UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT
NOVI ZULFIYANITA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT
NOVI ZULFIYANITA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
NOVI ZULFIYANITA. A44060195. Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat. Di bawah bimbingan AFRA D.N. MAKALEW dan FITRIYAH NURUL H. UTAMI.
Kota Padang Panjang merupakan salah satu daerah rawan gempa yang terletak di daerah patahan lempeng dunia. Berbagai kejadian gempa yang terjadi di Sumatera Barat pada umumnya dan Kota Padang Panjang khususnya, telah meninggalkan kepedihan, kerugian dan trauma yang cukup pelik. Kawasan ini membutuhkan perencanaan taman-taman kota berbasis evakuasi bencana yang dapat berfungsi sebagai ruang rekreatif maupun ruang evakuatif sebagai upaya tindakan mitigasi terhadap bencana.
Penelitian ini secara umum bertujuan merencanakan lanskap taman kota untuk ruang evakuasi bencana di daerah rawan gempa dalam memenuhi fungsi evakuasi dan fungsi rekreasi bagi masyarakat.Penelitian ini dilaksanakan di dua ruang terbuka hijau di Kota Padang Panjang Sumatera Barat, tepatnya di Lapangan Anas Karim Padang Panjang Barat dan Lapangan Bancah Laweh Padang Panjang Timur. Kegiatan penelitian ini berlangsung dari Maret 2010 hingga Februari 2011. Penelitian menggunakan modifikasi metode Gold (1980) dengan pendekatan berbasis bencana dan dibatasi sampai pada tahap perencanaan dengan hasil akhir berupa gambar rencana tapak (site plan).
Lapangan Anas Karim (luas 5,6 Ha) dan Lapangan Bancah Laweh (luas 8,0 Ha) adalah tapak yang dipilih sebagai tapak perencanaan pada penelitian ini. Keberadaannya di pusat kota dan dikelilingi pemukiman padat menjadi faktor penting keduanya. Faktor geologi dan kerentanan terhadap bencana menjadi faktor utama dalam analisis dan perencanaan.
Beberapa hal penting yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan taman kota untuk evakuasi gempa ini adalah lokasi taman kota dengan pendekatan geologis berkaitan kerentanannya terhadap goncangan gempa (rentan atau tidak rentan) dan jarak taman kota dengan garis sesar/patahan; aksesibilitas masyarakat menuju tapak yang mudah dan tidak terlalu jauh; adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat evakuasi; luas lahan dan daya dukung pada saat evakuasi berlangsung; ketinggian tempat dari permukaan laut sehingga dapat ditentukan tidak berpotensi tsunami; penempatan terintegrasi fasilitas rekreasi dan evakuasi; kebutuhan air, energi, makanan dapat tersuplai dengan baik; pemilihan pohon yang tidak mudah tumbang dengan pemeliharaan yang baik; serta perencanaan helipad jika jalur transportasi lainnya terputus.
Rencana lanskap taman kota di daerah rawan gempa meliputi rencana masing-masing zona dengan mempertimbangkan aspek daya dukung, keamanan, aspek fungsional dan estetika untuk semua elemen lanskap yang direncanakan. Tapak dibagi dalam empat ruang yaitu: (1) ruang penerimaan; (2) ruang transisi; (3) ruang inti lanskap taman kota (terdiri dari sub-sub ruang dengan fungsi evakuasi-mitigasi bencana gempa dan fungsi rekreasi) dan (4) ruang penyangga. Rencana tapak dilengkapi dengan rencana aktivitas-fasilitas, rencana sirkulasi dan rencana tata hijau serta rencana daya dukung.
Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung/daya tampung, taman evakuasi Anas Karim dapat menampung total jumlah pengungsi sebanyak 3026 orang, adapun taman evakuasi Bancah Laweh dapat menampung total jumlah pengungsi sebanyak 4212 orang. Sementara itu untuk fungsi rekreasi, taman kota Anas Karim dapat menampung 830 orang dan 550 penonton saat event olah raga dan taman kota Bancah Laweh dapat menampung 842 orang dan 2000 penonton saat event pacuan kuda dan olah raga. Hasil yang didapat berupa rencana penataan
UNTUK EVAKUASI BENCANA DI DAERAH RAWAN GEMPA KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT
NOVI ZULFIYANITA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
© Hak Cipta milik Novi Zulfiyanita (IPB), tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat Nama : Novi Zulfiyanita
NRP : A44060195
Departemen : Arsitektur Lanskap
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, MSc
NIP. 19650119 198903 2 001 NIP. 19770424 200604 2 001 Fitriyah Nurul H. Utami, ST, MT
Diketahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
NIP. 19480912 197412 2 001 Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
RIWAYAT HIDUP
Novi Zulfiyanita, dilahirkan di Padang Panjang, Sumatera Barat pada
tanggal 6 November 1988 dari pasangan Zulkifli, BE dan Yusmawarti, SE, MM.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis
dimulai pada tahun 1994 sampai 2000 dengan mengikuti pendidikan di SD Negeri
12 Padang Panjang. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2
Padang Panjang sampai tahun 2003. Kemudian pada tahun 2003 sampai dengan
2006 penulis menyelesaikan masa pendidikan di SMA Negeri 1 Padang Panjang.
Penulis lulus Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada
tahun 2006 dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Setelah melalui Tahap
Persiapan Bersama (TPB-IPB), penulis memilih Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian sebagai pilihan pertama. Di Departemen Arsitektur Lanskap
penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan yang diadakan oleh Himpunan
Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dan BEM-KM IPB. Selain itu
penulis juga pernah menjadi ketua klub fotografi di bawah Divisi Minat dan Bakat
HIMASKAP periode kepengurusan tahun 2008-2009, pada tahun yang sama
penulis juga menjadi anggota Badan Pengawas HIMASKAP (BP HIMPRO).
Selain kegiatan perkuliahan dan organisasi di dalam kampus, selama
belajar di Departemen Arsitektur Lanskap penulis mengikuti beberapa sayembara
perencanaan dan perancangan Arsitektur dan Arsitektur Lanskap. Diantaranya
sebagai peserta Sayembara Perancangan Taman Kota Kebun Pisang Penjaringan
Jakarta Utara tahun 2009, juara III (ketiga) Sayembara Pengkayaan Desain
Arsitektur Lanskap dan Arsitektur Masterplan Kebun Raya Solok tahun 2009,
peserta Sayembara Planning and Design New Landscape In-Exmining
Development Bangka Belitung Eco Park tahun 2010, sepuluh besar finalis Sayembara Perancangan Taman Kota Taman Topi Bogor tahun 2010 dan finalis
50 karya terpilih Sayembara Konsep Perancangan Perpustakaan Nasional RI yang
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukurillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga kepada penulis, salah
satunya adalah rahmat kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul Perencanaan Lanskap Taman Kota untuk Evakuasi Bencana di Daerah Rawan Gempa Kota Padang Panjang Sumatera Barat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sebagai
bekal berkarir di bidang Arsitektur Lanskap dan sebagai masukan bagi Pemerintah
Daerah setempat dalam perencanaan dan penataan lanskap di daerah-daerah
Provinsi Sumatera Barat pada umumnya dan Kota Padang Panjang khususnya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat masukan, arahan dan
bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. kedua orang tua tercinta papa dan mama, serta adikku Riko Yuzi Putra yang
tiada henti memberikan do’a, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat,
dukungan penuh serta kasih sayang;
2. Dr. Ir. Afra D.N. Makalew, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi I dan Fitriyah
Nurul H. Utami, ST, MT selaku Pembimbing Skripsi II atas pengarahan,
bimbingan, saran, dukungan dan do’a yang telah diberikan kepada penulis;
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku Dosen Penguji Skripsi atas
masukan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis;
3. Ir. Marietje M. Wungkar, M.Si dan Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku
Pembimbing Akademik, atas nasehat dan bimbingannya;
4. segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan bimbingannya;
segenap staf Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan kemudahan
administrasi yang telah diberikan kepada penulis;
5. segenap jajaran PEMDA Kota Padang Panjang, Dinas Bappeda Kota Padang
Panjang, BMKG Kota Padang Panjang, Secata-B, serta masyarakat Kota
Padang Panjang, atas bantuan dan kemudahan pengambilan data serta
masukan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis terkait judul
6. Mahmud Haris
7. kakakku Ance Trio Marta, Ma’ Asni, Pak Ngah dan Tante, Ma’ Net dan Om,
Pak Dang dan Bu’de, Tante Yet (Asrama Polisi), untuk dukungannya;
8. saudara-saudaraku Da Jhon, Ni It, Ni Opi, Da An, Luwi, Bang Bob, Ni Mel,
terima kasih untuk do’a, dukungan dan semangatnya, juga untuk
keponakan-keponakanku tersayang atas senyum yang membahagiakan;
9. saudara tak sedarah namun sepenanggungan juga Dika, Yoffi, Rosa, Iis;
10. Icha, Presti, Aan, Lipur as “Kakak”, Ziffy dan teman-teman ARL’43, untuk pahit-manisnya pertemanan serta petualangan dan perjuangan di ARL yang
telah menambah makna dan warna dalam kehidupan penulis;
teman satu bimbingan Kaka dan Juniar, untuk dukungan dan bantuannya;
Efga dan teman-teman IPMM (Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang);
11. keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk semuanya.
Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk
kelengkapan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
siapa saja yang membutuhkan informasi dari penulisannya.
Bogor, Mei 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 3
1.3. Manfaat 3
1.4. Kerangka Pikir 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bencana Alam 5
2.2. Gempa Bumi 7
2.3. Daerah Rawan Gempa 11
2.4. Dampak Kerusakan Akibat Gempa dan Sejarah Gempa Bumi 13
2.5. Mitigasi Bencana Gempa Bumi 16
2.6. Ruang Terbuka sebagai Ruang Evakuasi Bencana 20
2.6.1. Ruang dan Jalur Evakuasi 22
2.6.2. Taman Kota sebagai Taman Evakuasi 22
2.7. Perencanaan Lanskap Taman Kota di Daerah Rawan Gempa 24
2.8. Perencanaan Berbasis Evakuasi Bencana 26
2.8.1. Kriteria-Kriteria Desain Tahan Gempa 26
2.8.2. Contoh Referensi Taman Lingkungan Berbasis Evakuasi
Bencana 29
BAB III. BAHAN DAN METODE
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 33
3.2. Batasan Studi 34
3.3. Metode Studi 34
3.4. Alat dan Bahan Penelitian 39
BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH
4.1. Kondisi Umum Kota Padang Panjang 40
4.1.1. Kondisi Administratif dan Geografis 40
4.1.2. Kondisi Iklim 41
4.1.3. Kondisi Tanah 41
4.1.4. Kondisi Geologi 42
4.1.6. Kondisi Ekonomi 49
4.1.7. Kondisi Sosial Budaya 50
4.2. Kondisi Umum Tapak Terpilih 52
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Data dan Analisis Kota Padang Panjang 57
5.1.1. Letak administratif 57
5.1.2. Aksesibilitas 57
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 59
5.1.4. Sosial Budaya 63
5.1.5. Persepsi dan Harapan Mayarakat 63
5.2. Data dan Analisis Lapangan Anas Karim 64
5.2.1. Letak administratif dan geografis 64
5.2.2. Aksesibilitas 65
5.2.3. Tata Guna Lahan 68
5.2.4. Topografi dan Kemiringan 74
5.2.5. Hidrologi 79
5.2.6. Geologi 79
5.2.7. Kualitas Visual 82
5.3. Data dan Analisis Lapangan Bancah Laweh 84
5.3.1. Letak administratif dan geografis 84
5.3.2. Aksesibilitas 84
5.3.3. Tata Guna Lahan 88
5.3.4. Topografi dan Kemiringan 93
5.3.5. Hidrologi 97
5.3.6. Geologi 99
5.3.7. Kualitas Visual 101
5.4. Sintesis 104
5.5. Konsep Perencanaan Lanskap 108
5.5.1. Konsep Dasar Perencanaan Lanskap 108
5.5.2. Konsep Ruang Fungsional 108
5.5.3. Konsep Sirkulasi 112
5.5.4. Konsep Aktifitas dan Fasiltas 112
5.5.5. Konsep Borrowing Scenery 113
5.6. Perencanaan Lanskap 114
5.6.1. Rencana Ruang 114
5.6.2. Rencana Sirkulasi 123
5.6.3. Rencana Aktifitas dan Fasilitas 127
5.6.4. Rencana Tata Hijau 130
5.7. Rencana Tapak 136
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 146
6.2. Saran 148
DAFTAR PUSTAKA 149
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Estimasi Skala Richter (SR) terhadap Kekuatan Bahan Peledak
dan Skala Kerusakan 9
Tabel 2. Estimasi Skala MMI terhadap Penampakan Kasat Mata dan
Skala Kerusakan 10
Tabel 3. Sejarah Gempa Merusak di Sumatera Barat 14
Tabel 4. Jenis, Bentuk dan Cara Perolehan Data 35
Tabel 5. Standar Kesesuaian Aspek Tata Guna Lahan, Kemiringan dan
Geologi 36
Tabel 6. Data Klimatologi Kota Padang Panjang Tahun 2000-2010 41
Tabel 7. Data Jenis Tanah Kota Padang Panjang 42
Tabel 8. Matriks Resiko Bencana Goncangan Gempa Bumi di Kota
Padang Panjang 47
Tabel 9. Komposisi Penduduk Kota Padang Panjang Tahun 2008 49
Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Padang Panjang
Tahun 2004-2007 50
Tabel 11. Nama dan Kondisi Jalan yang Terdapat pada Peta
Aksesibilitas Lapangan Anas Karim 66
Tabel 12. Klasifikasi Kemiringan untuk Taman Kota 74
Tabel 13. Nama dan Kondisi Jalan yang Terdapat pada Peta Aksesibilitas
Bancah Laweh 86
Tabel 14. Rekapitulasi Analisis Potensi dan Kendala Kedua Tapak 103
Tabel 15. Pembagian Ruang Lapangan Anas Karim 114
Tabel 16. Pembagian Ruang Lapangan Bancah Laweh 115
Tabel 17. Rencana Ruang Lapangan Anas Karim 112
Tabel 18. Rencana Ruang Lapangan Bancah Laweh 113
Tabel 19. Alih Fungsi Ruang Lapangan Anas Karim 122
Tabel 20. Alih Fungsi Ruang Lapangan Bancah Laweh 122
Tabel 21. Rencana Sirkulasi Kedua Tapak 124
Tabel 22. Rencana Aktivitas dan Fasilitas Lapangan Anas Karim 128
Tabel 24. Daya Tampung Taman Kota Anas Karim 144
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian 4
Gambar 2. Pemisahan Daratan Pangeae 6
Gambar 3. Peta Pertemuan Tiga Lempeng Bumi di Indonesia 11
Gambar 4. Peta Sesar Semangko yang Membelah Sumatera Barat 12
Gambar 5. Peta Seismisitas Sumatera Bagian Barat 13
Gambar 6. Contoh Fasilitas Taman Berbasis Bencana di Jepang 28
Gambar 7. Taman Berbasis Bencana di Tengah-Tengah Pemukiman 32
Gambar 8. Gambar Ilustrasi Taman Berbasis Bencana 32
Gambar 9. Peta Orientasi Lokasi Penelitian 33
Gambar 10. Alur Perencanaan Lanskap 38
Gambar 11. Peta Kota Padang Panjang 40
Gambar 12. Peta Geologi Kota Padang Panjang 45
Gambar 13. Peta Potensi Bencana Gempa Bumi Kota Padang Panjang 48
Gambar 14. Peta Kedua Tapak 52
Gambar 15. Kondisi Geologi Kedua Tapak 54
Gambar 16. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan
Anas Karim 55
Gambar 17. Kondisi dan Suasana Evakuasi Bencana di Lapangan
Bancah Laweh 56
Gambar 18. Letak, Fungsi dan Kedudukan Kota Padang Panjang 57
Gambar 19. Aksesibilitas Kota Padang Panjang 58
Gambar 20. Peta RTRW Kota Padang Panjang 2005-2014 61
Gambar 21. Peta Rencana Pembentukan Struktur Pelayanan Kota 62
Gambar 22. Helipad dengan Jarak Aman dari Angin di Area Safe
dan Caution 65
Gambar 23. Analisis Aksesibilitas Lapangan Anas Karim 67
Gambar 24. Peta Kondisi Eksisting Lapangan Anas Karim 69
Gambar 25. Tata Guna Lahan Lapangan Anas Karim 70
Gambar 27. Analisis Tata Guna Lahan Lapangan Anas Karim 73
Gambar 28. Topografi Lapangan Anas Karim 76
Gambar 29. Kemiringan Lapangan Anas Karim 76
Gambar 30. Analisis Kemiringan Lapangan Anas Karim 78
Gambar 31. Analisis Hidrologi Lapangan Anas Karim 80
Gambar 32. Analisis Geologi Lapangan Anas Karim 81
Gambar 33. Analisis Kualitas Visual Lapangan Anas Karim 83
Gambar 34. Kondisi Jalan yang Rusak Parah Akibat Gempa 85
Gambar 35. Helikopter Ambulan dan Mobil Ambulan Saat Proses
Evakuasi 85
Gambar 36. Analisis Aksesibilitas Lapangan Bancah Laweh 87
Gambar 37. Peta Kondisi Eksisting Lapangan Bancah Laweh 90
Gambar 38. Tata Guna Lahan Lapangan Bancah Laweh 91
Gambar 39. Analisis Tata Guna Lahan Lapangan Bancah Laweh 92
Gambar 40. Topografi Lapangan Bancah Laweh 94
Gambar 41. Kemiringan Lapangan Bancah Laweh 95
Gambar 42. Analisis Kemiringan Lapangan Bancah Laweh 96
Gambar 43. Analisis Hidrologi Lapangan Bancah Laweh 98
Gambar 44. Analisis Geologi Lapangan Bancah Laweh 100
Gambar 45. Analisis Kualitas Visual Lapangan Bancah Laweh 102
Gambar 46. Peta Komposit Kedua Tapak Terpilih 105
Gambar 47. Rencana Jalur Evakuasi Kedua Tapak Terpilih 107
Gambar 48. Diagram Konsep Ruang 109
Gambar 49. Diagram Konsep Sirkulasi 112
Gambar 50. Ilustrasi Konsep Borrowing Scenery 113
Gambar 51. Rencana Ruang Lapangan Anas Karim 116
Gambar 52. Rencana Ruang Lapangan Bancah Laweh 117
Gambar 53. Rencana Sirkulasi Lapangan Anas Karim 125
Gambar 54. Rencana Sirkulasi Lapangan Bancah Laweh 126
Gambar 55. Rencana Tata Hijau Lapangan Anas Karim 131
Gambar 56. Rencana Tata Hijau Lapangan Bancah Laweh 132
Gambar 58. Block Plan Lapangan Anas Karim 134
Gambar 59. Block Plan Lapangan Bancah Laweh 135
Gambar 60. Siteplan Taman Evakuasi Anas Karim 137
Gambar 61. Siteplan Taman Evakuasi Bancah Laweh 138
Gambar 62. Perspektif Ilustrasi Suasana dan Fasilitas Taman Evakuasi
Anas Karim 139
Gambar 63. Perspektif Ilustrasi Suasana dan Fasilitas Taman Evakuasi
Bancah Laweh 140
Gambar 64. Tampak Potongan Anas Karim 141
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner Penelitian 151
2. Laporan Kerugian Akibat Gempa 6 Maret 2007 155
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kota Padang Panjang merupakan salah satu kota kecil di Indonesia yang
terletak di Provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki luas 23 km2 dengan jumlah
penduduk 54.218 jiwa (Bappeda, 2008). Padang Panjang merupakan daerah rawan
gempa yang dilewati oleh patahan lempeng tektonik. Lempeng Indo-Australia
bertemu dengan lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatera. Hal inilah yang
menyebabkan Sumatera Barat menjadi salah satu daerah rawan gempa termasuk
di dalamnya Kota Padang Panjang (BMKG, 2010).
Fenomena alam akan selalu menimbulkan permasalahan manakala
kehidupan manusia terganggu atau jiwa mereka terancam. Terdapat catatan
sejarah mengenai beberapa kejadian gempa di Padang Panjang, mulai dari gempa
dengan skala kecil sampai dengan gempa berskala besar. Gempa besar yang
pernah terjadi dan berpusat di Kota Padang Panjang adalah gempa berkekuatan
6,8 SR pada tanggal 28 Juni 1926. Dampak dari kejadian gempa tersebut
mengakibatkan lebih dari 354 orang meninggal dunia. Karena getarannya yang
sangat kuat, gempa ini juga menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak,
Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Kabupaten Solok, Sawah Lunto, dan Alahan
Panjang. Gempa susulannya mengakibatkan kerusakan pada sebagian Danau
Singkarak. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh dan 247 korban
tewas, selain itu terjadi rekahan tanah di Padang Panjang, Kubu Krambil dan
Simabur (BMKG, 2010).
Gempa besar lainnya yang berpusat di Kota Padang Panjang adalah gempa
berkekuatan 6,2 SR pada tanggal 6 Maret 2007 seperti yang dapat dilihat pada
Lampiran 2. Dampak dari gempa tersebut mengakibatkan 2.226 rumah rusak berat
dan 1.519 rumah rusak sedang. Selain itu 89 bangunan instansi pemerintah dan
pendidikan rusak dan pada infrastruktur seperti jalan dan trotoar merekah
(Bappeda, 2007)
Banyak kejadian gempa lainnya yang tidak berpusat di Kota Padang
menimbulkan kerugian baik korban jiwa maupun materi. Gempa terakhir yang
dirasakan cukup keras sampai ke seluruh daerah Sumatera Barat adalah gempa
yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 (Lampiran 3).Lokasi pusat gempa
berada di Padang Pariaman dengan skala 7,6 SR. Dampak gempa di Sumatera
Barat menelan korban ratusan orang tewas serta ribuan rumah rusak. Gedung
perkantoran, mal dan hotel rusak berat bahkan getaran gempa terasa hingga ke
Malaysia dan Singapura.
Selama tahun 2010 hingga tahun 2011, bencana gempa bumi dan
dampaknya masih terus terjadi di Sumatera Barat dan meninggalkan trauma bagi
masyarakat. Kejadian-kejadian tersebut menyebabkan banyak korban jiwa
berjatuhan. Para pakar mitigasi bencana dan perencana kota memperingatkan
kembali bahwa tata ruang kota di Indonsia belum memperhitungkan masalah
bencana. Akibatnya, bencana rentan mengakibatkan banyak korban jiwa atau
harta (Kutipan dari Kompas 22 Juni 2007). Untuk itu diperlukan berbagai upaya
mitigasi untuk mengurangi resiko akibat bencana, baik moril maupun materil.
Mitigasi merupakan salah satu tindakan preventif untuk mengurangi dampak dari
bencana. Salah satunya dengan perencanaan ruang terbuka dalam kota yang dapat
berfungsi sebagai tempat berlindung ketika gempa.
Ketersediaan ruang terbuka juga berfungsi sebagai ruang evakuasi dan
ruang penyelamatan korban akibat gempa. Ruang terbuka tersebut dapat berupa
ruang terbuka hijau maupun non hijau. Beberapa ruang terbuka yang dapat
digunakan sebagai ruang evakuasi seperti halaman masjid, lapangan bola, taman
lingkungan dan taman kota. Salah satu contoh ruang terbuka hijau yang
direncanakan dalam penelitian ini adalah taman kota untuk evakuasi bencana.
Taman kota untuk evakuasi bencana ini tidak hanya memiliki fungsi ekologis dan
rekreasi saja tapi juga fungsi evakuasi, serta berperan penting dalam upaya
mitigasi bencana bagi masyarakat kota. Taman kota berfungsi ekologis dan
rekreasi pada hari biasa dan dapat berubah fungsi seketika sebagai ruang evakuasi
saat gempa terjadi. Taman memiliki ketersediaan ruang terbuka dan
fasilitas-utilitas yang dapat menunjang kenyamanan dan keamanan dalam tapak baik saat
rekreasi maupun saat evakuasi. Taman kota ini mengakomodasi kepentingan
Prediksi gempa bumi sampai sekarang masih dalam tahap penelitian dan
tidak bisa dipastikan, sehingga adanya faktor mitigasi merupakan hal yang lebih
penting untuk mencegah kerugian dan bencana yang lebih besar. Upaya mitigasi
berupa perencanaan taman kota untuk evakuasi bencana ini juga akan
memberikan ruang gerak dan tempat berinteraksi sosial bagi masyarakat, serta
membuat masyarakat merasa lebih aman dengan fungsi evakuasinya, sehingga
masyarakat dapat melangsungkan berbagai aktifitasnya dengan normal seperti
tidak sedang berada di daerah rawan gempa.
1.2. Tujuan
Penelitian perencanaan lanskap taman kota untuk evakuasi bencana di
daerah rawan gempa yang dilakukan di Kota Padang Panjang ini bertujuan untuk:
1. mengidentifikasi kondisi biofisik, geologi dan sosial-budaya Kota Padang
Panjang sebagai daerah rawan bencana gempa,
2. menentukan ruang terbuka untuk tapak terpilih sebagai area perencanaan taman
kota untuk evakuasi bencana gempa,
3. menganalisis data untuk mendapatkan potensi, kendala, dan danger signals
tapak terpilih serta kemudian mensintesanya,
4. merencanakan lanskap taman kota berbasis evakuasi bencana di daerah rawan
gempa sebagai ruang evakuasi dan ruang rekreasi bagi masyarakat.
1.3. Manfaat
Manfaat dari hasil penelitian perencanaan lanskap taman kota untuk
evakuasi bencana di daerah rawan gempa Kota Padang Panjang ini adalah:
1. menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Padang Panjang sebagai
daerah siaga gempa, melalui perencanaan taman kota berbasis evakuasi
bencana gempa yang berperan sebagai ruang terbuka yang evakuatif, rekreatif,
nyaman, aman dan indah,
2. sebagai usulan tindakan preventif menghadapi bencana gempa berupa upaya
1.4. Kerangka Pikir
Kota Padang Panjang merupakan kota rawan gempa yang membutuhkan
ruang mitigasi dan ruang evakuasi dalam upaya mengurangi resiko kerugian
akibat bencana. Disamping itu, kebutuhan akan tersedianya ruang terbuka publik
untuk rekreasi juga menjadi harapan masyarakat. Dengan berbagai kondisi
biofisik, geologis dan sosial-budayanya maka direncanakanlah taman kota
berbasis bencana. Alur kerangka pikir penelitian perencanaan lanskap taman kota
untuk evakuasi bencana di daerah rawan gempa ini dapat dilihat pada Gambar 1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bencana Alam
Bencana alam adalah berbagai macam kerusakan yang diakibatkan oleh
fenomena-fenomena alam. Bencana alam dapat terjadi karena fenomena sistem
cuaca ataupun pola tektonik bumi. Fenomena sistem cuaca permukaan bumi
dipengaruhi oleh radiasi matahari dengan penyerapan di permukaan bumi sebesar
45% dan yang dipantulkan sebesar 55%. Akibat peredaran bumi terhadap
matahari dengan kondisi dan kedudukan bumi terhadap matahari yang
berbeda-beda mengakibatkan adanya perberbeda-bedaan unsur-unsur cuaca seperti suhu, tekanan
udara, angin, kelembaban, hujan dan awan (BMKG, 2010).
Di Indonesia sistem cuaca dipengaruhi oleh musim yaitu musim kemarau
dan musim hujan, adanya pengaruh lokal, adanya pengaruh regional (Muson) dan
adanya pengaruh global (El Nino, La Nina dan Dipole). Dalam kondisi cuaca
ekstrim, fenomena sistem cuaca ini dapat mengakibatkan bencana seperti longsor,
banjir, puting beliung, kebakaran, gelombang tinggi dan petir.
Selain fenomena sistem cuaca, bencana alam juga dapat terjadi akibat pola
tektonik bumi. Berdasarkan penyelidikan para ahli geologi dengan penyelidikan
menggunakan gelombang yang dibiaskan oleh lapisan batuan, bumi mempunyai
beberapa lapisan yaitu (BMKG, 2010):
a. kerak bumi
Kerak bumi adalah lapisan terluar bumi yang bersifat kaku, dingin dan
rapuh. Lapisan ini terbagi dua yaitu kerak samudera dan kerak benua. Kerak
samudra mempunyai ketebalan sekitar 5-10 km sedangkan kerak benua
mempunyai ketebalan sekitar 20-70 km,
b. mantel bumi
Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai
lapisan inti bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar
diperkirakan sebagai lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi menjadi dua bagian
sampai 1000 km di bawah permukaan dan mantel bawah mempunyai kedalaman
lebih dari 1000 km,
c. inti bumi
Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini
diperkirakan mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian, yaitu inti
luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
Setiap lapisan dalam bumi mempunyai perbedaan temperatur. Semakin ke
inti bumi, temperatur semakin tinggi, maka di dalam bumi menyimpan temperatur
yang tinggi. Oleh karena adanya struktur temperatur dan lapisan bumi yang
demikian maka terjadi pergerakan interior bumi.
Menurut para ahli geologi, bumi adalah satu daratan yang disebut dengan
Pangeae. Akibat adanya tekanan dari dalam bumi (endogen) maka terjadilah
pemisahan daratan. Berikut adalah gambar pemisahan daratan Pangae (Gambar 2).
Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)
Gambar 2. Pemisahan Daratan Pangeae
Pola tektonik bumi ini juga terdapat dalam teori tektonik lempeng. Dalam
teori tektonik lempeng, jauh di dalam pusat bumi sebenarnya terdapat sumber
panas yang menyebabkan mantel bumi bergerak secara konveksi. Bumi ini
tertutup oleh lempeng-lempeng benua dan samudera. Menurut teori tektonik
lempeng dari Wegener, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan
besar yang disebut lempeng. Ketebalannya masing-masing sekitar 70 km.
Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit
terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri dari kerak bumi dan selubung atas.
lebih cair. Lapisan kerak bumi terdiri dari sepuluh lempeng-lempeng utama
(Gambar 2), yaitu Lempeng Afrika, Antartika, Indo Australia, Eurasia, Amerika
Utara, Amerika Selatan, Pasifik, Cocos, Nazca dan India. Kesepuluh lempeng
tersebut saling bertemu (BMKG, 2010).
Lempeng samudera lebih berat daripada lempeng benua maka lempeng
samudera akan menunjam ke bawah atau dikenal sebagai Subduction Zone. Gerak pertemuan dua lempeng merupakan penyebab proses terjadinya bencana alam
gempa bumi. Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika
bertumbukan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan
menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat
gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukan
energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi
tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui,
maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba.
Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang
gempa bumi. Bencana alam gempa bumi ini juga sering diikuti oleh bencana
tsunami. Namun tidak semua gempa bumi menyebabkan terjadinya tsunami.
2.2. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal
terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi walaupun padat selalu bergerak,
dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang ditimbulkan akibat pergerakan
lempeng tersebut sudah terlalu besar untuk dapat ditahan (BMKG, 2010).
Gempa bumi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu gempa vulkanik dan
gempa tektonik. Gempa vulkanik adalah gempa yang dihasilkan oleh kegiatan
gunung api. Gempa ini pada umumnya relatif lemah dan hanya dirasakan oleh
manusia yang berada di sekitar gunung api. Gempa vulkanik biasanya terjadi
sebelum, selama dan sesudah terjadi erupsi atau letusan gunung api. Penyebab
utama gempa vulkanik adalah terjadinya persentuhan magma yang mengalir dan
dan tekanan gas pada saat terjadi letusan-letusan hebat. Kejadian berbahaya dari
kegiatan vulkanis tersebut selain gempa adalah keluarnya lava dari corong
kepundan yang dapat menyebabkan meningkatnya suhu sekitar yang diikuti
semburan abu belerang, banjir lahar dan hamburan material seperti bongkahan
batu saat terjadinya letusan (Sukandarrumidi, 2010).
Sukandarrumidi (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa gempa tektonik
terjadi akibat pergeseran atau gerakan lempengan-lempengan tektonik. Kecepatan
gerakan lempengan-lempengan tektonik yang tidak sama akan membentuk jalur
patahan atau pembentukan pegunungan lipatan. Gempa tektonik disebut juga
dengan gempa dislokasi. Penyebaran gempa sangat luas dengan kekuatan
menengah hingga tinggi, diawali dengan gerakan yang lemah beberapa saat lalu
diikuti dengan kekuatan yang cukup besar, melemah dan akhirnya berhenti
sesudah tercapai keseimbangan. Hampir 90% gempa yang terjadi di dunia
merupakan gempa tektonik. Korban jiwa dan harta benda yang ditimbulkan akibat
gempa ini juga lebih banyak, terutama diakibatkan oleh runtuhnya bangunan.
Dengan demikian, gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi
yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara
tiba-tiba. Penyebab terjadinya gempa bumi adalah:
1. proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi,
2. aktivitas sesar di permukaan bumi,
3. pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah,
4. aktivitas gunung api,
5. ledakan nuklir.
Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke
seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan
kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.
Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan
kerusakan tanah lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga
menyebabkan bencana ikutan/susulan berupa tsunami, kebakaran, kecelakaan
industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu
lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Lempeng
Indo-Australia bertemu dengan lempeng Eurasia di lepas pantai barat Sumatra, Jawa
dan Nusa Tenggara, sedangkan pertemuan lempeng Australia dengan lempeng
Pasifik di utara Irian dan Maluku Utara. Pada daerah sekitar lokasi pertemuan
lempeng tersebut akumulasi energi terkumpul sampai pada suatu titik dimana
lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa
gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap
bangunan karena percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan
liquefaction.
Secara umum parameter gempa bumi terdiri dari waktu kejadian gempa
bumi (jam, menit, detik), lokasi pusat gempa bumi di permukaan bumi/episenter
(koordinat lintang dan bujur), kedalaman sumber gempa bumi (km), kekuatan
gempa bumi (Skala Richter/SR) dan intensitas gempa bumi (MMI). Tabel 1
memperlihatkan estimasi Skala Richter gempa bumi terhadap kekuatan bahan
peledak dan skala kerusakan yang dapat diakibatkannya (Bakornas, 2007).
Tabel 1. Estimasi SR Terhadap Kekuatan Bahan Peledak dan Skala Kerusakan
Kekuatan Gempa (SR)
Kesetaraan Terhadap Kekuatan Bahan Peledak
Contoh Skala Kerusakan
1,0 SR 15 kg bahan peledak ledakan pada konstruksi
1,5 SR 160 kg bahan peledak bom konvensional Perang Dunia II 2,0 SR 1 ton bahan peledak ledakan di pertambangan
2,5 SR 4,6 ton bahan peledak bom rakitan Perang Dunia II 3,0 SR 29 ton bahan peledak ledakan MOAB, 2003 3,5 SR 73 ton bahan peledak kecelakaan Chelyabinsk, 1957 4,0 SR 1 kilo ton bahan peledak bom atom kecil
4,5 SR 5 kilo ton bahan peledak rata‐rata Tornado (energi total)
5,0 SR 20 kilo ton bahan peledak bom atom Hiroshima/Nagasaki
5,5 SR 80 kilo ton bahan peledak gempa bumi Little Skull, Amerika Serikat, 1992
6,0 SR 1 mega ton bahan peledak gempa bumi Bantul, DIY, 2006 6,5 SR 5 mega ton bahan peledak gempa bumi Northridge, 1994
7,0 SR 32 mega ton bahan peledak gempa bumi Awaji‐Hansin, Kobe, Jepang,
1995
7,5 SR 160 mega ton bahan peledak gempa bumi Landers, Amerika Serikat, 1992
8,0 SR 1 giga ton bahan peledak gempa bumi Nias, Sumatera Utara, 2005 8,5 SR 5 giga ton bahan peledak gempa bumi Anchorage, Amerika Serikat,
1964
9,0 SR 32 giga ton bahan peledak gempa bumi Aceh dan Sumut, Indonesia, 2004
Estimasi skala gempa bumi jika diukur dengan Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) atau skala yang dapat diketahui melalui penampakan secara kasat mata dan kerusakan ditampilkan pada Tabel 2 (Bakornas, 2007).
Tabel 2. Estimasi Skala MMI Terhadap Penampakan Kasat Mata dan Kerusakan
Skala MMI Penampakan Kasat Mata dan Kerusakan
Skala I sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan dan tercatat pada alat seismograf
Skala II terasa oleh sedikit sekali orang terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian besar orang tidak dapat merasakan
Skala III terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk yang lewat
Skala IV pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, di luar ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam hari sebagian orang bisa terbangun. Piring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang
Skala V dirasakan hampir oleh semua orang, pada malam hari sebagian besar orang tidur akan terbangun, barang‐barang diatas meja terjatuh, plesteran tembok retak,
barang‐barang yang tidak stabil akan roboh, pandulum jam dinding akan berhenti
Skala VI dirasakan oleh semua orang, banyak orang ketakutan/panik, berhamburan keluar ruangan, banyak perabotan bergerser, plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak
Skala VII setiap orang berhamburan keluar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang konstruksinya tidak baik, kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami kerusakan yang berarti
Skala VIII kerusakan luas pada bangunan dengan konstruksi tidak baik, kerusakan berarti pada bangunan dengan konstruksi biasa dan sedikit kerusakan pada bangunan dengan konstruksi yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari framenya, cerobong asap pabrik runtuh, perabotan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu
Skala IX kerusakan berarti pada bangungan dengan konstruksi yang baik, pipa-pipa bawah tanah putus, timbul retakan pada tanah
Skala X sejumlah bangunan kayu dengan konstruksi yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing-tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul
Skala XI sangat sedikit bangunan tembok yang masih berdiri, jembatan putus, rekahan pada tanah sangat banyak/luas, jaringan pipa bawah tanah hancur dan tidak berfungsi, rel kereta api bengkok dan bergeser
Skala XII kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang diatas tanah, benda-benda beterbangan ke udara
Sumber: Bakornas, (2007)
Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada
beberapa hal, diantaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan. Kerugian
akibat gempa bumi kadang tidak secara langsung disebabkan oleh gempa bumi,
kejatuhan peralatan dalam bangunan, kebakaran, tsunami, tanah longsor dan
kepanikan karena tidak tahu harus berlindung kemana. Berbagai hal diatas
menyebabkan banyak korban jiwa berjatuhan.
2.3. Daerah Rawan Gempa
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia
yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan
Indo-Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan
Pulau Jawa, lepas pantai Selatan Kepulauan Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah
utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik
terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga
lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau
sekitar pertemuan lempeng sering terjadi gempa bumi. Keberadaan
lempengan-lempengan bumi di wilayah Indonesia tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)
Gambar 3. Peta Pertemuan Lempengan-Lempengan di Indonesia
Berikut adalah 25 daerah wilayah rawan gempa bumi di Indonesia yaitu
Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung,
Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa
Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan,
Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.
Kegempaan di Sumatera Bagian Barat disebabkan karena pertemuan (tumbukan)
sehingga di wilayah Pulau Sumatera terdapat patahan besar Sumatera (Great Sumatera Fault) yang juga sering dikenal sebagai sesar Sumatera atau sesar Semangko, yang membujur sepanjang Bukit Barisan dari Aceh sampai dengan
Lampung. Pada patahan besar Sumatera tersebut juga terdapat segmen-segmen
yang masih aktif. Gambar 4 menunjukkan gambar sesar Semangko yang
membelah Sumatera Barat yang ditandai dengan jalur patahan berupa garis merah.
Kenampakan jalur sesar juga dapat dilihat dari offset sungai-sungai karena adanya
patahan tersebut, salah satunya Sungai Sianok di Bukitinggi.
Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)
Gambar 4. Peta Sesar Semangko yang Membelah Sumatera Barat
Penyebaran kejadian gempa bumi (seismisitas) di wilayah Sumatera Barat
tahun 1998-2008 dapat dilihat pada Gambar 5. Gempa yang sering terjadi rata-rata
memiliki magnitudo ≥ 5,0 SR dan pada kedalaman 0-60 km. Sedangkan untuk
data beberapa kejadian gempa besar yang pernah terjadi dan berdampak besar di
Sumber: BMKG Kota Padang Panjang, (2010)
Gambar 5. Peta Seismisitas Sumatera Bagian Barat
2.4. Dampak Kerusakan Akibat Gempa dan Sejarah Gempa Bumi di Sumatera Barat
Gempa besar berkekuatan 7,6 SR di Sumatera Barat bukan hanya terjadi
pada tanggal 30 September 2009 lalu saja, namun di wilayah yang berada di zona
gempa ini sudah belasan kali dilanda gempa bumi dalam dua abad ini. Menurut
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Departemen Energi, sejumlah gempa
besar dengan dampak kerusakan yang luas juga pernah terjadi sebelumnya di
wilayah ini. Misalnya saja, gempa yang mengguncang Padang Panjang pada tahun
1926 lalu. Akibat gempa tersebut, lebih dari 354 orang meninggal dunia dan
ribuan rumah roboh. Gempa menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak,
Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto,
dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian
Danau Singkarak. Gempa besar juga pernah terjadi pada tahun 1995 di Kerinci
(Sungai Penuh) dengan skala 7 SR. Akibatnya, 84 orang tewas, 558 orang luka
nampaknya selalu berulang tanpa bisa diprediksi kapan terjadinya, dimana
pusatnya dan berapa kekuatannya. Sejarah gempa yang dihimpun oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sejarah Gempa Merusak di Sumatera Barat
Kejadian Gempa Pusat Gempa dan
Kekuatan (SR)
Dampak Kejadian Gempa
Sumatera Barat
1 Oktober 1822 di Padang terasa 3 kali goncangan keras, terdengar suara gemuruh di bawah tanah antara Gunung Talang dan Gunung Merapi
Padang
26 Agustus 1835 kerusakan ringan dan retakan pada bangunan di Padang
Siri Sori, Sumatera Barat
5 Juli 1904 terjadi tsunami di Pantai Siri Sori
Padang Panjang, dengan kekuatan 6,8 SR
28 Juni 1926 lebih dari 354 orang meninggal dunia. Gempa menimbulkan bencana di sekitar Danau Singkarak, Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto, dan Alahan Panjang. Gempa susulan
mengakibatkan kerusakan pada sebagian Danau Singkarak. Di Kabupaten Agam (Bukit Tinggi-Bonjol) 472 rumah roboh di 25 lokasi, 57 orang tewas, 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh, 247 orang tewas. Terjadi rekahan tanah di Padang Panjang, Kubu Krambil dan Simabur
Singkarak, dengan kekuatan 7,6 SR
9 Juni 1943 Terjadi pensesaran sepanjang 60 km antara Danau Singkarak – Danau Diatas. Sesar normal
mencapai 2 meter. Jalan bergeser dekat Salayo sepanjang 2 –3 meter
Pasaman
8 Maret 1977 menimbulkan kerusakan 737 rumah, 1 pasar, 7 sekolah, 8 mesjid dan 3 kantor di Sinurat. Di Talu, 245 rumah, 3 rumah dan 8 mesjid rusak. Retakan tanah antara 5 – 75 meter
Padang, dengan kekuatan 5,4 SR
13 November 1981 timbul retakan dinding, lemari bergeser dan kaca jendela pecah di Padang dan Painan
Padang, dengan kekuatan 6,1 SR
2 Juli 1991 Terjadi kerusakan ringan bangunan di Padang. Getaran terasa di Padang Panjang hingga Singapura
Kerinci (Sungai Penuh), dengan kekuatan 7 SR
7 Oktober 1995 84 orang tewas, 558 orang luka berat dan 1.310 orang luka ringan. 7.137 rumah, transportasi, irigasi, tempat ibadah, pasar dan pertokoan rusak.
Liquefaction di Desa Penawar, Kecamatan Sitinjau Laut. Retakan tanah di Desa Sebukar, Koto Iman, Tanjung Tanah dan Kayu Aro. Longsoran di Kampung Benik selatan Danau Kerinci
Nagari Malalak
Kejadian Gempa Pusat Gempa dan Kekuatan (SR)
Dampak Kejadian Gempa
Tanah Datar, dengan kekuatan 5,6 SR
16 Februari 2004 6 orang meninggal, 10 orang luka-luka, 70 rumah rusak, listrik mati sekitar 30 menit di
Kababupaten Tanah Datar. Kerusakan melanda Desa Pitalak, Gunung Rajo, Nagari Pitala, Paninggahan, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar. Terjadi longsoran di Gunung Rajo, Paninjauan. Terjadi retakan jalan antara Gunung Rajo-Padang. Getaran gempa terasa kuat di Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukittinggi, Solok, Sawah Lunto, Sijunjung, Agam, dan Batusangkar
Pesisir Selatan, dengan kekuatan 6 SR
22 Februari 2004 1 orang meninggal, 1 orang luka berat, 5 orang luka ringan, 151 bangunan dan rumah rusak di Kabupaten Pesisir Selatan. Getaran terasa kuat di Kota Padang hingga Painan. Wilayah yang mengalami kerusakan Kampung Gunung Pauh, Kampung Taratak Paneh, Kenagarian Amping Parak, Kecamatan Sutra; Nagari Surantih, Nagari Tuik, Kecamatan Batang Kapas; Kampung Kapeh Panji, Kecamatan Bayang; Kampung Ampang Pulai, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan IV Jurai, Kec. Lengayang, Kecamatan Ranah Pesisir dan Kecamatan Linggo Sari Baganti Pesisir Selatan,
dengan kekuatan 5,5 SR
9 April 2004 Beberapa rumah penduduk retak-retak di perbatasan Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan
6 Maret 2007 Padang Panjang, dengan kekuatan 6,2 SR
Puluhan rumah di Padang Panjang rusak berat, gempa yang dirasakan cukup lama hingga lebih kurang 1menit. Hal inilah yang menyebabkan cukup banyak kerusakan terjadi. Pada bagian yang dilewati oleh patahan membuat jalan aspal dan tanah merekah
Pulau Siberut, Sumatra Barat, kekuatan 6,9 SR
16 Agustus 2009 Gempa ini menyebabkan setidaknya 7 orang luka-luka. Getaran sangat keras dirasakan di Padang
Padang Pariaman, dengan kekuatan 7,6 SR
30 September 2009 75 orang tewas, ribuan rumah rusak. Gedung perkantoran, mal dan hotel juga banyak yang rusak. Getaran gempa terasa hingga ke Malaysia dan Singapura
Sumber: BMKG, (2010)
Akibat dari gempa bumi dapat dilihat secara langsung ataupun tidak
langsung. Akibat langsung dari gempa bumi adalah getaran/goncangan, bangunan
rusak/roboh, gerakan tanah/terbelah/tergeser, tanah longsor dan tsunami serta
korban jiwa dan harta benda. Sedangkan dampak tidak langsung dari gempa bumi
2.5. Mitigasi Bencana Gempa
Menurut Bakornas (2002), mitigasi bencana adalah tindakan untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana
itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka
panjang. Mitigasi bencana mencakup kegiatan perencanaan dan pelaksanaan
tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko terkait dengan bahaya-bahaya
bencana yang sudah diketahui dan proses perencanaan untuk respon yang efektif
terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi. Istilah mitigasi juga berlaku
untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun
bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural seperti
teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam
rencana penggunaan lahan.
Selanjutnya Bakornas (2002) menjelaskan, mitigasi bencana perkotaan
merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi
dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat
perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, terutama kegiatan
penjinakan/peredaman atau dikenal dengan istilah mitigasi. Mitigasi dilakukan
untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan
bencana. UU No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999, serta PP No. 25 tahun
2000 memberikan kewenangan yang sangat besar kepada pemerintah kota dan
kabupaten untuk mengelola pembangunan kotanya, khususnya dalam administrasi
pemerintahan dan keuangan.
Oleh karena itu, pemerintah kota mempunyai peran dan fungsi yang sangat
strategis dalam rangka melaksanakan pembangunan di segala bidang, yang
bertujuan untuk meningkatkan peran kota sebagai pusat pertumbuhan wilayah,
penggerak pembangunan, pusat jasa pelayanan dalam segala bidang, serta pusat
informasi dan inovasi, termasuk dalam hal teknologi mitigasi bencana. Akan
tetapi, konsentrasi peran yang besar di kota-kota tersebut tidak lepas dari
kenyataan bahwa kota-kota di Indonesia terletak pada lokasi-lokasi yang rawan
sosial dan perekonomian berakibat kota-kota di Indonesia sekaligus rawan
terhadap bencana sosial, bencana teknologi, atau bencana buatan manusia lainnya.
Secara umum mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural
dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha
pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain
meliputi perencanaan tata guna lahan yang disesuaikan dengan kerentanan
wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law enforcement) pembangunan. Kebijakan Mitigasi Perkotaan merupakan suatu kerangka konseptual yang
disusun untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana terutama di
daerah perkotaan. Mitigasi bencana meliputi pengenalan dan adaptasi terhadap
bahaya alam dan buatan manusia, serta kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi
atau menghilangkan resiko jangka panjang, baik terhadap kehidupan manusia
maupun harta benda.
Tujuan utama (ultimate goal) dari Penyusunan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan ini adalah sebagai berikut :
a. mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk perkotaan, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi
(economy costs) dan kerusakan sumber daya alam,
b. sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan perkotaan,
c. meningkatkan pengetahuan masyarakat perkotaan (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat
dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, beberapa sasaran perlu ditetapkan
sebagai berikut :
a. mengidentifikasi bencana dan perhitungan/perkiraan dampak/resiko yang
ditimbulkan,
b. menerapkan hasil penelitian dan transfer teknologi,
c. meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) melalui sosialisasi, pelatihan dan pembinaan,
d. menerapkan sistem insentif,
Kelima sasaran tersebut nantinya harus dijabarkan lagi menjadi Program
Tindak (Action Plan) berdasarkan fungsi, tugas dan kewajiban masing-masing aktor/pelaku/pihak-pihak yang terlibat dalam proses mitigasi. Bentuk-bentuk
tindakan mitigasi antara lain:
1. sebelum terjadi gempa bumi,
a. mengenal apa yang disebut dengan gempa bumi
b. memastikan bahwa struktur rumah dapat terhindar dari bahaya yang
disebabkan gempa bumi (longsor, rekahan tanah)
c. mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan agar terhindar dari
bahaya gempa bumi
d. memperhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila terjadi gempa bumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk berlindung
e. belajar melakukan P3K
f. belajar menggunakan alat pemadam kebakaran
g. mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi
gempa bumi
h. perabotan (lemari, cabinet) diatur menempel pada dinding (dipaku/ diikat) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser pada saat terjadi gempa bumi
i. menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang tidak mudah
pecah, agar terhindar dari kebakaran
j. selalu mematikan air, gas dan listrik apabila sedang tidak digunakan
k. penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa bumi adalah akibat
kejatuhan material
l. mengatur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah
m. mengecek kestabilan benda tergantung yang dapat jatuh pada saat gempa
bumi terjadi (misalnya: lampu, lemari, foto, dan lain-lain)
n. alat yang harus ada di setiap tempat berupa kotak P3K, senter/lampu
baterai, radio, makanan suplemen dan air.
2. saat terjadi gempa bumi,
a. jika berada dalam bangunan
- mencari tempat yang paling aman dari reruntuhan akibat goncangan gempa (seperti di bawah meja, di sudut ruangan yang kuat, di bawah
kusen)
b. jika di luar bangunan atau area terbuka
- menghindari bangunan yang ada di sekitar (seperti gedung, tiang listrik,
pohon)
- memperhatikan tempat anda berpijak hindari apabila terjadi rekahan tanah
c. jika sedang mengendarai mobil
- keluar, turun dan menjauh dari mobil, hindari jika terjadi rekahan tanah
atau kebakaran
- keluar dari mobil dan berlindung di sampingnya d. jika tinggal atau berada di pantai
- menjauhi pantai menuju ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari terjadinya tsunami
e. jika tinggal di daerah pegunungan
- menghindari daerah yang mungkin terjadi longsoran.
3. setelah terjadi gempa bumi,
a. jika berada dalam bangunan
- keluar dari bangunan dengan tertib
- jangan menggunakan tangga berjalan atau lift, gunakan tangga biasa - memeriksa apa ada yang terluka, lakukan P3K
- telepon/minta pertolongan apabila terjadi luka ringan atau luka parah b. memeriksa apakah terjadi kebakaran
- memeriksa apakah terjadi kebocoran gas
- memeriksa apakah terjadi arus pendek - memeriksa aliran dan pipa air
- memeriksa segala hal yang dapat membahayakan (mematikan listrik, tidak
menyalakan api)
- jangan masuk ke dalam bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena
kemungkinan sewaktu-waktu dapat runtuh akibat gempa susulan
- jangan mendekati bangunan yang sudah rusak terkena gempa, karena
- menyimak informasi mengenai gempa susulan dari media cetak maupun media elektronik
- mengisi angket yang diberikan oleh instansi terkait untuk mengetahui
seberapa besar kerusakan yang terjadi.
2.6. Ruang Terbuka sebagai Ruang Evakuasi Bencana
Ruang terbuka publik pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat
menampung aktivitas/kegiatan tertentu dari masyarakatnya, baik secara individu
maupun kelompok, yang meliputi jalan, pedestrian, taman, plaza, pemakaman di
sekitar lapangan terbang dan lapangan olahraga (Hakim dan Utomo, 2003 dalam
Sakti 2009). Ruang terbuka publik terbentuk dari adanya konstruksi sosial oleh
para pengguna dengan keadaan sosial yang menghasilkan ruang, bentuk fisik dan
desain lainnya. Keberadaan ruang terbuka sangat dibutuhkan oleh manusia baik
sebagai wadah interaksi sosial, budaya, politik, ekonomi, estetika kota hingga
wadah kegiatan mitigasi terhadap bencana. Ruang terbuka terdiri dari ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang
terbuka hijau itu sendiri, lapangan rumput, taman, jalur hijau, hutan kota dan
lain-lain. Sedangkan ruang terbuka non-hijau terdiri dari jalan raya, plaza, kolam
renang dan lain-lain.
Menurut Permendagri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk
area memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah
ruang terbuka hijau kota. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)
adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi dan estetika.
Dalam keseluruhan tahapan siklus kehidupan manusia, kehadiran ruang
terbuka publik dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang sangat diperlukan baik
berupa taman lingkungan, tempat bermain, alun-alun kota, lapangan kota atau
mempunyai banyak fungsi (multifungsi). Ruang terbuka publik berfungsi sebagai
simpul dan sarana komunikasi serta sebagai pengikat sosial untuk menciptakan
interaksi antara kelompok masyarakat juga sebagai tempat berkumpul sehari-hari
dan pada kesempatan khusus (Carr, 1992 dalam Sakti 2009).
Fungsi utama ruang terbuka publik terbagi menjadi dua. Pertama sebagai
fungsi sosial (rekreatif) yaitu sebagai tempat bermain dan berolahraga, tempat
komunikasi sosial, tempat peralihan dan tempat menunggu, tempat untuk
mendapatkan udara segar dengan lingkungan, sarana penghubung antara suatu
tempat dengan tempat lain, pembatas atau jarak diantara massa bangunan, sarana
penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk
kesadaran sosial, identitas kota (pembentuk karakter suatu kota), sarana untuk
menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan.
Sedangkan fungsi kedua adalah sebagai fungsi ekologis, yaitu sebagai penyegar
udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro, menyerap air hujan,
pengendali banjir dan pengatur tata air, memelihara ekosistem tertentu dan
perlindungan plasma nutfah serta sebagai pelembut arsitektur bangunan.
Selain mempunyai berbagai fungsi di atas, ruang terbuka juga berfungsi
sebagai perlindungan terhadap bencana. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan
cara menjadikan peruntukan ruang terbuka di kawasan rawan bencana sebagai
ruang evakuasi. Ruang terbuka publik yang berfungsi sebagai konektor atau
linkage antar ruang permukiman akan memudahkan proses evakuasi pada saat terjadi bencana sehingga dapat meminimalkan jatuhnya korban. Dalam hal ini
ruang terbuka berfungsi sebagai ruang evakuasi bencana, dapat berupa jalur
evakuasi, ruang evakuasi maupun taman evakuasi.
Perencanaan tata ruang yang ada saat ini sebagian besar belum
mengakomodasi pemetaan daerah rawan bencana baik rawan bencana tsunami,
gempa, longsor, gunung meletus, banjir dan rob serta potensi bencana lainnya.
Perencanaan yang ideal seharusnya disesuaikan dengan kondisi eksisting serta
daya dukung lingkungannya sehingga indikasi penurunan daya dukung
lingkungan dan potensi terjadinya bencana dapat diantisipasi dan diminimalisir.
Perubahan tata guna lahan dari ruang terbuka publik menjadi lahan terbangun
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara
tegas telah mengatur muatan rencana tata ruang di semua tingkatan administrasi.
Undang-undang tersebut menuntut kualitas tata ruang yang tinggi dengan muatan
rencana yang diantaranya khusus untuk wilayah kota dan kabupaten. Rencana tata
ruang yang disusun juga harus memuat ruang terbuka (baik hijau maupun
non-hijau) mulai dari perencanaan, penyediaan hingga pemanfaatan termasuk sebagai
ruang evakuasi bencana khususnya gempa. Pilihan jenis ruang terbuka yang
cukup sesuai untuk ruang evakuasi gempa adalah taman dan lapangan.
2.6.1. Ruang dan Jalur Evakuasi
Ruang evakuasi merupakan suatu tempat pengungsian atau pemindahan
penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya (bahaya gempa) ke daerah yang
aman dari bahaya tersebut (bahasaindonesia.com, 2010). Ruang evakuasi
merupakan salah satu bentuk tindakan preventif dalam usaha mengurangi dampak
kerugian akibat gempa bumi.
Jalur evakuasi merupakan suatu koridor atau jalan yang dapat
mengarahkan masyarakat ke taman-taman kota atau ruang terbuka yang telah
ditentukan sebagai ruang evakuasi. Jalur evakuasi ini harus merupakan jalur
tercepat dan teraman menuju ruang evakuasi. Tanda yang dapat digunakan pada
jalur evakuasi ini dapat berupa sign-sign atau penunjuk arah dan dapat pula berupa deretan pepohonan yang membentuk suatu lanskap jalur evakuasi yang
menuntun masyarakat untuk sampai tepat di tempat evakuasi. Keberadaan lanskap
koridor dengan penanda vegetasi akan membantu masyarakat mencapai lokasi
saat kepanikan yang terkadang mengakibatkan disorientasi arah. Berbagai atribut
yang ada pada jalur ini harus aman untuk dilewati, oleh karena itu pemilihan
tanaman dan pondasi sign menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk menghindari resiko tertimpa atau jatuh oleh goncangan gempa.
2.6.2. Taman Kota sebagai Taman Evakuasi
Taman kota merupakan ruang terbuka yang terutama menyediakan sarana
kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar taman tersebut dalam skala RT, RW,
sub wilayah, kota atau propinsi (Nurisjah, 1995). Selain mengakomodir kebutuhan
rekreasi warga kota, fungsi taman kota juga dapat sebagai pelembut kesan keras
dari struktur masif fisik kota, mengurangi kebisingan, mereduksi udara yang
panas dan polusi udara. Taman kota juga dapat membentuk karakter kota dan
memberikan keindahan visual lingkugan kota agar tercipta kesatuan antar ruang.
Menurut Gold (1980) taman adalah setiap area umum atau pribadi yang
digunakan untuk nilai-nilai estetika, pendidikan, rekreasi ataupun budaya,
sedangkan taman kota (urban park) adalah taman yang melayani area sentra bisnis, area kota yang besar (termasuk kota baru) atau area komersil. Taman
diperlukan masyarakat kota untuk keluar dari kebisingan dan kepadatan kota
tanpa harus melakukan perjalanan jauh. Taman memiliki fungsi ekologis (sumur
resapan air, pohon), ekonomis (kebun sayuran, apotek hidup, taman terapi),
edukatif (belajar alam, pengajian, kerajinan tangan, pertunjukan seni, layar tancap,
bermain, rapat warga), konservasi energi (surya, biogas), dan estetis (kebersihan
dan keindahan lingkungan).
Ada beberapa jenis taman berdasarkan penggunaanya, (1) Neighbourhood Park, taman ini terletak di sekitar daerah pemukiman; (2) Community Park, taman ini mempunyai sifat yang lebih akumulatif dari pada “Neighbourhood Park” dan dapat menampung kegiatan rekreasi bagi warga dalam bentuk suatu komunitas;
(3) City Park; taman ini melayani skala kota bagi warga kota, dilengkapi oleh nilai-nilai visual yang dapat menghilangkan kesan perkotaan.
Terkait dengan berbagai isu bencana belakangan ini, penelitian mengenai
taman kota makin dikembangkan. Salah satunya taman kota sebagai alternatif
tempat evakuasi saat bencana. Indonesia sebagai daerah rawan bencana
memerlukan berbagai bentuk upaya mitigasi, salah satunya dengan taman kota
sebagai ruang evakuasi. Taman evakuasi tidak hanya memiliki fungsi rekreasi dan
estetis, tapi juga evakuatif. Ketika bencana tiba, taman dapat seketika berubah
menjadi ruang evakuasi bencana (gempa bumi).
Taman evakuasi direncanakan sedemikian rupa dengan memperhatikan
aspek-aspek dan berbagai hal yang dibutuhkan oleh warga saat mengungsi. Hal ini
sebelumnya. Penyediaan berbagai fasilitas dan utilitas yang dibutuhkan saat
evakuasi (mengungsi) menjadi hal penting yang harus disediakan. Tata letak dan
komposisi tata guna lahan pun menjadi penting untuk diperhatikan, seperti ruang
terbuka yang cukup, fasilitas dan utilitas dengan konstruksi tahan gempa, suplai
energi, air serta makanan yang cukup dan berbagai hal lainnya.
Joga dan Antar (2007) menjelaskan bahwa taman kota berbasis bencana
merupakan salah satu alternatif ruang evakuasi, selain fungsinya sebagai ruang
rekreasi. Berbagai fasilitas rekreasi yang ada di suatu taman kota dapat
diintegrasikan dengan berbagai fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan
evakuasi, baik bagi korban selamat ataupun yang tidak selamat, seperti taman
pemakaman dan tempat evakuasi korban bencana.
Taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan sebuah lanskap taman
kota yang dibangun dengan mengalokasikan lebih banyak ruang terbuka baik
hijau maupun non hijau, mengakomodasi kepentingan perlindungan, evakuasi
atau pertahanan hidup atas bencana. Lebih lanjut dijelaskan bahwa membangun
taman kota berbasis evakuasi bencana merupakan penciptaan nilai jual bagi kota.
Keindahan lanskap kota tetap diperlukan untuk mempertahankan roh kota yang
bersejarah, menampilkan wajah baru untuk memberi kenangan baru sebagai
makna positif atas trauma bencana alam yang pernah terjadi. Penciptaan taman
kota berbasis evakuasi bencana akan dapat mengembalikan fungsi evakuasi bagi
warga kota dan fungsi rekreatif yang akan mengembalikan energi positif bagi
warga kota yang kerap dilanda trauma akibat bencana.
2.7. Perencanaan Lanskap Taman Kota di Daerah Rawan Gempa
Perencanaan adalah suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk
menentukan awal suatu keadaan, dan merupakan cara terbaik untuk mencapai
keadaan tersebut (Gold, 1980). Dalam perencanaan tapak terdapat penyesuaian
tapak dengan program. Persyaratan program harus dilengkapi dan dihubungkan
satu dengan lainnya, disertai imajinasi serta kepekaan terhadap replikasi analisis
tapak. Perencanaan tapak adalah pengaturan fungsi ruang, sirkulasi, keindahan
dan keunikan, dengan memanfaatkan elemen air, tanah, dan berbagai benda, serta
Dalam perencanaan diperlukan suatu pendekatan yang dilakukan
terhadap kebutuhan khusus dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatannya
harus efektif untuk penyediaan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi
masyarakat yang menggunakannya (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 1995).
Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang-ruang
kota harus dirancang menjadi kota waspada bencana. Itu untuk mengantisipasi
dan memitigasi berbagai bencana alam (banjir, rob, gempa bumi, tsunami) dan
bencana non-alam (kebakaran, krisis air bersih, intrusi air laut, tanah ambles,
pencemaran lingkungan).
Perencanaan lanskap taman kota terutama di daerah rawan gempa perlu
direncanakan dengan seksama agar menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari
segi keamanan, kesehatan, maupun keindahan. Pembangunan fisik dan jiwa kota
harus sesuai dengan semangat kekhasan lokal (genius loci). Lanskap kota rawan bencana yang traumatis akan segera berganti dengan taman-taman, padang rumput
yang luas, struktur atau elemen taman tahan gempa. Perencanaan lanskap taman
kota akan memenuhi fungsi evakuasi dan sekaligus fungsi rekreasi bagi
masyarakat, yang dapat menjadi sarana pemulihan fisik dan jiwa anak-anak serta
warga kota lainnya yang lelah karena trauma bencana, menjadi optimis dan riang
gembira kembali.
Menurut Joga dan Antar (2007) dan hasil modifikasi serta asumsi logis
penulis, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan taman kota
berbasis gempa adalah:
1. lokasi taman kota dengan pendekatan geologis terkait kerentanannya
terhadap goncangan gempa (rentan atau tidak rentan) dan jarak taman kota
dengan garis sesar/patahan,
2. aksesibilitas masyarakat menuju tapak yang mudah dan tidak terlalu jauh,
3. adanya jalur evakuasi yang mengarahkan masyarakat menuju tempat
evakuasi,
4. luas lahan dan daya dukung pada saat evakuasi berlangsung,
5. ketinggian tempat dari permukaan laut sehingga dapat ditentukan apakah