• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN POLITIK DAN SIYASAH DUSTURIYAH A.Pengertian dan Model-model Gerakan Politik

2. Model-model Gerakan Politik

Untuk memahami gerakan politik, maka secara karakteristik gerakan hal ini dapat dikategorisasikan dalam tiga varian, yaitu:

a. Model Konservatif.

Ciri yang menonjol dari model ini adalah adanya aksioma ideologis yang dibangun berdasarkan ajaran-ajaran Islam bahwa Islam adalah agama yang sempurna, lengkap, komprehensif, dan berlaku universal untuk seluruh umat manusia di semua tempat dan waktu. Asumsi ini membawa implikasi pada keharusan untuk menerima superioritas

28

Usman A. Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 94

bahwa Islam sebagai satu-satunya ideologi guna mengkonstruksi sistem politik dan kenegaraan.

Dengan kata lain, model berfikir gerakan kelompok ini adalah integralistis (unified paradigm), yaitu bahwa agama dan negara menyatu. Tokoh-tokoh utama dari kelompok ini antara lain Hasan Al-Banna dengan Al-Ikhwanul Muslimunnya, Sayyid Qutub, Hasan Ath-Thurabi dan Abul

A‟la Al-Maududi dengan Jami‟at Al-Islaminya.

Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna, yaitu: Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah Negara dan Tanah air, pemerintah dan umat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.

b. Model Modernis.

Pemikir yang menonjol dari kelompok gerakan ini adalah Jamaluddin Al-Agghani dan Muhammad Abduh. Model gerakan ini mengajukan upaya reformasi dalam rangka menemukan kembali rasionalisme, saintisme, dan progresivisme dalam islam. Artinya, kelompok ini berpandangan bahwa agama dan nehagar berhubungan secara simbiotis, yakni bersifat timbal balik dan saling mememrlukan.

Model gerakan ini memerlukan reformasi politik melalui sosialisasi ajaran-ajaran Islam tentang musyawarah (syura) dalam dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan rakyat, pembatasan kekuasaan dan kewenangan pemerintahan dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik sekaligus membebaskan Dunia Islam dari penjajahan dan dominasi Barat.

Keyakinan kelompok gerakan modernis bahwa Islam merupakan agama yang selaras dengan humanisme dan rasionalisme modern merangsang mereka untuk melakukan dua hal sekaligus, yaitu keharusan

untuk berijtihad dan menganggap pintu ijtihad tetap terbuka untuk selamanya. Selain itu, menguji kembali validitas politik Sunni periode klasik dan abad pertengahan dengan tetap mengambil beberapa subtansinya yang dianggap relevan dengan tuntutan dan semangat dunia modern.

Dengan paradigma tersebut, modernisme sebagai gerakan politik sangat menentang dominasi dan hegemoni Barat atas Dunia Islam, karena kolonialisme Barat sesungguhnya merupakan eksploitasi terhadap harkat dan martabat manusia yang paling keji. Namun, sebagai gerakan pemikiran yang humanistis-rasiona, yang dikategorisasikan sebagai kondusif bagi upaya pencerahan dan penguatan basis politik, ekonomi, dan kultural umat Islam termasuk gagasan demokrasi Barat.

c. Model Liberal.

Pada intinya, kelompok ini ingin melihat perubahan radikal-fundamental dalam pola pikir umat Islam yang mereka anggap stagnan, dengan mengedepankan semangat dekonstruksi pemikiran Islam yang telah mapan. Paradigma dekonstruksi ini diimplementasikan sebagai kerangka pemikiran untuk menginterprestasikan nilai-nilai Islam agar selaras dengan perubahan masyarakat dunia yang berlangsung sangat cepat.

Islam dalam kerangka paradigma dekonstruksi dilihat sebagai agama yang hanya berurusan pada persoalan individu, mencakup hubungan manusia dengan Tuhannya semata, sedangkan persoalan keduniaan adalah hak penuh manusia untuk mengurusnya dengan segala kemampuan yang dimiliki secara proporsional tanpa harus membuat justifikasi dan diintervensi oleh doktrin-doktrin keagamaan. Model berfikir seperti ini biasanya disebut sebagai model paradigma sekularistis

(secularistic paradigm).

Tokoh dari aliran ini adalah Ali Abdurraziq dan Thaha Husein. Menurut Taha Husein, kejayaan dan kemakmuran Islam dapat terwujud kembali bukan dengan kembali kepada ajaran Islam yang lama, juga bukan

dengan mengadakan reformasi dan perubahan pemikiran Islam, tetapi dengan perubahan-perubahan total yang bernafas liberal dan sekuler dengan berkiblat pada Barat.

Sementara Ali Abdurraziq, menolak bahwa Nabi Muhammad pernah berusaha melaksanakan misi politik, dan dia menegaskan bahwa misi Nabi Muhammad hanya sebatas spiritual. Menurutnya, sebagai bukti bahwa nabi pernah mendirikan misi negara Islam adalah kenyataan bahwa nabi tidak menentukan pemerintahan permanen setelah meninggal. Khalifah pertama Abu Bakar dilantik dengan tugas di mana pada dasarnya merupakan kekuatan politik dan kerajaan atas dasar kekuatan negaranya (Arab) yang dibangun atas dasar dakwah Islam. Tidak disangsikan bahwa negara itu membantu penyebaran Islam. Baginya, agama tidak menentukan bentuk pemerintahan tertentu, dan dalam Islam tidak ada larangan bagi umat untuk meninggalkan sistem politik lama dan membangun sistem politik baru atas dasar konsepsi terbaru dan spirit kemanusiaan dan pengalaman bangsa-bangsa di dunia.29

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa gerakan dan strategi politik adalah suatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang malahan ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamentil sifatnya dan kadang-kadang malahan bersifat ideologi. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat di antara anggota-anggotanya dan dapat menumbuhkan suatu identitas kelompok

(group identity) yang kuat. Organisasinya kurang ketat dibanding dengan

partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan sering tidak mengadukan nasib dalam pemilihan umum.

29

Nashir Fahmi, Menegakkan Syari‟at Islam ala Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (Solo: Era Intermedia, 2006), hlm. 98

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah