• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA

2.3 Perkebunan Inti Rakyat

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perkebunan terdiri atas perkebunan besar, perkebunan rakyat, dan perkebunan inti rakyat. Perkebunan besar adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. Perkebunan besar, terdiri dari : Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing, perkebunan rakyat adalah (tidak berbadan hukum), dan perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun yang dikelompokkan dalam usaha kecil tanaman

perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat. Serta Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma.

Sistem perkebunan inti rakyat mulai dikenal pada tahun 1970-an, dengan nama nucleus estate small holding (NES) yang merupakan bantuan dari bank dunia, pada awal pengembangan pola pir dilaksanakan oleh 7 PTP atau yang sekarang dikenal dengan PTPN. Bantuan dari bank dunia dilakukan dengan tiga tahap, yaitu :

• Tahapan pertam

kepada 7 PTP.

• Tahapan kedua (mulai

Pengembangan (UPP) dan pola PIR yang dimulai dengan pembentukan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN).

• Tahapan ketiga (mulai

NES I dilakukan pada ta pengembangan perkebunan kelapa sawit baru dimulai sekitar awal tahun 80-an, yaitu proyek NES IV

Namun penggunaan system perkebunan inti rakyat pada perkebunan kelapa sawit baru pada akhir tahun 80-an yang pertama kali dilakukan di betung proyek tahapan ke IV NES. Tetapi pada tahun 1986 mengalami perkembangan menjadi Pir-trasmigrasi dan terus berlanjut sampai dengan KKPA (koperasi kredit primer

anggota). Dan mengalami revisi dan menjadi keputusan menteri no.26/permentari/OT.104/2/2007. Tentang kewajiban BUMN unuk membangun kebun plasma disekitar perkebunan minimal 20 % dari luas perkebunan (Fadjar, 2006:48).

Pembangunan perkebunan dengan pola PIR-BUN sampai dengan saat ini telah dikembangkan 562.156 Ha terdiri dari 397.762 ha kebun plasma dan 164.394 ha kebun inti dengan berbagai macam komoditas yakni karet, kelapa sawit, tebu, kapas, kelapa hibrida dan kakao yang tersebar di 20 propinsi, yang meliputi 381.227 Ha komoditas kelapa sawit. Program pembangunan perkebunan melalui pola PIR didasarkan pada Kepres No. 1 tahun 1986, pola ini bertujuan sama yaitu meningkatkan produksi non migas, meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah serta menunjang pengembangan perkebunan, meningkatkan serta memberdayakan KUD di wilayah plasma, (Mudjiati, 2004:4). Pengelolaan perkebunan dengan sistem pola perkebunan inti rakyat telah mengalami banyak perbaikan, selain itu sumber dana yang digunakan juga beragam, antara lain berasal dari luar negeri (world bank), disebut pola PIR Berbantuan seperti: PIR-Bun atau NESS. Dan dari dalam negeri (APBN/APBD) disebut pola PIR Swadana, seperti: PIR Khusus (PIR-Sus) PIR-Lokal.

Selain itu dalam rangka meningkatkan pemerataan kesejahteraan penduduk, maka proyek PIR melibatkan semua penduduk baik penduduk lokal maupun pendatang (transmigran), sehingga dikenal proyek PIR-Lokal, jika sebagian besar pesertanya adalah penduduk lokal dan PIR-Transmigrasi (PIR-Trans), jika sebagian besar pesertanya adalah penduduk pendatang atau transmigran. Pola PIR-Bun kelapa sawit di Sumatera Selatan dimulai tahun 1980, dimana pola PIR-Sus atau NESS sejak

tahun 1980/1981, pola PIR-Trans sejak tahun 1987/1988, dan pola PIR-KKPA dan PIR-KUK (Perusahaan Inti Rakyat Kredit Koperasi kepada Petani Anggota Koperasi dan Perusahaan Inti Rakyat Kredit Usaha Kecil) sejak tahun 1994. ( Laila, 2007.)

Perusahaan inti dan petani plasma saling membutuhkan dalam menjalankan pola pengelolaan perkebunan inti rakyat, dimana pihak perusahaan inti membutuhkan petani plasma dalam hal penyediaan lahan dan petani plasma membutuhkan perusahaan inti dalam hal penanaman modal, perawatan tanaman, dan penyediaan tenaga kerja, yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Tolak ukur keberhasilan pola perkebunan inti rakyat adalah dilihat dari kinerja perkebunan, produksi perkebunan, kualitas hasil perkebunan, dan stabilnya harga hasil perkebunan. Selain untuk membantu masyarakat dengan adanya system perkebunan inti rakyat diharapkan tidak akan menimbulkan konflik yang sering terjadi di Indonesia, yaitu konflik agrarian antara perusahaan perkebunan besar dengan masyarakat disekitar berdirinya perkebunan tersebut. Pembangunan perkebunan inti rakyat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahan pertama yaitu tahap konstruksi meliputi persiapan pengurusan legalitas lahan, perencanaan lokasi perkebunan, serta peninjauan lokasi perkebunan. Tahap kedua adalah pembangunan fisik, yang meliputi pemberdayaan atau pelatihan yang dilakukan perusahaan inti kepada petani plasma serta pembangunan sarana pendukung. Tahap ketiga adalah masa penyerahan kebun sampai dengan pelunasan kebun, hal ini meliputi pembentukan kelompok tani, pengundian blok, pengukuran kavling pembuatan sertifikat, pelunasan meliputi pelunasan kredit.

Perkebunan inti rakyat dikembangkan dengan tujuan utamanya untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan dan perawatan perkebunan, selain itu pengembangan perkebunan dengan pola perkebunan inti rakyat juga diharapkan

mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, pembukaan lapangan pekerjaan, pengembangan wilayah dan mendukung program trasmigrasi serta terlaksananya reforma agraria melalui perkebunan inti rakyat, karena tanah yang semula tidak produktif dan tidak jelas pemiliknya dapat diusahakan lebih produktif dan lebih jelas statusnya. Untuk pencapaian tujuan ini maka kerja sama yang terjalin antara perusahaan atau perkebunan inti dengan petani plasma memiliki kontrak yang disetujui oleh kedua belah pihak yang memuat tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pola kerja sama yang dilakukan adalah pemberian bantuan yang akan dikembalikan oleh petani plasma setiap bulannya selama kurun waktu yang ditentukan dengan besaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau dilakukan pembagian hasil secara langsung oleh perkebunan inti dengan petani plasma dengan pemotongan utang modal.

Dokumen terkait