• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Taman Kota Untuk Evakuasi Bencana Di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Taman Kota Untuk Evakuasi Bencana Di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT

NOVI ZULFIYANITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT

NOVI ZULFIYANITA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

NOVI ZULFIYANITA. A44060195. Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat. Di bawah bimbingan AFRA D.N. MAKALEW dan FITRIYAH NURUL H. UTAMI.

Kota Padang Panjang merupakan salah satu daerah rawan gempa yang terletak di daerah patahan lempeng dunia. Berbagai kejadian gempa yang terjadi di Sumatera Barat pada umumnya dan Kota Padang Panjang khususnya, telah meninggalkan kepedihan, kerugian dan trauma yang cukup pelik. Kawasan ini membutuhkan perencanaan taman-taman kota berbasis evakuasi bencana yang dapat berfungsi sebagai ruang rekreatif maupun ruang evakuatif sebagai upaya tindakan mitigasi terhadap bencana.

Penelitian ini secara umum bertujuan merencanakan lanskap taman kota untuk ruang evakuasi bencana di daerah rawan gempa dalam memenuhi fungsi evakuasi dan fungsi rekreasi bagi masyarakat.Penelitian ini dilaksanakan di dua ruang terbuka hijau di Kota Padang Panjang Sumatera Barat, tepatnya di Lapangan Anas Karim Padang Panjang Barat dan Lapangan Bancah Laweh Padang Panjang Timur. Kegiatan penelitian ini berlangsung dari Maret 2010 hingga Februari 2011. Penelitian menggunakan modifikasi metode Gold (1980) dengan pendekatan berbasis bencana dan dibatasi sampai pada tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa gambar rencana tapak (site plan).

Lapangan Anas Karim (luas 5,6 Ha) dan Lapangan Bancah Laweh (luas 8,0 Ha) adalah tapak yang dipilih sebagai tapak perencanaan pada penelitian ini. Keberadaannya di pusat kota dan dikelilingi pemukiman padat menjadi faktor penting keduanya. Faktor geologi dan kerentanan terhadap bencana menjadi faktor utama dalam analisis dan perencanaan.

Beberapa hal penting yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan taman kota untuk evakuasi gempa ini adalah lokasi taman kota dengan pendekatan geologis berkaitan kerentanannya terhadap goncangan gempa (rentan atau tidak rentan) dan jarak taman kota dengan garis sesar/patahan; aksesibilitas masyarakat menuju tapak yang mudah dan tidak terlalu jauh; adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat evakuasi; luas lahan dan daya dukung pada saat evakuasi berlangsung; ketinggian tempat dari permukaan laut sehingga dapat ditentukan tidak berpotensi tsunami; penempatan terintegrasi fasilitas rekreasi dan evakuasi; kebutuhan air, energi, makanan dapat tersuplai dengan baik; pemilihan pohon yang tidak mudah tumbang dengan pemeliharaan yang baik; serta perencanaan helipad jika jalur transportasi lainnya terputus.

(4)

Rencana lanskap taman kota di daerah rawan gempa meliputi rencana masing-masing zona dengan mempertimbangkan aspek daya dukung, keamanan, aspek fungsional dan estetika untuk semua elemen lanskap yang direncanakan. Tapak dibagi dalam empat ruang yaitu: (1) ruang penerimaan; (2) ruang transisi; (3) ruang inti lanskap taman kota (terdiri dari sub-sub ruang dengan fungsi evakuasi-mitigasi bencana gempa dan fungsi rekreasi) dan (4) ruang penyangga. Rencana tapak dilengkapi dengan rencana aktivitas-fasilitas, rencana sirkulasi dan rencana tata hijau serta rencana daya dukung.

Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung/daya tampung, taman evakuasi Anas Karim dapat menampung total jumlah pengungsi sebanyak 3026 orang, adapun taman evakuasi Bancah Laweh dapat menampung total jumlah pengungsi sebanyak 4212 orang. Sementara itu untuk fungsi rekreasi, taman kota Anas Karim dapat menampung 830 orang dan 550 penonton saat event olah raga dan taman kota Bancah Laweh dapat menampung 842 orang dan 2000 penonton saat event pacuan kuda dan olah raga. Hasil yang didapat berupa rencana penataan

(5)

UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT

NOVI ZULFIYANITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(6)
(7)

© Hak Cipta milik Novi Zulfiyanita (IPB), tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat Nama : Novi Zulfiyanita

NRP : A44060195

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, MSc

NIP. 19650119 198903 2 001 NIP. 19770424 200604 2 001 Fitriyah Nurul H. Utami, ST, MT

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

NIP. 19480912 197412 2 001 Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

(9)

RIWAYAT HIDUP

Novi Zulfiyanita, dilahirkan di Padang Panjang, Sumatera Barat pada

tanggal 6 November 1988 dari pasangan Zulkifli, BE dan Yusmawarti, SE, MM.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis

dimulai pada tahun 1994 sampai 2000 dengan mengikuti pendidikan di SD Negeri

12 Padang Panjang. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2

Padang Panjang sampai tahun 2003. Kemudian pada tahun 2003 sampai dengan

2006 penulis menyelesaikan masa pendidikan di SMA Negeri 1 Padang Panjang.

Penulis lulus Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

tahun 2006 dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah melalui Tahap

Persiapan Bersama (TPB-IPB), penulis memilih Departemen Arsitektur Lanskap,

Fakultas Pertanian sebagai pilihan pertama. Di Departemen Arsitektur Lanskap

penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan yang diadakan oleh Himpunan

Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dan BEM-KM IPB. Selain itu

penulis juga pernah menjadi ketua klub fotografi di bawah Divisi Minat dan Bakat

HIMASKAP periode kepengurusan tahun 2008-2009, pada tahun yang sama

penulis juga menjadi anggota Badan Pengawas HIMASKAP (BP HIMPRO).

Selain kegiatan perkuliahan dan organisasi di dalam kampus, selama

belajar di Departemen Arsitektur Lanskap penulis mengikuti beberapa sayembara

perencanaan dan perancangan Arsitektur dan Arsitektur Lanskap. Diantaranya

sebagai peserta Sayembara Perancangan Taman Kota Kebun Pisang Penjaringan

Jakarta Utara tahun 2009, juara III (ketiga) Sayembara Pengkayaan Desain

Arsitektur Lanskap dan Arsitektur Masterplan Kebun Raya Solok tahun 2009,

peserta Sayembara Planning and Design New Landscape In-Exmining

Development Bangka Belitung Eco Park tahun 2010, sepuluh besar finalis Sayembara Perancangan Taman Kota Taman Topi Bogor tahun 2010 dan finalis

50 karya terpilih Sayembara Konsep Perancangan Perpustakaan Nasional RI yang

(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga kepada penulis, salah

satunya adalah rahmat kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dengan judul Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sebagai

bekal berkarir di bidang Arsitektur Lanskap dan sebagai masukan bagi Pemerintah

Daerah setempat dalam perencanaan dan penataan lanskap di daerah-daerah

Provinsi Sumatera Barat pada umumnya dan Kota Padang Panjang khususnya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat masukan, arahan dan

bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. kedua orang tua tercinta papa dan mama, serta adikku Riko Yuzi Putra yang

tiada henti memberikan do’a, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat,

dukungan penuh serta kasih sayang;

2. Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi I dan Fitriyah

Nurul H. Utami, ST, MT selaku Pembimbing Skripsi II atas pengarahan,

bimbingan, saran, dukungan dan do’a yang telah diberikan kepada penulis;

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku Dosen Penguji Skripsi atas

masukan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis;

3. Ir. Marietje M. Wungkar, M.Si dan Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku

Pembimbing Akademik, atas nasehat dan bimbingannya;

4. segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan bimbingannya;

segenap staf Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan kemudahan

administrasi yang telah diberikan kepada penulis;

5. segenap jajaran PEMDA Kota Padang Panjang, Dinas Bappeda Kota Padang

Panjang, BMKG Kota Padang Panjang, Secata-B, serta masyarakat Kota

Padang Panjang, atas bantuan dan kemudahan pengambilan data serta

masukan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis terkait judul

(11)

6. Mahmud Haris

7. kakakku Ance Trio Marta, Ma’ Asni, Pak Ngah dan Tante, Ma’ Net dan Om,

Pak Dang dan Bu’de, Tante Yet (Asrama Polisi), untuk dukungannya;

8. saudara-saudaraku Da Jhon, Ni It, Ni Opi, Da An, Luwi, Bang Bob, Ni Mel,

terima kasih untuk do’a, dukungan dan semangatnya, juga untuk

keponakan-keponakanku tersayang atas senyum yang membahagiakan;

9. saudara tak sedarah namun sepenanggungan juga Dika, Yoffi, Rosa, Iis;

10. Icha, Presti, Aan, Lipur as “Kakak”, Ziffy dan teman-teman ARL’43, untuk pahit-manisnya pertemanan serta petualangan dan perjuangan di ARL yang

telah menambah makna dan warna dalam kehidupan penulis;

teman satu bimbingan Kaka dan Juniar, untuk dukungan dan bantuannya;

Efga dan teman-teman IPMM (Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang);

11. keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah

memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat disebutkan

satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk

kelengkapan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

siapa saja yang membutuhkan informasi dari penulisannya.

Bogor, Mei 2011

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 3

1.3. Manfaat 3

1.4. Kerangka Pikir 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana Alam 5

2.2. Gempa Bumi 7

2.3. Daerah Rawan Gempa 11

2.4. Dampak Kerusakan Akibat Gempa dan Sejarah Gempa Bumi 13

2.5. Mitigasi Bencana Gempa Bumi 16

2.6. Ruang Terbuka sebagai Ruang Evakuasi Bencana 20

2.6.1. Ruang dan Jalur Evakuasi 22

2.6.2. Taman Kota sebagai Taman Evakuasi 22

2.7. Perencanaan Lanskap Taman Kota di Daerah Rawan Gempa 24

2.8. Perencanaan Berbasis Evakuasi Bencana 26

2.8.1. Kriteria-Kriteria Desain Tahan Gempa 26

2.8.2. Contoh Referensi Taman Lingkungan Berbasis Evakuasi

Bencana 29

BAB III. BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 33

3.2. Batasan Studi 34

3.3. Metode Studi 34

3.4. Alat dan Bahan Penelitian 39

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH

4.1. Kondisi Umum Kota Padang Panjang 40

4.1.1. Kondisi Administratif dan Geografis 40

4.1.2. Kondisi Iklim 41

4.1.3. Kondisi Tanah 41

4.1.4. Kondisi Geologi 42

(13)

4.1.6. Kondisi Ekonomi 49

4.1.7. Kondisi Sosial Budaya 50

4.2. Kondisi Umum Tapak Terpilih 52

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Data dan Analisis Kota Padang Panjang 57

5.1.1. Letak administratif 57

5.1.2. Aksesibilitas 57

5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 59

5.1.4. Sosial Budaya 63

5.1.5. Persepsi dan Harapan Mayarakat 63

5.2. Data dan Analisis Lapangan Anas Karim 64

5.2.1. Letak administratif dan geografis 64

5.2.2. Aksesibilitas 65

5.2.3. Tata Guna Lahan 68

5.2.4. Topografi dan Kemiringan 74

5.2.5. Hidrologi 79

5.2.6. Geologi 79

5.2.7. Kualitas Visual 82

5.3. Data dan Analisis Lapangan Bancah Laweh 84

5.3.1. Letak administratif dan geografis 84

5.3.2. Aksesibilitas 84

5.3.3. Tata Guna Lahan 88

5.3.4. Topografi dan Kemiringan 93

5.3.5. Hidrologi 97

5.3.6. Geologi 99

5.3.7. Kualitas Visual 101

5.4. Sintesis 104

5.5. Konsep Perencanaan Lanskap 108

5.5.1. Konsep Dasar Perencanaan Lanskap 108

5.5.2. Konsep Ruang Fungsional 108

5.5.3. Konsep Sirkulasi 112

5.5.4. Konsep Aktifitas dan Fasiltas 112

5.5.5. Konsep Borrowing Scenery 113

5.6. Perencanaan Lanskap 114

5.6.1. Rencana Ruang 114

5.6.2. Rencana Sirkulasi 123

5.6.3. Rencana Aktifitas dan Fasilitas 127

5.6.4. Rencana Tata Hijau 130

5.7. Rencana Tapak 136

(14)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 146

6.2. Saran 148

DAFTAR PUSTAKA 149

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Estimasi Skala Richter (SR) terhadap Kekuatan Bahan Peledak

dan Skala Kerusakan 9

Tabel 2. Estimasi Skala MMI terhadap Penampakan Kasat Mata dan

Skala Kerusakan 10

Tabel 3. Sejarah Gempa Merusak di Sumatera Barat 14

Tabel 4. Jenis, Bentuk dan Cara Perolehan Data 35

Tabel 5. Standar Kesesuaian Aspek Tata Guna Lahan, Kemiringan dan

Geologi 36

Tabel 6. Data Klimatologi Kota Padang Panjang Tahun 2000-2010 41

Tabel 7. Data Jenis Tanah Kota Padang Panjang 42

Tabel 8. Matriks Resiko Bencana Goncangan Gempa Bumi di Kota

Padang Panjang 47

Tabel 9. Komposisi Penduduk Kota Padang Panjang Tahun 2008 49

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Padang Panjang

Tahun 2004-2007 50

Tabel 11. Nama dan Kondisi Jalan yang Terdapat pada Peta

Aksesibilitas Lapangan Anas Karim 66

Tabel 12. Klasifikasi Kemiringan untuk Taman Kota 74

Tabel 13. Nama dan Kondisi Jalan yang Terdapat pada Peta Aksesibilitas

Bancah Laweh 86

Tabel 14. Rekapitulasi Analisis Potensi dan Kendala Kedua Tapak 103

Tabel 15. Pembagian Ruang Lapangan Anas Karim 114

Tabel 16. Pembagian Ruang Lapangan Bancah Laweh 115

Tabel 17. Rencana Ruang Lapangan Anas Karim 112

Tabel 18. Rencana Ruang Lapangan Bancah Laweh 113

Tabel 19. Alih Fungsi Ruang Lapangan Anas Karim 122

Tabel 20. Alih Fungsi Ruang Lapangan Bancah Laweh 122

Tabel 21. Rencana Sirkulasi Kedua Tapak 124

Tabel 22. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Lapangan Anas Karim 128

(16)

Tabel 24. Daya Tampung Taman Kota Anas Karim 144

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian 4

Gambar 2. Pemisahan Daratan Pangeae 6

Gambar 3. Peta Pertemuan Tiga Lempeng Bumi di Indonesia 11

Gambar 4. Peta Sesar Semangko yang Membelah Sumatera Barat 12

Gambar 5. Peta Seismisitas Sumatera Bagian Barat 13

Gambar 6. Contoh Fasilitas Taman Berbasis Bencana di Jepang 28

Gambar 7. Taman Berbasis Bencana di Tengah-Tengah Pemukiman 32

Gambar 8. Gambar Ilustrasi Taman Berbasis Bencana 32

Gambar 9. Peta Orientasi Lokasi Penelitian 33

Gambar 10. Alur Perencanaan Lanskap 38

Gambar 11. Peta Kota Padang Panjang 40

Gambar 12. Peta Geologi Kota Padang Panjang 45

Gambar 13. Peta Potensi Bencana Gempa Bumi Kota Padang Panjang 48

Gambar 14. Peta Kedua Tapak 52

Gambar 15. Kondisi Geologi Kedua Tapak 54

Gambar 16. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan

Anas Karim 55

Gambar 17. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan

Bancah Laweh 56

Gambar 18. Letak, Fungsi dan Kedudukan Kota Padang Panjang 57

Gambar 19. Aksesibilitas Kota Padang Panjang 58

Gambar 20. Peta RTRW Kota Padang Panjang 2005-2014 61

Gambar 21. Peta Rencana Pembentukan Struktur Pelayanan Kota 62

Gambar 22. Helipad dengan Jarak Aman dari Angin di Area Safe

dan Caution 65

Gambar 23. Analisis Aksesibilitas Lapangan Anas Karim 67

Gambar 24. Peta Kondisi Eksisting Lapangan Anas Karim 69

Gambar 25. Tata Guna Lahan Lapangan Anas Karim 70

(18)

Gambar 27. Analisis Tata Guna Lahan Lapangan Anas Karim 73

Gambar 28. Topografi Lapangan Anas Karim 76

Gambar 29. Kemiringan Lapangan Anas Karim 76

Gambar 30. Analisis Kemiringan Lapangan Anas Karim 78

Gambar 31. Analisis Hidrologi Lapangan Anas Karim 80

Gambar 32. Analisis Geologi Lapangan Anas Karim 81

Gambar 33. Analisis Kualitas Visual Lapangan Anas Karim 83

Gambar 34. Kondisi Jalan yang Rusak Parah Akibat Gempa 85

Gambar 35. Helikopter Ambulan dan Mobil Ambulan Saat Proses

Evakuasi 85

Gambar 36. Analisis Aksesibilitas Lapangan Bancah Laweh 87

Gambar 37. Peta Kondisi Eksisting Lapangan Bancah Laweh 90

Gambar 38. Tata Guna Lahan Lapangan Bancah Laweh 91

Gambar 39. Analisis Tata Guna Lahan Lapangan Bancah Laweh 92

Gambar 40. Topografi Lapangan Bancah Laweh 94

Gambar 41. Kemiringan Lapangan Bancah Laweh 95

Gambar 42. Analisis Kemiringan Lapangan Bancah Laweh 96

Gambar 43. Analisis Hidrologi Lapangan Bancah Laweh 98

Gambar 44. Analisis Geologi Lapangan Bancah Laweh 100

Gambar 45. Analisis Kualitas Visual Lapangan Bancah Laweh 102

Gambar 46. Peta Komposit Kedua Tapak Terpilih 105

Gambar 47. Rencana Jalur Evakuasi Kedua Tapak Terpilih 107

Gambar 48. Diagram Konsep Ruang 109

Gambar 49. Diagram Konsep Sirkulasi 112

Gambar 50. Ilustrasi Konsep Borrowing Scenery 113

Gambar 51. Rencana Ruang Lapangan Anas Karim 116

Gambar 52. Rencana Ruang Lapangan Bancah Laweh 117

Gambar 53. Rencana Sirkulasi Lapangan Anas Karim 125

Gambar 54. Rencana Sirkulasi Lapangan Bancah Laweh 126

Gambar 55. Rencana Tata Hijau Lapangan Anas Karim 131

Gambar 56. Rencana Tata Hijau Lapangan Bancah Laweh 132

(19)

Gambar 58. Block Plan Lapangan Anas Karim 134

Gambar 59. Block Plan Lapangan Bancah Laweh 135

Gambar 60. Siteplan Taman Evakuasi Anas Karim 137

Gambar 61. Siteplan Taman Evakuasi Bancah Laweh 138

Gambar 62. Perspektif Ilustrasi Suasana dan Fasilitas Taman Evakuasi

Anas Karim 139

Gambar 63. Perspektif Ilustrasi Suasana dan Fasilitas Taman Evakuasi

Bancah Laweh 140

Gambar 64. Tampak Potongan Anas Karim 141

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner Penelitian 151

2. Laporan Kerugian Akibat Gempa 6 Maret 2007 155

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kota Padang Panjang merupakan salah satu kota kecil di Indonesia yang

terletak di Provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki luas 23 km2 dengan jumlah

penduduk 54.218 jiwa (Bappeda, 2008). Padang Panjang merupakan daerah rawan

gempa yang dilewati oleh patahan lempeng tektonik. Lempeng Indo-Australia

bertemu dengan lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatera. Hal inilah yang

menyebabkan Sumatera Barat menjadi salah satu daerah rawan gempa termasuk

di dalamnya Kota Padang Panjang (BMKG, 2010).

Fenomena alam akan selalu menimbulkan permasalahan manakala

kehidupan manusia terganggu atau jiwa mereka terancam. Terdapat catatan

sejarah mengenai beberapa kejadian gempa di Padang Panjang, mulai dari gempa

dengan skala kecil sampai dengan gempa berskala besar. Gempa besar yang

pernah terjadi dan berpusat di Kota Padang Panjang adalah gempa berkekuatan

6,8 SR pada tanggal 28 Juni 1926. Dampak dari kejadian gempa tersebut

mengakibatkan lebih dari 354 orang meninggal dunia. Karena getarannya yang

sangat kuat, gempa ini juga menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak,

Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Kabupaten Solok, Sawah Lunto, dan Alahan

Panjang. Gempa susulannya mengakibatkan kerusakan pada sebagian Danau

Singkarak. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh dan 247 korban

tewas, selain itu terjadi rekahan tanah di Padang Panjang, Kubu Krambil dan

Simabur (BMKG, 2010).

Gempa besar lainnya yang berpusat di Kota Padang Panjang adalah gempa

berkekuatan 6,2 SR pada tanggal 6 Maret 2007 seperti yang dapat dilihat pada

Lampiran 2. Dampak dari gempa tersebut mengakibatkan 2.226 rumah rusak berat

dan 1.519 rumah rusak sedang. Selain itu 89 bangunan instansi pemerintah dan

pendidikan rusak dan pada infrastruktur seperti jalan dan trotoar merekah

(Bappeda, 2007)

Banyak kejadian gempa lainnya yang tidak berpusat di Kota Padang

(22)

menimbulkan kerugian baik korban jiwa maupun materi. Gempa terakhir yang

dirasakan cukup keras sampai ke seluruh daerah Sumatera Barat adalah gempa

yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 (Lampiran 3).Lokasi pusat gempa

berada di Padang Pariaman dengan skala 7,6 SR. Dampak gempa di Sumatera

Barat menelan korban ratusan orang tewas serta ribuan rumah rusak. Gedung

perkantoran, mal dan hotel rusak berat bahkan getaran gempa terasa hingga ke

Malaysia dan Singapura.

Selama tahun 2010 hingga tahun 2011, bencana gempa bumi dan

dampaknya masih terus terjadi di Sumatera Barat dan meninggalkan trauma bagi

masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut menyebabkan banyak korban jiwa

berjatuhan. Para pakar mitigasi bencana dan perencana kota memperingatkan

kembali bahwa tata ruang kota di Indonsia belum memperhitungkan masalah

bencana. Akibatnya, bencana rentan mengakibatkan banyak korban jiwa atau

harta (Kutipan dari Kompas 22 Juni 2007). Untuk itu diperlukan berbagai upaya

mitigasi untuk mengurangi resiko akibat bencana, baik moril maupun materil.

Mitigasi merupakan salah satu tindakan preventif untuk mengurangi dampak dari

bencana. Salah satunya dengan perencanaan ruang terbuka dalam kota yang dapat

berfungsi sebagai tempat berlindung ketika gempa.

Ketersediaan ruang terbuka juga berfungsi sebagai ruang evakuasi dan

ruang penyelamatan korban akibat gempa. Ruang terbuka tersebut dapat berupa

ruang terbuka hijau maupun non hijau. Beberapa ruang terbuka yang dapat

digunakan sebagai ruang evakuasi seperti halaman masjid, lapangan bola, taman

lingkungan dan taman kota. Salah satu contoh ruang terbuka hijau yang

direncanakan dalam penelitian ini adalah taman kota untuk evakuasi bencana.

Taman kota untuk evakuasi bencana ini tidak hanya memiliki fungsi ekologis dan

rekreasi saja tapi juga fungsi evakuasi, serta berperan penting dalam upaya

mitigasi bencana bagi masyarakat kota. Taman kota berfungsi ekologis dan

rekreasi pada hari biasa dan dapat berubah fungsi seketika sebagai ruang evakuasi

saat gempa terjadi. Taman memiliki ketersediaan ruang terbuka dan

fasilitas-utilitas yang dapat menunjang kenyamanan dan keamanan dalam tapak baik saat

rekreasi maupun saat evakuasi. Taman kota ini mengakomodasi kepentingan

(23)

Prediksi gempa bumi sampai sekarang masih dalam tahap penelitian dan

tidak bisa dipastikan, sehingga adanya faktor mitigasi merupakan hal yang lebih

penting untuk mencegah kerugian dan bencana yang lebih besar. Upaya mitigasi

berupa perencanaan taman kota untuk evakuasi bencana ini juga akan

memberikan ruang gerak dan tempat berinteraksi sosial bagi masyarakat, serta

membuat masyarakat merasa lebih aman dengan fungsi evakuasinya, sehingga

masyarakat dapat melangsungkan berbagai aktifitasnya dengan normal seperti

tidak sedang berada di daerah rawan gempa.

1.2. Tujuan

Penelitian perencanaan lanskap taman kota untuk evakuasi bencana di

daerah rawan gempa yang dilakukan di Kota Padang Panjang ini bertujuan untuk:

1. mengidentifikasi kondisi biofisik, geologi dan sosial-budaya Kota Padang

Panjang sebagai daerah rawan bencana gempa,

2. menentukan ruang terbuka untuk tapak terpilih sebagai area perencanaan taman

kota untuk evakuasi bencana gempa,

3. menganalisis data untuk mendapatkan potensi, kendala, dan danger signals

tapak terpilih serta kemudian mensintesanya,

4. merencanakan lanskap taman kota berbasis evakuasi bencana di daerah rawan

gempa sebagai ruang evakuasi dan ruang rekreasi bagi masyarakat.

1.3. Manfaat

Manfaat dari hasil penelitian perencanaan lanskap taman kota untuk

evakuasi bencana di daerah rawan gempa Kota Padang Panjang ini adalah:

1. menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Padang Panjang sebagai

daerah siaga gempa, melalui perencanaan taman kota berbasis evakuasi

bencana gempa yang berperan sebagai ruang terbuka yang evakuatif, rekreatif,

nyaman, aman dan indah,

2. sebagai usulan tindakan preventif menghadapi bencana gempa berupa upaya

(24)

1.4. Kerangka Pikir

Kota Padang Panjang merupakan kota rawan gempa yang membutuhkan

ruang mitigasi dan ruang evakuasi dalam upaya mengurangi resiko kerugian

akibat bencana. Disamping itu, kebutuhan akan tersedianya ruang terbuka publik

untuk rekreasi juga menjadi harapan masyarakat. Dengan berbagai kondisi

biofisik, geologis dan sosial-budayanya maka direncanakanlah taman kota

berbasis bencana. Alur kerangka pikir penelitian perencanaan lanskap taman kota

untuk evakuasi bencana di daerah rawan gempa ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana Alam

Bencana alam adalah berbagai macam kerusakan yang diakibatkan oleh

fenomena-fenomena alam. Bencana alam dapat terjadi karena fenomena sistem

cuaca ataupun pola tektonik bumi. Fenomena sistem cuaca permukaan bumi

dipengaruhi oleh radiasi matahari dengan penyerapan di permukaan bumi sebesar

45% dan yang dipantulkan sebesar 55%. Akibat peredaran bumi terhadap

matahari dengan kondisi dan kedudukan bumi terhadap matahari yang

berbeda-beda mengakibatkan adanya perberbeda-bedaan unsur-unsur cuaca seperti suhu, tekanan

udara, angin, kelembaban, hujan dan awan (BMKG, 2010).

Di Indonesia sistem cuaca dipengaruhi oleh musim yaitu musim kemarau

dan musim hujan, adanya pengaruh lokal, adanya pengaruh regional (Muson) dan

adanya pengaruh global (El Nino, La Nina dan Dipole). Dalam kondisi cuaca

ekstrim, fenomena sistem cuaca ini dapat mengakibatkan bencana seperti longsor,

banjir, puting beliung, kebakaran, gelombang tinggi dan petir.

Selain fenomena sistem cuaca, bencana alam juga dapat terjadi akibat pola

tektonik bumi. Berdasarkan penyelidikan para ahli geologi dengan penyelidikan

menggunakan gelombang yang dibiaskan oleh lapisan batuan, bumi mempunyai

beberapa lapisan yaitu (BMKG, 2010):

a. kerak bumi

Kerak bumi adalah lapisan terluar bumi yang bersifat kaku, dingin dan

rapuh. Lapisan ini terbagi dua yaitu kerak samudera dan kerak benua. Kerak

samudra mempunyai ketebalan sekitar 5-10 km sedangkan kerak benua

mempunyai ketebalan sekitar 20-70 km,

b. mantel bumi

Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai

lapisan inti bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar

diperkirakan sebagai lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi menjadi dua bagian

(26)

sampai 1000 km di bawah permukaan dan mantel bawah mempunyai kedalaman

lebih dari 1000 km,

c. inti bumi

Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini

diperkirakan mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian, yaitu inti

luar (outer core) dan inti dalam (inner core).

Setiap lapisan dalam bumi mempunyai perbedaan temperatur. Semakin ke

inti bumi, temperatur semakin tinggi, maka di dalam bumi menyimpan temperatur

yang tinggi. Oleh karena adanya struktur temperatur dan lapisan bumi yang

demikian maka terjadi pergerakan interior bumi.

Menurut para ahli geologi, bumi adalah satu daratan yang disebut dengan

Pangeae. Akibat adanya tekanan dari dalam bumi (endogen) maka terjadilah

pemisahan daratan. Berikut adalah gambar pemisahan daratan Pangae (Gambar 2).

Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)

Gambar 2. Pemisahan Daratan Pangeae

Pola tektonik bumi ini juga terdapat dalam teori tektonik lempeng. Dalam

teori tektonik lempeng, jauh di dalam pusat bumi sebenarnya terdapat sumber

panas yang menyebabkan mantel bumi bergerak secara konveksi. Bumi ini

tertutup oleh lempeng-lempeng benua dan samudera. Menurut teori tektonik

lempeng dari Wegener, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan

besar yang disebut lempeng. Ketebalannya masing-masing sekitar 70 km.

Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit

terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak bumi dan selubung atas.

(27)

lebih cair. Lapisan kerak bumi terdiri dari sepuluh lempeng-lempeng utama

(Gambar 2), yaitu Lempeng Afrika, Antartika, Indo Australia, Eurasia, Amerika

Utara, Amerika Selatan, Pasifik, Cocos, Nazca dan India. Kesepuluh lempeng

tersebut saling bertemu (BMKG, 2010).

Lempeng samudera lebih berat daripada lempeng benua maka lempeng

samudera akan menunjam ke bawah atau dikenal sebagai Subduction Zone. Gerak pertemuan dua lempeng merupakan penyebab proses terjadinya bencana alam

gempa bumi. Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika

bertumbukan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan

menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat

gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukan

energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi

tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui,

maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba.

Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang

gempa bumi. Bencana alam gempa bumi ini juga sering diikuti oleh bencana

tsunami. Namun tidak semua gempa bumi menyebabkan terjadinya tsunami.

2.2. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan

bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal

terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi walaupun padat selalu bergerak,

dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang ditimbulkan akibat pergerakan

lempeng tersebut sudah terlalu besar untuk dapat ditahan (BMKG, 2010).

Gempa bumi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu gempa vulkanik dan

gempa tektonik. Gempa vulkanik adalah gempa yang dihasilkan oleh kegiatan

gunung api. Gempa ini pada umumnya relatif lemah dan hanya dirasakan oleh

manusia yang berada di sekitar gunung api. Gempa vulkanik biasanya terjadi

sebelum, selama dan sesudah terjadi erupsi atau letusan gunung api. Penyebab

utama gempa vulkanik adalah terjadinya persentuhan magma yang mengalir dan

(28)

dan tekanan gas pada saat terjadi letusan-letusan hebat. Kejadian berbahaya dari

kegiatan vulkanis tersebut selain gempa adalah keluarnya lava dari corong

kepundan yang dapat menyebabkan meningkatnya suhu sekitar yang diikuti

semburan abu belerang, banjir lahar dan hamburan material seperti bongkahan

batu saat terjadinya letusan (Sukandarrumidi, 2010).

Sukandarrumidi (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa gempa tektonik

terjadi akibat pergeseran atau gerakan lempengan-lempengan tektonik. Kecepatan

gerakan lempengan-lempengan tektonik yang tidak sama akan membentuk jalur

patahan atau pembentukan pegunungan lipatan. Gempa tektonik disebut juga

dengan gempa dislokasi. Penyebaran gempa sangat luas dengan kekuatan

menengah hingga tinggi, diawali dengan gerakan yang lemah beberapa saat lalu

diikuti dengan kekuatan yang cukup besar, melemah dan akhirnya berhenti

sesudah tercapai keseimbangan. Hampir 90% gempa yang terjadi di dunia

merupakan gempa tektonik. Korban jiwa dan harta benda yang ditimbulkan akibat

gempa ini juga lebih banyak, terutama diakibatkan oleh runtuhnya bangunan.

Dengan demikian, gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi

yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara

tiba-tiba. Penyebab terjadinya gempa bumi adalah:

1. proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi,

2. aktivitas sesar di permukaan bumi,

3. pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah,

4. aktivitas gunung api,

5. ledakan nuklir.

Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke

seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan

kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.

Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan

kerusakan tanah lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga

menyebabkan bencana ikutan/susulan berupa tsunami, kebakaran, kecelakaan

industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul

(29)

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Lempeng

Indo-Australia bertemu dengan lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatra, Jawa

dan Nusa Tenggara, sedangkan pertemuan lempeng Australia dengan lempeng

Pasifik di utara Irian dan Maluku Utara. Pada daerah sekitar lokasi pertemuan

lempeng tersebut akumulasi energi terkumpul sampai pada suatu titik dimana

lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa

gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap

bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan

liquefaction.

Secara umum parameter gempa bumi terdiri dari waktu kejadian gempa

bumi (jam, menit, detik), lokasi pusat gempa bumi di permukaan bumi/episenter

(koordinat lintang dan bujur), kedalaman sumber gempa bumi (km), kekuatan

gempa bumi (Skala Richter/SR) dan intensitas gempa bumi (MMI). Tabel 1

memperlihatkan estimasi Skala Richter gempa bumi terhadap kekuatan bahan

peledak dan skala kerusakan yang dapat diakibatkannya (Bakornas, 2007).

Tabel 1. Estimasi SR Terhadap Kekuatan Bahan Peledak dan Skala Kerusakan

Kekuatan Gempa (SR)

Kesetaraan Terhadap Kekuatan Bahan Peledak

Contoh Skala Kerusakan

1,0 SR 15 kg bahan peledak ledakan pada konstruksi

1,5 SR 160 kg bahan peledak bom konvensional Perang Dunia II 2,0 SR 1 ton bahan peledak ledakan di pertambangan

2,5 SR 4,6 ton bahan peledak bom rakitan Perang Dunia II 3,0 SR 29 ton bahan peledak ledakan MOAB, 2003 3,5 SR 73 ton bahan peledak kecelakaan Chelyabinsk, 1957 4,0 SR 1 kilo ton bahan peledak bom atom kecil

4,5 SR 5 kilo ton bahan peledak rata‐rata Tornado (energi total)

5,0 SR 20 kilo ton bahan peledak bom atom Hiroshima/Nagasaki

5,5 SR 80 kilo ton bahan peledak gempa bumi Little Skull, Amerika Serikat, 1992

6,0 SR 1 mega ton bahan peledak gempa bumi Bantul, DIY, 2006 6,5 SR 5 mega ton bahan peledak gempa bumi Northridge, 1994

7,0 SR 32 mega ton bahan peledak gempa bumi Awaji‐Hansin, Kobe, Jepang,

1995

7,5 SR 160 mega ton bahan peledak gempa bumi Landers, Amerika Serikat, 1992

8,0 SR 1 giga ton bahan peledak gempa bumi Nias, Sumatera Utara, 2005 8,5 SR 5 giga ton bahan peledak gempa bumi Anchorage, Amerika Serikat,

1964

9,0 SR 32 giga ton bahan peledak gempa bumi Aceh dan Sumut, Indonesia, 2004

(30)

Estimasi skala gempa bumi jika diukur dengan Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) atau skala yang dapat diketahui melalui penampakan secara kasat mata dan kerusakan ditampilkan pada Tabel 2 (Bakornas, 2007).

Tabel 2. Estimasi Skala MMI Terhadap Penampakan Kasat Mata dan Kerusakan

Skala MMI Penampakan Kasat Mata dan Kerusakan

Skala I sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan dan tercatat pada alat seismograf

Skala II terasa oleh sedikit sekali orang terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian besar orang tidak dapat merasakan

Skala III terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk yang lewat

Skala IV pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, di luar ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam hari sebagian orang bisa terbangun. Piring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang

Skala V dirasakan hampir oleh semua orang, pada malam hari sebagian besar orang tidur akan terbangun, barang‐barang diatas meja terjatuh, plesteran tembok retak,

barang‐barang yang tidak stabil akan roboh, pandulum jam dinding akan berhenti

Skala VI dirasakan oleh semua orang, banyak orang ketakutan/panik, berhamburan keluar ruangan, banyak perabotan bergerser, plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak

Skala VII setiap orang berhamburan keluar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang konstruksinya tidak baik, kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami kerusakan yang berarti

Skala VIII kerusakan luas pada bangunan dengan konstruksi tidak baik, kerusakan berarti pada bangunan dengan konstruksi biasa dan sedikit kerusakan pada bangunan dengan konstruksi yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari framenya, cerobong asap pabrik runtuh, perabotan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu

Skala IX kerusakan berarti pada bangungan dengan konstruksi yang baik, pipa-pipa bawah tanah putus, timbul retakan pada tanah

Skala X sejumlah bangunan kayu dengan konstruksi yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing-tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul

Skala XI sangat sedikit bangunan tembok yang masih berdiri, jembatan putus, rekahan pada tanah sangat banyak/luas, jaringan pipa bawah tanah hancur dan tidak berfungsi, rel kereta api bengkok dan bergeser

Skala XII kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang diatas tanah, benda-benda beterbangan ke udara

Sumber: Bakornas, (2007)

Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada

beberapa hal, diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan. Kerugian

akibat gempa bumi kadang tidak secara langsung disebabkan oleh gempa bumi,

(31)

kejatuhan peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami, tanah longsor dan

kepanikan karena tidak tahu harus berlindung kemana. Berbagai hal diatas

menyebabkan banyak korban jiwa berjatuhan.

2.3. Daerah Rawan Gempa

Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia

yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan

Indo-Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan

Pulau Jawa, lepas pantai Selatan Kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah

utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik

terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga

lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau

sekitar pertemuan lempeng sering terjadi gempa bumi. Keberadaan

lempengan-lempengan bumi di wilayah Indonesia tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)

Gambar 3. Peta Pertemuan Lempengan-Lempengan di Indonesia

Berikut adalah 25 daerah wilayah rawan gempa bumi di Indonesia yaitu

Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung,

Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa

Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan,

Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.

Kegempaan di Sumatera Bagian Barat disebabkan karena pertemuan (tumbukan)

(32)

sehingga di wilayah Pulau Sumatera terdapat patahan besar Sumatera (Great Sumatera Fault) yang juga sering dikenal sebagai sesar Sumatera atau sesar Semangko, yang membujur sepanjang Bukit Barisan dari Aceh sampai dengan

Lampung. Pada patahan besar Sumatera tersebut juga terdapat segmen-segmen

yang masih aktif. Gambar 4 menunjukkan gambar sesar Semangko yang

membelah Sumatera Barat yang ditandai dengan jalur patahan berupa garis merah.

Kenampakan jalur sesar juga dapat dilihat dari offset sungai-sungai karena adanya

patahan tersebut, salah satunya Sungai Sianok di Bukitinggi.

Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)

Gambar 4. Peta Sesar Semangko yang Membelah Sumatera Barat

Penyebaran kejadian gempa bumi (seismisitas) di wilayah Sumatera Barat

tahun 1998-2008 dapat dilihat pada Gambar 5. Gempa yang sering terjadi rata-rata

memiliki magnitudo ≥ 5,0 SR dan pada kedalaman 0-60 km. Sedangkan untuk

data beberapa kejadian gempa besar yang pernah terjadi dan berdampak besar di

(33)

Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)

Gambar 5. Peta Seismisitas Sumatera Bagian Barat

2.4. Dampak Kerusakan Akibat Gempa dan Sejarah Gempa Bumi di Sumatera Barat

Gempa besar berkekuatan 7,6 SR di Sumatera Barat bukan hanya terjadi

pada tanggal 30 September 2009 lalu saja, namun di wilayah yang berada di zona

gempa ini sudah belasan kali dilanda gempa bumi dalam dua abad ini. Menurut

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Departemen Energi, sejumlah gempa

besar dengan dampak kerusakan yang luas juga pernah terjadi sebelumnya di

wilayah ini. Misalnya saja, gempa yang mengguncang Padang Panjang pada tahun

1926 lalu. Akibat gempa tersebut, lebih dari 354 orang meninggal dunia dan

ribuan rumah roboh. Gempa menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak,

Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto,

dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian

Danau Singkarak. Gempa besar juga pernah terjadi pada tahun 1995 di Kerinci

(Sungai Penuh) dengan skala 7 SR. Akibatnya, 84 orang tewas, 558 orang luka

(34)

nampaknya selalu berulang tanpa bisa diprediksi kapan terjadinya, dimana

pusatnya dan berapa kekuatannya. Sejarah gempa yang dihimpun oleh Pusat

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sejarah Gempa Merusak di Sumatera Barat

Kejadian Gempa Pusat Gempa dan

Kekuatan (SR)

Dampak Kejadian Gempa

Sumatera Barat

1 Oktober 1822 di Padang terasa 3 kali goncangan keras, terdengar suara gemuruh di bawah tanah antara Gunung Talang dan Gunung Merapi

Padang

26 Agustus 1835 kerusakan ringan dan retakan pada bangunan di Padang

Siri Sori, Sumatera Barat

5 Juli 1904 terjadi tsunami di Pantai Siri Sori

Padang Panjang, dengan kekuatan 6,8 SR

28 Juni 1926 lebih dari 354 orang meninggal dunia. Gempa menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak, Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto, dan Alahan Panjang. Gempa susulan

mengakibatkan kerusakan pada sebagian Danau Singkarak. Di Kabupaten Agam (Bukit Tinggi-Bonjol) 472 rumah roboh di 25 lokasi, 57 orang tewas, 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh, 247 orang tewas. Terjadi rekahan tanah di Padang Panjang, Kubu Krambil dan Simabur

Singkarak, dengan kekuatan 7,6 SR

9 Juni 1943 Terjadi pensesaran sepanjang 60 km antara Danau Singkarak – Danau Diatas. Sesar normal

mencapai 2 meter. Jalan bergeser dekat Salayo sepanjang 2 –3 meter

Pasaman

8 Maret 1977 menimbulkan kerusakan 737 rumah, 1 pasar, 7 sekolah, 8 mesjid dan 3 kantor di Sinurat. Di Talu, 245 rumah, 3 rumah dan 8 mesjid rusak. Retakan tanah antara 5 – 75 meter

Padang, dengan kekuatan 5,4 SR

13 November 1981 timbul retakan dinding, lemari bergeser dan kaca jendela pecah di Padang dan Painan

Padang, dengan kekuatan 6,1 SR

2 Juli 1991 Terjadi kerusakan ringan bangunan di Padang. Getaran terasa di Padang Panjang hingga Singapura

Kerinci (Sungai Penuh), dengan kekuatan 7 SR

7 Oktober 1995 84 orang tewas, 558 orang luka berat dan 1.310 orang luka ringan. 7.137 rumah, transportasi, irigasi, tempat ibadah, pasar dan pertokoan rusak.

Liquefaction di Desa Penawar, Kecamatan Sitinjau Laut. Retakan tanah di Desa Sebukar, Koto Iman, Tanjung Tanah dan Kayu Aro. Longsoran di Kampung Benik selatan Danau Kerinci

Nagari Malalak

(35)

Kejadian Gempa Pusat Gempa dan Kekuatan (SR)

Dampak Kejadian Gempa

Tanah Datar, dengan kekuatan 5,6 SR

16 Februari 2004 6 orang meninggal, 10 orang luka-luka, 70 rumah rusak, listrik mati sekitar 30 menit di

Kababupaten Tanah Datar. Kerusakan melanda Desa Pitalak, Gunung Rajo, Nagari Pitala, Paninggahan, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar. Terjadi longsoran di Gunung Rajo, Paninjauan. Terjadi retakan jalan antara Gunung Rajo-Padang. Getaran gempa terasa kuat di Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukittinggi, Solok, Sawah Lunto, Sijunjung, Agam, dan Batusangkar

Pesisir Selatan, dengan kekuatan 6 SR

22 Februari 2004 1 orang meninggal, 1 orang luka berat, 5 orang luka ringan, 151 bangunan dan rumah rusak di Kabupaten Pesisir Selatan. Getaran terasa kuat di Kota Padang hingga Painan. Wilayah yang mengalami kerusakan Kampung Gunung Pauh, Kampung Taratak Paneh, Kenagarian Amping Parak, Kecamatan Sutra; Nagari Surantih, Nagari Tuik, Kecamatan Batang Kapas; Kampung Kapeh Panji, Kecamatan Bayang; Kampung Ampang Pulai, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan IV Jurai, Kec. Lengayang, Kecamatan Ranah Pesisir dan Kecamatan Linggo Sari Baganti Pesisir Selatan,

dengan kekuatan 5,5 SR

9 April 2004 Beberapa rumah penduduk retak-retak di perbatasan Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan

6 Maret 2007 Padang Panjang, dengan kekuatan 6,2 SR

Puluhan rumah di Padang Panjang rusak berat, gempa yang dirasakan cukup lama hingga lebih kurang 1menit. Hal inilah yang menyebabkan cukup banyak kerusakan terjadi. Pada bagian yang dilewati oleh patahan membuat jalan aspal dan tanah merekah

Pulau Siberut, Sumatra Barat, kekuatan 6,9 SR

16 Agustus 2009 Gempa ini menyebabkan setidaknya 7 orang luka-luka. Getaran sangat keras dirasakan di Padang

Padang Pariaman, dengan kekuatan 7,6 SR

30 September 2009 75 orang tewas, ribuan rumah rusak. Gedung perkantoran, mal dan hotel juga banyak yang rusak. Getaran gempa terasa hingga ke Malaysia dan Singapura

Sumber: BMKG, (2010)

Akibat dari gempa bumi dapat dilihat secara langsung ataupun tidak

langsung. Akibat langsung dari gempa bumi adalah getaran/goncangan, bangunan

rusak/roboh, gerakan tanah/terbelah/tergeser, tanah longsor dan tsunami serta

korban jiwa dan harta benda. Sedangkan dampak tidak langsung dari gempa bumi

(36)

2.5. Mitigasi Bencana Gempa

Menurut Bakornas (2002), mitigasi bencana adalah tindakan untuk

mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana

itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka

panjang. Mitigasi bencana mencakup kegiatan perencanaan dan pelaksanaan

tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko terkait dengan bahaya-bahaya

bencana yang sudah diketahui dan proses perencanaan untuk respon yang efektif

terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi. Istilah mitigasi juga berlaku

untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan

perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun

bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural seperti

teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam

rencana penggunaan lahan.

Selanjutnya Bakornas (2002) menjelaskan, mitigasi bencana perkotaan

merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama

dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi

dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat

perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, terutama kegiatan

penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi. Mitigasi dilakukan

untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan

bencana. UU No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999, serta PP No. 25 tahun

2000 memberikan kewenangan yang sangat besar kepada pemerintah kota dan

kabupaten untuk mengelola pembangunan kotanya, khususnya dalam administrasi

pemerintahan dan keuangan.

Oleh karena itu, pemerintah kota mempunyai peran dan fungsi yang sangat

strategis dalam rangka melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang

bertujuan untuk meningkatkan peran kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah,

penggerak pembangunan, pusat jasa pelayanan dalam segala bidang, serta pusat

informasi dan inovasi, termasuk dalam hal teknologi mitigasi bencana. Akan

tetapi, konsentrasi peran yang besar di kota-kota tersebut tidak lepas dari

kenyataan bahwa kota-kota di Indonesia terletak pada lokasi-lokasi yang rawan

(37)

sosial dan perekonomian berakibat kota-kota di Indonesia sekaligus rawan

terhadap bencana sosial, bencana teknologi, atau bencana buatan manusia lainnya.

Secara umum mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural

dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha

pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain

meliputi perencanaan tata guna lahan yang disesuaikan dengan kerentanan

wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Kebijakan Mitigasi Perkotaan merupakan suatu kerangka konseptual yang

disusun untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana terutama di

daerah perkotaan. Mitigasi bencana meliputi pengenalan dan adaptasi terhadap

bahaya alam dan buatan manusia, serta kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi

atau menghilangkan resiko jangka panjang, baik terhadap kehidupan manusia

maupun harta benda.

Tujuan utama (ultimate goal) dari Penyusunan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan ini adalah sebagai berikut :

a. mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi

penduduk perkotaan, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi

(economy costs) dan kerusakan sumber daya alam,

b. sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan perkotaan,

c. meningkatkan pengetahuan masyarakat perkotaan (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat

dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, beberapa sasaran perlu ditetapkan

sebagai berikut :

a. mengidentifikasi bencana dan perhitungan/perkiraan dampak/resiko yang

ditimbulkan,

b. menerapkan hasil penelitian dan transfer teknologi,

c. meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) melalui sosialisasi, pelatihan dan pembinaan,

d. menerapkan sistem insentif,

(38)

Kelima sasaran tersebut nantinya harus dijabarkan lagi menjadi Program

Tindak (Action Plan) berdasarkan fungsi, tugas dan kewajiban masing-masing aktor/pelaku/pihak-pihak yang terlibat dalam proses mitigasi. Bentuk-bentuk

tindakan mitigasi antara lain:

1. sebelum terjadi gempa bumi,

a. mengenal apa yang disebut dengan gempa bumi

b. memastikan bahwa struktur rumah dapat terhindar dari bahaya yang

disebabkan gempa bumi (longsor, rekahan tanah)

c. mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan agar terhindar dari

bahaya gempa bumi

d. memperhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila terjadi gempa bumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung

e. belajar melakukan P3K

f. belajar menggunakan alat pemadam kebakaran

g. mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi

gempa bumi

h. perabotan (lemari, cabinet) diatur menempel pada dinding (dipaku/ diikat) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi

i. menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah

pecah, agar terhindar dari kebakaran

j. selalu mematikan air, gas dan listrik apabila sedang tidak digunakan

k. penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa bumi adalah akibat

kejatuhan material

l. mengatur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah

m. mengecek kestabilan benda tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa

bumi terjadi (misalnya: lampu, lemari, foto, dan lain-lain)

n. alat yang harus ada di setiap tempat berupa kotak P3K, senter/lampu

baterai, radio, makanan suplemen dan air.

2. saat terjadi gempa bumi,

a. jika berada dalam bangunan

(39)

- mencari tempat yang paling aman dari reruntuhan akibat goncangan gempa (seperti di bawah meja, di sudut ruangan yang kuat, di bawah

kusen)

b. jika di luar bangunan atau area terbuka

- menghindari bangunan yang ada di sekitar (seperti gedung, tiang listrik,

pohon)

- memperhatikan tempat anda berpijak hindari apabila terjadi rekahan tanah

c. jika sedang mengendarai mobil

- keluar, turun dan menjauh dari mobil, hindari jika terjadi rekahan tanah

atau kebakaran

- keluar dari mobil dan berlindung di sampingnya d. jika tinggal atau berada di pantai

- menjauhi pantai menuju ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari terjadinya tsunami

e. jika tinggal di daerah pegunungan

- menghindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.

3. setelah terjadi gempa bumi,

a. jika berada dalam bangunan

- keluar dari bangunan dengan tertib

- jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa - memeriksa apa ada yang terluka, lakukan P3K

- telepon/minta pertolongan apabila terjadi luka ringan atau luka parah b. memeriksa apakah terjadi kebakaran

- memeriksa apakah terjadi kebocoran gas

- memeriksa apakah terjadi arus pendek - memeriksa aliran dan pipa air

- memeriksa segala hal yang dapat membahayakan (mematikan listrik, tidak

menyalakan api)

- jangan masuk ke dalam bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena

kemungkinan sewaktu-waktu dapat runtuh akibat gempa susulan

- jangan mendekati bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena

(40)

- menyimak informasi mengenai gempa susulan dari media cetak maupun media elektronik

- mengisi angket yang diberikan oleh instansi terkait untuk mengetahui

seberapa besar kerusakan yang terjadi.

2.6. Ruang Terbuka sebagai Ruang Evakuasi Bencana

Ruang terbuka publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat

menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu

maupun kelompok, yang meliputi jalan, pedestrian, taman, plaza, pemakaman di

sekitar lapangan terbang dan lapangan olahraga (Hakim dan Utomo, 2003 dalam

Sakti 2009). Ruang terbuka publik terbentuk dari adanya konstruksi sosial oleh

para pengguna dengan keadaan sosial yang menghasilkan ruang, bentuk fisik dan

desain lainnya. Keberadaan ruang terbuka sangat dibutuhkan oleh manusia baik

sebagai wadah interaksi sosial, budaya, politik, ekonomi, estetika kota hingga

wadah kegiatan mitigasi terhadap bencana. Ruang terbuka terdiri dari ruang

terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang

terbuka hijau itu sendiri, lapangan rumput, taman, jalur hijau, hutan kota dan

lain-lain. Sedangkan ruang terbuka non-hijau terdiri dari jalan raya, plaza, kolam

renang dan lain-lain.

Menurut Permendagri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau

wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk

area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang

pada dasarnya tanpa bangunan. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah

ruang terbuka hijau kota. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)

adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh

tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,

ekonomi dan estetika.

Dalam keseluruhan tahapan siklus kehidupan manusia, kehadiran ruang

terbuka publik dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang sangat diperlukan baik

berupa taman lingkungan, tempat bermain, alun-alun kota, lapangan kota atau

(41)

mempunyai banyak fungsi (multifungsi). Ruang terbuka publik berfungsi sebagai

simpul dan sarana komunikasi serta sebagai pengikat sosial untuk menciptakan

interaksi antara kelompok masyarakat juga sebagai tempat berkumpul sehari-hari

dan pada kesempatan khusus (Carr, 1992 dalam Sakti 2009).

Fungsi utama ruang terbuka publik terbagi menjadi dua. Pertama sebagai

fungsi sosial (rekreatif) yaitu sebagai tempat bermain dan berolahraga, tempat

komunikasi sosial, tempat peralihan dan tempat menunggu, tempat untuk

mendapatkan udara segar dengan lingkungan, sarana penghubung antara suatu

tempat dengan tempat lain, pembatas atau jarak diantara massa bangunan, sarana

penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk

kesadaran sosial, identitas kota (pembentuk karakter suatu kota), sarana untuk

menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan.

Sedangkan fungsi kedua adalah sebagai fungsi ekologis, yaitu sebagai penyegar

udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro, menyerap air hujan,

pengendali banjir dan pengatur tata air, memelihara ekosistem tertentu dan

perlindungan plasma nutfah serta sebagai pelembut arsitektur bangunan.

Selain mempunyai berbagai fungsi di atas, ruang terbuka juga berfungsi

sebagai perlindungan terhadap bencana. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan

cara menjadikan peruntukan ruang terbuka di kawasan rawan bencana sebagai

ruang evakuasi. Ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai konektor atau

linkage antar ruang permukiman akan memudahkan proses evakuasi pada saat terjadi bencana sehingga dapat meminimalkan jatuhnya korban. Dalam hal ini

ruang terbuka berfungsi sebagai ruang evakuasi bencana, dapat berupa jalur

evakuasi, ruang evakuasi maupun taman evakuasi.

Perencanaan tata ruang yang ada saat ini sebagian besar belum

mengakomodasi pemetaan daerah rawan bencana baik rawan bencana tsunami,

gempa, longsor, gunung meletus, banjir dan rob serta potensi bencana lainnya.

Perencanaan yang ideal seharusnya disesuaikan dengan kondisi eksisting serta

daya dukung lingkungannya sehingga indikasi penurunan daya dukung

lingkungan dan potensi terjadinya bencana dapat diantisipasi dan diminimalisir.

Perubahan tata guna lahan dari ruang terbuka publik menjadi lahan terbangun

(42)

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara

tegas telah mengatur muatan rencana tata ruang di semua tingkatan administrasi.

Undang-undang tersebut menuntut kualitas tata ruang yang tinggi dengan muatan

rencana yang diantaranya khusus untuk wilayah kota dan kabupaten. Rencana tata

ruang yang disusun juga harus memuat ruang terbuka (baik hijau maupun

non-hijau) mulai dari perencanaan, penyediaan hingga pemanfaatan termasuk sebagai

ruang evakuasi bencana khususnya gempa. Pilihan jenis ruang terbuka yang

cukup sesuai untuk ruang evakuasi gempa adalah taman dan lapangan.

2.6.1. Ruang dan Jalur Evakuasi

Ruang evakuasi merupakan suatu tempat pengungsian atau pemindahan

penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya (bahaya gempa) ke daerah yang

aman dari bahaya tersebut (bahasaindonesia.com, 2010). Ruang evakuasi

merupakan salah satu bentuk tindakan preventif dalam usaha mengurangi dampak

kerugian akibat gempa bumi.

Jalur evakuasi merupakan suatu koridor atau jalan yang dapat

mengarahkan masyarakat ke taman-taman kota atau ruang terbuka yang telah

ditentukan sebagai ruang evakuasi. Jalur evakuasi ini harus merupakan jalur

tercepat dan teraman menuju ruang evakuasi. Tanda yang dapat digunakan pada

jalur evakuasi ini dapat berupa sign-sign atau penunjuk arah dan dapat pula berupa deretan pepohonan yang membentuk suatu lanskap jalur evakuasi yang

menuntun masyarakat untuk sampai tepat di tempat evakuasi. Keberadaan lanskap

koridor dengan penanda vegetasi akan membantu masyarakat mencapai lokasi

saat kepanikan yang terkadang mengakibatkan disorientasi arah. Berbagai atribut

yang ada pada jalur ini harus aman untuk dilewati, oleh karena itu pemilihan

tanaman dan pondasi sign menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk menghindari resiko tertimpa atau jatuh oleh goncangan gempa.

2.6.2. Taman Kota sebagai Taman Evakuasi

Taman kota merupakan ruang terbuka yang terutama menyediakan sarana

(43)

kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar taman tersebut dalam skala RT, RW,

sub wilayah, kota atau propinsi (Nurisjah, 1995). Selain mengakomodir kebutuhan

rekreasi warga kota, fungsi taman kota juga dapat sebagai pelembut kesan keras

dari struktur masif fisik kota, mengurangi kebisingan, mereduksi udara yang

panas dan polusi udara. Taman kota juga dapat membentuk karakter kota dan

memberikan keindahan visual lingkugan kota agar tercipta kesatuan antar ruang.

Menurut Gold (1980) taman adalah setiap area umum atau pribadi yang

digunakan untuk nilai-nilai estetika, pendidikan, rekreasi ataupun budaya,

sedangkan taman kota (urban park) adalah taman yang melayani area sentra bisnis, area kota yang besar (termasuk kota baru) atau area komersil. Taman

diperlukan masyarakat kota untuk keluar dari kebisingan dan kepadatan kota

tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Taman memiliki fungsi ekologis (sumur

resapan air, pohon), ekonomis (kebun sayuran, apotek hidup, taman terapi),

edukatif (belajar alam, pengajian, kerajinan tangan, pertunjukan seni, layar tancap,

bermain, rapat warga), konservasi energi (surya, biogas), dan estetis (kebersihan

dan keindahan lingkungan).

Ada beberapa jenis taman berdasarkan penggunaanya, (1) Neighbourhood Park, taman ini terletak di sekitar daerah pemukiman; (2) Community Park, taman ini mempunyai sifat yang lebih akumulatif dari pada “Neighbourhood Park” dan dapat menampung kegiatan rekreasi bagi warga dalam bentuk suatu komunitas;

(3) City Park; taman ini melayani skala kota bagi warga kota, dilengkapi oleh nilai-nilai visual yang dapat menghilangkan kesan perkotaan.

Terkait dengan berbagai isu bencana belakangan ini, penelitian mengenai

taman kota makin dikembangkan. Salah satunya taman kota sebagai alternatif

tempat evakuasi saat bencana. Indonesia sebagai daerah rawan bencana

memerlukan berbagai bentuk upaya mitigasi, salah satunya dengan taman kota

sebagai ruang evakuasi. Taman evakuasi tidak hanya memiliki fungsi rekreasi dan

estetis, tapi juga evakuatif. Ketika bencana tiba, taman dapat seketika berubah

menjadi ruang evakuasi bencana (gempa bumi).

Taman evakuasi direncanakan sedemikian rupa dengan memperhatikan

aspek-aspek dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh warga saat mengungsi. Hal ini

(44)

sebelumnya. Penyediaan berbagai fasilitas dan utilitas yang dibutuhkan saat

evakuasi (mengungsi) menjadi hal penting yang harus disediakan. Tata letak dan

komposisi tata guna lahan pun menjadi penting untuk diperhatikan, seperti ruang

terbuka yang cukup, fasilitas dan utilitas dengan konstruksi tahan gempa, suplai

energi, air serta makanan yang cukup dan berbagai hal lainnya.

Joga dan Antar (2007) menjelaskan bahwa taman kota berbasis bencana

merupakan salah satu alternatif ruang evakuasi, selain fungsinya sebagai ruang

rekreasi. Berbagai fasilitas rekreasi yang ada di suatu taman kota dapat

diintegrasikan dengan berbagai fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan

evakuasi, baik bagi korban selamat ataupun yang tidak selamat, seperti taman

pemakaman dan tempat evakuasi korban bencana.

Taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan sebuah lanskap taman

kota yang dibangun dengan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka baik

hijau maupun non hijau, mengakomodasi kepentingan perlindungan, evakuasi

atau pertahanan hidup atas bencana. Lebih lanjut dijelaskan bahwa membangun

taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan penciptaan nilai jual bagi kota.

Keindahan lanskap kota tetap diperlukan untuk mempertahankan roh kota yang

bersejarah, menampilkan wajah baru untuk memberi kenangan baru sebagai

makna positif atas trauma bencana alam yang pernah terjadi. Penciptaan taman

kota berbasis evakuasi bencana akan dapat mengembalikan fungsi evakuasi bagi

warga kota dan fungsi rekreatif yang akan mengembalikan energi positif bagi

warga kota yang kerap dilanda trauma akibat bencana.

2.7. Perencanaan Lanskap Taman Kota di Daerah Rawan Gempa

Perencanaan adalah suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk

menentukan awal suatu keadaan, dan merupakan cara terbaik untuk mencapai

keadaan tersebut (Gold, 1980). Dalam perencanaan tapak terdapat penyesuaian

tapak dengan program. Persyaratan program harus dilengkapi dan dihubungkan

satu dengan lainnya, disertai imajinasi serta kepekaan terhadap replikasi analisis

tapak. Perencanaan tapak adalah pengaturan fungsi ruang, sirkulasi, keindahan

dan keunikan, dengan memanfaatkan elemen air, tanah, dan berbagai benda, serta

(45)

Dalam perencanaan diperlukan suatu pendekatan yang dilakukan

terhadap kebutuhan khusus dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatannya

harus efektif untuk penyediaan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi

masyarakat yang menggunakannya (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 1995).

Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang-ruang

kota harus dirancang menjadi kota waspada bencana. Itu untuk mengantisipasi

dan memitigasi berbagai bencana alam (banjir, rob, gempa bumi, tsunami) dan

bencana non-alam (kebakaran, krisis air bersih, intrusi air laut, tanah ambles,

pencemaran lingkungan).

Perencanaan lanskap taman kota terutama di daerah rawan gempa perlu

direncanakan dengan seksama agar menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari

segi keamanan, kesehatan, maupun keindahan. Pembangunan fisik dan jiwa kota

harus sesuai dengan semangat kekhasan lokal (genius loci). Lanskap kota rawan bencana yang traumatis akan segera berganti dengan taman-taman, padang rumput

yang luas, struktur atau elemen taman tahan gempa. Perencanaan lanskap taman

kota akan memenuhi fungsi evakuasi dan sekaligus fungsi rekreasi bagi

masyarakat, yang dapat menjadi sarana pemulihan fisik dan jiwa anak-anak serta

warga kota lainnya yang lelah karena trauma bencana, menjadi optimis dan riang

gembira kembali.

Menurut Joga dan Antar (2007) dan hasil modifikasi serta asumsi logis

penulis, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan taman kota

berbasis gempa adalah:

1. lokasi taman kota dengan pendekatan geologis terkait kerentanannya

terhadap goncangan gempa (rentan atau tidak rentan) dan jarak taman kota

dengan garis sesar/patahan,

2. aksesibilitas masyarakat menuju tapak yang mudah dan tidak terlalu jauh,

3. adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat

evakuasi,

4. luas lahan dan daya dukung pada saat evakuasi berlangsung,

5. ketinggian tempat dari permukaan laut sehingga dapat ditentukan apakah

Gambar

Gambar 62. Perspektif Ilustrasi Suasana dan Fasilitas Taman Evakuasi
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2. Pemisahan Daratan Pangeae
Tabel 1. Estimasi SR Terhadap Kekuatan Bahan Peledak dan Skala Kerusakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Aku uka 0elo05at Makananku 8ortel Telinga ku 5an1ang Binatang a5akah akua.  Aku hi&u5

Bilamana, sebagai akibat dari risiko yang dijamin asuransi ini, perjalanan yang diasuransikan diakhiri di suatu pelabuhan atau tempat selain dari dimana obyek asuransi dijamin

Tingginya bahan organik pada titik sampling 4 disebabkan karena pada titik sampling ini memiliki kandungan substrat lumpur yang paling tinggi dibandingkan titik

Industri batik Sembung mampu memproduksi rata-rata 100 lembar kain batik per harinya, dengan banyaknya produksi yang dilakukan menghasilkan limbah cair yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi sebagai faktor penguat ( hygiene) dan sebagai faktor pemuas (motivator) terhadap kinerja pegawai Suku

ta tunjan?.ar:··'tunjang~n,.. bekas Presiden a"tau tekas Wakil Preniden meninggal dunia sedangka.n ia.. den atau bekas Wakil Preeide"j yang bvbenti dengan

Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Gorontalo yang ditugaskan penyelenggaraannya kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo berdasarkan asas tugas

(Begini mbak, biarpun saya itu berdekatan dengan lokasi seperti ini, ini tempat.. pandangan dari orang lain wah anake dekat dengan lokasi karaoke seperti itu. Tapi kebanyakan mbak,