• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Ruang Terbuka sebagai Ruang Evakuasi Bencana

Ruang terbuka publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu maupun kelompok, yang meliputi jalan, pedestrian, taman, plaza, pemakaman di sekitar lapangan terbang dan lapangan olahraga (Hakim dan Utomo, 2003 dalam Sakti 2009). Ruang terbuka publik terbentuk dari adanya konstruksi sosial oleh para pengguna dengan keadaan sosial yang menghasilkan ruang, bentuk fisik dan desain lainnya. Keberadaan ruang terbuka sangat dibutuhkan oleh manusia baik sebagai wadah interaksi sosial, budaya, politik, ekonomi, estetika kota hingga wadah kegiatan mitigasi terhadap bencana. Ruang terbuka terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau itu sendiri, lapangan rumput, taman, jalur hijau, hutan kota dan lain- lain. Sedangkan ruang terbuka non-hijau terdiri dari jalan raya, plaza, kolam renang dan lain-lain.

Menurut Permendagri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah ruang terbuka hijau kota. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Dalam keseluruhan tahapan siklus kehidupan manusia, kehadiran ruang terbuka publik dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang sangat diperlukan baik berupa taman lingkungan, tempat bermain, alun-alun kota, lapangan kota atau bahkan kuburan umum (Budiharjo, 1997 dalam Sakti 2009). Ruang terbuka publik

mempunyai banyak fungsi (multifungsi). Ruang terbuka publik berfungsi sebagai simpul dan sarana komunikasi serta sebagai pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antara kelompok masyarakat juga sebagai tempat berkumpul sehari-hari dan pada kesempatan khusus (Carr, 1992 dalam Sakti 2009).

Fungsi utama ruang terbuka publik terbagi menjadi dua. Pertama sebagai fungsi sosial (rekreatif) yaitu sebagai tempat bermain dan berolahraga, tempat komunikasi sosial, tempat peralihan dan tempat menunggu, tempat untuk mendapatkan udara segar dengan lingkungan, sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat lain, pembatas atau jarak diantara massa bangunan, sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran sosial, identitas kota (pembentuk karakter suatu kota), sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan. Sedangkan fungsi kedua adalah sebagai fungsi ekologis, yaitu sebagai penyegar udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro, menyerap air hujan, pengendali banjir dan pengatur tata air, memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nutfah serta sebagai pelembut arsitektur bangunan.

Selain mempunyai berbagai fungsi di atas, ruang terbuka juga berfungsi sebagai perlindungan terhadap bencana. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan cara menjadikan peruntukan ruang terbuka di kawasan rawan bencana sebagai ruang evakuasi. Ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai konektor atau

linkage antar ruang permukiman akan memudahkan proses evakuasi pada saat terjadi bencana sehingga dapat meminimalkan jatuhnya korban. Dalam hal ini ruang terbuka berfungsi sebagai ruang evakuasi bencana, dapat berupa jalur evakuasi, ruang evakuasi maupun taman evakuasi.

Perencanaan tata ruang yang ada saat ini sebagian besar belum mengakomodasi pemetaan daerah rawan bencana baik rawan bencana tsunami, gempa, longsor, gunung meletus, banjir dan rob serta potensi bencana lainnya. Perencanaan yang ideal seharusnya disesuaikan dengan kondisi eksisting serta daya dukung lingkungannya sehingga indikasi penurunan daya dukung lingkungan dan potensi terjadinya bencana dapat diantisipasi dan diminimalisir. Perubahan tata guna lahan dari ruang terbuka publik menjadi lahan terbangun menstimulasi terjadinya kerusakan lingkungan (Hadi, 2001 dalam Sakti, 2009).

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas telah mengatur muatan rencana tata ruang di semua tingkatan administrasi. Undang-undang tersebut menuntut kualitas tata ruang yang tinggi dengan muatan rencana yang diantaranya khusus untuk wilayah kota dan kabupaten. Rencana tata ruang yang disusun juga harus memuat ruang terbuka (baik hijau maupun non- hijau) mulai dari perencanaan, penyediaan hingga pemanfaatan termasuk sebagai ruang evakuasi bencana khususnya gempa. Pilihan jenis ruang terbuka yang cukup sesuai untuk ruang evakuasi gempa adalah taman dan lapangan.

2.6.1. Ruang dan Jalur Evakuasi

Ruang evakuasi merupakan suatu tempat pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya (bahaya gempa) ke daerah yang aman dari bahaya tersebut (bahasaindonesia.com, 2010). Ruang evakuasi merupakan salah satu bentuk tindakan preventif dalam usaha mengurangi dampak kerugian akibat gempa bumi.

Jalur evakuasi merupakan suatu koridor atau jalan yang dapat mengarahkan masyarakat ke taman-taman kota atau ruang terbuka yang telah ditentukan sebagai ruang evakuasi. Jalur evakuasi ini harus merupakan jalur tercepat dan teraman menuju ruang evakuasi. Tanda yang dapat digunakan pada jalur evakuasi ini dapat berupa sign-sign atau penunjuk arah dan dapat pula berupa deretan pepohonan yang membentuk suatu lanskap jalur evakuasi yang menuntun masyarakat untuk sampai tepat di tempat evakuasi. Keberadaan lanskap koridor dengan penanda vegetasi akan membantu masyarakat mencapai lokasi saat kepanikan yang terkadang mengakibatkan disorientasi arah. Berbagai atribut yang ada pada jalur ini harus aman untuk dilewati, oleh karena itu pemilihan tanaman dan pondasi sign menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk menghindari resiko tertimpa atau jatuh oleh goncangan gempa.

2.6.2. Taman Kota sebagai Taman Evakuasi

Taman kota merupakan ruang terbuka yang terutama menyediakan sarana rekreasi di areal terbuka (outdoor) bagi masyarakat perkotaan. Dalam bidang perencanaan kota, peruntukan desain dan fasilitas taman adalah untuk melayani

kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar taman tersebut dalam skala RT, RW, sub wilayah, kota atau propinsi (Nurisjah, 1995). Selain mengakomodir kebutuhan rekreasi warga kota, fungsi taman kota juga dapat sebagai pelembut kesan keras dari struktur masif fisik kota, mengurangi kebisingan, mereduksi udara yang panas dan polusi udara. Taman kota juga dapat membentuk karakter kota dan memberikan keindahan visual lingkugan kota agar tercipta kesatuan antar ruang. Menurut Gold (1980) taman adalah setiap area umum atau pribadi yang digunakan untuk nilai-nilai estetika, pendidikan, rekreasi ataupun budaya, sedangkan taman kota (urban park) adalah taman yang melayani area sentra bisnis, area kota yang besar (termasuk kota baru) atau area komersil. Taman diperlukan masyarakat kota untuk keluar dari kebisingan dan kepadatan kota tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Taman memiliki fungsi ekologis (sumur resapan air, pohon), ekonomis (kebun sayuran, apotek hidup, taman terapi), edukatif (belajar alam, pengajian, kerajinan tangan, pertunjukan seni, layar tancap, bermain, rapat warga), konservasi energi (surya, biogas), dan estetis (kebersihan dan keindahan lingkungan).

Ada beberapa jenis taman berdasarkan penggunaanya, (1) Neighbourhood Park, taman ini terletak di sekitar daerah pemukiman; (2) Community Park, taman ini mempunyai sifat yang lebih akumulatif dari pada “Neighbourhood Park” dan dapat menampung kegiatan rekreasi bagi warga dalam bentuk suatu komunitas; (3) City Park; taman ini melayani skala kota bagi warga kota, dilengkapi oleh nilai-nilai visual yang dapat menghilangkan kesan perkotaan.

Terkait dengan berbagai isu bencana belakangan ini, penelitian mengenai taman kota makin dikembangkan. Salah satunya taman kota sebagai alternatif tempat evakuasi saat bencana. Indonesia sebagai daerah rawan bencana memerlukan berbagai bentuk upaya mitigasi, salah satunya dengan taman kota sebagai ruang evakuasi. Taman evakuasi tidak hanya memiliki fungsi rekreasi dan estetis, tapi juga evakuatif. Ketika bencana tiba, taman dapat seketika berubah menjadi ruang evakuasi bencana (gempa bumi).

Taman evakuasi direncanakan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek-aspek dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh warga saat mengungsi. Hal ini juga dapat diketahui melalui pengalaman berdasarkan kejadian-kejadian

sebelumnya. Penyediaan berbagai fasilitas dan utilitas yang dibutuhkan saat evakuasi (mengungsi) menjadi hal penting yang harus disediakan. Tata letak dan komposisi tata guna lahan pun menjadi penting untuk diperhatikan, seperti ruang terbuka yang cukup, fasilitas dan utilitas dengan konstruksi tahan gempa, suplai energi, air serta makanan yang cukup dan berbagai hal lainnya.

Joga dan Antar (2007) menjelaskan bahwa taman kota berbasis bencana merupakan salah satu alternatif ruang evakuasi, selain fungsinya sebagai ruang rekreasi. Berbagai fasilitas rekreasi yang ada di suatu taman kota dapat diintegrasikan dengan berbagai fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan evakuasi, baik bagi korban selamat ataupun yang tidak selamat, seperti taman pemakaman dan tempat evakuasi korban bencana.

Taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan sebuah lanskap taman kota yang dibangun dengan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka baik hijau maupun non hijau, mengakomodasi kepentingan perlindungan, evakuasi atau pertahanan hidup atas bencana. Lebih lanjut dijelaskan bahwa membangun taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan penciptaan nilai jual bagi kota. Keindahan lanskap kota tetap diperlukan untuk mempertahankan roh kota yang bersejarah, menampilkan wajah baru untuk memberi kenangan baru sebagai makna positif atas trauma bencana alam yang pernah terjadi. Penciptaan taman kota berbasis evakuasi bencana akan dapat mengembalikan fungsi evakuasi bagi warga kota dan fungsi rekreatif yang akan mengembalikan energi positif bagi warga kota yang kerap dilanda trauma akibat bencana.

Dokumen terkait