• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH 1.Masalah dan Tantangan

Adapun sasaran untuk mewujudkan kembali supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih adalah terciptanya peran lembaga

E. MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH 1.Masalah dan Tantangan

Mewujudkan pemerintahan yang bersih sebenarnya tidak hanya menjadi tugas penyelenggara negara, tetapi juga masyarakat, termasuk lembaga kemasyarakatan dan dunia usaha. Namun disadari bahwa tuntutan dari banyak pihak lebih menginginkan penyelenggara negaralah yang terlebih dahulu memberikan teladan dan contoh yang baik dalam bertindak dan berperilaku. Di lain pihak, kondisi yang terjadi selama ini menunjukkan citra dan kinerja yang kurang baik dilakukan oleh penyelenggara negara terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan baik di pusat maupun daerah dan belum dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance).

Tindakan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dilakukan oleh penyelenggara negara terlihat antara lain dari tindakan KKN yang melingkupi hampir semua bidang pemerintahan; tidak adanya transparansi dan akuntabilitas di bidang pelayanan publik, yang sebenarnya sangat menentukan aspek pertanggungjawaban dari semua kegiatan birokrasi pemerintah kepada masyarakat; kurangnya profesionalitas penyelenggara negara, yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kompetensi, kode etik, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kondisi tersebut diperburuk dengan lemahnya penegakan hukum dan kurangnya dukungan peraturan perundang-undangan untuk melakukan tindakan hukum secara tegas. Kondisi tersebut mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar dan krisis mentalitas penyelenggara negara yang akhirnya menggangu stabilitas ekonomi, sosial, politik dan budaya serta memperlihatkan bahwa upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih memerlukan penegakan supremasi hukum terlebih dahulu.

Upaya untuk memperbaiki citra dan kinerja penyelenggara negara telah dimulai sejak dikeluarkannya TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN; UU No. 28/1999 dan Keppres No. 127/1999 mengenai komisi pemeriksan kekayaan penyelenggara negara. Ini sekaligus agar pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada presiden/mandataris MPR yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik lembaga tertinggi negara dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Belum adanya tindak lanjut dari pelaksanaan Keppres No. 127/1999, yang memerintahkan pelaporan kekayaan penyelenggara negara sebelum, selama dan sesudah memangku jabatan menjadi salah satu penyebab

yang timbul sehubungan tidak berkembangnya partisipasi masyarakat yang demokratis untuk melakukan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sekaligus merupakan tantangan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui peran serta secara aktif dalam proses penyusunan peraturan kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Mengingat kondisi yang ada sekarang ini belum memperlihatkan keterbukaan birokrasi terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan.

Adanya penguasaan kekuasaan oleh satu partai yang berkuasa terhadap lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif mengakibatkan terjadinya monoloyalitas PNS dan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) kepada partai politik yang berkuasa. Kondisi tersebut mengakibatkan penyelenggara negara (aparatur pemerintah) cenderung mendahulukan kepentingan partai atau kelompoknya dari pada kepentingan bangsa dan negara baik dalam pengambilan kebijakan maupun dalam pelaksanaannya. Dikeluarkannya PP No. 5/1999 tentang PNS menjadi anggota partai politik, kemudian diubah dalam PP No. 12/1999 tentang perubahan atas PP No. 5/1999 tentang PNS yang menjadi anggota partai politik, merupakan salah satu upaya untuk menempatkan PNS pada posisi yang netral, di samping mencegah penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan golongan, serta tidak diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Dampak adanya otonomi daerah juga menimbulkan tantangan besar terutama untuk melakukan pembenahan kembali di bidang kelembagaan, manajemen pemerintahan, dan realokasi PNS dikaitkan dengan kebutuhan pemerintah daerah untuk mendapatkan SDM yang berkualitas, dengan dihadapinya kenyataan hampir sebagian besar PNS di daerah hanya berpendidikan SLTA, SLTP, dan SD. Demikian juga pelaksanaan terhadap UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang jika tidak segara diantisipasi peraturan pelaksanaannya akan menimbulkan berbagai masalah pengelolaan SDA yang terlalu dieksploitasi oleh daerah yang sebanarnya dapat dihindari jika pemerintah pusat cepat tanggap mengantisipasi perimbangan keuangan berdasarkan prinsip keadilan. Implikasi dari hubungan lintaskabupaten/kota dan penyesuaian secara terkoordinasi atas peran daerah propinsi yang lebih banyak dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi merupakan tantangan yang mendesak untuk dilakukan.

Sistem pengawasan yang selama ini dilakukan melalui empat mekanisme, yaitu pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan pengawasan masyarakat juga belum memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut terlihat misalnya pada pengawasan fungsional yang selama ini hanya difokuskan pada pada aspek keuangan dan realisasi fisik atau kegiatannya (keluaran atau outputs) saja, dan belum menyentuh pada aspek hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts). Untuk itu tantangan perlu dihadapi adalah pemberdayaan kembali empat sistem pengawasan yang diharapkan dapat meminimalkan praktik KKN dalam pemerintahan.

Demikian juga terhadap mekanisme sistem perencanaan, penganggaran/ pembiayaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian pembangunan yang lebih mengarah pada aspek keluaran dalam bentuk realisasi fisik dan belum dikembangkan pada aspek hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts), merupakan tantangan yang perlu diantisipasi pengaturannya, terutama dengan adanya otonomi daerah yang akan menempatkan daerah sebagai titik sentral berbagai kegiatan pembangunan.

Dampak dari era globalisasi terhadap pengembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen pemerintahan yang lebih cepat dan mudah terutama di bidang pelayanan publik dan pemanfaatan telematika yang merupakan sinergi telekomunikasi dan informatika, merupakan tantangan langkah yang perlu ditindaklanjuti dengan kesiapan penyelenggara negara. Permasalahan pokok yang dihadapi dalam rangka peningkatan kapasitas SDM penyelenggara negara antara lain karena belum memadainya kompetensi jabatan pada jajaran aparatur pemerintah; rendahnya kualitas pendidikan dan pelatihan bagi penyelenggara negara; belum mantapnya sistem pembinaan karir, mulai dari sistem formasi, rekruitmen, promosi dan mutasi; serta sistem penghargaan dan sanksi; dan rendahnya gaji PNS, yang merupakan kendala utama dalam upaya meningkatkan prestasi dengan kondisi yang sangat sulit untuk hidup layak.

Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih juga tidak lepas dari peran kelembagaan sebagai penunjang terlaksananya berbagai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan. Namun permasalahan masih cukup banyaknya instansi/unit kerja pemerintah yang tugas dan fungsinya tumpang tindih dengan instansi/unit kerja lainnya; dan pengembangan serta perubahan organisasi instansi pemerintah yang belum efisien dan efektif untuk diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat juga merupakan salah satu penyebab berkembangnya praktik KKN. Dengan demikian, upaya-upaya seperti penguatan kelembagaan yang bersih dan bebas dari KKN yang didukung oleh peningkatan kualitas SDM penyelenggara negara dan peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyempurnaan manajeman pelayanan publik yang bebas dari pungutan liar merupakan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.

2. Strategi Kebijakan

Sesuai dengan arah kebijakan dalam GBHN 1999, tiga langkah strategi kebijakan ditempuh sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain sebagai berikut:

a. Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Upaya memberantas praktik KKN yang telah merugikan negara perlu didukung oleh suatu sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimate disertai dengan sanksi hukum berupa pengembalian kekayaan negara yang dikorupsi. Untuk itu perlunya transparansi dan akuntabilitas terhadap kinerja penyelenggara negara dalam setiap pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan perlu ditindaklanjuti sesegera mungkin. Upaya pemberantasan KKN ini harus didukung dengan fit and proper test pelaksanaan aturan hukum yang berlaku secara adil dan konsisten dan tanpa membeda-bedakan status.

Strategi kebijakan lain adalah peningkatan efektivitas pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat yang sejalan dengan peningkatan integritas, etika dan moral penyelenggara negara.

b. Pembenahan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Penyelengara Negara

Sejalan dengan arahan kebijakan GBHN 1999 upaya untuk meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih, dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan, merupakan prioritas yang harus dilaksanakan, terutama dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan kekayaaan negara.

c. Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia Penyelenggara Negara

Kebijakan strategis yang ditempuh adalah meningkatkan kualitas penyelenggara negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi; meningkatkan kesejahteraan PNS dan TNI/Polri untuk menciptakan aparatur yang bersih dari KKN, bertanggung jawab, profesional, produktif, dan efisien; dan memantapkan netralitas politik PNS dengan menghargai hak-hak politiknya sebagaimana UU No. 43/1999 dan PP No. 5/1999. Selain itu, upaya melibatkan masyarakat luas dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lain berupa partisipasi aktif dalam bentuk pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara baik pusat maupun daerah juga perlu ditempuh.

3. Program-program Pembangunan

Program-program yang akan dilakukan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dalam lima tahun mendatang adalah sebagai berikut:

a. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Program ini bertujuan untuk menyempurnakan kembali sistem kelembagaan penyelenggara negara dan manajemen pemerintahan umum dan pembangunan dengan titik perhatian ditekankan pada pelaksanan desentralisasi. Kegiatannya mencakup penataan kembali struktur organisasi departemen/LPND/dan pemerintah daerah yang lebih datar (flat), rasional dan sesuai dengan kebutuhan yang ada; penyempurnaan terhadap struktur jabatan bagi penyelenggara negara di pusat dan daerah melalui penetapan jabatan negara, jabatan negeri, dan jabatan pada badan usaha milik negara (BUMN)/daerah (BUMD) untuk menghindari adanya intervensi partai-partai politik ke dalam birokrasi; pembentukan suatu wadah untuk mengakomodasi keberadaan anggota-anggota partai politik dalam birokrasi pemerintahan; dan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penataan kewenangan dan hubungan kerja antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah; penataan sistem perencanaan, sistem penganggaran dan pembiayaan, sistem pengawasan, pemantauan dan pelaporan; dan penyempurnaan administrasi kebijakan pembangunan terutama yang mendukung upaya pemulihan ekonomi dan perlindungan daya dukung ekosistem SDA.

b. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, profesionalisme dan keterampilan penyelenggara negara sehingga dapat lebih melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal dan profesional terutama dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat dan dunia usaha, serta antar penyelenggara negara. Kegiatan yang dilakukan mencakup realokasi PNS sesuai dengan kapasitas yang dimiliki sebagai implikasi dilakukannya penghapusan, pembentukan, penggabungan dan perubahan-perubahan instansi pemerintah dan dalam rangka mendukung pelaksanaan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999; menyempurnakan sistem rekrutmen PNS yang lebih ketat dan terbuka serta kompetitif, sistem penilaian kinerja pegawai, dan sistem pembinaan atau pengembangan kualitas karier pegawai yang obyektif dan transparan yang memungkinkan dilakukannya sistem mutasi dan rotasi PNS antarinstansi maupun antardaerah; menyempurnakan sistem pendidikan dan pelatihan (diklat) PNS yang tepat dan selektif, sesuai dengan kebutuhan kerja di lapangan; merampingkan jumlah PNS secara bertahap dengan tetap memperhatikan hak-hak PNS, dengan didukung dengan sistem administrasi kepegawaian nasional yang efisien dan efektif; penyusunan sistem penggajian PNS yang adil dan

transparan yang dapat memenuhi kebutuhan pegawai untuk hidup layak; serta memantapkan netralitas PNS terhadap partai politik sebagai pelaksanaan PP No. 5/1999 dan PP No. 12/1999 tentang PNS yang menjadi anggota partai politik.

c. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan umum atau publik di berbagai bidang pemerintahan umum dan pembangunan terutama pada unit-unit kerja pemerintah pusat dan daerah, sehingga masyarakat diharapkan akan mendapat pelayanan yang lebih cepat, tepat, murah dan memuaskan. Selain itu, era reformasi menuntut pelayanan umum harus transparan dan tidak diskriminatif dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pertimbangan efisiensi. Kegiatannya mencakup antara lain mengalihkan fungsi-fungsi pelayanan publik tertentu dari instansi pemerintah kepada badan swasta/LSM; menyusun standar pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, memuaskan, transparan dan tidak diskriminatif; mengembangkan konsep indeks tingkat kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur terhadap optimalisasi pelayanan umum oleh penyelenggara negara kepada masyarakat; dan melakukan upaya deregulasi dan debirokratisasi khususnya kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi untuk menghilangkan seluruh hambatan yang menghambat mekanisme pasar.

d. Program Pemberdayaan Sistem Pengawasan

Program ini bertujuan untuk mengurangi tindakan KKN di lingkungan penyelenggara negara serta mendukung peningkatan kinerja penyelenggara negara baik pusat maupun daerah. Kegiatan yang dilakukan mencakup pengembangan sistem informasi pengawasan secara transparan dan akuntabel, terdiri dari ketersediaan informasi hasil audit dan evaluasi serta penyediaan saran dan media untuk menampung aspirasi, pengaduan dan laporan terhadap perilaku dan kinerja penyelenggara negara di perdesaan yang diduga terlibat KKN dan/atau penyalahgunaan wewenang; dan meningkatkan kualitas informasi sistem pengawasan yang dipadukan dengan kebijakan perencanaan, pemantauan, pengendalian, dan pelaporan; serta penegakkan etik dan moral di lingkungan APFP. Selain itu juga dilakukan penyusunan dan pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) sebagai tolok ukur keberhasilan dan atau kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah. Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan melaksanakan pelaporan dan evaluasi atas akuntabilitas instansi/lembaga pemerintah, serta mendorong efektivitas tindak lanjutnya. Pemberdayaan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga legislatif untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas serta peningkatan peran badan pemeriksa keuangan (BPK) untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara juga dilakukan. Pemberdayakan peradilan tata usaha negara (PTUN) baik mengenai peningkatan kapasitas sumberdaya hakim PTUN maupun perluasan kompetensinya sampai ke tingkat kabupaten/kota sesuai UU No. 5/1986 tentang PTUN juga dilakukan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah secara menyeluruh.

BAB IV

MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI