• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

6. Model Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Tanirejo, (2014: 49) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and

Learning)adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari(Pendapat lain menurut Nurhadi tentang CTL (Hosnan, 2014: 267) merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran efektif. Pendapat lain juga mengatakan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (Hamdayama, 2014:53) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep yang membantu guru untuk mengaitkan materi dengan kehiduapan nyata peserta didik.

b. Komponen-komponen Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki lima strategi untuk mencapai kompetensi siswa secara maksimal, yaitu relating, eksperiencing, applying, cooperting, dan

transfering (Hosnan, 2014: 269). Selain itu menurut Trianto (dalam Hosnan,

2014: 270) dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen utama, yakni kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), inquiry (Inquiry), masyarakat belajar (community learning), pemodelan (modelling), refleksi

(reflection), dan penilaian autentik (authentic asessment).

1) Kontuktivisme

Kontruktivisme (Hosnan, 2014:270) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pendapat lain menurut Muslich (dalam Hosnan ,2014:270) bahwa kontruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontruktivisme adalah proses pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri berdasarkan pengalaman siswa.

2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry)artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

Inquirymerupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan

dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya (dalam Hosnan, 2014:271).

3) Bertanya (Questioning)

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.

Menurut Mulyasa (dalam Hosnan 2014: 271) ada 6 keterangan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berfikir, dan pemberian tuntutan. Peneliti menyimpulkan bahwa peran bertanya itu sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari (Hosnan, 2014: 271).

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menurut Sanjaya (dalam Hanson, 2014: 272) adalah hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru. Muslich (dalam Hanson, 2014: 272) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, anatar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.

5) Pemodelan (Modeling)

Pemodelan (Hosnan, 2014: 272) adalah pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sabagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran CTL, modeling merupakan asas yang cukup penting. Sebab melalui modeling, siswa terhindar dari pembelajaran guru yang teoritis, sehingga memungkinkan terjadinya pembelajaran siswa yang verbalisme (banyak menghafal).

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi (Hosnan, 2014: 272) adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi menurut Trianto (dalam Hosnan, 2014: 273) merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Dalam hal refleksi ini, biasanya guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung apa yang diperoleh hari itu.

7) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian nyata (Hamdayama, 2014: 54) adalah proses yang dilakukan guru untuk menyimpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan ketika pembelajaran berlangsung bukan pada penilaian akhir pembelajaran. Pengamatan dapat dilakukan dikelas maupun diluar kelas. Kemajuan belajar siswa dilihat dari proses bukan semata-mata dari hasil belajar. Penilaian bukan hanya dari guru tetapi dapat juga dari teman atau orang lain.

Berdasarkan urian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen CTL mencakup tujuh komponen-komponen utama, yakni kontruktivisme,

(contructivism) bertanya (questioning), inquiry (Inquiry), masyarakat

belajar (community learning) pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian autentik ( authentic asessment)

c. Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Hamdayama (2014: 51) proses pembelajaran kontekstual terdiri dari delapan komponen sebagai berikut:

1. Membangun hubungan yang bermakna (Relating); Siswa menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, media massa, atau yang lainnya, sehingga siswa akan memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna.

2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing); Ada beberapa langkah guru dalam mengaitkan meteri dengan konteks kehidupan siswa, diantaranya (a) mengkaitkan pelajaran dengan sumber yang berhubungan dengan kehidupan siswa, (b) menggunakan sumber dari bidang lain, (c) mengkaitkan berbagai macam pelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, dan (d) belajar melalui kegiatan sosial.

3. Belajar secara mandiri; Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, sehingga siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri sesuai dengan kondisi siswa masing-masing.

4. Kolaborasi (collaborating); Mendorong siswa untuk berkerjasama dengan teman atau didalam kelompok.

5. Berpikir kritis dan kreatif (applaying); Mendorong siswa agar bisa berpikir kritis dan kreatif serta menerapkan dalam dunia nyata siswa.

6. Mengembangkan potensi individu (transfering); Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki. 7. Standar pencapaian yang tinggi; Dengan standar pencapaian yang tinggi,

maka akan memacu siswa untuk berusaha lebih baik.

8. Asesmen yang autentik; Pencapaian hasil belajar diukur dengan asesmen autentik yang mampu menyediakan informasi mengenai kualitas pendidikan.

Dari kedelapan tahapan tersebut peneliti memilih 5 tahapan yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu Relating, Experiencing, Colaborating, Applying, dan Transferring.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok).

5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Suparto (2004: 6) berpendapat tentang langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual/ CTL sebagai berikut:

1) Mengembangkan metode belajar mandiri, 2) Melaksanakan penemuan (inquiri), 3) Menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, 4) Menciptakan masyarakat belajar,

5) Hadirkan “model” dalam pembelajaran,

6) Lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) Lakukan penilian yang sebenarnya.

Dari kedua pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan pembelajaran CTL yaitu: 1) belajar mengembangkan pemikiran akan belajar, 2) melaksanakan kegiatan inquiri, 3) menumbuhkan rasa ingin

tahu siswa, 4) menciptakan masyarakat belajar, 5) menghadirkan “model”

sebagai contoh pembelajaran, 6) melakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) melakukan penilian yang sebenarnya.

Dokumen terkait