• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Poblem Based Learning/PBL)

Model pembelajaran menurut Arends merupakan suatu pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan berisi tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan kelas, sedangkan menurut Joyce dan Weil model pembelajaran adalah kerangka konseptual untuk mencapai tujuan pembelajaran berupa prosedur sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi pengajar.10

2. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning menurut Trianto merupakan suatu model pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian yang nyata dari permasalahan kehidupan yang ada. Problem Based Learning sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks pembelajaran bagi peserta didik, sehingga peserta didik dapat berpikir kritis, berargumentasi dan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan dan esensi dari suatu materi pelajaran.11

8 Niken Septantiningtyas, dkk., Pembelajaran Sains, (Lakeisha: Klaten, 2019)., hal. 146

9 Septantiningtyas, dkk., Ibid., hal. 146-147.

10 Darmadi, Pengembangan Model Metode Pembelajaran dalam Dinamika Belajar Peserta didik, (Yogyakarta: Deepublisher, 2017), hal 41.

11 Nur Aisyah Aini, A. Syachruroji, dan Nana Hendracipta. “Pengembangan LKPD Berbasis Problem Based Learning Pada Mata Pelajaran IPA Materi Gaya”, JPD (Jurnal Pendidikan Dasar), P-ISSN 2086-7433 E-ISSN 2549-5801, hal. 69.

9

PBL menurut Tan merupakan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang belum terstruktur dengan tahap utama adalah memenuhi masalah.12 Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengajukan masalah dan dilanjutkan dengan menyelesaikan masalah. Sehingga, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan solusi penyelesaian yang berasal dari pengetahuan-pengetahuan baru yang dicari oleh peserta didik.13

Pembelajaran berbasis masalah menurut Asrani Assegaff dan Uep Tatang Sontani adalah suatu proses pendekatan pendidikan yang diawali oleh masalah.

Jenis masalahnya pun beragam. Namun, biasanya, didasarkan pada masalah kehidupan nyata yang telah dipilih dan dimodifikasi untuk memenuhi tujuan pendidikan. Beberapa proses pembelajaran yang terlibat untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan, yaitu dengan adanya kerja sama dari setiap individu dalam suatu kelompok, kemudian diaplikasi di dalam kehidupan.14

Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai sumber belajar, sehingga peserta didik belajar tentang cara berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Menurut Prof. Howard Barrows dan Kelson, PBL merupakan kurikulum yang merancang masalah-masalah dan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik mendapatkan pengetahuan yang penting, mahir memecahkan masalah, memiliki kecakapan strategi belajar sendiri serta berpartisipasi aktif dalam sebuah kelompok atau tim.15

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai Problem Based Learning maka PBL dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang

12 S. Widoretno, S. Dwiastuti, dan Sajidan, “Proportion: Claim, Rebuttal and Backing Data Based on Teacher Questions as Reasoning Indicator of Problem Based Learning in Highschool System Reproductions”, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol. 5 (2), 2016: hal. 305

13 Asrani Assegaff dan Uep Tatang Sontani, “Upaya meningkatkan kemampuan berfikir analitis melalui model problem based learning (PBL)”, Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, Vol. 1 ( 1), 2016: hal. 41.

14 Ibid., hal. 41-42.

15 Rus Hartata, Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Sejarah dengan Problem Based Learning (PBL), (Klaten: Lakeisha, 2019), hal 9.

10

menghadirkan masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran.

3. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)

Problem based learning menurut Tan terdiri dari empat langkah kegiatan yaitu:

1) Meeting the problem. Pada langkah ini pernyataan berupa masalah muncul dari pemikiran setiap peserta didik; 2) Problem analysis and learning issues. Pada langkah ini peserta didik membuat daftar berupa pernyataan mengenai identifikasi masalah, rumusan masalah, serta analisis masalah; 3) Discovery and reporting.

Pada langkah ini peserta didik berdiskusi terkait daftar permasalahan dan mencari bukti yang mendukung pernyataan awal terkait masalah. Semua informasi yang masing-masing individu peroleh didiskusikan untuk menentukan informasi yang tepat digunakan sebagai data pendukung; 4) Solution presentation and reflection.

Pada langkah ini peserta didik dalam kelompok melaporkan dan menyajikan solusi hasil diskusi. Selama presentasi peserta didik memberi penjelasan terkait solusi permasalahan hasil diskusi.16

Menurut Arend tahapan PBL terdiri dari 5 tahapan sebagai berikut: 1) Orientasi peserta didik terhadap masalah; 2) Organisasi peserta didik untuk meneliti; 3) Guru membantu peserta didik melakukan penyelidikan baik secara individu maupun kelompok; 4) Mengembangkan dan mempresentasikan exhibit dan artefak; dan 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.17

Menurut Budiyono Saputro tahapan PBL terdiri dari 5 tahapan sebagai berikut:

1) Mengarahkan peserta didik pada masalah; 2) Organisasi peserta didik untuk belajar; 3) Guru membantu peserta didik melakukan penyelidikan baik secara mandiri maupun kelompok, 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil; 5) Mengevaluasi pemecahan masalah.18

16 B.L. Chuaa, O.S. Tana & W.C. Liua, “Journey into the problem-solving process:

cognitive functions in a PBL environment”, Innovations in Education and Teaching International, 2014, hal. 2-3.

17 Alimul Muniroh, Academic Engagement: Penerapan Model Problem-Based Learning di Madrasah, (Yogyakarta: LKIS Printing Cemerlang, 2015), hal. 41.

18 Budiyono Saputro, Pengembangan Model Pembelajaran Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Ilmiah Calon Guru IPA Era Revolusi Industri 4.0, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2020), hal. 2.

11

Tahapan PBL menurut Jhon Dewey terdiri dari 6 tahapan yang disebut metode pemecahan masalah (problem solving) adalah sebagai berikut: 1) Merusmuskan masalah; 2) Menganalisis masalah, 3) Merumuskan hipotesis; 4) Mengumpulkan data; 5) Menguji hipotesis; dan 6) Merumuskan / menggambarkan rekomendasi pemecahan masalah.19

Tahapan PBL yang telah dikonsepkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut: 1) Konsep Dasar (Basic Concept); 2) Pendefinisian masalah (Defining the Problem); 3) Pembelajaran mandiri (Self Learning); 4) Pertukaran pengetahuan (Exchange Knowledge); dan 5) Penilaian (Assessment).20

Menurut Elizabeth Rideout tahapan-tahapan PBL terdiri dari 6 tahapan yaitu:

1) The problem is presented to the group, terms are reviewed, and hypotesis generated (Masalah disajikan kepada kelompok, istilah ditinjau, kemudian dibuat hipotesis); 2) Learning issues and information source and identified (pembelajaran masalah, sumber informasi, dan diidentifikasi); 3) Information gathering and independent study occur (Terjadi pengumpulan informasi dan studi independen); 4) The knowledge aacquired is discussed and debate critically (Pengetahuan yang diperoleh dibahas dan diperdebatkan secara kritis); 5) Knowledge is applied to the problem in a practical way. (Pengetahuan diterapkan pada masalah dengan cara yang praktis); dan 6) Reflection on the content and process of learning occurs (.Refleksi terhadap isi dan proses pembelajaran terjadi).21

Berdasarkan paparan mengenai banyaknya tahapan PBL dari para ahli, maka sintaks PBL yang berpotensi meningkatkan kemampuan berargumentasi adalah sebagai berikut: 1) Konsep dasar, 2) Membuat rumusan masalah, 3) Hipotesis, 4) Mengumpulkan data, 5) Pembahasan, dan 6) Kesimpulan.

19 Muhammad Nur Hamim, Naskah Publikasi Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Problem Solving Pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Cepokosawit II, (Universitas Muhammadiyah: Surakarta, 2013), Hal. 4.

20 Hari Wibowo, Model dan Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Depok: Puri Cipta Media, 2020), hal. 28.

21 Elizabeth Rideout, Transforming Nursing Education Through Problem-Based Learning, (Missisauga: Jones and Bartlett Publishers, 2001), hal. 29.

12 C. Kemampuan Argumentasi

1. Pengertian Argumentasi

Menurut Duschl & Osborne argumentasi merupakan hal utama yang menjadi landasan bagi peserta didik dalam belajar bagaimana caranya menghasilkan fakta/bukti, menguji, mengevaluasi teori, dan menyampaikannya.22 Argumentasi merupakan suatu wacana ilmiah dalam pembelajaran sains yang digunakan untuk menghubungkan pengetahuan yang berasal dari lingkungan dengan konsep pembelajaran sains. Argumentasi tidak hanya berisi pemikiran logis tentang suatu teori, tetapi juga mengandung klaim yang disertai dengan pembelaan ataupun bukti bahwa suatu teori adalah benar. Selain itu menurut Mcneill argumentasi adalah kegiatan membandingkan teori dengan memberikan penjelasan disertai dengan data yang logis.23

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai argumentasi maka argumentasi dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sains yang harus dimiliki peserta didik karena kemampuan ini menjadi landasan bagaimana cara belajar yang baik.

Lewat kemampuan ini peserta didik dapat mengetahui cara menghasilkan bukti, menguji, dan kemudian mengevaluasi teori, serta mengomunikasikannya.

22 Cherry Acerola Safira, dkk, “Pengaruh Model Pembelajaran Argumen-Driven Inquiry (ADI) terhadap Argumentasi Peserta didik Berkemampuan Akademik Berbeda”, Assimilation:

Indonesian Journal of Biologi Education, Vol. 1 (2), 2018: hal. 46.

23 Ninda Dwi Cahya Devi, Elfi Susanti VH, dan Nurma Yunita Indriyanti, “Analisis Kemampuan Argumentasi Peserta didik SMA Pada Materi Larutan Penyangga”, JKPK (Jurnal Kimia Dan Pendidikan Kimia), Vol . 3 (3), 2018: hal. 152-153.

13 2. Unsur-unsur dan level argumentasi

Argumentasi menurut Toulmin terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:24 Tabel 2. 1 Toulmin Argumentation Pattern

Unsur Kategori Keterangan

1 Klaim Menyatakan pendirian (standpoint) dalam bentuk klaim. Pendapat tentang nilai situasi yang ada, dan penegasan sudut pandang. Klaim yang diajukan harus didukung oleh data.

2 Data Sesuatu yang digunakan sebagai bukti untuk mendukung klaim.

3 Warrant Pembenaran adalah aturan dan prinsip yang menjelaskan hubungan antara data dan klaim

4 Backing Dukungan adalah asumsi dasar yang mendasari justifikasi spesifik.

5 Qualifiers Pernyataan yang dibuat oleh peserta didik berdasarkan informasi apa yang akurat atau benar secara teori.

6 Rebuttal Rebuttal (bantahan) adalah penolakan terhadap berbagai argumen.

Berdasarkan tabel tersebut terdapat 6 argumentasi menurut Toulmin, yaitu pertama (Klaim), pada level ini peserta didik menyatakan pendirian (standpoint) dalam bentuk klaim. Pendapat tentang nilai situasi yang ada, dan penegasan sudut pandang. Klaim yang diajukan harus didukung oleh data.yang merupakan pendapat atau kesimpulan hasil berfikir seseorang. kedua yaitu Data, merupakan sesuatu yang digunakan sebagai bukti untuk mendukung klaim. Data ini berisi fakta yang

24 Depi Oktasari, dkk., “The Technology Pedagogy Knowledge (TPK) Teacher Using Worksheet 3D Pageflip Professional for Promoting Argumentation Skills’ High-Schools Students in Physics Learning”, JPPPF (Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Fisika), Vol. 4 (2), 2018: hal. 134.

14

digunakan peserta didik yang diambil dari beberapa referensi yang tepat dan terpercaya dalam mendukung klaim.

Ketiga Warrants atau alasan untuk menghubungkan antara data dan klaim.

Keempat Backing atau asumsi teoritis pendukung alasan yang diberikan. Kelima Qualifiers atau batasan atau prasyarat dari klaim. Qualifiers dibuat oleh peserta didik berdasarkan informasi apa yang akurat atau benar secara teori biologi. Dan keenam Rebuttal atau sanggahan. penolakan terhadap berbagai argumen.25 Dengan kerangka level argumentasi sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Level Argumentasi Menurut TAP

Level Keterangan

5 Wacana mengandung klaim, data, penjamin dengan pendukungnya, dan qualifier/kualitas dan atau reservasi pengecualian (DKWBQR)

4 Wacana mengandung klaim, data, penjamin dengan pendukungnya (Backing), tanpa kualitas dan atau pengecualian (DKWB)

3 Wacana mengandung klaim, data, penjamin tanpa pendukung (Backing) (DKW)

2 Wacana mengandung klaim dan data (DK) 1 Wacana mengandung klaim (K)

Sedangkan menurut Devi kemampuan argumentasi peserta didik dibagi menjadi 4 level yaitu: Level 1 argumentasi berdasarkan klaim; Level 2 argumentasi berdasarkan klaim dengan data; Level 3 argumentasi berdasarkan klaim dengan data dan satu bantahan, dan Level 4 argumentasi berdasarkan klaim dengan data

25 Ninda Dwi Cahya Devi, dkk., “Analisis Kemampuan Argumentasi Siswa SMA Pada Materi Larutan Penyangga”, JKPK (JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA), Vol. 3 (3), 2018:

hal. 153.

15

dan lebih dari satu bantahan.26 Level argumentasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. 3 Level Argumentasi menurut Devi

Level Keterangan

1 Argumentasi berdasarkan klaim

2 Argumentasi berdasarkan klaim dengan data

3 Argumentasi berdasarkan klaim dengan data dan satu bantahan 4 Argumentasi berdasarkan klaim dengan data dan lebih dari satu

bantahan

Menurut Chin dan Osborne Harper, Etkin, dan Lin argumentasi berkualitas tinggi ditandai dengan pencapaian konseptual yang lebih baik dalam sains dan dikaitkan dengan jenis pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik (yaitu, pertanyaan utama; informasi dasar; informasi tidak diketahui atau hilang; kondisi di mana fenomena tersebut sedang terjadi, dan lainnya).27

Menurut Osborne kemampuan argumentasi itu secara garis besar terdiri dari tiga kategori yaitu klaim sederhana, argumen dan justifikasi, serta argumen dengan justifikasi dan penyanggah. Berikut keterangan lebih lanjut mengenai teori kemampuan argumentasi menurut Osborne:28

26 Ibid., hal. 152.

27 May Poh Eng Phua dan Aik-Ling Tan, “Promoting productive argumentation through students' questions”, Phua and Tan Asia-Pacific Science Education, Vol. 4 (4), 2018: hal 2.

28 Yanti Herlanti, BolgQuest: Pemanfaatan Media Sosial pada Pembelajaran Sains Berbasis Isu Sosiosaintifik untuk Mengembangkan Kemampuan Berargumentasi, (Bandung:

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2014), hal 24-27.

16

Tabel 2. 4 Kemampuan Argumentasi Menurut Osborne

Level Keterangan

5 Argumen menunjukkan keluasan argumen dengan lebih dari satu sanggahan

4 Argumentasi menunjukkan beberapa argumen dengan klaim atau klaim-klaim dan klaim balasan dengan sanggahan yang jelas

3 Argumentasi mengandung beberapa argumen yang beberapa argumen dengan serangkaian atau klaim balasan dengan data, penjamin atau pendukung dengan terkadang sanggahan yang kurang bagus

2 Argumentsi mengandung beberapa argumen yang mengandung klaim dengan data, penjamin atau pendukung tapi tidak ada sanggahan.

1 Argumentasi mengandung beberapa argumen yaitu klaim sederhana lawan sebuah klaim balasan atau klaim lawan klaim

Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan argumentasi menurut Osborne terdiri dari 5 level. Selain itu, terdapat juga pendapat mengenai kemampuan argumentasi menurut Dawson dan Venville sebagai berikut:

Tabel 2. 5 Kemampuan Argumentasi Dawson dan Venville29

Level Keterangan

4 Klaim, data, penjamin, pendukung, dan kualifier

3 Klaim, data, penjamin, pendukung (asumsi yang mendukung penjamin), atau kualifier (kondisi tentang ketepatan klaim) 2 Klaim, data (bukti yang mendukung klaim), dan atau penjamin

(penghubung antara data dan klaim)

1 Klaim (pernyataan, kesimpulan, proposisi saja)

29 Ibid.,

17 D. Pengembangan

1. Pengertian Pengembangan

Pengembangan merupakan proses penerjemahan dari sebuah desain ke dalam bentuk fisik. Pengembangan adalah proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran. Bentuk pengembangan tidak hanya terdiri dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya berupa bahan-bahan visual, dan audio. Klasifikasi pengembangan berdasarkan domain pengembangannya terdiri dari 4 macam kategori, yaitu: teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berazaskan komputer, dan teknologi terpadu.30 2. Macam-macam Pengembangan

Penelitian pengembangan didefinisikan sebagai kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi program-program, proses dan hasil-hasil pembelajaran yang harus memenuhi kriteria, konsistensi dan keefektifan secara internal. Pengembangan terdiri dari beberapa macam model yaitu model pengembangan Gall san Borg, 4D, dan ADDIE.

Pengembangan Gall dan Borg terdiri dari sepuluh tahapan pengembangan.

Pertama research and information collecting, pada tahapan ini terdapat beberapa kegiatan, yaitu studi literatur sesuai dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan, penelitian dalam skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian. Kedua planning pada tahapan ini terdapat beberapa kegiatan antara lain menyusun rencana penellitian meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukkan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, desain atau langkah-langkah penelitian, dan jika memungkinkan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas. Ketiga Develop preliminary form of product, pada tahapan ini terdapat kegiatan pengembangan permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk di dalamnya mempersiapkan komponen pendukung. Keempat Preliminary field testing berupa uji coba awal lapangan dalam skala terbatas. Kelima Main product revision, berupa perbaikan terhadap produk awal yang telah diujikan pada skala terbatas. Keenam

30 Yudi Hari Rayanto dan Sugiati, Penelitian Pengembangan Model ADDIE dan R2D2:

Teori dan Praktek, (Pasuruan: Lembaga Academic & Research Institute, 2020), hal. 21-22.

18

Main field testing atau uji coba utama. Ketujuh Operational product revision, penyepurnaan revisi produk hasil uji coba utama. Kedelapan Operational field testing, berupa uji validasi terhadap produk operasioanal. Kesembilan final product revision, dan terakhir dissemination and implementation.31

Pengembangan 4D merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Terdiri dari 4 tahapan yaitu pertama tahap pendefinisian (Define), tahapan ini bertujuan untuk mendefinisikan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya yang terdiri dari 5 langkah pokok berupa analisis ujung depan, analisis peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran. Kedua yaitu tahap perencanaan (Design), tahapan ini bertujuan untuk menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahapan ini terdiri dari empat langkah yaitu, penyusunan tes acuan patokan, pemilihan media yang sesuai tujuan, dan pemilihan format. Ketiga tahap pengembangan (Develop).

Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudag direvisi berdasarkan masukan ahli. Tahapan ini meliputi, validasi para ahli diikuti dengan revisi, simulasi, uji coba terbatas, dan hasil tahap pendefinisian dan perencanaan sebagai dasar revisi. Keempat penyebaran (Disemminate), tahapan ini meliputi, mengetahui penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas dan menguji efektivitas penggunaan perangkat dalam kegiatan belajar mengajar.32

Selain itu, terdapat juga model pengembangan ADDIE. Model ini dipopulerkan oleh Reiser dan Mollenda pada tahun 1990-an. Model pengembangan yang terdiri dari 5 tahapan yaitu pertama analisis, yang mencakup analisis kebutuhan, identifikasi tujuan, tugas, konteks, dan analisis kemampuan. Kedua design atau perancangan yang mencakup rancangan kegiatan sebagai dasar pengembanga.

Ketiga Development (pengembangan) berupa pengembangan produk. Keempat implementasi berupa implementasi hasil produk yang telah dikembangkan, dan

31 Tatik Surtati dan Edi Irawan, Kiat Sukses Meraih Hibah Penelitian Pengembangan, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), hal. 8-12.

32 Ibid., hal. 12-15.

19

terakhir evaluasi.33 Berdasarkan ketiga model pengembangan tersebut model pengembangan yang dipilih peneliti dalam penelitian ini yaitu model pengembangan ADDIE dengan tahapan PBL yang mengikuti tahapan PBL Tan.

Menurut Tan (2003) yang terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu: Meeting the problem, Problem analysis and learning issues, Discovery and reporting, Solution presentation and reflection, dan integration, overview and evaluation.34

E. Hubungan antara PBL dengan Kemampuan Argumentasi

Pengembangan LKPD PBL berperan penting dalam peningkatan kemampuan argumentasi. Setiap langkah dalam model problem based learning mampu mengakomodasi kemampuan argumentasi peserta didik. Pada fase meeting the problem dan problem analysis and learning issues kita dapat menemukan adanya claim berupa pernyataan mengenai identifikasi masalah dan rumusan masalah.

Pada fase discovery and reporting, peserta didik akan menggunakan data sebagai bukti. Setelah mengidentifikasi dan merumuskan masalah, peserta didik akan mencari bukti yang mendukung pernyataan awal terkait masalah. Semua informasi yang diperoleh oleh peserta didik tersebut dapat mengakomodasi munculnya kemampuan argumentasi berupa backing, rebuttal, dan warrant, sehingga dapat ditentukan informasi yang tepat sebagai data pendukung.

Kemudian pada fase solution presentation and reflection, peserta didik dalam kelompok melaporkan dan menyajikan solusi hasil diskusi. Selama presentasi peserta didik memberi penjelasan terkait solusi permasalahan hasil diskusi.

Menurut Saracaloglu, Aktamis dan Delioglu kemampuan menjelaskan dan memberi pembenaran berdasarkan pernyataan yang didukung oleh data merupakan bagian dari kemampuan menciptakan argumen .

Fase terakhir dalam problem based learning adalah integration, overview and evaluation. Integration adalah menggabungkan pengetahuan sebelum dan sesudah penyelesaian masalah. Overview berupa menarik kesimpulan tentang tujuan

33 Ibid., hal. 15-16.

34 Pritasari, dkk, Loc. Cit.,

20

pembelajaran yang telah dicapai. Evaluation adalah mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini claim muncul dalam bentuk pernyataan berupa kesimpulan atau keputusan. Kesimpulan didukung oleh bukti yang kuat, kemudian muncul analisis yang memberi pembenaran terkait kesimpulan atau keputusan yang dibuat. Menurut Foong dan Daniel, keputusan berupa pernyataan yang didukung dengan bukti dan hasil analisis merupakan dasar suatu argumen.35

Tabel 2. 6 Hubungan Tahapan PBL dengan Kemampuan Argumentasi

No Tahapan PBL Kemampuan Argumentasi

1 Meeting the problem Claim

2 Problem analysis Claim

3 Learning issues Claim

4 Discovery and reporting Claim, data, backing, rebuttal, dan warrant 5 Solution presentation and reflection Claim, data, backing, rebuttal, dan warrant 6 Integration, overview and evaluation Claim, data, backing,

rebuttal, warrant, qualifier

F. Kerangka Berpikir

Bermula dari dibutuhkannya kemampuan memecahkan masalah dan berkomunikasi di abad 21, karena kemampuan argumentasi merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi, sedangkan kemampuan argumentasi peserta didik masih rendah, maka diperlukan prosesnya pembelajaran yang harus melibatkan berbagai aspek seperti merumuskan pertanyaan, mendeskripsikan suatu mekanisme, serta membangun argumen. Proses pembelajaran yang baik tentunya memerlukan model dan media pembelajaran yang sesuai. PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang mengutamakan adanya masalah untuk menstimulus dan menfokuskan aktivitas pembelajaran peserta didik untuk merumuskan pertanyaan, mendeskripsikan suatu mekanisme, serta membangun argumen, dan

35 Pritasari, dkk, Op.Cit., hal. 2-3.

21

LKPD merupakan media pembelajaran yang sering digunakan oleh guru di SMA PGRI Ciambar. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pengembangan LKPD berbasis PBL untuk menstimulus kemampuan memecahkan masalah &

kemampuan berargumentasi.

Pengembangan LKPD Berbasis PBL Integrasi Argumentasi pada materi Ekosistem dan Perubahan Lingkungan

PBL mengutamakan adanya masalah untuk

menstimulus dan menfokuskan

aktivitas pembelajaran peserta

didik Proses pembelajaran harus

melibatkan berbagai aspek seperti merumuskan

pertanyaan, mendeskripsikan suatu

mekanisme, serta membangun argumen

Perlunya pengembangan LKPD PBL untuk menstimulus kemampuan memecahkan masalah & kemampuan berargumentasi.

Perlunya pengembangan LKPD karena merupakan media pembelajaran yang sering digunakan oleh guru di SMA PGRI Ciambar Kemampuan

Gambar 1 Kerangka Berpikir

22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode pengembangan (Research Development) dengan menggunakan model pengembangan ADDIE (Analysis Design Development Implementation Evaluation). ADDIE merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Dick and Carry terdiri dari 5 tahapan yaitu, Analysis, Design, Development atau Production, Implementation, dan Evaluation.1 Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis PBL Integrasi Argumentasi pada Materi Ekosistem dan Perubahan Lingkungan .

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA PGRI Ciambar, yang terletak di Kecamatan Ciambar, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2021.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi merupakan gabungan keseluruhan subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu sehingga menjadi daya tarik peneliti.2 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X IPA di SMA PGRI Ciambar.

Populasi merupakan gabungan keseluruhan subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu sehingga menjadi daya tarik peneliti.2 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X IPA di SMA PGRI Ciambar.

Dokumen terkait