• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Mitigasi Bencana Gempa

Menurut Bakornas (2002), mitigasi bencana adalah tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup kegiatan perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko terkait dengan bahaya-bahaya bencana yang sudah diketahui dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi. Istilah mitigasi juga berlaku untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan.

Selanjutnya Bakornas (2002) menjelaskan, mitigasi bencana perkotaan merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, terutama kegiatan penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi. Mitigasi dilakukan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana. UU No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999, serta PP No. 25 tahun 2000 memberikan kewenangan yang sangat besar kepada pemerintah kota dan kabupaten untuk mengelola pembangunan kotanya, khususnya dalam administrasi pemerintahan dan keuangan.

Oleh karena itu, pemerintah kota mempunyai peran dan fungsi yang sangat strategis dalam rangka melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang bertujuan untuk meningkatkan peran kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah, penggerak pembangunan, pusat jasa pelayanan dalam segala bidang, serta pusat informasi dan inovasi, termasuk dalam hal teknologi mitigasi bencana. Akan tetapi, konsentrasi peran yang besar di kota-kota tersebut tidak lepas dari kenyataan bahwa kota-kota di Indonesia terletak pada lokasi-lokasi yang rawan bencana alam. Kota-kota di Indonesia sangat heterogen, dan pluralnya sistem

sosial dan perekonomian berakibat kota-kota di Indonesia sekaligus rawan terhadap bencana sosial, bencana teknologi, atau bencana buatan manusia lainnya.

Secara umum mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan yang disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan.

Kebijakan Mitigasi Perkotaan merupakan suatu kerangka konseptual yang disusun untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana terutama di daerah perkotaan. Mitigasi bencana meliputi pengenalan dan adaptasi terhadap bahaya alam dan buatan manusia, serta kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang, baik terhadap kehidupan manusia maupun harta benda.

Tujuan utama (ultimate goal) dari Penyusunan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan ini adalah sebagai berikut :

a. mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk perkotaan, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam,

b. sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan perkotaan, c. meningkatkan pengetahuan masyarakat perkotaan (public awareness) dalam

menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, beberapa sasaran perlu ditetapkan sebagai berikut :

a. mengidentifikasi bencana dan perhitungan/perkiraan dampak/resiko yang ditimbulkan,

b. menerapkan hasil penelitian dan transfer teknologi,

c. meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) melalui sosialisasi, pelatihan dan pembinaan,

d. menerapkan sistem insentif,

Kelima sasaran tersebut nantinya harus dijabarkan lagi menjadi Program Tindak (Action Plan) berdasarkan fungsi, tugas dan kewajiban masing-masing aktor/pelaku/pihak-pihak yang terlibat dalam proses mitigasi. Bentuk-bentuk tindakan mitigasi antara lain:

1. sebelum terjadi gempa bumi,

a. mengenal apa yang disebut dengan gempa bumi

b. memastikan bahwa struktur rumah dapat terhindar dari bahaya yang disebabkan gempa bumi (longsor, rekahan tanah)

c. mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan agar terhindar dari bahaya gempa bumi

d. memperhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila terjadi gempa bumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung

e. belajar melakukan P3K

f. belajar menggunakan alat pemadam kebakaran

g. mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi gempa bumi

h. perabotan (lemari, cabinet) diatur menempel pada dinding (dipaku/ diikat) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi i. menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah

pecah, agar terhindar dari kebakaran

j. selalu mematikan air, gas dan listrik apabila sedang tidak digunakan

k. penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa bumi adalah akibat kejatuhan material

l. mengatur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah m. mengecek kestabilan benda tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa

bumi terjadi (misalnya: lampu, lemari, foto, dan lain-lain)

n. alat yang harus ada di setiap tempat berupa kotak P3K, senter/lampu baterai, radio, makanan suplemen dan air.

2. saat terjadi gempa bumi, a. jika berada dalam bangunan

- mencari tempat yang paling aman dari reruntuhan akibat goncangan gempa (seperti di bawah meja, di sudut ruangan yang kuat, di bawah kusen)

b. jika di luar bangunan atau area terbuka

- menghindari bangunan yang ada di sekitar (seperti gedung, tiang listrik,

pohon)

- memperhatikan tempat anda berpijak hindari apabila terjadi rekahan tanah

c. jika sedang mengendarai mobil

- keluar, turun dan menjauh dari mobil, hindari jika terjadi rekahan tanah

atau kebakaran

- keluar dari mobil dan berlindung di sampingnya d. jika tinggal atau berada di pantai

- menjauhi pantai menuju ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari terjadinya tsunami

e. jika tinggal di daerah pegunungan

- menghindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.

3. setelah terjadi gempa bumi, a. jika berada dalam bangunan

- keluar dari bangunan dengan tertib

- jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa - memeriksa apa ada yang terluka, lakukan P3K

- telepon/minta pertolongan apabila terjadi luka ringan atau luka parah b. memeriksa apakah terjadi kebakaran

- memeriksa apakah terjadi kebocoran gas

- memeriksa apakah terjadi arus pendek - memeriksa aliran dan pipa air

- memeriksa segala hal yang dapat membahayakan (mematikan listrik, tidak

menyalakan api)

- jangan masuk ke dalam bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena

kemungkinan sewaktu-waktu dapat runtuh akibat gempa susulan

- jangan mendekati bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena

- menyimak informasi mengenai gempa susulan dari media cetak maupun media elektronik

- mengisi angket yang diberikan oleh instansi terkait untuk mengetahui

seberapa besar kerusakan yang terjadi.

Dokumen terkait