan orang-orang beriman meyakini apa yang menimpanya, baik berupa kebaikan maupun keburukan (musibah) tidak akan terlepas dari takdir Allah SWT. Pada surat al-Qasas/28:47, musibah diartikan sebagai adzab atau siksa bagi kafir Quraisy yang membuat mereka menyesali kehidupannya dan berharap diutusnya nabi kepada mereka. Sedangkan pada surat al-Syûrâ /42:30 musibah diartikan sebagai sesuatu yang menimpa manusia dan merupakan akibat dari perbuatannya sendiri. Secara tidak langsung ayat tersebut berbicara tentang musibah berupa keburukan karena ayat tersebut
51 Khalid Abd al-Rahman al-„Akk, Usȗl al-Tafsȋr wa Qawȃiduhu, h. 167.
52 Khalid Abd al-Rahman al-„Akk, Usȗl al-Tafsȋr wa Qawȃiduhu, h. 167.
53 “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. Lihat Mushaf al-Rusydi, al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 540.
diakhiri dengan pernyataan Allah SWT yang memberikan maaf atas sebagian besar kesalahan manusia.54
Ruang lingkup metode ijtihad „aqli dalam menafsirkan al-Qur‟an terlihat dalam tugas seorang mufassir dan aplikasinya yang memuat beragam penjelasan (bayan) terkait ayat-ayat al-Qur‟an secara umum sebagai berikut:55
a. Mengungkapkan makna-makna rasional yang terkandung dalam nash al-Qur‟an.
b. Mengungkapkan rahasia-rahasia al-Qur‟an sesuai dengan kadar kemampuan manusia.
c. Menguraikan maksud-maksud ayat al-Qur‟an dan orientasinya.
d. Menerangkan kondisi sosial kisah-kisah dalam al-Qur‟an dan menjelaskan pesan-pesan dari kisah tersebut.
e. Mengungkapkan kemuliaan al-Qur‟an dalam bentuk kemukjizatan balaghahnya.
3. Contoh Aplikasi
Contoh kajian yang menunjukkan perspektif ilmiah dari berbagai jenis ilmu terdapat pada surat al-„Alaq. Kajiannya membahas beberapa fenomena.
Salah satu dari fenomena tersebut adalah pemahaman kata “Iqra” yang dihubungkan dengan membaca. Fenomena „membaca‟ dalam hal ini ditinjau dari berbagai perspektif keilmuan, seperti filsafat ilmu, psikologi, informatika dan sensorik/instrumentasi. Adapun tema yang diusung dalam penafsirannya menghasilkan kajian dengan tema “Agar Membaca Lebih Bermakna” pada ayat 1-3 yang berbunyi :
ِمْسِبِ ْأَرْ قا ( َقَلَخ يِذَّلا َكِّبَر
( ٍقَلَع ْنِم َناَسْنِْلْا َقَلَخ ) 6 ( ُمَرْكَْلْا َكُّبَرَو ْأَرْ قا ) 2
3
56
)
Pada Tafsir Salman, hal yang pertama dilakukan setelah pembahasan tema adalah menelaah kebahasaan. Kata iqra‟ merupakan ayat pertama yang bersifat kata kerja perintah (Fi‟il „Amr) dari asal kata
54. Sayyid Quṭb, Fi Dzilal al-Qur‟an, (Beirut : Dar al-Syuruq), h. 2493.
55 Khalid Abd al-Rahman al-„Akk, Usȗl al-Tafsȋr wa Qawȃiduhu, h.175.
56 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmu lah yang Maha Pemurah”, Lihat Departemen Agama RI, Al-Jumanātul „alī Seuntai Mutiara yang Maha Luhur, (Jakarta : Cv J Art, 2004), h.597.
Qirȃ‟ah, yang berarti “menghimpun”. Kata iqra‟ diartikan dalam beberapa pemahaman. Ada yang menafsirkan dengan makna bahwa iqra‟ adalah perintah belajar dan makna lainnya yaitu perintah mengajar. Kata iqra‟ ini diulang dalam surat al-„Alaq yang menunjukkan adanya penegasan (taukid).
Adapun kata iqra‟ yang pertama ditunjukkan untuk memahamkan manusia ketika proses membaca harus dimulai dengan nama Tuhannya. Sedangkan kata iqra‟ yang kedua dimaksudkan dengan hasil dari membaca. Ketika makhluk telah membaca atas nama Tuhannya, maka Tuhan/Allah akan menunjukkan sifatnya yang akrȃm.57
Iqra‟ dihubungkan dengan mencari ilmu yang tertuang pada beberapa hadits Rasulullah. Disebutkan bahwa Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mendorong umat Islam untuk peduli terhadap ilmu pengetahuan. Dalam sebuah hadits disebutkan tentang keutamaan dalam mempelajari ilmu :
ِةَّنَْلْا َلَِإ اًقيِرَط ِهِب ُهَل َُّللَّا َلَّهَس اًمْلِع ِهيِف ُسِمَتْلَ ي اًقيِرَط َكَلَس ْنَمَو
58
Fenomena yang dikaji dari kata “Iqra‟” merupakan fenomena membaca yang dihubungkan dengan ilmu psikologi. Tafsir Salman menjelaskan bahwa ketika ayat
َقَلَخ يِذَّلا َكِّبَر ِمْسِبِ ْأَرْ قا
turun, konteks „membaca‟ tersebut bersifat membaca dunia mikrokosmos dan makrokosmos. Rasulullah sendiri telah mengetahui dunia baik secara mikrokosmos maupun makrokosmos. Akan tetapi, dari segi ilmu psikologi terdapat suatu istilah yang disebut persepsi.Dengan persepsi, individu dapat menerima rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu tersebut mampu mengetahui,
Dengan persepsi, individu dapat menerima rangsangan melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu tersebut mampu mengetahui,