LAMPIRAN
Foto
Gambar 1 : tanaman kelapa sawit
Gambar 3 tanaman perkebunan
Gambar 5 tanaman kelapa sawit
Pola Interaksi Sosial Dalam Pengelolaan Perkebunan Antara Masyarakat
Desa Mahato Timur Dengan Pihak Perkebunan Dengan Sistem Pola PIR Pedoman Wawancara
I. Petani Plasma Desa Mahato Timur (Informan Kunci)
Identitas Informan
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
1. Sudah berapa lama anda tinggal di desa ini?
2. Apakah anda memiliki lahan perkebunan pribadi, lalu bagaimana system
pengelolaan yang anda terapkan?
3. Sejak kapan anda ikut dalam pola PIR yang dikelola oleh pihak Torganda?
4. Apa yang menjadi alasan anda bergabung dalam pola PIR?
5. Apakah anda bergabung menjadi pengurus KUD Karya Bakti?
6. Apakah anda pernah berhubungan langsung dengan pihak perkebunan?
7. Apakah anda pernah melihat atau mengujungi lahan milik anda yang
dikelola oleh pihak Torganda?
8. Sepengetahuan anda, bagaimanakah tata cara pengelolaan yang dilakukan
oleh perkebunan Torganda dalam pola PIR?
9. Apakah anda pernah mengikuti rapat yang diselenggarakan berkaitan
dengan sistem pengelolaan PIR yang sedang ditangani oleh pihak
Torganda, serta apakah ada jadwal rutin?
10.Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan, serta waktu pemberian?
11.Bagaimana cara masyarakat menerima “gaji”, apakah melalui KUD atau
langsung kepihak Torganda?
12.Sepengetahuan anda apa saja syarat untuk menjadi anggota PIR?
13.Bagaimana perekonomian anda sebelum dan sesudah bergabung dengan
PIR?
14.Menurut anda, dampak apa saja yang terjadi setelah kehadiran pola PIR?
15.Menurut anda pihak mana saja yang terlibat dalam pengelolaan pola PIR
16.Apakah ada kontrak antara masyarakat dengan pihak Torganda, baik
menyangkut peraturan, sistem pengelolaan dan bagi hasil?
17.Sepengetahuan anda apakah pernah terjadi konflik yang melibatkan
pihak-pihak yang terlibat?
18.Jika ada, bagaimana proses penyelesaiannya dan pihak mana saja yang
II. Pengurus KUD Karya Bakti ( Informan Biasa)
Identitas Informan
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
1. Sudah berapa anda tinggal di desa ini?
2. Apakah anda memiliki lahan perkebunan pribadi?
3. Sejak kapan anda bergabung dengan PIR?
4. Kapan awal pembentukan KUD Karya Bakti, apakah bersamaan dengan
pembentukan PIR, serta pihak mana saja yang terlibat?
5. Apa posisi anda di KUD Karya Bakti dan peran anda?
6. Apa saja yang menjadi syarat untuk menjadi pengurus KUD?
7. Bagaimana peran KUD dalam pengelolaan pola PIR?
8. Menurut anda bagaimana peran Torganda dalam pengelolaan PIR?
9. Bagaimana bagi hasil yang diterapkan dalam pengelolaan pola PIR?
10.Menurut anda apakah dampak dari pengembangan pola PIR terhadap
masyarakat?
11.Apakah pernah terjadi konflik yang melibatkan pihal-pihak yang terkait?
13.Apakah ada hubungan yang terbentuk antara KUD dengan perangkat desa?
14.Apakah anda memiliki jadwal pertemuan rutin dengan pihak Torganda,
terkait dengan pengembangan pola PIR?
15.Apakah anda memiliki jadwal pertemuan rutin dengan masyarakat terkait
III. Pihak Perkebunan (Informan Kunci)
Identitas informan
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan/ jabatan :
Alamat :
1. Sejak kapan perkebunan Torganda hadir di daerah ini, serta kapan
pembangunan perkebunan dengan sistem pola PIR?
2. Apa yang menjadi latar belakang dibangunnya pola perkebunan inti rakyat?
3. Model pola PIR seperti apa yang diterapkan oleh pihak Torganda dengan
masyarakat?
4. Apa saja syarat untuk bergabung dalam pengembangan pola PIR ini?
5. Apakah ada kontrak tertulis yang menjadi pedoman bagi pihak Torganda dan
masyarat?
6. Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan?
7. Apakah pernah terjadi konflik dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem
inti rakyat?
8. Pihak mana saja yang terlibat dalam pengelolaan sistem perkebunan inti
9. Bagaimana sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat yang diterapkan oleh
pihak Torganda?
10.Apakah pihak Torganda pernah melakukan sosialisasi berkaitan dengan
pengelolaan perkebunan?
11.Apakah perangkat desa dilibatkan dalam pengelolaan PIR?
12.Berapa lama kontrak yang terjalin antara perkebunan Torganda dengan
IV. Perangkat Desa (Informan Biasa)
Identitas informan
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Alamat :
1. Apakah anda mengetahui mengenai pola PIR yang sedang dijalin oleh
pihak Torganda dengan masyarakat desa Mahato Timur?
2. Menurut anda apakah dampak dari pengembangan pola PIR kepada
masyarakat desa Mahato Timur?
3. Apakah ada peran perangkat desa dalam pengelolaan PIR?
4. Apakah pernah terjadi konflik dalam pengelolaan PIR?
5. Apakah perangkat desa pernah menfasilitasi masyarakat desa dan pihak
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Soekanto, Soerjono.2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Raja Wali Press.
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta. Kencana
Burhan, Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Kencana prenada Media Grup
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternative
Pendekatan. Jakatra. Kencana Prenada Media Grup.
Raharjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta. Gajah Mada Universitas
Press.
Narwoko,dwi dan bagong suyanto. 2010. Sosiolosi Teks Pengantar Dan
Terapan.Jakarta. Kencana Prenada Media Grup.
P. Johnson, doyle. 1989. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Diterjemahkan oleh
Robert M.Z lawang. 1994. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Soekirman. 2013. Onderveming Van Sergei. Yogjakarta. Pustaka Raja.
Setiadi,Elly dan Usman Kholip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Kencana
Sumber Jurnal:
Sufyan. Ibnu. 2014. Sawit Melalui Pola Inti Rakyat. Jurnal Ilmu Hukum
Legal Opinion Online. Edisi 3. Vol 2.
Fadjar. Undang. 2006. Kemitraan Usaha Perkebunan: Perubahan Struktur
Yang Belum Lengkap. Jurnal Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.
Vol 24. No 1.
Zahri. Imron. 2013. Gagasan Mengatasi Masalah Ekonomi Rumah Tangga
Petani Dalam Kemitraan Inti Plasma Pola PIR Kelapa Sawit. Jurnal
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Online.
2016).
Rahman. 2015. Komitmen Pelaku Kemitraan Terhadap Efesiensi Dan
Keberlanjutan Usaha Tani Kelapa Sawit Plasma. Jurnal Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya online.
(diakses pada
tanggal 28 Juli 2016).
Pakpahan. Agus. 2013. Perkebunan Inti Rakyat Generasi Ke-II: Trasformasi
Dari Ketergantungan Ke Kemandirian Ekonomi.
pada tanggal 28 Juli 2016).
Mei 2016 pukul 20.12 WIB).
(diakses pada 11 Mei pukul 14.50 WIB).
WIB).
BAB III
METODE PENELITIAN
2.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan
memecahkan masalah. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif,
dengan melakukan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan data, tulisan, ucapan, dan tingkah laku yang dapat diamati oleh
orang-orang (subjek) itu sendiri (Arief, 1992).
Penelitian dengan menggukan pendekatan deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan, meringkas bagaimana kondisi berbagai situasi atau berbagai
variable yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek penelitian (bungin, 2007).
melalui penelitian ini penulis menjelaskan mendeskripsikan bagaimana pola hubunga
dalam pengelolaan perkebunan sawit masyarakat desa nahato timur dengan pihak
perkebunan torganda dengan system pola perkebunan inti rakyat.
2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan dimana tempat atau wilayah penelitian tersebut
dilaksanakan. Yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Desa
Mahato timur. Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Adapun yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian didaerah ini adalah
1. Mayoritas masyarakat desa mahato timur memiliki lahan perkebunan dengan
2. Peneliti cukup mengetahui daerah lokasi ini dan mengenal masyarakat di desa
ini sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil data.
2.3 Unit Analisis Data Dan Informan
2.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah sesuatu yang diperhitungkan menjadi suatu objek
penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian ( bungin,2007). Dalam penelitian
ini yang menjadi unit analisis adalah masyarakat yang memiliki lahan perkebunan
dengan sistem pola perkebunan inti rakyat.
2.3.2 Informan
Informan dalam penelitian berkaitan dengan bagaimana langkah yang
ditempuh agar data atau informan dapat diperoleh. Jadi informan penelitian
merupakan subjek yang memagami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun
orang lain yang memahami objek penelitian (bungin, 2007). Pemilihan informan
tidak selalu wakil dari onjek penelitian, tetapi infoeman memiliki pengetahuan yang
cukup serta mampu menjelaskan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini, pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive
sampling yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai criteria
terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tersebut. Ukuran sampel dalam teknik
purposive sampling adalah ditentukan atas dasar titik kejenuhan yang artinya yaitu
informan tidak dapat ditentukan sampai data dari informan yang berikutnya tidak lagi
menambah informasi atau data. yang menjadi informan peneliti meliputi:
2. Pengurus KUD Karya Bakti
3. Pihak perusahaan perkebunan inti
4. Perangkat desa atau pemerintah
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi atau data yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Dalam pengumpulan data
dilakukan dengan beberapa metode untuk memperoleh data atau informasi. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu:
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi
oleh peneliti dilapangan. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Sementara
observasi adalah pengamatan yang menyeluruh terhadap gejala-gejala social yang
dilihat dilapangan. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data peneliti melalui pengamatan dan penginderaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari
obkjek penelitian atau sumber penelitian lain. Data sekunder diperoleh dengan cara
studi kepustakaan dan pencatatan dokumen. Baik itu pengupulan informasi dari
buku-buku referensi, dokumen, surat kabar, internet, jurnal dan artikel yang dianggap
2.5 Interpretasi Data
Interpretasi data adalah analisis keseluruhan data yang telah diperoleh melalui
setiap observasi, wawancara, dan dokumentasi baik itu data sekunder maupun data
primer. Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh
dari setiap informaasi.
2.6 Jadwal Kegiatan
No Jenis Kegiatan
Bulan Ke-
1 Pra observasi
2 Penyusunan proposan seminar
3 Seminar proposal penelitian
4 Revisi proposal seminar
5 Penelitian Ke Lapangan
6 Pengumpulan Dan Interpretasi Data
7 Bimbingan Skripsi
8 Penulisan laporan akhir
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografis Desa Mahato Timur
Desa Mahato Timur terletak di kecamatan Tambusai Utara kabupaten Rokan
Hulu provinsi Riau. Luas Desa Mahato Timur adalah 2000 Ha dengan jumlah
penduduk 450 kepala keluarga yang terdiri atas 1.345 jiwa. Desa Mahato Timur
merupakan pemekaran dari desa Mahato, yang mengalami pemekaran pada tahun
2006. Desa Mahato Timur terdiri atas tiga dusun, yaitu dusun satu Mompa, dusun dua
Sidomulyo, dan dusun tiga Batang Buruk. Desa Mahato Timur memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sei Talas
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rantau Kasai
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mahato Sakti
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Damai
Adapun luas Desa Mahato Timur adalah 2000 hektar, sebagian besar terdiri
atas perkebunan kelapa sawit, perkebunan pohon karet, perumahan masyarakat,
Tabel 4.1
Luas areal pertanahan Desa Mahato Timur
NO PENGGUNAAN LUAS (HEKTAR)
1 Perkebunan 1500
2 Perumahan 450
3 Fasilitas umum 20
4 Rawa 30
Jumlah 2000
Sumber: kantor kepala Desa Mahato Timur
4.1.2 Gambaran Penduduk Desa Mahato Timur
4.1.2.1 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk desa mahato timur berdasarkan data kantor kecamatan
tambusai utara kabupaten rokan hulu provinsi riau pada tahun 2016 adalah 1,354 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga atau KK 450 dengan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 656 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 698 jiwa ( kantor kepala desa
Mahato Timur). Terdapat berbagai suku yang mendiami Desa Mahato Timur, yaitu
suku batak toba, simalungun, karo, mandailing, suku jawa, dan melayu. Mayoritas
penduduk Desa Mahato Timur berprofesi sebagai petani kelapa sawit, wiraswasta, dan
PNS. Dibidang wiraswasta meliputi pedagang, pengusaha tempe dan tahu, serta toke
4.1.2.2 Penduduk Berdasarkan Agama
Mayoritas penduduk Desa Mahato Timur memiliki memeluk agama islam dan
ikuti oleh agama Kristen protestan dan katolik. Adapun komposisi penduduk
berdasarkan agamanya dapat dilihat di tabel 4.2
Tabel 4.2
Komposisi penduduk desa mahato timur berdasarkan agama
No Agama Jumlah
1 Islam 1184
2 Protestan 162
3 Katolik 8
Jumlah 1354
Sumber: kantor kepala desa mahato timur
4.1.3 Gambaran Sarana dan Prasarana
4.1.3.1 Sarana di Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mengembankan diri baik
secara kepribadian maupun intelektual, baik itu pendidikan formal maupun informal.
Sarana di Bidang Pendidikan yang terdapat di Desa Mahato Timur adalah satu
sekolah negeri dan sekolah swasta. Di desa Mahato Timur hanya terdapat satu
sekolah dasar negeri dan satu sekolah berbasis agama islam setingkat dengan sekolah
dasar dan 2 sekolah pendidikan anak usia dini. Sementara untuk fasilitas pendidikan
setingkat SLTP dan SLTA berada di desa lain yang jaraknya kurang kurang lebih 2
4.1.3.2 Sarana di Bidang Kesehatan
Sarana Kesehatan yang terdapat di Kelurahan Pasar Baru adalah Praktek Dokter,
bidan dan Posyandu. Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan tersebut guna untuk
menunjang dan mendukung kesehatan masyarakat. Kesehatan juga merupakan salah
satu faktor penentu kualitas dari suatu penduduk. Adapun komposisi sarana di bidang
kesehatan dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.3
Komposisi Jumlah Sarana Kesehatan di Kelurahan Pasar Baru
No Sarana Kesehatan Jumlah
1 Rumah Sakit -
2 Puskesmas -
3 Praktek Bidan 5
4 Praktek Dokter 1
5 Posyandu 1
JUMLAH 7
Sumber: kantor kepala desa mahato timur
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat kita lihat bahwa hanya ada Praktek Dokter,
bidan dan Posyandu di Desa Mahato Timur. Adapun fasilitas Rumah Sakit,
Puskesmas, terdapat di desa lain yang berada tak jauh dari Desa Mahato Timur.
4.1.3.3 Sarana di Bidang Peribadatan
Dalam hal peribadatan, masyarakat membutuhkan tempat untuk ibadah.
Adapun komposisi jumlah rumah ibadah yang terdapat di Desa Mahato Timur,
Tabel 4.4
Komposisi Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Mahato Timur
No Sarana Peribadatan Jumlah
1 Mesjid 2
2 Mushola 8
3 Gereja 2
JUMLAH 12
Sumber:kantor kepala desa mahato timur
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, jumlah rumah ibadah yang paling banyak adalah
Mushola, kemudian Mesjid, dan gereja.
4.1.3 Sejarah Perkebunan Inti Rakyat Di Desa Mahato Timur
Perkebunan kelapa sawit tersebar didesa mahato timur, hal ini disebabkan
karena mayoritas penduduk desa mahato timur bermata pencaharian sebagai petani
kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit yang tersebar di desa mahato timur
merupakan perkebunan kelapa sawit rakyat. Karena merupakan perkebunan rakyat,
sistem pengelolaannya masih bersifat sederhana baik itu menyangkut sistem
permodalan, luas areal lahan yang dikelola, sistem perawatan dan penggunaan
teknologi serta pengetahuan masyarakat mengenai kelapa sawit masih rendah. Pada
tahun 1994 PT. Torganda hadir dikecamatan Tambusai Utara, dimana pihak
perusahan membuka lahan perkebunan kelapa sawit. PT. Torganda menjalin kerja
sama dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem pola PIR pertama kali dengan
desa Rantau Kasai yang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan
Dalam perkembangannya pihak PT.Torganda mulai menjalin kerja sama
dengan desa Mahato dalam hal pengelolaan perkebunan pada tahun 2005. Desa
Mahato Timur belum mengalami pemekaran ketika pertama kali menjalin kerja sama
dengan pihak PT.Torganda. Desa Mahato Timur memiliki tanah ulayat seluas 600
hakter yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak PT.Torganda, dimana 400
hektar dibagikan kepada 200 kepala penduduk desa Mahato Timur dan 200 hektar
menjadi milik PT. Torganda. Masyarakat desa Mahato Timur menjalin kerja sama
dengan pihak PT. Torganda didasari oleh berbagai faktor, yaitu kekurangan modal
dalam pembukaan karena lahan didominasi oleh rawa, kekurangan tenaga, teknologi,
ijin pembukaan lahan, dan pengetahuan yang terbatas dalam hal pengelolaan
perkebunan.
Kehadiran PT.Torganda di kecamatan Tambusai Utara memberikan dampak
yang positif bagi kehidupan masyarakat desa, terutama petani kelapa sawit. Secara
tidak langsung banyak petani kelapa sawit di kecamatan Tambusai Utara yang melihat
dan meniru sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang diterapkan oleh
PT.Torganda. seperti meniru penanaman, pemakaian pupuk, alat-alat perkebunan, dan
sistem pemanenan. Selain itu PT.Torganda juga memiliki pabrik pengolahan kelapa
sawit, dan mereka juga membeli hasil perkebunan kelapa sawit milik rakyat. Karena
kedekatan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan lahan rakyat maka harga hasil
perkebunan rakyat relatif besar.
4.1.4 Kehidupan Sosial Petani Kelapa Sawit Desa Mahato Timur
Usaha perkebunan kelapa sawit didesa mahato timur meliputi petani sawit,
sebagai pemilik lahan, buruh tani, dan toke atau tengkulak. Penduduk desa mahato
60 ha. Penduduk desa mahato timur yang memiliki luas areal perkebunan < 3 ha
bekerja juga sebagai buruh tani, dimana gaji mereka untuk pemanen dihitung perkilo
kelapa sawir yang dipanen, serta untuk pekerjaan lainnya contohnya dalam hal
perawatan tanaman digaji perhari. Untuk upah memanen, para buruh tani dibayar Rp
100 perkilo, untuk pemupukan dan penunasan Rp.1000 perpokok dan pekerjaan
lainnya dibayar sebesar Rp. 100.000 perhari. Hal ini juga dapat mempengaruhi
pendapatan para buruh tani, jika para buruh tani tidak dapat bekerja mereka masih
memiliki pendapatan dari lahan perkebunannya walaupun dengan jumlah sedikit.
Sementara untuk harga kelapa sawit berkisar antara Rp.1200 - 1.400 perkilo
dimasyarakat.
Interaksi yang terjalin diantara petani kelapa sawit terjadi secara langsung baik
itu antara petani dengan buruh tani maupun dengan toke. Interaksi yang terjalin antara
petani sawit dan toke meliputi pada penjualan hasil perkebunan kelapa sawit,
pembelian pupuk dan alat-alat pertanian, serta peminjaman modal oleh petani.
Keterikatan antara toke dengan petani kelapa sawit tidak tertulis atau tidak andanya
kontrak hanya berdasarkan hubungan keluarga, hubungan marga, kepercayaan, harga
dan pinjaman. Interaksi yang terjalin antara petani kelapa sawit dengan buruh tani
terjadi karena adanya kerja sama antara petani dengan buruh tani sementara interaksi
para buruh tani terjadi terjalin pada sesama buruh tani yang memiliki satu petani
sawit.
Kehidupan sosial petani kelapa sawit desa Mahato Timur mengalami
perubahan setelah kehadiran PT.Torganda. Kehadiran PT.Torganda di kecamatan
Tambusai Utara memberikan dampak pada kehidupan masyarakat desa Mahato
Timur, baik itu dampak positif maupun negatif. Kehadiran PT.Torganda di kecamatan
seperti dalam hal pengetahuan akan penanaman dan perawatan tanaman, pembukaan
lapangan pekerjaan, serta peningkatan pendapatan. Sementara untuk dampak
negatifnya hanya sebatas permasalahan lingkungan saja. Hal seperti ini juga dirasakan
masyarakat desa Mahato Timur khususnya setelah bergabung menjadi petani plasma
pada sistem pengelolaan perkebunan dengan sistem pola PIR yang diterapkan oleh
PT. Torganda.
Pengembangan perkebunan dengan sistem perkebunan inti rakyat mampu
memberikan dampak positif kepada petani kelapa sawit desa mahato timur. Dimana
tidak hanya pada segi pendapatan tetapi juga pada segi pengetahuan. Secara langsung
kehadiran Torganda mampu meningkatkan pendapatan masyarakat terutama petani
plasma mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit PT.Torganda pada awal
pembentukan pola PIR, sering melakukan pertemuan kepada masyarakat desa. Pihak
perusahaan melakukan sosialisasi tentang perkebunan kepada masyarakat dimana
secara langsung memberikan pengetahuan sekaligus pelatihan kepada masyarakat
yang berkaitan dengan pengelolaan perkebunan. Selain itu masyarakat desa juga dapat
mengoptimalisasi penggunaan lahan, dimana lahan yang terbengkalai sebelumnya
karena kekurangan modal dapat digunakan, pemasaran hasil perkebunan dan juga
tentu saja hal ini mempengaruhi pendapatan masyarakat desa.
4.2 Profil Informan
1. Derbin Purba ( LK, 46 tahun)
Informan bapak Derbin Purba merupakan petani kelapa sawit yang memiliki
lahan perkebunan pribadi yang terdapat di Desa Mahato Timur kecamatan tambusai
utara. Informan bapak Derbin Purba yang lebih dikenal dengan sebutan bapak vita,
SMA. Istri informan tidak memiliki pekerjaan, namun ikut membantu pekerjaan di
kebun kelapa sawit mereka. Bapak Derbin Purba tinggal di desa Mahato Timur pada
tahun 1999, informan memiliki lahan perkebunan kelapa sawit dengan luas 10 ha.
Dalam pengelolaan perkebunan bapak Derbin Purba dibantu oleh beberapa
orang buruh tani yang bekerja untuk beliau. Sebagai seorang petani informan jarang
sekali berada dirumah, informan masih ikut keladang untuk melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan perawatan kelapa sawit seperti menyemprot, memupuk, dan
menunas walaupun tetap dibantu oleh buruh tani. Dalam menjual hasil pertaniannya
bapak Derbin Purba menjualnya langsung kepada toke atau tengkulak. Menurut
informan menjadi petani kelapa sawit lebih enak dibandingkan dengan petani lainnya
hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti kemudahan dalam mengurus
tanaman, kepastian harga jual hasil pertanian dll.
2. S. damanik ( LK 44 tahun)
Informan bapak S. Damanik merupakan seorang asisten pada perkebunan inti
rakyat yang dikelola oleh pihak perusahaan Torganda. Bapak S, damanik menjabat
sebagai asisten afdeling 1. Bapak S. damanik merupakan tamantan SMA yang telah
lama bekerja pada perusahaan Torganda. Bapak S.Damanik telah menikah dan
memiliki satu orang anak, Bapak S.Damanik tinggal di perumahan staf, didaerah PKS
milik Torganda.
3. Daniel Tarigan ( LK, 45 tahun)
Informan bapak Daniel tarigan merupakan petani kelapa sawit di desa Mahato
Timur yang memiliki lahan pribadi. Selain itu bapak Daniel tarigan juga menjabat
wadah antara petani plasma desa mahato timur dengan pihak perusahaan inti dalam
pengelolaan perkebunan kelapa sawit dengan sistem pola PIR. Bapak Daniel tarigan
menjabat sebagai sekretaris pada koperasi karya bakti sejak pertama kali koperasi ini
dibentuk yaitu pada tahun 2005.
Sebagai seorang sekretaris pada koperasi karya bakti bapak Daniel tarigan
lebih banyak mengetahui tentang perkebunan inti rakyat yang ada di desa mahato
timur serta perkembangannya. Ketika peneliti datang pertama kali untuk meminta izin
melakukan penelitian di perkebunan inti rakyat, informan mengizinkan dan menerima
dengan baik kehadiran peneliti. Selain menjadi sekretaris pada koperasi kaeya bakti
informan juga sebagai petani plasma pada perkebunan inti rakyat. Selain itu informan
juga bekerja sebagai toke atau tengkulak yang menampung hasil-hasil pertanian milik
masyarakat desa mahato timur.
Bapak Daniel tarigan tidak hanya berhubungan dengan masyarakat desa
mahato dalam hal pengelolaan dan perkembangan perkebunan inti rakyat tetapi juga
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hal penjualan hasil pertanian serta
pembelian alat-alat pertanian.
4. Hamson siregar (LK, 56 tahun)
Informan bapak hamson siregar merupakan kepala desa mahato timur.
Informan juga merupakan petani plasma pada perkebunan inti rakyat yang sedang
dikelola oleh perusahaan inti yaitu Torganda. Sebagai seorang kepala desa bapak
hamson siregar tau betul mengenai kerja sama yang sedang dijalanin oleh masyarakat
desa mahato timur dengan pihak perusahaan Torganda. Bapak hamson siregar juga
memiliki lahan perkebunan kelapa sawit pribadi. Selain itu bapak Hamson Siregar
pendirian pola PIR bapak Hamson Siregar memiliki cukup besar andil dalam
pembentukannya. Bapak Hamson Siregar juga telah lama tinggal di desa Mahato
Timur, beliau lahir dan besar di desa ini. Orang tua dari bapak Hamson Siregar
merupakan orang yang ikut dalam pembukaan desa ini pada awanl terbentuknya.
Bapak Hamson Siregar memiliki lahan kelapa sawit seluas 8 hektar dimana semuanya
telah berbuah, setiap bulannya produksi lahan kelapa sawit bapak Hamson kurang
lebih 12 ton. Bapak Hamson juga masih memiliki dua orang anak yang masih
sekolah.
5. Ibu Mita ( PR, 42 tahun)
Informan ibu Mita merupakan petani plasma desa Mahato Timur, ibu Mita
tinggal di dusun 1 Mompa sejak tahun 1998 setelah menikah. Ibu Mita juga memiliki
lahan perkebunan pribadi, seluas 6 hektar. Ibu Mita telah menikah dan memikili 3
orang anak, namun suami ibu Mita telah meninggal dunia pada tahun 2008. Ibu Mita
memiliki tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anak-anaknya semenjak
suaminya meninggal. Penghasilan ibu Mita dari hasil lahan pribadinya memang sudah
mencukupi untuk membiayai anak-anaknya, baik itu kehidupan sehari-hari dan biaya
pendidikan. Namun dengan adanya lahan ibu Mita dengan sistem pola PIR, maka
penghasilan ibu Mita setiap bulannya bertambah. Penghasilan tambahan ini digunakan
ibu mita untuk menambahi tabungannya untuk rencana masa depannya yaitu untuk
6. Bapak Khodir Nasution ( LK, 55 tahun)
Informan Bapak Khodir tinggal di desa Mahato Timur sejak tahun 1983.
Bapak Khodir Nasution tinggal di dusun 3 Batang Buruk, informan telah menikah dan
memiliki 5 orang anak yang semuanya telah menikah dan tinggal terpisah dari bapak
Khodir. Bapak Khodir awalnya hanya memiliki 7 lahan sawit dan telah dibagikan
kepada kelima anaknya, dan lahan perkebunan sawit milik informan sendiri tinggal 1
hektar. Informan Khodir Nasution merasa sangat terbantu dengan adanya sistem
pengelolaan perkebunan inti rakyat yang dikembangkan oleh Torganda. Dikarenakan
setiap bulannya informan bisa memperoleh pendapatan tambahan yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena menurut informan hasil dari lahan sawit
pribadinya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, biaya berobat, dan
pengeluaran lainnya.
Oleh karena itu dengan adanya pendapatan tambahan dari bapak angkat ini
mampu setidaknya meringankan beban pengeluaran keluarga. Selain itu menurut
informan sistem pengelolaan perkebunan inti rakyat tidak menyusahkan petani,
karena yang mengurus semuanya pihak perkebunan, selain itu petani juga tidak
mengeluarkan biaya dalam pengembangan perkebunan ini. Petani hanya tinggal
mendatangi pengurus KUD setiap bulannya untuk mengambil gaji, tampa adanya
7. Mariati Tarigan (PR, 51 tahun)
Informan Mariati Tarigan tinggal di dusun 1 Mompa, sejak tahun 1988.
Informan pindah dari daerah kisaran bersama dengan suami seluruh keluarganya dari
daerah kisaran ke desa Mahato Timur. Pertama kali pindah hingga sekarang informan
telah memiliki lahan pribadi di desa Mahato Timur seluas 6 hektar, selain itu
informan juga memiliki lahan pribadi didaerah bukit harapan seluas 15 hektar.
Mendiangan suami informan merupakan salah satu penggagas dalam pembentukan
pola PIR. Menurut penuturan informan, suaminya dulu yang mendata seluruh warga
desa yang menjadi anggota atau petani plasma. Informan memiliki 3 orang anak dan
ketiganya telah menikah. Informan memiliki kehidupan yang baik dari segi ekonomi.
Tetapi walaupun demikian menurut informan hasil dari bapak angkat sangatlah
membantunya. Setiap bulannya dia telah memiliki pendapatan tampa harus bekerja
terlebih dahulu, dan tampa mengeluarkan biaya apapun.
8. Mika ( PR, 48)
Informan ibu Mika tinggal didesa Mahato Timur sejak tahun 1990. Suami ibu
Mika telah meninggal dan dia memiliki 4 orang anak. Ibu Mika hanya memiliki 1
hektar lahan pribadi oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhannya informan Mika
bekerja sebagai buruh dilahan perkebunan kelapa sawit milik petani sawit lainnya.
Anak pertama ibu Mika telah menikah, anak kedua dan ketiganya telah taman SMA
dan tidak melanjut kuliah, dan anak keempat informan sekarang kelas 2 SMA. Kedua
anak informan yang telah taman SMA telah bekerja diluar kota, mereka tidak
melanjut karena menurut informan dia tidak memiliki biaya untuk menguliahkan
kedua anaknya, karena hasil dari lahan 1 hektar milik informan juga harus dibagi
informan masih bersekolah, pandapatan dari bapak angkat sangatlah membantunya.
Dia menggunakan seluruh pendapatan dari bapak angkat untuk membiayai sekolah
ketiga anaknya. Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan
lainnya dari hasil lahan pribadinya dan dari upahnya sebagai buruh di kebun milik
orang. Setelah kedua anaknya tamat, informan masih menggunakan hasil dari bapak
angkat untuk membiayai sekolah anak terakhirnya.
9. Bapak Bangun Munthe (LK, 47 tahun)
Informan Bangun Munthe tinggal di dusun tiga sejak tahun 2000. Informan
Bangun Munthe telah menikah dan memiliki 5 orang anak. Anak pertama informan
telah menikah dan anak keduanya telah bekerja, tiga lagi anaknya masih sekolah.
Informan Bangun Muthe tidak memiliki lahan pribadi, informan Bangun Muthe
bekerja sebagai buruh tani dan istri Bangun Muthe bekerja sebagai buruh pengutup
berondolan kelapa sawit. Kehadiran bapak angkat sangat menguntungkan menurut
informan Bangun Muthe, karena dengan adanya uang dari bapak angkat dapat
membantu memenuhi kebutuhan keluarganya dan biaya pendidikan anaknya. Setiap
bulannya informan Bangun Muthe menerima uang bapak angkat RP. 1.000.000-
1.500.000 yang dia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Upah yang diterima oleh
informan Bangun Munthe dari dari kerjanya sebagai buruh tani adalah RP 100.000
perhari, tetapi pekerjaan sebagai buruh tani tidaklah ada setiap harinya. Sementara
untuk penghasilan istrinya sebagai buruh pengutip berondolan tidaklah tetap, karena
berondolan yang didapat setiap hari juga tidak pasti. Setiap hari istri informan
mendapatkan berondolah sawit sekita 15- 50 kg yang kemudian dijual kepada toke
sawit dimana harga perkilonya sekitar Rp 1300-1400, dan hasil penjualan inilah yang
4.3 Pola Interaksi Asosiatif Dan Disosiatif Pada Petani Plasma Desa Mahato
Timur Dengan Perusahaan Inti Dalam Pengelolaan Perkebunan.
4.3.1 Kerja Sama Dalam Pembagian Lahan Dan Pengelolaan Lahan
Perkebunan
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terjadi interaksi baik itu antara
individu dengan individu atau dengan kelompok begitu juga sebaliknya. Interaksi
yang terjadi pada masyarakat bersifat langsung maupun tidak langsung. Interaksi yang
sering terjadi pada suatu kelompok sosial pada satu masyarakat adalah kerja sama.
Kerja sama yang terjalin antara individu maupun kelompok terjadi karena adanya
kepentingan bersama yang berkaitan dalam mencapai tujuan bersama. Intensitas
pertemuan dalam suatu kelompok sosial ataupun antara kelompok sosial yang sedang
bekerja sama dapat juga meningkatkan kerja sama yang terjalin. Kerja sama terjadi
antara dua pihak yang telah sepakat untuk melakukan suatu aktivitas bersama yang
bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama.
Menurut Charles Cooley (dalam Soekanto, 2012: 66) “kerja sama timbul
apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada
saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan cukup pengendalian terhadap diri
untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta
yang penting dalam kerja sama yang berguna”. Kerja sama yang terjalin antara petani
plasma dan perusahaan inti merupakan kesepakatan bersama antara kedua pihak
dalam mencapai tujuan bersama. Seperti penuturan informan Bapak Derbin Tondang
(45 tahun) sebagai berikut:
“Kerja sama yang terjalin antara petani plasma desa mahato timur
tahun 2005. Dimana kami sepakat menyerahkan lahan desa kami yah
dapat dikatakan kayak tanah ulayat gitulah, kepada torganda untuk
dikelolah dalam sistem PIR. Yah kami hanya penyedia lahan saja
untuk mengelola yah pihak torganda dek. Tujuan kami menjalin
kerja sama ini yahh sama supaya bisa meningkatkan penghasilan
saja.”
Dalam menjalankan kerja sama yang melibatkan berbagai pihak tahap pertama
adalah pembentukan wadah atau tempat berinteraksi dalam menjalankan kerja sama,
umumnya pada pola kemitraan pihak yang terlibat telebih dahulu membentuk KUD
atau koperasi unit desa. Pembentukan KUD menjadi wadah atau tempat berinteraksi,
memiliki tujuan untuk mempermudah semua pihak untuk melaksanakan kerja sama
yang telah disepati. Selain itu pembentukan KUD sendiri juga betujuan untuk menjadi
tempat untu para petani plasma menyampaikan pendapat dan inspirasinya yang
berkaitan dengan pola kemitraan yang sedang dijalin. Sama halnya dengan kerja sama
yang sedang dijalin dalam sistem pola perkebunan inti rakyat antara masyarakat desa
Mahato Timur dengan Torganda. Mereka juga membentuk wadah yang menjadi
tempat kedua belah pihak untuk berinteraksi, seperti penuturan Ibu Mita berikut:
“Awal-awal kan, kami rapat dulu hanya untuk pembentukan KUD, nama
KUD Karya Bakti. Terus pemilihan pengurusnya juga. Tapi
kepengurusannya telah berganti sekali. Sementara untuk pemilihan para
pengurus pada koperasi unit desa Karya bakti ditentukan dengan cara
pemilihan secara langsung oleh para petani plasma.”
Hal serupa juga dituturkan oleh Bapak Daniel berikut:
“Saya dicalonkan dari perwakilan petani dan disarankan oleh sesama
teman petani, lalu mereka juga yang memilih saya secara langsung
seperi pemungutan suaralah. Saya menang dan menjadi sekretaris II,
Dalam pengelolaan perkebunan dengan menggunakan sistem pola inti rakyat,
interaksi yang terjalin antara masyarakat desa dengan perusahaan perkebunan besar
lebih jelas terlihat. Hal ini dikarenakan adanya jalinan kerja sama yang telah dibuat
mengharuskan kedua pihak berhubungan secara langsung. Interaksi yang terjalin
antara pihak Torganda dengan petani plasma desa Mahato Timur juga terjadi dalam
hal pembagian lahan. Kesepakatan penyerahan lahan dan pembagian lahan merupakan
kesepakan awal yang harus dijalani dalam sistem pengelolaan perkebunan dengan
sistem pola inti rakyat. Kesepakatan penyerahan lahan dan pembagian lahan sering
kali mengalami kesulitan hal ini dikarenakan kedua belah pihak sama-sama ingin
mendapatkan lahan perkebunan yang luas. Masyarakat desa Mahato Timur
menyerahkan 600 hektar tanah ulayat desa Mahato kepada pihak perkebunan. Dimana
400 hektar lahan perkebunan dibagikan kepada 200 kk petani plasma, dan 200 hektar
menjadi milik Torganda. Seperti penuturan informan S.Damanik yang merupakan
asisten afdeling dari perkebunan Torganda.
“Kami mengelola 600 hektar milik masyarakat Desa Mahato, 400
hektar dibagikan kepada 200 petani plasma dimana mereka
mendapatkan 1 kavling perkepala keluarga atau 2 hektar lahan sawit.”
Begitu juga dengan penuturan informan Khodir Nasution:
“Kami menyerahkan tanah ulayat desa kami kepada Torganda untuk
dikelola mereka, dan setelah itu kami dapat 2 hektarlah perkeluarga.
Yang menyerahkan itu kami semua anggota PIR sama perangkat
desalah.”
Pada penyerahan lahan, pihak perangkat desa juga terlibat. Karena dalam
penyerahannya dilakukan oleh kepala desa. Hal ini dibenarkan oleh kepala desa
Mahato Timur., yaitu informan Hamson Siregar:
“Penyerahan lahannya dilakukan sama kepala desa, waktu itu kan
menyerahkan kepala desa Mahato. Tapi aku udah ikut disitu, karena
aku waktu itu kadus Mahato Timur ini.”
Pada pelaksanaan kerja sama dalam hal ini pengelolaan perkebunan, interaksi
yang terjalin lebih sedikit. Hal ini dikarenakan pada kesepakatan awal, dimana sistem
pengelolaan, mulai itu dari dari pembukaan lahan, pembibitan tanaman, penanaman,
perawatan tanaman, pemanenan, hingga penjualan hasil perkebunan sepenuhnya
menjadi tanggung jawab perusahaan inti. Sama seperti kerja sama antara petani plasma
desa Mahato Timur dengan PT.Torganda, petani plasma desa Mahato Timur hanya
berperan sebagai penyedia lahan perkebunan, sementara pihak PT.Torganda memiliki
peran lebih besar. Pihak PT.Torganda berperan sebagai pengelola perkebunan, yang
meliputi penyedia modal, tenaga kerja, alat-alat perkebunan, penampung hasil
perkebunan dan perawatan tanaman. Seperti penuturan inforrman Mariati Tarigan
berikut:
“Kami hanya punya lahan itu saja, itupun punya desanya. Kalo semua
biayanya Torganda yang mengeluarkan sampe penggajian
karyawannya Torganda yang bayar. Pokoknya cuman lahan ajalah dari
kami. Karna kami gak pernah dipungut biaya apapun dari awal sampe
sekarang.”
Berdasarkan hasil wawancara para informan dan obsorvasi, kesepakatan kerja
sama sejak tahun 2005 antara petani plasma denga pihak PT.Torganda bertujuan
untuk membantu dan meningkatkan pendapatan petani kelapa sawit desa Mahato
Timur. Tanah ulayat milik desa terbengkalai hal ini karenakan kurangnya modal dan
tenaga dalam pembukaan lahan dan pengelolaan lahan. Dengan sistem pengelolaan
perkebunan inti rakyat, lahan yang terbengkalai dapat dikelola dengan baik sehingga
mampu memberikan pendapatan tambahan kepada petani kelapa sawit. Pada awal
pembentukan pola perkebunan inti rakyat, petani plasma dengan Torganda mencapai
KUD, kepengurusan KUD, penyerahan lahan, pembagian lahan dan pengelolaan
lahan. Dalam mencapai kesepakatan antara kedua pihak bukanlah hal mudah,
dikarenakan banyaknya perbedaan pendapat, keinginan,dan tujuan.
interaksi yang terjalin antara petani plasma desa Mahato Timur dengan
PT.Torganda dimulai dari rencana kerja sama yang menjadi kesepakatan antara petani
plasma dengan perusahaan inti. Interaksi yang terjadi dalam hal penyerahan lahan dan
pembagian lahan antara petani plasma dengan Torganda terjadi secara langsung. Pada
penyerahan lahan dan pembagian kontak sosial secara langsung selain itu komunikasi
antara petani plasma dengan Torganda juga terjadi lebih intens. Kontak sosial dan
komunikasi yang merupakan syarat utama terjadinya interaksi sosial terlihat jelas
pada tahap ini, karena pada tahap ini walaupun melibatkan perangkat desa tetapi
perangkat desa hanya berperan pada penyerahan lahan saja kepada Torganda.
Sementara untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian lahan antara petani plasma
dengan Torganda, dan pembagian lahan sesama petani plasma yang berperan
hanyalah petani plasma dan Torganda.
4.3.2 Kerja Sama Dalam Pembagian Hasil
Tahapan selanjutnya yang harus dilalui oleh pihak-pihak yang menjalin kerja
sama dalam pengelolaan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat yaitu
kesepakatan dalam bagi hasil perkebunan. Kontak sosial secara langsung dan
komunikasi yang intens terjadi dalam tahap ini. Pembagian hasil pada pengembangan
perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat dilaksankan berdasarkan
kesepakatan antara petani plasma dengan PT.Torganda. petani plasma hanya tinggal
mendapatkan hasil bersih dari lahan perkebunan milinya yang luasnya 2 hektar. Hasil
keseluruhan dari perkebunan plasma digunakan oleh pihak perusahaan untuk
menutupi biaya pengelolaan, pemotongan hutang pokok dan sisanya merupakan gaji
yang diberikan kepada petani plasma. Setiap bulannya, sudah ada kesepatan bersama
besaran biaya pengelolaan dan hutang pokok yang dipotong. Sehingga petani plasma
dilakukan oleh pihak perusahaan inti, yaitu: 7% untuk perusahaan inti dan KUD serta
3% untuk petani plasma. Pembagian hasil berubah berdasarkan usia tanaman, dan
masa konversi lahan. Perubahan pembagian hasil umumnya terjadi setelah masa
konversi lahan, dimana petani plasma sudah mulai melakukan pembayaran hutang
pokok setelah masa konversi lahan.
Kerja sama pembagian hasil pada pola pengembangan perkebunan dengan
sistem perkebunan inti rakyat yang dijalani oleh petani plasma desa Mahato Timur
dengan Torganda adalah 7 % : 3% sebelum konversi. Maksudnya adalah 7% untuk
perusahaan dan KUD, dan 3% untuk petani plasma. Seperti penuturan informan
Derbin Purba:
“Sebelum masa konversi, bagi hasilnya 7:3. 7 untuk Torganda dan
KUD dan 3 untuk petani dan setelah konversi baru dilakukan
pemotongan hutang pokok.”
Penuturan informan Dernin Purna juga dibenarkan oleh informan S.Damanik
yang merupakan pekerja di PT.Torganda. Bapak S.Damanik mengatakan sebagai
berikut:
“Tanaman pada usia 5-8 tahun yaitu masa sebelum konversi 7 untuk
perusahaan inti, dan 3 untuk petani. Didalam yang 7% itulah semua
biaya perawatan, produksi, dan pemabayaran tenaga kerja, serta
pembayaran jasa KUD sebesar 3%. Tetapi setelah tanaman berusia 9
tahun dan dilaksanakan konversi maka pemotongan hutan pokok
dilakukan.”
Dalam proses penerimaan hasil perkebunan plasma, petani plasma tidak
langsung berhubungan dengan pihak perusahaan inti yaitu Torganda. Pihak
perusahaan inti menyerahkan hasil perkebuan kepada koperasi Karya Bakti, dan KUD
yang berhubungan langsung dengan petani plasma dalam penyerahan gaji. Petani
plasma setiap bulannya mendatangi pengurus KUD bila mau mengambil uang bapak
“Untuk uang bapak angkat, kami pengurus KUD yang langsung
berhubungan langsung dengan Torganda. Baru setalah itu petani
plasma datang kekami dan mengambil uang bapak angkatnya. Kalo
tanggal penerimaannya gak tetap, kadang diawal kadang diakhi bulan.
Paling kalo udah datang uangnya yah kami baru informasikan kepada
petani plasma dan sesama petani plasma saling memberitahu juga bila
uang datang uang bapak angkat. Tetapi udah pastilah setiap bulan ada,
tanggalnya aja yang gak pasti.”
Kerja sama juga terjadi pada penjualan hasil perkebunan kelapa sawit. Dalam
penjualan hasil perkebunan kelapa sawit juga telah melakukan kesepakatan diantara
petani plasma dengan pihak perusahaan inti. Pada pengembangan perkebunan dengan
sistem pola perkebunan inti rakyat, hasil dari perkebunan dijual kepada perusahaan
inti. Sehingga perusahaan inti memiliki tanggung jawab dalam pembelian seluruh
hasil perkebunan plasma, dan petani plasma tidak lagi kesusahan dalam menjual hasil
perkebunan kelapa sawitnya. Seperti penurturan informan ibu Mika Sipayung:
“Torganda yang mengolah kebun bapak angkat itu, semuanyalah
Torganda. Dari perawatan, panen, sampe dijualpun ke Torganda.
Torganda kan juga punya PKS sendiri, jadi semua bauh sawit dari
kebun bapak angkat ke PKS Torganda dijual.”
Sehingga dalam aturan pegembangan perkebunan dengan sistem pola
perkebunan inti dimana perusahaan inti memiliki kewajiban untuk membeli hasil
perkebunan plasma.dan pada kerja sama pola perkebunan inti rakyat ini perusahaan
inti yaitu Torganda telah menjalankan kewajibannya dalam pembelian hasil
perkebunan plasma.
Kerja sama yang terjadi dalam suatu kelompok sosial dapat meliputi berbagai
apek kehidupan masyarakat, baik itu kerja sama dalam aspek pekerjaan, sosial,
agama, pendidikan dll. Sama halnya dengan kerja sama dalam pengelolaan
sama dalam penyerahan lahan, pembagian lahan, pengelolaan lahan, pembagian hasil,
dan penjualan produk pertanian. Keberhasilan suatu kerja sama haruslah didukung
oleh beberapa faktor, salah satunya adanya kontak sosial seperti pertemuan antara
pihak yang menjalin kerja sama. Dengan adanya pertemuan antara kedua belah pihak
yang menjalin kerja sama juga dapat meningkatkan hubungan kerja sama tersebut.
Seperti penuturan informan derbin tondang sebagai berikut:
“Awal pembentukan perkebunan inti rakyat ini, kami sering
melakukan pertemuan dengan pihak torganda. Mereka menjelaskan
tentang perkebunan inti rakyat, memang PIR udah ada didesa lain
tapikan kami masih kurang paham kali jadi dijelaskanlah sama orang
itu. Pertemuan awal itu juga membahas tentang pembagian lahan, terus
pembagian hasil sama cara pengelolaannya. Karnakan semuanynya
dikelola oleh torganda mulai dari pembukaan lahan sampe perawatan.
Karyawannya saja mereka yang menyediakan. Kami hanya terima
hasilnya aja lah. Hingga pertemuan pada penyerahan lahannya. Tapi
ketika belakangan ini kami jarang melakukan pertemuan yah pihak
KUDlah yang berhubungan langsung ke Torganda. Baru kami kepihak
KUD kalo pas ambil “gaji”.”
Dengan adanya pertemuan antara pihak yang menjalin kerja sama juga dapat
meningkatkan komunikasi diantara pihak yang terlibat dalam kerja sama. semakin
sering pertemuan yang terjadi diantara pihak yang terlibat kerja sama juga mampu
meningkatkan komukasi diantara mereka. Hal ini juga memberikan dampak pada
kualitas kerja sama, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
4.3.3 Pola Interaksi Disosiatif Pada Petani Plasma Desa Mahato Timur Dengan
PT.Torganda
Dalam berinteraksi, antara individu dengan individu atau antar kelompok
yang terjalin didalam kelompok masyarakat bersifat dinamis, dimana interaksi yang
awalnya bersidat positif namun dapat berubah menjadi interaksi yang bersifat negatif.
Dalam berinteraksi kerja sama sering terjadi diantara pihak yang terlibat guna
mencapai suatu tujuan. Tetapi kadang kala kerja sama tidak sejalan dengan perkiraan
awal. kerja sama sering mengalami penyimpangan ketika proses menjalankannya,
sehingga akhirnya sering menimbulkan pertikaian atau konflik diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam kerja sama. Pertikaian yang terjadi diantara pihak yang sedang
bekerja sama menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari pembuatan kerja sama.
Pertikaian muncul karena banyaknya perbedaan kepentingan diantara pihak
yang terlibat, dan pertikaian menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial. Tetapi
interaksi yang terjadi diantara petani plasma desa Mahato Timur dengan PT.Torganda
hingga saat ini tidak pernah mengalami kendala sehingga mengarah kepada
pertikaian. Tidak pernah terjadi pertikaian antara petani plasma dengan perusahaan
inti atau dengan pihak KUD. Kerja sama yang dijalin selama ini dapat berjalan
dengan baik, sehingga interaksi yang bersifat dissosiatif tidak pernah terjadi. Hal ini
di jelaskan oleh informan ibu Mariati Tarigan:
“Gak pernah lah terjadi konlik-konflik itu. Karena hubungan kami
selama ini baik-baik saja. Setiap bulannya kami dapat uang bapak
angkat kok.ngapain lagi kami protes, kalo uanganya macet baru
mungkin protes. Ini datanng kok tiap bulan.”
Perbedaan pandangan dan tujuan merupakan faktor utama penyebab terjadinya
petikaian atau konflik. Selain itu penyebab lainnya adalah karena pihak yang terlibat
dalam kerja sama tidak menjalankan kewajiban serta tanggung jawabanya semesti
mana harusnya, dan terjadinya pelanggaran hak-hak dari pihak tertentu yang ikut
dalam kerja sama tersebut. Penyimpangan terjadi dalam proses kerja sama ini
perangkat desa, maupun petani plasma. Hal inilah yang menyebabkan sering kali
perusahaan inti melakukan penyimpangan dalam proses kerja sama. untuk meredam
terjadinya pertikaian atau konflik yang melibatkan petani plasma desa Mahato Timur
maupun pihak Torganda maka dalam kerja sama ini kinerja perusahaan inti yaitu
Torganda mendapatkan pengawasan langsung dari KUD. Dimana kepengurusan KUD
sendiri berasal dari petani plasma dan pihak perusahaan inti, dan kinerja KUD
langsung mendapat pengawasan dari perangkat desa Mahato Timur. Keterlibatan
pihak perangkat desa dalam pola pengembangan perkebunan dengan sistem inti rakyat
diharapkan mampu meredam pertikaian atau konflik. Seperti penuturan informan
Hamson Siregar:
“Perangkat desa ikut serta dalam kerja sama ini. Perangkat desa
memiliki peran untuk mengawasi KUD. Sudah benarkah meraka
melaksanakan peran dan tugasnya, karena mereka jugalah yang
langsung mengawasi kinerja perusahaan inti. Jadi kalo kami tidak
melakukan pengawasan kepada KUD nanti mereka bisa tidak
menjalankan peran dan tugasnya, dan itu pasti akan berdampak pada
kerja sama bapak angkat ini. Jadi kami harus betul-betullah mengawasi
KUD.”
Interaksi sosial yang bersifat dissosiatif tidak terdapat pada kerja sama
pengembangan perkebunan dengan menggunakan sistem pola inti rakyat yang sedang
dijalani oleh petani plasma desa Mahato Timur dengan perusahaan inti yaitu
Torganda. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak melaksanakan peran dan tanggung
jawab masing-masing, selain itu selama dalam proses berlangsungnya kerja sama
masing-masing pihak tidak menganggu hak-hak pihak yang lainnya. Pertikaian atau
konflik sering terjadi pada tahap pembagian hasil perkebunan dan pemberian uang
diberikan setiap bulannya. Pembayaran uang bapak angkat akan menyebabkan
pertikaian atau konflik apabila uang bapak angkat tidak diserahkan kepada petani
plasma setiap bulannya atau dengan kata lain bila pembayaran uang bapak angkat
macet maka ini akan mempengaruhi proses kerja sama.
4.4 Implementasi Modal Sosial Dalam Menjalankan Kerja Sama
Pengembangan Perkebunan Dengan Sistem Pola Perkebunan Inti Rakyat.
4.4.1 Jaringan Sosial
Dalam usaha menjalakan proses kerja sama yang telah disepakati oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, maka terdapat jaringan-jaringan atau hubungan-hubungan
sosial yang muncul diantara pihak-pihak yang menjalankan kerja sama. tujuan
dibentuknya jaringan sosial adalah untuk menunjang proses kerja sama sehingga
dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal. jaringan karena dengan adanya
pembangunan jaringan maka suatu kerja sama tersebut mendapat dukungan atau
dorongan dari pihak lain. Dalam usaha kerja sama yang dijalin antara petani plasma
dengan pihak perusahaan inti yaitu Torganda, jaringan sosial terdapat pada
penyerahan lahan dan pembagian lahan, jaringan pada pembagian hasil dan penjualan
hasi perkebunan.
Jaringan sosial yang dibangun merupakan modal penting dalam pengembangan usaha,
dalam hal ini usaha pengembangan perkebunan kepala sawit. Ketebatasan petani
dalam pengembangan perkebunan dengan skala besar baik itu dalam hal permodalan
dan tenaga kerja. Karena kendala ini maka jaringan sosial dibangun, dimana jaringan
yang dibangun bertujuan untuk mendukung usaha petani kelapa sawit dalam
mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Dalam kerja sama, jaringan sosial
yang dilakukan guna mencapai tujuan bersama. Jaringan sosial muncul karena semua
pihak yang terlibat dalam kerja sama saling menyadari adanya persamaan kepentingan
diantara mereka.
4.4.1.1Jaringan Sosial Dalam penyerahan lahan dan pembagian lahan
Dalam proses kerja sama antara petani plasma dengan pihak Torganda
terdapat jaringan sosial atau hubungan sosial yang terbentuk diantar pihak-pihak yang
terlibat dalam kerja sama. pada tahap penyerahan lahan jaringan sosial yang terbentuk
antara tiga pihak, yaitu masyarakat desa Mahato Timur atau petani plasma, perangkat
desa, dan perusahaan inti.
Gambar 4.2
Bagan Hubungan dalam tahap penyerahan lahan dan pembagian lahan
Bagan diatas menggambarkan bahwa jaringan sosial atau hubungan sosial
yang terbentuk terjadi secara timbal balik, dimana masyarakat desa Mahato Timur
sebagai petani plasma memiliki peran sebagai penyedia lahan yang digunakan untuk
perkebunan kelapa sawit, perusahaan inti yaitu Torganda memiliki peran sebagai
pengelola perkebunan mulai dari pembukaan lahan, penanaman tanaman, perawatan,
pemanena, dan penyedia tenaga kerja. Sementara perangkat desa memiliki tugas
menyerahkan lahan kepada pihak perusahaan inti. Lahan pertama diserahkan petani
Perangkat Desa
Perusahaan Inti
(Torganda) Masyarakat Desa
plasma kepada perangkat desa, lalu perangkat desa yang menyerahkan kepada pihak
perusahaan inti yaitu Torganda. Seperti penuturan informan S, Damanik:
“Sewaktu awal pembentukan kami langsung berhubungan dengan
perangkat desa begitu juga dengan penyerahan lahan. Perangkat desa
yang memiliki wewenang untuk memutuskan lahan yangdigunakan
dan menyerahkan lahan yang digunakan untuk membangun
perkebunan plasma. Dan perangkat desa jugalah yang memfasilitasi
kami dan petani plasma untuk berhubungan dalam kerja sama ini pada
awalnya.”
4.4.1.1Jaringan Sosial Dalam Pengelolaan Dan Pembagian hasil
Pada tahap pengelolaan dan pembagian hasil terdapat jaringan sosial atau
hubungan sosial. Jaringan sosial atau hubungan sosial melibatkan tiga pihak yaitu
petani plasma desa Mahato Timur, KUD, dan perusahaan inti. Jaringan sosial yang
terbentuk dikarenakan adanya proses kerja sama yang melibatkan ketiga pihak ini.
Gambar 4.3
Bagan Jaringan Sosial dalam Pengelolaan dan Pembagian hasil
Dari uraian bagan diatas dapat digambarkan bahwa jaringan sosia yang
terbentuk dalam tahap pengelolaan perkebunan melibatkan tiga pihak. Dimana petani
plasma dalam pengelolaan hanya berhubungan langsung dengan KUD dan pihak
KUD yang berhubungan langsung dengan perusahaan inti. Dalam pengelolaan
perkebunan menjadi tanggung jawab perusahaan inti dan KUD memiliki peran
mengawasi kinerja perusahaan inti dalam penjalankan kewajibannya. seperti
penuturan informan ibu mita:
Petani plasma KUD Karya
Bakti
Perusahaan
“Kami gak ikut dalam proses pengelolaannya semua dilakukan sendiri
sama Torganda. Apapun itu yang menjadi kegiatannya dalam
pengelolaanya dilakukan oleh Torganda.”
Hal ini juga dibenarkan oleh informan Daniel Tarigan:
“Petani plasma itu istilahnya tinggal menerima bersih aja, mereka
tinggal menerima uang bapak angkat aja setiap bulannya. Untuk setiap
prosesnya dalam pengelolaan dikerjakan sama Torganda, kami KUD
hanya mengawasinya. Sesuai gak apa yang dilakukan Torganda
dengan kesepakatan kita, sudah benar apa gak tatacara kerja mereka.
Itulah tugas kami dalam pengelolaan ini.”
Sementara untuk tahap pembagian hasil jaringan sosial atau hubungan sosial
yang terbentuk bersifat timbal balik. Jika pada tahap pengelolaan hubungan sosial
yang terdapat lebih sering terjadi antara pihak perusahaan inti dan pihak KUD, dan
petani plasma lebih persuasif dalam tahap ini. Sementara pada tahap pemabagian hasil
ketiga pihak yang terlibat berhubungan secara langsung. Pada awal rencana
pembagian hasil, pihak perusahaan inti, KUD, dan petani plasma melakukan
perundingan bersama guna mencapai kesepakat. Pembagian hasil merupakan hasil
pendapat bersama dari semua pihak yang terlibat. Hal ini dibenarkan oleh informan
Mariati Tarigan:
“Pada awal pembentukan kami sering rapat sama Torganda. Rapatnya
di KUD karya bakti. Waktu itulah dibahas bagaimana pembagian
hasil, jadi pembagian hasil yang sekarang merupakan kesepakatan
bersama.”
Jaringan sosial yang dibangun dalam kerja sama antara petani plasma dengan
terbentuk dalam kerja sama pada pengembangan perkebunan dengan sistem pola
perkebunan inti rakyat merupakan jaringan meso, karena pihak yang terlibat dalam
kerja sama ini hanya berinteraksi hanya dalam urusan pekerjaan saja. Jaringan sosial
yang terbentuk dalam penjualan hasil perkebunan sama dengan jaringan sosial pada
pengelolaan dan pembagian hasil perkebunan.
Jaringan sosial yang terbentuk melibatkan tiga pihak yaitu pihak petani
plasma, KUD, dan perusahaan inti. Jaringan sosial yang terbentuk antara petani
plasma dengan pengurus KUD merupakan jaringan mikro, karena pengurus KUD
juga merupakan masyarakat desa Mahato Timur dan sesame petani plasma sehingga
hubungan mereka secara terus-menerus setiap hari. Sementara jaringan sosial yang
terbentuk antara petani plasma dengan perusahaan inti merupakan jaringan meso
dimana hubungan mereka terjadi hanya yang berkaitan dengan pekerjaan atau usaha
pengembangan perkebunan kelapa sawit.
4.4.2 Rasa Percaya antara Petani Plasma, KUD, Dan Perusahaan Inti
Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan
perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga
suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Kepercayaan akan
lebih mudah muncul apabila adanya hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik
antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan. Adanya Trust menyebabkan mudah
dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga
mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiprosikal menyebabkan
social capital dapat melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang
yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada
oleh Torganda, rasa kepercayaan muncul karena adanya proses interaksi sosial yang
dibangun oleh semua pihak yang terlibat dalam kerja sama ini atau yang disebut
dengan kepercayaan prosesual. Rasa kepercayaan antara petani plasma dan pihak
Torganda muncul karena adanya interaksi dan berjalannya interaksi dengan baik juga
meningkatkan rasa kepercayaan yang tinggi. Seperti penuturan informan Bapak
Bangun Muthe:
“Pertama kali sih waktu dibilang akan ada bapak angkat terus kami
akan mendapatkan uang dari bapak angkat itu saya gak percaya. Tapi
setelah berjalannya waktu dan mereka melakukan apa yang mereka
katakana jadi kami percaya.”
Hal ini juga dibenarkan oleh informan S.Damanik berikut ini:
“Ketika awal pembentukan pola inti rakyat,banyak dari masyarakat
desa yang kurang percaya bahkan tidak percayapun ada. Tetapi seiring
berjalannya waktu dan kami melaksanakan tanggung jawab dan
pekerjaan kami maka hal ini juga dapat menimbulkan kepercayaan
pada masyarakat desa yang merupakan mitra kami.”
Komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosial pada pola inti rakyat ini juga
mampu meningkatkan rasa kepercayaan diantara mereka. Didalam pola
pengembangan pekebunan rasa kepercayaan yang tinggi diantara pihak yang terlibat
dalam kerja sama sangatlah diperlukan. Hal ini dikarena pertikaian atau konflik sosial
dapat muncul dengan mudah apabila menyangkut dengan ekonimi, seperti pada
pengembangan perkebunan yang biasanya sering memunculkan konflik adalah pada
pembagian hasil dan pembagian lahan. Sementara untuk kepercayaan askriptif dalam
pengembangan perkebunan dengan sistem inti rakyat antara petani plasma dengan
kekerabatan, etnis dan keturunan yang dimiliki. Karena kepercayaan yang timbul
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dari hasil penelitian dan temuan data di lapangan
tentang pola interaksi dalam pengelolaan perkebunan antara masyarakat desa Mahato
Timur dengan Torganda dengan sistem pola perkebunan inti rakyat.
1. Pola pengembangan perkebunan dilakukan dengan tiga bentuk yaitu pertama
pola pengembang perkebunan besar, pola pengembangan perkebunan rakyat
dan pola pengembangan perkebunan kemitraan antara perkebunan besar dan
perkebunan rakyat.
2. Pola interaksi yang terdapat pada pengembanga perkebunan dengan sistem
pola inti rakyat yang dikelola oleh Torganda adalah pola interaksi asosiatif,
dimana adanya kerja sama yang terjalin antara petani plasma dengan
perusahaan inti.
3. Kerja sama dalam pengembangan perkebunan antara petani plasma dengan
Torganda terjadi pada setiap tahapan. Dimana ada tiga tahapan pengembangan
pola perkebunan inti rakyat, yaitu tahapan pertama adalah tahap konstruksi,
tahap kedua adalah tahap pembangunan fisik, dan tahap ketiga adalah tahap
konversi lahan.
4. Dalam pengembangan perkebunan dengan inti rakyat pihak yang terlibat
adalah petani plasma desa Mahato Timur, KUD Karya Bakti, PT.Torganda dan
perangkat desa. Interaksi yang terjadi diantara pihak yang terlibat berjalan
5. Luas lahan yang diserahkan adalah 600 hektar dimana 400 hektar dibagikan
kepada 200 kepala keluarga petani plasma desa Mahato Timur dan 200 hektar
menjadi milik perusahan inti. Pembagian hasil merupakan hasil kesepakatan
bersama dimana pembagiannya adalah 70:30. 70 untuk perusahaan inti dan 30
untuk petani plasma. Setiap bulannya petani plasma menerima uang bapak
angkat sebesar Rp 1.000.000-1.500.000. dan perubahan pembagian hasil akan
terjadi setelah masa konversi lahan, karena akan dilakukan pemotongan utang
pokok.
6. Pola interaksi disosiatif tidak terjadi pada pengembangan perkebunan dengan
sistem inti rakyat, dikarenakan semua pihak yang terlibat dalam kerja sama ini
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, selain itu adanya
pengawasan juga mampu meningkatkan kinerja semua pihak yang terlibat.
7. Jaringan sosial atau hubungan sosial terdapat pada pengembangan perkebunan
dengan sistem pola inti rakyat. Jaringan sosial terdapat pada setiap tahapan
pembentukan inti rakyat, dan jaringan sosial yang terbentuk antara petani
plasma dengan Torganda merupakan jaringan meso. Sementara jaringan sosial
yang terbentuk antara petani plasma dengan pengurus KUD adalah jaringan
mikro.
8. Adanya rasa kepercayaan yang tinggi memberikan dampak positif pada proses
kerja sama yang dijalin. Rasa kepercayaan yang muncul dalam kerja sama ini
merupakan kepercayaan prosesual.
5.2 Saran
1. Dalam menjalankan kerja sama pada pengembangan perkebunan dengan
kerja sama yang sedang dijalin antara petani plasma desa Mahato Timur
dengan Torganda, petani plasma kurang aktif. Dimana seharusnya petani
plasma harus turut serta dalam pengelolaan perkebunan. Seperti adanya jadwal
rutin untuk mengunjungi lahan perkebunan bisa saja ketika terjadi proses
pemanenan.
2. Seharusnya ada pertemuan rutin antara semua pihak yang terlibat antara
petani, perusahaan inti, dan KUD. Sehingga petani desa mengetahui
bagaimana keadaan perkebunan kelapa sawit dan perkembangan tanaman
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pola interaksi sosial
Manusia sebagai individu hidup dalam sebuah lingkungan sosial, dimana
diantara individu saling berkomunikasi dengan sesamanya baik itu secara personal
(dengan individu lain) maupun secara kelompok. Komunikasi yang terjalin
semata-mata tidak hanya satu arah, tetapi juga saling memberikan respon terhadap satu sama
lain. Sehingga dari peristiwa semacam itu muncullah interaksi diantara kedua pihak.
Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan
dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling
membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas
dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia
berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi
terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi.
Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial. Sementara itu
proses sosial merupakan hubungan antar sesama manusia dalam suatu lingkungan
masyarakat yang menciptakan suatu keterikatan kepentingan yang membentuk status
sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat, proses sosial merupakan kunci dari
kehidupan bermasyarakat karena tanpa adanya proses sosial tidak mungkin adanya
jalinan hubungan antar individu itu sendiri. Karena interaksi sosial merupakan bentuk
umum dari proses sosial maka interaksi adalah syarat utama terjadinya
aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan yang dinamis yang
maupun antara orang perorangan dengan kelompok individu. Syarat utama terjadinya
interaksi sosial adalah terjadinya kontak sosial serta adanya komunikasi.
a. Kontak sosial adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang
merupakan awal dari interaksi sosial, dan masing-masing pihak saling bereaksi
satu dengan yang lain baik secara langsung maupun tidak. Kontak sosial dapat
dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu kontak sosial primer, yaitu apabila kontak
sosial terjadi secara langsung atau tatap muka tampa melalui perantara ataupun
media. Yang kedua adalah kontak sosial bersifat sekunder dimana kontak sosial
terjadi didukung oleh media atau perantara. Individu saling berhubungan dapat
menggunakan bahasa gestural atau verbal seperti berjabat tangan dan
nongesturan atau nonverbal seperti lambangian tangan dsb.
b. Komunikasi yaitu aksi antara dua individu atau lebih yang melakukan hubungan
yang memberi tafsiran atas pesan yang diberikan oleh masing-masing pihak
(setiadi dan usman 2011: 75). Manusia tidak lepas dari individu lainnya, ketika
satu individu dengan individu lainnya berhubungan mereka menggunakan
bahasa-bahasa, symbol-simbol tertentu sehingga individu lain mengerti.
Dalam komunikasi terdapat empat unsur yaitu:
a. Pengirim (sender) atau yang biasa disebut communicator adalah pihak yang
mengirimkan pesan kepada orang lain.
b. Penerima (receiver) yang biasa disebut communicant adalah pihak yang
menerima pesan dari sender.