• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Kajian Pustaka

2.1.9 Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran penemuan atau discovery pertama kali diperkenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dengan seorang anak. Discovery berasal dari kata “discover” berarti menemukan. Discovery merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari pinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman (Bruner dalam

Hosnan, 2014: 281). Hal yang menjadi dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa siswa harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Oleh karena itu, Bruner memakai cara yang disebut dengan discovery learning, yaitu siswa mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discover learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matterm the final fotm, but rather is required to organize it him self” dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa model pembelajaran discovery learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan dengan subjek materi bentuk akhir dan instan, melainkan memerlukan siswa sendiri dalam mengatur subjek materi dan menemukan pengetahuan mereka (Bruner dalam Kemendikbud, 2014). Dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan.

Lingkungan diperlukan untuk memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi sebagai penunjang proses belajar. Discovery adalah cara mengajar yang mengatur pengajaran sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum ia ketahui. Di dalam penerapannya, kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip- prinsip melaui proses mentalnya sendiri (Hamiyah, 2014). Dalam discovery learning, guru menyediakan data dan siswa diberi pertanyaan atau masalah untuk membantu mereka mencari jawaban, kesimpulan, generalisasi, dan solusi. Dalam discovery learning guru masih diperkenankan membantu mengarahkan proses pembentukan konsep pada siswa seandainya dibutuhkan.

1. Ciri-ciri dan karakteristik pembelajaran

Model pembelajaran discoverylearning mempunyai tiga ciri utama yaitu: a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan, dan menggeneralisasikan pengetahuan. b. Berpusat pada siswa.

c. Kegiatan menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

2. Tahap dan langkah-langkah pembelajaran

Tahap dan langkah-langkah penerapan discovery learning adalah sebagai berikut:

a. Stimulus (pemberian perangsang/stimuli)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu, guru dapat memulai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah dalam Kemendikbud 2004: 244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

c. Data colection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah dalam Kemendikbud, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan

sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data processing (pengolahan data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang diterapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah dalam Kemendikbud, 2004: 244). Verification menurut Bruner dalam Kemendikbud (2014), bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) (Syah dalam Kemendikbud, 2004: 244)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, dalam Kemendikbud 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-

prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

3. Kelebihan model discovery learning

Kelebihan model discovery learning adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2014: 32):

a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha discovery learning merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

i. Siswa akan mengerti konsep dasar ide-ide lebih baik.

j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hiptesis sendiri. m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

o. Proses belajar meliputi semua aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas pembelajaran dengan model discovery learning dapat diartikan sebagai cara belajar di mana siswa memperoleh pengetahuannya secara mandiri. Guru masih diperkenankan untuk membantu siswa yang mungkin kesulitan untuk menemukan konsep dengan berperan sebagai pembimbing dan petunjuk jalan saat siswa berproses memperoleh pengetahuannya, discovery learning dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu pemberian rangsangan, pernyataan/identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan kesimpulan. Konsep pengetahuan awal siswa sangat diperlukan untuk mengkonstruksi pengetahuan. Konsep awal yang dipadukan dengan ide dan kreativitas siswa akan menghasilkan pengetahuan yang baru.