• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Model Pembelajaran Problem Posing

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan. Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Model pembelajaran ini dikembangkan di tahun 1997 oleh Lynn, dan pada awalnya diterapkan pada mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model pembelajaran ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain.

Menurut Silver, sebagaimana dikutip oleh Irwan (2011: 4), mengatakan problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesaiannya. Dari pendapat Silver tersebut dapat disimpulkan bahwa problem

posing adalah kegiatan merumuskan soal baru dari memodifikasi kondisi soal lama sehingga mampu menentukan penyelesaiannya sendiri.

Menurut Lynn, sebagaimana dikutip oleh Mahmudi (2008: 4), problem posing dapat diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi, atau gambar yang diketahui. Dari pendapat Lynn dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah pembentukan soal baru dari cerita, info dan gambar yang telah ada. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah kegiatan membuat soal baru dari sesuatu yang diketahui baik sumber yang berupa soal lama maupun dari gambar, cerita.

Menurut Suryosubroto (2009: 203), salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk berpkir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interakti yakni Problem Posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan peserta didik menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Peserta didik harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika peserta didik memperkaya pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut (Suyitno, 2004: 31-32).

(1) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para peserta didik. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

(2) Guru memberikan latihan soal secukupnya.

(3) Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

(4) Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik.

(5) Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Menurut Silver dan Cai, sebagaiman dikutip oleh Siswono (2004) pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

1) Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang peserta didik membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

2) Within solution posing

Within solution posing yaitu jika seorang peserta didik mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru

yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Jadi diharapkan peserta didik mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.

3) Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang peserta didik memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Bagi peserta didik, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, peserta didik menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan peserta didik memecahkan masalah tersebut. Problem posing merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan bernalar matematis.

Problem posing dapat dilakukan secara individu atau klasikal, berpasangan, atau secara berkelompok. Problem posing yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari peserta didik lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatarbelakangi oleh situasi yang diberikan. Selain itu, kualitas dari soal tersebut dapat diperiksa secara berulang-ulang dengan baik sebelum diajukan. Namun demikian, soal matematika yang diajukan tanpa terlebih dahulu ditanggapi oleh peserta didik lain, utamanya berkaitan dengan tingkat keterselesaiannya, dapat mengakibatkan masalah tersebut kurang berkembang atau kandungan informasinya kurang lengkap. Soal matematika yang diajukan secara berpasangan dapat lebih berbobot jika dilakukan dengan cara kolaborasi di antara keduanya, utamanya yang berkaitan dengan

tingkat keterselesaian masalah tersebut. Akan tetapi, jika kolaborasi kurang diperhatikan, maka besar kemungkinan peserta didik saling mengharap satu sama lain, sehingga masalah menjadi kurang berbobot. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil akan menjadi lebih berkualitas, baik tingkat keterselesaian maupun kandungan informasinya. Hal ini akan terjadi jika semua anggota kelompok dapat berpartisipasi dengan baik. Sebaliknya tidak menutup kemungkinan adanya anggota dari kelompok yang hanya mengandalkan temannya yang lebih pintar sehingga masalah matematika yang diajukan menjadi kurang berkualitas.

Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan peserta didik untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta didik tidak hanya menerima saja materi dari guru, melainkan peserta didik juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih peserta didik belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik.

Model pembelajaran Problem Posing memiliki beberapa kelebihan. Menurut Rahayuningsih, sebagaimana dikutip oleh Sutisna (2010: 18), kelebihan Problem Posing diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan peserta didik.

2. Minat peserta didik dalam pembelajaran matematika lebih besar dan peserta didik lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.

3. Semua peserta didik terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal. 4. Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan

peserta didik dalam menyelesaikan masalah.

5. Dapat membantu peserta didik untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang peserta didik untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluas bahasan/ pengetahuan, peserta didik dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

Disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran problem posing juga memiliki kekurangan antaralain sebagai berikut.

1. Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama, dan agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.

2. Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan.

3. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

Dokumen terkait