• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Secara umum model pembelajaran Think Pair Share yang dilakukan di kelas hanya memberikan waktu berpikir kepada siswa secara individu pada tahap Think selama 5 menit untuk siswa menemukan penyelesaian permasalahan sederhana yang diberikan dan tidak meminta siswa menuliskan jawaban tersebut ke lembar kerja siswa, kemudian pada tahap Pair siswa lebih diberikan waktu yang banyak untuk berdiskusi dengan kelompok mengenai penyelesaian permasalahan sederhana yang diberikan dan menuliskan jawaban tersebut ke lembar kerja siswa, lalu pada tahap Share siswa diminta mempresentasikan hasil diskusi kepada teman-teman di kelas. Sedangkan

20.4 58.25 0 10 20 30 40 50 60 Pre-test Post-test

Rata-rata Nilai Pre-test dan Post-test

model pembelajaran Think Pair Share yang dilakukan dalam penelitian berbeda dari model pembelajaran Think Pair Share pada umumnya. Model pembelajaran Think Pair Share yang dilakukan dalam penelitian ini memberikan waktu berpikir kepada siswa secara individu pada tahap Think selama 20-25 menit untuk siswa menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan model soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan meminta siswa menuliskan jawaban tersebut di lembar kerja siswa, kemudian pada tahap Pair siswa diberikan waktu 15 menit untuk melakukan diskusi dengan teman kelompok mengenai jawaban yang telah diperoleh dari masing-masing siswa dalam kelompok dan menentukan penyelesaian permasalahan yang tepat dari jawaban tersebut, dan terakhir pada tahap Share siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas kepada teman-temannya serta guru meminta salah satu siswa memberikan pertanyaan kepada kelompok tersebut terkait penjelasan yang telah disampaikan. Oleh karena itu model pembelajaran Think Pair Share yang dilakukan pada penelitian ini lebih menonjolkan kegiatan pada tahap Think dengan permasalahan yang diberikan sudah menggunakan model soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) sehingga diharapkan siswa dapat berpikir lebih kritis secara individu dalam menyelesaikan permasalahan tersebut pada tahap ini.

Jika dilihat berdasarkan nilai yang didapatkan dari setiap indikator kemampuan Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang digunakan pada masing-masing tes, kemudian nilai tersebut dikelompokkan dalam kategori

nilai tes siswa menurut Suharsimi Arikunto (2013: 281) maka diperoleh tabel berikut:

Tabel 11. Kategori Nilai Pre-test Berdasarkan Indikator HOTS Indikator HOTS Skor

Perolehan

Skor

Maksimal Nilai Kategori Menganalisis (C4) 138 300 46 Kurang Mengevaluasi (C5) 179 400 44,75 Kurang Mencipta (C6) 47 200 23,5 Gagal

Rata-rata 38,08 Gagal

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata indikator HOTS pada hasil pre-test siswa adalah 38,08 dengan kategori gagal. Dari ketiga indikator HOTS dua diantaranya termasuk dalam kategori kurang yaitu pada indikator menganalisis (C4) dan indikator mengevaluasi (C5), kemudian satu indikator HOTS lainnya termasuk dalam kategori gagal yaitu pada indikator mencipta (C6). Maka diperoleh pencapaian indikator dengan nilai tertinggi adalah indikator menganalisis (C4) sebesar 46 dan nilai yang terendah adalah indikator mencipta (C6) sebesar 23,5.

Sedangkan nilai post-test pada setiap indikator Higher Order Thinking Skills (HOTS) jika dikelompokkan dalam kategori nilai siswa menurut

Suharsimi Arikunto (2013: 281) adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Kategori Nilai Post-test Berdasarkan Indikator HOTS

Indikator HOTS Skor

Perolehan

Skor

Maksimal Nilai Kategori Menganalisis (C4) 326 400 81,5 Baik

Sekali

Mengevaluasi (C5) - - - -

Mencipta (C6) 133 400 33,25 Gagal

Rata-rata 57,38 Cukup

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata indikator HOTS pada hasil pre-test siswa adalah 57,38 dengan kategori cukup. Dari kedua indikator HOTS yang termasuk dalam kategori baik sekali yaitu pada indikator menganalisis (C4),

kemudian satu indikator HOTS lainnya termasuk dalam kategori gagal yaitu pada indikator mencipta (C6). Maka diperoleh pencapaian indikator dengan nilai tertinggi adalah indikator menganalisis (C4) sebesar 81,5 dan nilai yang terendah adalah indikator mencipta (C6) sebesar 33,25.

Pada soal post-test hanya dua indikator HOTS yang digunakan yaitu menganalisis (C4) dan mencipta (C6). Hal tersebut karena adanya kesalahan peneliti dalam memilih soal yang akan digunakan sehingga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, hasil analisis data dari penelitian ini hanya menggunakan dua indikator saja yaitu menganalisis (C4) dan mencipta (C6) supaya data yang diperoleh dapat sesuai.

Berikut adalah diagram perbandingan dua indikator Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang diperoleh dari nilai pre-test dan post-test:

Gambar 15. Perbandingan Indikator Higher Order Thinking Skills (HOTS) Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa indikator Higher Order Thinking Skills (HOTS) mengalami peningkatan setelah dilakukan

pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share. Pada model pembelajaran tersebut terdapat tiga tahap yaitu think, pair,

0 100 200 300

Menganalisis (C4) Mencipta (C6)

Perbandingan Indikator Higher Order

Thinking Skills (HOTS)

dan share, dimana dalam tahap Think memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan dan tahap ini juga membiasakan siswa mengerjakan permasalahan secara mandiri sehingga mampu menstimulus siswa untuk dapat bekerja keras dalam mengeluarkan gagasan dan ide-ide terkait permasalahan yang diberikan. Pembelajaran dengan model konvensional adalah proses belajar mengajar yang biasa dilakukan guru di kelas yang meminta siswa untuk mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru. Jika pembelajaran tersebut dibandingkan dengan tahap Think seperti yang dijelaskan di atas tentunya tahap Think memiliki peran yang sangat jauh berguna dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Tahap Pair yang dimaksud adalah membimbing siswa untuk bekerja secara berpasangan, pada tahap ini mampu mendorong motivasi belajar siswa selama pembelajaran dilakukan yang bisa memungkinkan siswa untuk saling berinteraksi dalam hal menyampaikan, menanggapi, serta menjawab pendapat maupun pertanyaan yang diajukan teman kelompoknya sehingga siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam kelompoknya dapat memberikan bantuan kepada siswa yang memiliki kemampuan berpikir lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok tergantung pada kontribusi setiap individu dalam kelompok tersebut, sehingga dengan demikian akan terjadi peningkatan interaksi antar siswa dalam kelompok yang mengakibatkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi akan meningkat ataupun mengasah kemampuan yang dimiliki

sedangkan teman kelompok yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tingginya masih rendah dapat terbantu. Hasil temuan lain mengatakan bahwa proses pembelajaran dengan mengelompokkan siswa dapat membuat siswa mempunyai daya nalar yang tinggi dan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan karena banyaknya variasi dalam proses jawaban siswa dalam kelompok tersebut. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, siswa diminta bekerja sendiri dalam memahami materi maupun menyelesaikan permasalahan yang diberikan, hal ini membuat siswa semakin sulit untuk berkembang dalam mengikuti pembelajaran yang akan berdampak pada kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Tahap Share dalam penelitian ini siswa diajak untuk mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi yang telah dikerjakan dalam kelompok. Tahap ini membuat siswa lebih percaya diri dan bertanggung jawab dengan hasil diskusi yang telah dikerjakan. Selain itu pada tahap ini akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan dari kelompok lain yang akan mendorong kemampuan siswa dalam mengajukan dugaan dan menuntut siswa memberikan penjelasan atau bukti terhadap pernyataan yang diajukan kelompok lain sehingga memunculkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, siswa hanya mendengar informasi, mencatat, dan mengerjakan latihan soal yang disampaikan oleh guru sehingga hal tersebut tidak membantu mendorong kemampuan siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam

mengembangkan Higher Order Thinking Skills (HOTS) siswa dengan melaksanakan tiga tahap tersebut.

Dokumen terkait