• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA

2.4 Modal Sosial

Modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Bourdieu yang sering digunakan acuan oleh tokoh-tokoh lain dalam mendefiniskan modal sosial. Menurut Bourdieu (1992) definisi modal sosial adalah jumlah sumber-sumber daya, aktual atau virtual (tersirat) yang berkembang pada seorang individu atau sekelompok individu karena kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang dapat bertahan lama dalam hubungan-hubungan yang lebih kurang telah diinstitusikan berdasarkan pengetahuan dan pengenalan timbal balik. Sementara itu menurut seorang ilmuwan politik Robert Putnam (dalam Damsar, 2009:210) memberi definisi modal sosial sebagai “jaringan-jaringan, nilai-nilai, dan kepercayaan yang timbul di antara para anggota perkumpulan, yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk manfaat bersama”.

Modal sosial dapat timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Pengukuran modal sosial dapat dilihat dari interaksi baik indiviual maupun instutisional, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Secara individual interaksi terjadi jika relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain kemudian melahirkan ikatan emosional. Sedangkan secara instutisional yaitu lahir pada visi dan misi atau tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya. Modal sosial menunjuk pada ciri-ciri pada organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi (Putnam, dalam Siisiäinen, 2000).

Modal sosial merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi, Berbagai permasalahan dan penyimpangan yang terjadi di berbagai negara determinan utamanya adalah kerdilnya modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong royong, memperparah kemiskinan, dan menghalangi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Ada tiga unsur utama dalam dalam modal sosial yaitu kepercayaan, jaringan, nilai dan kepercayaan.

1. Jaringan

Menurut Robert M.Z Lawang (dalam Damsar, 2009:67) jaringan merupakan terjemahan dari network, yang merupakan berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net diartikan sebagai jaring, dank work berarti kerja. Jadi network adalah jadi penekannya terletak pada kerja bukan jaring. Jaringan sosial merupakan suatu

jaringan dimana terdiri dari ikatan-ikatan yang menghubungkan antara satu titik dengan titik lain di dalam suatu hubungan sosial. Berdasar pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia. Jaringan sosial muncul karena adanya interaksi sosial dan kepercayaan yang besar yang meluas menimbulkan jaringan sosial diantara masyarakat tersebut. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama, kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan genealogis, dll. Jaringan sosial yang tercipta antara masyarakat desa mahato dengan pihak perkebunan terjalin karena adanya persamaan kepentingan. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun tingkat yang lebih mikroskopik” (Ritzer, Douglas, 2004: 383).

Pada jaringan sosial terdapat tiga tingkatan, yaitu:

a. Jaringan mikro: yaitu suatu jaringan yang terjadi karena adanya hubungan

sosial yang terus-menerus antar individu atau antar pribadi. Jaringan ini selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Jaringan meso: yaitu suatu ikatan yang di bangun dari hubungan para aktor, dengan atau di dalam kelompok. Jaringan ini ditemui dalam berbagai kelompok sosial.

c. Jaringan makro: yaitu suatu ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul-simpul dari beberapa kelompok. Kelompok dapat berbentuk organisasi, institusi, dan negara.

2. Kepercayaan

Dikemukakan Giddens Kepercayaan merupakan keyakinan akan reliabilitas seseorang atau sistem, terkait dengan berbagai hasil atau peristiwa, dimana

keyakinan itu mengekspresikan suatu iman (faith) terhadap integritas atau cinta kasih orang lain, atau terhadap ketepatan prinnsip abstrak (Damsar, 2009:186). Kepercayaan merupakan sebuah harapan yang tumbuh di dalam masyarakat, organisasi dan perusahaan yang ditujukan dengan perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut secara bersama demi kepentingan anggota didalamnya (Fukuyama, 2002: 36). Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Kepercayaan dalam modal sosial sangatlah diperlukan oleh masyarakat desa mahato timur kepada perusahaan perkebunan torganda dalam pengelolaan perkebunan sawit dengan sistem pola inti rakyat. Kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat desa mahato timur maupun sebaliknya mampu meningkatan kerja sama yang ada diantara kedua belah pihak, dan tidak ada kecurigaan antara kedua belah pihak.

Bentuk kepercayaan dapat dilihat dari bentuk kemunculan kepercayaan itu, yaitu terdiri atas:

a) Kepercayaan askriptif: yaitu muncul dari hubungan yang diperoleh

berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pribadi, seperti latar belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan yang dimiliki.

b) Kepercayaan prosesual: yaitu muncul melalui proses interaksi sosial yang

dibangun oleh para aktor yang terlibat.

Hubungan kerja sama yang terjalin antara masyarakat desa Mahato Timur dengan pihak PT.Torganda didasari oleh rasa kepercayaan. Rasa percaya yang

tumbuh antara masyarakat desa Mahato Timur dengan Pihak PT.Torganda didasari oleh kepercayaan prosesual yaitu muncul karena proses interaksi sosial yang dibangun oleh semua pihak yang terlibat, karena adanya interaksi sosial yang terjadi secara langsung maka rasa percaya dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa Mahato Timur semakin besar. Sementara untuk rasa kepercayaan antara sesame petani plasma desa Mahato Timur didasarkan pada kepercayaan askriptif dimana didasari oleh ciri-ciri yang melekat pada pribadi dan kepercayaan prosesual.

3. Nilai dan Norma

Nilai dipahami sebagai gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti, berharga, bernilai, dan pantas untuk tidak berarti, tidak berharga, tidak bernilai dan tidak pantas. Nilai merupakan hal yang penting dalam kebudayaan, biasanya tumbuh dan berkembang dalam mendominasi kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola kultural. Berdasarkan ciri-cirinya, nilai dapat dibagi menjadi:

a. Nilai dominan: yaitu nilai yang dianggap penting dari nilai lainnya, penentuan nilai dominan dengan kriteria sebagai berikut: banyak orang yang menganut nilai tersebut, sudah berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat, tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut, dan prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut.

b. Nilai mendarah daging (internalized value): adalah nilai yang menjadi

tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi. Biasanya nilai ini tersosialisasi sejak seseorang masih kecil.

Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Menurut Notonegoro dalam (Setiadi, Usman, 2011: 124) nilai sosial terbagi atas 3, yaitu:

1. Nilai material: segala sesuatu yang berguna bagi fisik atau jasmani seseorang. 2. Nilai vital: segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.

3. Nilai kerohanian: segala sesuatu yang berguna bagi jiwa atau psikis seseorang.

Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma terbentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau sesuatu kelompok masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul modal sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Ciri-ciri norma sosial adalah:

1. Tidak tertulis: norma hanya diingat dan diserap serta dipraktekkan dalam

interaksi masyarakat.

2. Hasil kesepakatan bersama: norma dibentuk dan disepakati bersama seluruh

warga masyarakat.

3. Ditaati bersama: untuk mengarahkan dan menertibkan perilaku anggota

masyarakat dari keinginan bersama.

4. Ada sanksi: bagi yang melanggar norma akan dikenakan sanksi yang tegas,

Dokumen terkait