• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Menurut Roger, dkk (1992) dalam Miftahul Huda (2011:29) model pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Parker (1994) dalam Miftahul Huda (2011:29) mendefinisikan kelompok kecil kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.

Arif Rohman (2009: 186) mendefinisikan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok.

Dari pendapat diatas jelas bahwa model pembelajaran kooperatif menekankan kerja kelompok kecil yang heterogen dan antar anggota

kelompok memiliki ketergantungan positif, memiliki tanggung jawab bersama demi keberhasilan pembelajaran kelompoknya. Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) dalam Trianto (2009:60-61), terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:

1) Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.

2) Kedua, interaksi antar siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa, dimana interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

3) Ketiga, tanggung jawab individual. Tanggung jawab indivifual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

4) Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain diruntut untuk mempelajari materi yang diberikan, seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

5) Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) adalah sebagai berikut:

1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan orang lain.

3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. Jadi prinsip-prinsip diatas yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan model lainnya, dimana model pembelajaran ini

melibatkan peran aktif dan kerja sama siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan serta terkesan menggembirakan dan menyenangkan karena memberikan motivasi belajar melalui pemberian penghargaan kepada kelompok dan individu.

2. Model Pembelajaran Think Pair Share

a. Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share

Menurut Aris Shoimin (2017:208-209), Think Pair Share adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang memberi siswa waktu untuk berpkir dan merespons serta saling bantu satu sama lain. Model ini memperkenalkan ide “waktu berpikir atau waktu tunggu” yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam merespons pertanyaan. Pembelajaran kooperatif model Think Pair Share ini relatif lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa. Pembelajaran ini melatih siswa untuk berani berpendapat dan menghargai pendapat teman.

Menurut Miftahul Huda (2013:206) manfaat model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

Trianto (2009:81-82) mengungkapkan bahwa model pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya.

Menurut Jumanta Hamdayama (2014: 202-203) model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terdiri atas lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas, yaitu tahap pendahuluan think, pair, dan share, penghargaan. Penjelasan dari setiap

langkah-langkah adalah sebagai berikut: 1) Tahap Pendahuluan

Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.

2) Tahap Think (berpikir secara individu)

Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu (think time) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.

3) Tahap Pairs (berpasangan dengan teman sebangku)

Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan secara bersama.

4) Tahap Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)

Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada teman-teman di kelas

sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.

5) Tahap Penghargaan

Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.

b. Kelebihan Model Pembelajaran Think Pair Share

Suatu model pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Menurut Jumanta Hamdayama (2014: 203-204) model pembelajaran ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya sebagai berikut:

1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan model pembelajaran Think Pair Share menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru pada awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

2) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa seara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengatuhi hasil belajar siswa.

3) Memotivasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik dari pada model pembelajaran dengan konvensional.

4) Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kecenderungan siswa merasa malas karena proses belajar dikelas hanya mendengarkan apa yang sampaikan guru dan semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar, model pembelajaran Think Pair Share akan lebih menarik dan tidak menonton dibandingkan model pembelajaran konvensional.

5) Penerimaan individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif dalam kelas hanya berpusat pada siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru. Dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share, hal ini dapat diminimalisir sebab

semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

6) Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam proses belajar mengajar adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share,

perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran Think Pair Share menuntut siswa untuk dapat bekerjasama oleh tim, sehingga

siswa dituntut untuk dapat bekerjasama dalam tim, dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.

c. Kekurangan Model Pembelajaran Think Pair Share

Selain keunggulan diatas, menurut Jumanta Hamdayama (2014: 204-205) model pembelajaran Think Pair Share juga memiliki kekurangan, diantaranya sebagai berikut:

1) Tidak selamanya mudah bagi siswa untuk mengatur cara berpikir sistematik.

3) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari siswa dalam kelompok yang bersangkutan sehingga banyak kelompok yang melapor dan dimonitor.

4) Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan. 5) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

6) Menggantungkan pada pasangan.

B. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Dokumen terkait