• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 2 KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 2 KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK"

Copied!
267
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP

NEGERI 2 KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

ProgramStudiPendidikan Matematika

oleh

Gilang Anjar Permatasari 4101409083

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi :

Hari : Tanggal :

Semarang, Juli 2013

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Semarang, Juli 2013

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 2 KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK disusun oleh

Nama : Gilang Anjar Permatasari NIM : 4101409083

Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia ujian skripsi FMIPA Universitas Negeri Semarang pada

Hari : Tanggal :

Ketua Sekertaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Drs. Arief Agoestanto, M.Si NIP 19631012 198803 1 001 NIP. 19680722 199303 1 005

Ketua Penguji

Dr. Dwijanto, M.S. NIP 19580430 198403 1 006

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing)

2. Manusia tidak merancang untuk gagal, akan tetapi mereka gagal untuk merancang (William J.Sieggel)

3. Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri (Benyamin Franklin)

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Papah dan ibu yang selalu memberi bimbingan, motivasi, serta doa yang tak ada hentinya.

2. Sahabat BFF (Rina, Arum, Lia, dan Wahyu) yang selalu setia membantu di banyak hal.

3. Sahabat-sahabat “D’nn Kost” (Yasinta, Anita, Zunaida, Ahadiyah, Sagita, Tika, Vita), terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

4. Mahasiswa seperjuangan Pendidikan Matematika ’09, terima kasih atas bantuannya.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, sujud syukur kepada Allah SWT karena berkat kuasa dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Pendekatan PMRI terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa di SMP Negeri 2 Karanganyar Kabupaten Demak”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini selesai berkat bantuan, petunjuk, saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES.

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan FMIPA UNNES yang telah memberikan izin penelitian.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran ujian skripsi.

4. Dra. Rahayu Budhiati Veronica, M.Si. selaku Pembimbing I dan Bambang Eko Susilo, S.Pd., M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah tulus dan sabar membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

7. Bapak Januri, S.Pd., Guru matematika kelas VII SMP Negeri 2 Karanganyar yang telah banyak memberikan bantuan selama penelitian.

8. Guru-guru SMP Negeri 2 Karanganyar yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

9. Papah dan Ibu serta keluargaku tercinta, atas doa, dukungan, dan pengorbanannya hingga penulis bisa menyelesaikan studi ini.

10.Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

11.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan pendidikan pada umumnya.

(8)

viii

ABSTRAK

Permatasari, Gilang Anjar. 2013. Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Pendekatan PMRI terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa di SMP Negeri 2 Karanganyar Kabupaten Demak. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Rahayu Budhiati Veronica, M.Si dan Pembimbing Pendamping Bambang Eko Susilo, S.Pd., M.Pd.

Kata kunci : kemampuan berpikir kreatif, PMRI, problem posing.

Dalam proses pembelajaran diperlukan strategi untuk dapat mendorong peserta didik untuk memahami masalah, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam menyusun rencana penyelesaian, melibatkan peserta didik secara aktif dalam menemukan sendiri penyelesaian masalah, dan mendorong pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Salah satu model pembelajaran yang memiliki sifat dan karakter tersebut adalah pembelajaran dengan pengajuan masalah (Problem Posing). Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keefektifan penerapan model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

Penelitian ini diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada dengan teknik random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII semester II SMP Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2012/2013. Pada penelitian ini dipilih secara acak satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VII B yang diberikan perlakuan model pembelajaran Problem Posing dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas VII A yang diberikan pembelajaran ekspositori. Data kemampuan berpikir kreatif peserta didik diperoleh dengan metode tes dan dianalisis dengan menggunakan uji proporsi dan uji perbedaan rata-rata.

Berdasarkan uji proporsi pada kelas eksperimen, diperoleh

yang artinya persentase ketuntasan

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... .. viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Penegasan Istilah ... 6

1.6Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

2. KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1Landasan Teori ... 10

(10)

x

2.1.2Pembelajaran Matematika ... 11

2.1.3Model Pembelajaran ... 12

2.1.4Model Pembelajaran Ekspositori ... 13

2.1.5Model Pembelajaran Problem Posing... 17

2.1.6Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ... 22

2.1.7Kriteria Ketuntasan Minimal ... 25

2.1.8Berpikir Kreatif ... 28

2.1.9Aktivitas Peserta Didik ... 35

2.1.10 Materi Pokok Segi Empat ... 37

2.2Kerangka Berpikir … ... 43

2.3Hipotesis Penelitian ... 45

3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.1.1Populasi ... 47

3.1.2Sampel ... 47

3.2Variabel Penelitian ... 48

3.3Metode Penelitian ... 49

3.4Langkah-langkah Penelitian ... 51

3.5Metode Pengumpulan Data ... 52

3.6Instrumen Penelitian ... 53

3.7Metode Analisis Data ... 62

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1Hasil Penelitian ... 71

4.1.1Analisis Data Tahap Awal ... 71

4.1.1.1 Uji Normalitas Data Tahap Awal... 72

4.1.1.2 Uji Homogenitas Data Tahap Awal ... 73

4.1.1.3 Uji Kesamaan Rata-rata Data Tahap Awal ... 74

4.1.2Analisis Data Tahap Akhir ... 75

4.1.2.1 Uji Normalitas Data Tahap Akhir ... 76

4.1.2.2 Uji Normalitas Data Keaktifan Peserta Didik ... 77

4.1.2.3 Uji Homogenitas Data Tahap Akhir ... 78

4.1.2.4 Uji Hipotesis 1 ... 79

(11)

xi

4.1.2.6 Uji Hipotesis 3 ... 81

4.2Pembahasan ... 83

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1Simpulan ... 90

5.2Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif ... 33

2.2 Hubungan kreativitas dalam pemecahan masalah dan pengajuan masalah 34 2.3 Indikator Aktivitas Belajar Peserta didik ... 37

3.1. Desain Penelitian ... 50

3.2. Validitas Tiap Butir Soal ... 56

3.3. Daya pembeda Tiap Butir Soal ... 61

3.4. Hasil Analisis Uji Coba... 62

4.1. Data Hasil Ujian Akhir Semester Gasal ... 71

4.2. Hasil Uji Normalitas Data Tahap Awal ... 72

4.3. Hasil Uji Homogenitas Data Tahap Awal ... 73

4.4. Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Tahap Awal ... 74

4.5. Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 75

4.6. Hasil Uji Normalitas Data Tahap Akhir ... 76

4.7. Hasil Uji Normalitas Data Keaktifan Peserta Didik ... 77

4.8. Hasil Uji Homogenitas Data Tahap Akhir ... 78

4.9. Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Data Tahap Akhir ... 80

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Skema Tingkat Berpikir Kreatif ... 30

3.1 Desain Penelitian ... 51

4.1. Hasil Observasi Keaktifan Peserta Didik ... 83

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nilai UAS Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 95

2. Uji Normalitas Data Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 96

3. Uji Homogenitas Data Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 98

4. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 100

5. Kisi-Kisi Soal Tes Uji Coba ... 102

6. Soal Tes Uji Coba ... 105

7. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba ... 107

8. Daftar Nilai Tes Uji Coba ... 116

9. Hasil Analisis Tes Uji Coba Soal ... 118

10. Silabus ... 129

11. RPP Kelas Eksperimen 1 ... 133

12. RPP Kelas Eksperimen 2 ... 138

13. RPP Kelas Eksperimen 3 ... 143

14. RPP Kelas Kontrol 1 ... 148

15. RPP Kelas Kontrol 2 ... 153

16. RPP Kelas Kontrol 3 ... 158

17. Materi Ajar ... 163

18. LKPD Persegi Panjang ... 170

19. Kunci Jawaban LKPD Persegi Panjang ... 173

20. LKPD Persegi ... 176

21. Kunci Jawaban LKPD Persegi ... 179

22. LKPD Layang-layang ... 183

23. Kunci Jawaban LKPD Layang-layang ... 186

24. Latihan Soal Pertemuan 1 ... 190

25. Kunci Jawaban Latihan Soal Pertemuan 1 ... 191

26. Latihan Soal Pertemuan 2 ... 196

(15)

xv

28. Latihan Soal Pertemuan 3 ... 202

29. Kunci Jawaban Latihan Soal Pertemuan 3 ... 203

30. Lembar Observasi Aktivitas Peserta Didik ... 208

31. Lembar Observasi Peneliti Kelas Eksperimen ... 211

32. Lembar Observasi Peneliti Kelas Kontrol ... 214

33. Daftar Rekapitulasi Nilai Tes Kelas Kontrol ... 216

34. Daftar Rekapitulasi Nilai Tes Kelas Eksperimen ... 218

35. Daftar Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 220

36. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 222

37. Uji Homogenitas Data Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 224

38. Uji Hipotesis 1 ... 226

39. Uji Hipotesis 2 ... 228

40. Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen Pertemuan 1 ... 231

41. Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 232

42. Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 233

43. Persentase Rata-rata Aktivitas Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 234

44. Aktivitas Peserta Didik Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 236

45. Aktivitas Peserta Didik Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 238

46. Aktivitas Peserta Didik Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 240

47. Persentase Rata-rata Aktivitas Peserta Didik Kelas Kontrol ... 243

48. Daftar Kriteria Keaktifan Peserta Didik ... 244

49. Uji Normalitas Keaktifan Peserta Didik ... 246

50. Uji Hipotesis 3 ... 248

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang matematika terapan, statistika, komputasi, teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, matematika diskrit dan lain sebagainya. Oleh karena itu matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh semua lapisan masyarakat terutama peserta didik. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Kreativitas dalam pembelajaran matematika merupakan suatu hal yang jarang sekali diperhatikan. Guru biasanya menempatkan logika sebagai topik pembicaraan dan menganggap kreativitas merupakan hal yang tidak penting dalam pembelajaran matematika. Padahal dalam aspek pemecahan masalah matematika diperlukan pemikiran-pemikiran kreatif dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model atau perencanaan pemecahan masalah.

(17)

semester gasal tahun pelajaran 2012/2013, nilai yang dicapai peserta didik masih sangat rendah. Masih sedikit peserta didik yang telah mencapai batas ketuntasan yang ditetapkan. Dari total 118 peserta didik hanya 16 peserta didik yang tuntas. Jadi hanya 16,10% peserta didik yang telah mencapai KKM.

Hasil wawancara dengan salah seorang guru Matematika SMP Negeri 2 Karanganyar, salah satu permasalahan dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah (soal cerita), khususnya soal non rutin atau terbuka (open ended). Berdasarkan hasil identifikasi, beberapa kelemahan peserta didik antara lain: susah dalam memahami kalimat-kalimat dalam soal, sulit untuk membedakan informasi yang diketahui dan permintaan soal, kurang lancar dalam menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang telah diketahui, susah untuk mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika, tidak menggunakan cara-cara yang bervariasi dalam menyelesaikan suatu masalah, kesalahan melakukan perhitungan-perhitungan, dan salah dalam mengambil kesimpulan atau mengembalikan ke masalah yang dicari. Apabila dipersempit kelemahan itu terutama pada kemampuan peserta didik dalam memahami masalah dan merencanakan suatu penyelesaian.

(18)

memberikan informasi tentang materi-materi, memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan tetapi jarang soal cerita,; (3) dalam merencanakan penyelesaian masalah tidak diajarkan cara-cara yang bervariasi atau yang mendorong ketrampilan berpikir kreatif untuk menemukan jawaban masalah.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pembelajaran yang digunakan masih merupakan model pembelajaran ekspositori. Model pembelajaran ekspositori yang ada sudah sesuai, namun peserta didik sering merasa jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran sehingga mereka cenderung kurang aktif. Sehingga diperlukan suatu model pembelajaran inovatif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan antusias dan keaktifan peserta didik. Dalam proses pembelajaran diperlukan cara untuk dapat mendorong peserta didik untuk memahami masalah, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam menyusun rencana penyelesaian, melibatkan peserta didik secara aktif dalam menemukan sendiri penyelesaian masalah, dan mendorong pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan guru hanya sebagai fasilitator. Bila meninjau cara pembelajaran yang diharapkan tersebut, maka salah satu model pembelajaran yang memiliki sifat dan karakter tersebut adalah pembelajaran dengan pengajuan masalah (Problem Posing).

(19)

serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyelidiki dan juga membuat jawaban-jawaban yang divergen. Menurut Suryosubroto (2009: 203), salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk berpikir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interakti yakni Problem Posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan.

Pada pembelajaran matematika diperlukan pemikiran dan gagasan yang kreatif dalam merumuskan dan menyelesaikan model matematika serta menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran dan gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang jika proses pembelajaran matematika di dalam kelas menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Kemampuan berpikir kreatif peserta didik dapat dikembangkan dengan pendekatan PMRI karena adanya prinsip dan karakteristik PMRI yang diterapkan dalam pembelajaran (Siswono, 2007). Salah satu prinsip PMRI yaitu prinsip aktivitas yang menganggap perlunya penemuan kembali suatu konsep matematika. Prinsip ini menghendaki peserta didik belajar matematika dengan mengalami sendiri (beraktivitas). Melalui aktivitas kreatif, kreativitas peserta didik akan berkembang dengan baik. Maka dari itu, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya.

(20)

PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 2 KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

apakah penerapan model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui keefektifan penerapan model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagi peserta didik, diharapkan dapat

a. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. b. Meningkatkan hasil belajar peserta didik.

c. Meningkatkan aktivitas peserta didik.

(21)

memberikan masukan bagi para guru untuk menerapkan model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

3) Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

4) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

5) Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lain.

1.5

Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah pengertian mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan skripsi ini, maka beberapa istilah yang terdapat pada judul perlu dijelaskan. Adapun istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut.

1) Keefektifan

(22)

a. Hasil belajar peserta didik yang memperoleh model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI dapat mencapai KKM secara klasikal sebesar 75 %, artinya paling sedikit 75 % dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut mendapat nilai 70.

b. Rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik di kelas kontrol.

c. Keaktifan peserta didik di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan keaktifan peserta didik di kelas kontrol.

2) Problem Posing

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan peserta didik menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

3) Kemampuan berpikir kreatif

Kemampuan berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang terkait dengan kepekaan terhadap masalah, mempertimbangkan informasi baru dan ide-ide yang tidak biasanya dengan suatu pikiran terbuka, serta dapat membuat hubungan-hubungan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

4) Pendidikan Matematika realistik Indonesia (PMRI)

(23)

menekankan ketrampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir skripsi.

1) Bagian Awal

Bagian awal memuat halaman judul, halaman pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. 2) Bagian Inti

(24)

3) Bagian Akhir

(25)

10

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008: 42), belajar adalah berusaha mengetahui sesuatu, berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian dan keterampilan). Belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal (Suherman, 2003: 7).

Menurut Hamalik (2011: 27), belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

(26)

Menurut Slameto (2003: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar, bersifat permanen sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi hasil dari belajar adalah adanya perubahan tingkah laku.

2.1.2 Pembelajaran Matematika

Menurut Suyitno (2004: 2), pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

(27)

optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik dalam mempelajari matematika.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan kumpulan proses kerja guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada peserta didik. Dalam mempelajari matematika bertahap, berurutan, dan mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu serta konsep-konsep matematika harus dipahami dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol.

2.1.3 Model Pembelajaran

Menurut Joyce, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 5), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

(28)

pengajaran (syntax), prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung;serta (5) memiliki dampak sebagai akibat dari penerapan suatu model pembelajaran.

Menurut Soekamto, dkk sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 5), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar teretentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya;

(2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);

(3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan

(4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

2.1.4 Model Pembelajaran Ekspositori

(29)

sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Peserta didik tidak dituntut untuk menemukan materi itu sehingga materi pelajaran seakan-akan sudah jadi (Depdiknas, 2008: 30).

Dipandang sebagai model pembelajaran, ada beberapa langkah dalam penerapan pembelajaran ekspositori yaitu sebagai berikut.

a. Persiapan (Preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Hal-hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan adalah sebagai berikut.

(1) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif. (2) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai. (3) Bukalah file dalam otak peserta didik.

b. Penyajian (Presentation)

(30)

c. Korelasi (Correlation)

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik peserta didik.

d. Menyimpulkan (Generalisation)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan peserta didik akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.

e. Mengaplikasikan (Application)

(31)

Model pembelajaran ekspositori mempunyai beberapa kelebihan, kelebihan dari pembelajaran ekspositori antara lain sebagai berikut.

1. Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.

2. Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai peserta didik cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

3. Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain peserta didik dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus peserta didik bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

4. Strategi pembelajaran ini bias digunakan untuk jumlah peserta didik dan ukuran kelas yang besar.

Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut.

1. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap peserta didik yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. 2. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik

(32)

3. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berikir kritis.

4. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat bergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas.

5. Strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman peserta didik akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula.

2.1.5 Model Pembelajaran Problem Posing

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya

mengajukan. Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Model pembelajaran ini dikembangkan di tahun 1997 oleh Lynn, dan pada awalnya diterapkan pada mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model pembelajaran ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain.

(33)

posing adalah kegiatan merumuskan soal baru dari memodifikasi kondisi soal lama sehingga mampu menentukan penyelesaiannya sendiri.

Menurut Lynn, sebagaimana dikutip oleh Mahmudi (2008: 4), problem posing dapat diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi, atau gambar yang diketahui. Dari pendapat Lynn dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah pembentukan soal baru dari cerita, info dan gambar yang telah ada. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa problem posing adalah kegiatan membuat soal baru dari sesuatu yang diketahui baik sumber yang berupa soal lama maupun dari gambar, cerita.

Menurut Suryosubroto (2009: 203), salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk berpkir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interakti yakni Problem Posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan peserta didik menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

(34)

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut (Suyitno, 2004: 31-32).

(1) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para peserta didik. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

(2) Guru memberikan latihan soal secukupnya.

(3) Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

(4) Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik.

(5) Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Menurut Silver dan Cai, sebagaiman dikutip oleh Siswono (2004) pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

1) Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang peserta didik membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

2) Within solution posing

(35)

yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Jadi diharapkan peserta didik mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.

3) Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang peserta didik memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Bagi peserta didik, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, peserta didik menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan peserta didik memecahkan masalah tersebut. Problem posing merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan bernalar matematis.

(36)

tingkat keterselesaian masalah tersebut. Akan tetapi, jika kolaborasi kurang diperhatikan, maka besar kemungkinan peserta didik saling mengharap satu sama lain, sehingga masalah menjadi kurang berbobot. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil akan menjadi lebih berkualitas, baik tingkat keterselesaian maupun kandungan informasinya. Hal ini akan terjadi jika semua anggota kelompok dapat berpartisipasi dengan baik. Sebaliknya tidak menutup kemungkinan adanya anggota dari kelompok yang hanya mengandalkan temannya yang lebih pintar sehingga masalah matematika yang diajukan menjadi kurang berkualitas.

Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan peserta didik untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Peserta didik tidak hanya menerima saja materi dari guru, melainkan peserta didik juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih peserta didik belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik.

Model pembelajaran Problem Posing memiliki beberapa kelebihan. Menurut Rahayuningsih, sebagaimana dikutip oleh Sutisna (2010: 18), kelebihan Problem Posing diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan peserta didik.

(37)

3. Semua peserta didik terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal. 4. Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan

peserta didik dalam menyelesaikan masalah.

5. Dapat membantu peserta didik untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang peserta didik untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluas bahasan/ pengetahuan, peserta didik dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

Disamping memiliki kelebihan, model pembelajaran problem posing juga memiliki kekurangan antaralain sebagai berikut.

1. Pembelajaran model problem posing membutuhkan waktu yang lama, dan agar pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.

2. Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan.

3. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

2.1.6 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

(38)

Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada peserta didik, melainkan tempat peserta didik menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Menurut Dolk (2006), matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah. Karena itu, peserta didik tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Sedangkan menurut Hadi (2005), proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata.

Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut.

1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada peserta didik.

(39)

3. Peserta didik diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

4. Peserta didik merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

5. Peserta didik dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

6. Peserta didik diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil- hasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.

7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Menurut Suwarsono, sebagaimana dikutip oleh Hadi (2003) kelebihan pembelajaran matematika realistik antara lain sebagai berikut.

1. Memberikan pengertian yang jelas kepada peserta didik tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

(40)

3. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya.

4. Mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajarai metematika orang harus menjalani sendiri peroses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.

5. Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan.

Kelemahan pembelajaran matematika realistik menurut Suwarsono, sebagaimana dikutip oleh Hadi (2003) adalah sebagai berikut.

1. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari peserta didik.

2. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada pembelajaran konvensional.

3. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu peroses berfikir peserta didik.

2.1.7 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

(41)

paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM individual di SMP Negeri 2 Karanganyar sebesar 70, sedangkan KKM klasikalnya sebesar 75%.

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut.

1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui profesional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajarkan mata pelajaran di sekolah. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan.

2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi.

3. Kriteria ketuntasan minimal setiap kompetensi dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam kompetensi dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut.

(42)

5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran dan dicantumkan dalam laporan hasil belajar (LBH atau rapor).

6. Indikator merupakan acuan/tujuan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik ulangan harian (UH), ulangan tengah semester (UTS) maupun ulangan akhir semester (UAS). Soal ulangan maupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan atau menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan karena semunya memiliki hasil yang setara.

7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal (Depdiknas, 2008).

Berikut ini contoh perhitungan Kriteria Ketuntasan Minimal

Nama Sekolah : SMP N 2 Karanganyar Kelas/Semester : VII/2 Mata Pelajaran : Matematika Tahun Pelajaran: 2012/2013

Kompetensi Dasar Indikator

Penentuan KKM Dari Faktor

Rata-rata Kompleksitas Daya

Dukung Intake 6.3 Menghitung

keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah

 Menurunkan rumus luas bangun segitiga dan segiempat

71 70 70 70

 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat

70 71 68 70

(43)

2.1.8 Berpikir Kreatif

Berpikir asal katanya adalah pikir. Menurut Kamus Teaurus Bahasa Indonesia (2008: 504), pikir berarti agak, akal, budi, intelek, kata hati, pendapat, dan pertimbangan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, serta menimbang-nimbang dalam ingatan. Sedangkan para ahli psikologi kognitif memandang berpikir merupakan kegiatan memproses informasi secara mental atausecara kognitif.

Menurut Ruggiero dan Evans, sebagaimana dikutip oleh Siswono (2005), berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan baru. Dalam berpikir kreatif tersebut, kedua belahan otak digunakan bersama-sama secara optimal. Menurut Daryanto (2009), berpikir kreatif pada hakikatnya adalah berhubungan dengan penemuan sesuatu,mengenai hal yang menghasikan sesuatu baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada.

(44)

Menurut Krulik, sebagaimana dikutip oleh Siswono (2004), penalaran merupakan bagian dari berpikir yang tingkatnya di atas pengingatan (recall). Dalam penalaran dikategorikan secara hirarkhis yaitu berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif. Kategori tersebut tidak diskrit dan sulit sekali untuk mendefinisikan dengan tepat. Berikut indikator yang menunjukkan tiap tingkat tersebut.

(1) Dasar (basic)

a. Memahami konsep

b. Mengenali suatu konsep ketika konsep tersebut berada dalam suatu setting.

(2) Kritis

a. Menguji, menghubungkan dan mengevalusi semua aspek suatu situasi atau masalah.

b. Menfokuskan pada bagian-bagian suatu situasi atau masalah. c. Mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi.

d. Validasi dan menganalisis informasi.

e. Mengingat dan mengasosiakan informasi-informasi yang dipelajari sebelumnya.

f. Menentukan jawaban yang beralasan (reasonable). g. Menyimpulkan dengan valid.

h. Analitikal dan refleksif secara alami. (3) Kreatif

(45)

b. Penemuan (inventive). c. Sintesis ide-ide. d. Membangun ide-ide. e. Menerapkan ide-ide.

Pembentukan skema tingkat berpikir kreatif (TBK) mengikuti pola kategori berpikir yang dibuat Krulik seperti gambar berikut.

Tingkat 5:

Peserta didik yang berada pada tingkat ini, menunjukkan pemahaman terhadap tugas yang diberikan. Hasil tugas peserta didik memenuhi semuakriteria produk kreativitas.

Kreatif

Kritis

Dasar

Recall (Ingatan) Tingkat 0

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 5

[image:45.595.112.481.331.581.2]

Tingkat 4

Gambar 2.1

(46)

Peserta didik dapat

(1) membangun atau membangkitkan ide-ide dari materi matematika yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar;

(2) mensintesis (menggabung-gabungkan) ide-ide dari materi matematika atau lainnya yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar; dan (3) menerapkan ide yang digagas sekaligus perbaikan-perbaikan untuk

mendapatkan jawaban tugas yang sesuai dengan permintaan.

Tingkat 4:

Peserta didik yang berada pada tingkat ini, menunjukkan pemahaman terhadap tugas yang diberikan. Hasil tugas peserta didik memenuhi semuakriteria produk kreativitas.

Peserta didik dapat

(1) membangun atau membangkitkan ide-ide dari materi matematika yang sudah dipelajari dan sedikitdari pengalaman di lingkungan sekitar;

(2) mensintesis (menggabung-gabungkan) ide-ide dari materi matematika atau lainnya yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar; dan (3) menerapkan ide yang digagas sekaligus perbaikan-perbaikan untuk

mendapatkan jawaban tugas yang sesuai dengan permintaan.

Tingkat 3:

(47)

Peserta didik dapat

(1) membangun atau membangkitkan ide-ide hanyadari materi matematika yang sudah dipelajari;

(2) mensintesis (menggabung-gabungkan) ide-ide dari materi matematika atau lainnya yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar; dan (3) menerapkan ide yang digagas sekaligus perbaikan-perbaikan untuk

mendapatkan jawaban tugas yang sesuai dengan permintaan.

Tingkat 2:

Peserta didik pada tingkat ini, menunjukkan pemahaman terhadap tugas yang diberikan, tetapi hasil tugas peserta didik tidak semua memenuhi kriteria produk kreativitas.

Peserta didik dapat

(1) membangun atau membangkitkan ide-ide hanya dari materi matematika yang sudah dipelajari;

(2) mensintesis (menggabung-gabungkan) ide-ide dari materi matematika atau lainnya yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar; dan (3) menerapkan ide yang digagas sekaligus perbaikan-perbaikannya untuk

mendapatkan jawaban tugas yang sesuai dengan permintaan.

Tingkat 1:

(48)

Peserta didik

(1) dapat membangun atau membangkitkan ide-ide hanya dari materi matematika yang sudah dipelajari;

(2) belum dapat menyintesis (menggabung-gabungkan) ide-ide dari materi matematika atau lainnya yang sudah dipelajari maupun pengalaman di lingkungan sekitar; dan

(3) belum dapat menerapkan ide yang digagas sekaligus perbaikanperbaikannya untuk mendapatkan jawaban tugas yang sesuai dengan permintaan.

Tingkat 0:

[image:48.595.115.534.466.681.2]

Peserta didik pada tingkat ini, belum menunjukkan pemahaman terhadap tugas yang diberikan. Hasil tugas peserta didik tidak memenuhi semua kriteria produk kreativitas. Peserta didik tidakmenunjukkan proses berpikir kreatif (hanya sekedar mengulang atau recall).

Tabel 2.1

Tingkat kemampuan berpikir kreatif

Kriteria Subjek Penelitian

Komponen Kreativitas

Kefasihan Fleksibilitas Kebaruan Sangat Kreatif

Kreatif Cukup Kreatif

Tidak Kreatif

(49)
[image:49.595.114.564.166.415.2]

Tabel 2.2

Hubungan kreativitas dalam pemecahan masalah dan pengajuan masalah Pemecahan Masalah Komponen

Kreativitas Pengajuan Masalah

Peserta didik menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam solusi dan jawaban.

Kefasihan

 Peserta didik membuat banyak masalah yang dapat dipecahkan.

 Peserta didik berbagi masalah yang diajukan

Peserta didik menyelesaikan masalah dengan satu cara lalu dengan cara lain.

Peserta didik mendiskusikan berbagai metode penyelesainnya.

Fleksibilitas

 Peserta didik mengajukan masalah yang cara penyelesaian berbeda-beda.

 Peserta didik menggunakan pendekatan “what-if-not?” untuk mengajukan masalah.

Peserta didik memeriksa jawaban degan berbagai metode

penyelesainnya dan kemudian membuat metode yang baru yang berbeda.

Kebaruan

 Peserta didik memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda.

Menurut Silver sebagaimana dikutip oleh Siswono (2005), indikator untuk menilai berpikir kreatif peserta didik dalam tiga kriteria, yaitu kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan kebaruan (novelty). Kriteria tersebut dapat dioperasionalisasikan sebagai berikut.

(1) Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman (bermacam-macam) jawaban masalah yang dibuat peserta didik dengan benar, sedang dalam pengajuan masalah mengacu pada banyaknya atau keberagaman masalah yang diajukan peserta didik sekaligus penyelesaiannya dengan benar.

(50)

peserta didik mengajukan masalah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda.

(3) Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh individu (peserta didik) pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik mengajukan suatu masalah yang berbeda dari masalah yang diajukan sebelumnya.

2.1.9 Aktivitas Peserta didik

Menurut Hamalik (2011: 171), pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Menurut Diedrich, sebagaimana dikutip oleh Hamalik (2011: 172), menggolongkan jenis aktivitas peserta didik dalam 8 kelompok sebagai berikut.

(1) Kegiatan-kegiatan visual, meliputi: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

(51)

pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

(3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, meliputi: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

(4) Kegiatan-kegiatan menulis, meliputi: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

[image:51.595.117.517.187.597.2]

(5) Kegiatan-kegiatan menggambar, meliputi: menggambar, membuat grafik, chart, peta, diagram peta, dan pola.

(6) Kegiatan-kegiatan metrik, meliputi: melakukan percobaan, memilih-milih alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permaian, menari, dan berkebun.

(7) Kegiatan-kegiatan mental, meliputi: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganilisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membantu keputusan.

(52)

Tabel 2.3

Indikator Aktivitas Belajar Peserta didik

No Indikator Aktivitas

1 Kegiatan-kegiatan visual (Visual Activities)

a. Peserta didik memperhatikan penjelasan guru berkaitan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai serta model pembelajaran yang akan digunakan.

b. Peserta didik memperhatikan pada saat teman mempresentasikan hasil diskusi.

2 Kegiatan-kegiatan lisan (Oral

Activities)

a. Peserta didik aktif bertanya pada guru dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. b. Peserta didik mengemukakan pendapatnya pada

saat kegiatan diskusi . 3 Kegiatan-kegiatan

mendengarkan (Listening Activities)

a. Peserta didik mendengarkan penyajian hasil diskusi kelompok.

b. Peserta didik mendengarkan tanggapan/saran dari kelompok lain.

4 Kegiatan-kegiatan menulis (Writing Activities)

Peserta didik menulis jawaban soal-soal hasil dari kegiatan diskusi.

5 Kegiatan-kegiatan menggambar (Drawing Activities)

Peserta didik dapat memodelkan soal materi segiempat yang berupa soal uraian ke dalam gambar.

6 Kegiatan-kegiatan motorik (Motor Activities)

Peserta didik dapat membuat model matematika dari soal materi segiempat.

7 Kegiatan-kegiatan mental (Mental Activities)

Peserta didik dapat mengerjakan soal.

8 Kegiatan-kegiatan emosional

(Emotional Activities)

Peserta didik antusias dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.1.10 Materi Pokok Segi Empat

[image:52.595.117.557.156.625.2]
(53)

bawah ini hanyalah tiga macam bangun datar yaitu persegi panjang, persegi, dan layang-layang.

A. Persegi Panjang

1. Definsi Persegi Panjang

Persegi panjang adalah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang, dan keempat sudutnya siku-siku (Sukino, 2004: 317).

2. Luas Daerah Persegi panjang

Mencari luas daerah persegi panjang Daerah persegi

panjang Panjang Lebar Luas daerah

(i) 3 2 6 = 3 x 2

(ii) 4 3 12 = 4 x 3

(iii) P l p x l

(i) (ii) (iii)

p

(54)

Secara umum, jika luas daerah persegi panjang = dengan panjang = dan lebar = maka luas daerah persegi panjang adala .

3. Keliling Persegi Panjang

Perhatikan gambar berikut ini.

Gambar di atas menunjukkan bangun persegi panjang. Keliling suatu bangun datar adalah jumlah semua panjang sisi-sisinya, tampak bahwa panjangnya = 6 satuan panjang dan lebarnya = 4 satuan panjang.

Keliling persegi panjang = (6 + 4 + 6 + 4) satuan panjang = 2 (6 + 4) satuan panjang

= 20 satuan panjang

Secara umum, jika keliling persegi panjang = , dengan panjang = dan lebar = adalah .

B. Persegi

1. Definisi Persegi

(55)

2. Luas daerah Persegi

Perhatikan gambar bangun persegi di bawah ini.

Perhatikan gambar di atas, gambar tersebut menunjukkan bahwa bangun persegi dengan panjang sisi = 6 satuan.

Luas daerah persegi = 6 x 6

= 36 satuan luas

Secara umum, jika luas daerah persegi = L dengan panjang sisi = s maka luas daerah persegi adalah .

[image:55.595.113.515.165.626.2]

3. Keliling Persegi

Gambar di atas menunjukkan bahwa bangun persegi dengan panjang sisi = 6 satuan.

(56)

Secara umum jika keliling persegi = dengan panjang sisi = maka keliling persegi adalah .

C. Layang-layang

1. Definisi Layang-layang

Layang-layang adalah bangun segi empat yang dibentuk oleh dua segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berhimpit (Sukino, 2004: 340).

2. Luas daerah layang-layang

Layang-layang dapat dibentuk dari gabungan dua segitiga samakaki. Perhatikan layang-layang ABCD pada gambar disamping.

(57)

Luas daerah layang-layang ABCD

ADC

daerah

Luas

ABC

daerah

Luas

            

AC BO AC DO

2 1 2

1

BO DO

AC    2 1 BD AC   2 1

Jadi, luas daerah layang-layang ABCD dengan BD dan AC merupakan diagonal dari layang-layang ABCD tersebut adalah BDAC

2 1

.

Secara umum, pada layang-layang dengan dan adalah panjang diagonal layang-layang tersebut dan L adalah luas daerah layang-layang maka berlaku Luas = .

3. Keliling layang-layang

Perhatikan layang-layang ABCD di bawah ini. D

A C

(58)

Jika layang-layang ABCD mempunyai panjang sisi yang terpanjang = x dan panjang sisi yang terpendek = y maka

Keliling layang-layang ABCD = AB + BC + CD + DA = x + x + y + y

= 2x + 2y

= 2 (x + y)

Jadi keliling layang-layang ABCD adalah 2 (x + y).

Secara umum, pada layang-layang dengan panjang diagonal berturut-turut adalah x dan y, sedangkan keliling layang-layang tersebut adalah K, maka K = 2 (x + y).

2.2

Kerangka

Berpikir

Salah satu fokus pembelajaran matematika adalah kemampuan berpikir kreatif. Dalam era pembangunan ini masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan kreatif berupa penemuan-penemuan baru dan teknologi-teknologi

y D

A C

B O

x x

(59)

baru. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif hendaknya dipupuk sejak dini. Peserta didik di SMP Negeri 2 Karanganyar, kemampuan berpikir kreatifnya masih tergolong rendah. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya nilai ulangan harian yang masih belum mencapai KKM. Salah satu faktor yang menyebabkan peserta didik sering mengalami hambatan dalam mencapai hasil belajar yang baik adalah faktor dari peserta didik itu sendiri. Selain itu faktor guru yang masih menggunakan model pembelajaran ekspositori sehingga kurang untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat di mana dalam proses belajar mengajar matematika guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang melibatkan aktivitas peserta didik, karena dengan keaktifan ini peserta didik akan mengalami, menghayati, dan mengambil pelajaran dari pengalamannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik adalah model pembelajaran Problem Posing.

(60)

pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Kemampuan berpikir kreatif peserta didik dapat dikembangkan dengan pendekatan PMRI karena adanya prinsip dan karakteristik PMRI yang diterapkan dalam pembelajaran.

Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Pendekatan PMRI terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa di SMP N 2 Karanganyar Kabupaten Demak.

2.3

Hipotesis

Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka peneliti mengambil hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik dengan indikator sebagai berikut.

(61)

b. Rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kreatif peserta didik di kelas kontrol.

(62)

47

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII semester II SMP Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2012/2013. Kelas VII SMP Negeri 2 Karanganyar terdiri dari empat kelas yaitu kelas VII A, VII B, VII C, dan VII D. Kelas VII A terdiri dari 30 peserta didik, VII B terdiri dari 29 peserta didik, VII C terdiri dari 29 peserta didik, dan kelas VII D terdiri dari 30 peserta didik. Jadi jumlah total peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Karanganyar adalah 118 peserta didik.

3.1.2 Sampel

(63)

pembelajaran Problem Posing. Kelas kontrol akan diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran ekspositori.

3.2

Variabel Penelitian

Variabel merupakan suatu gejala yang muncul yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011: 2). Adapun variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Variabel terikat (dependent) dan Variabel Bebas (Independent)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Sugiyono, 2011: 4). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (variabel terikat). (Sugiyono, 2011: 4).

b. Variabel terikat dan bebas dalam penelitian ini 1. Untuk indikator keefektifan kedua

Variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif peserta didik kelas VII SMP semester 2 materi pokok segi empat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran.

2. Untuk indikator keefektifan ketiga

(64)

3.3

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental. Ciri utama dari true experimental adalah sampel yang digunakan untuk kelompok eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara random dari populasi tertentu. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada dengan teknik random sampling. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang memperoleh model pembelajaran Problem Posing dengan pendekatan PMRI dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran ekspositori.

(65)
[image:65.595.115.543.196.495.2]

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Kondisi

Awal Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen

Nilai ujian semester gasal tahun ajaran 2012/ 2013

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan

pendekatan PMRI Tes

Kontrol Pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran

ekspositori

(66)

3.4

Langkah-langkah Penelitian

Sampel

Kelas eksperimen

Kelas kontrol

Model pembelajaran problem posing

Model pembelajaran

ekspositori Uji normalitas, uji

homogenitas, uji kesamaan rata-rata

Soal uji coba

Validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran, daya

pembeda Analisis

Analisis

Tes

Analisis

[image:66.595.114.524.96.751.2]

Simpulan Populasi (Kelas VII SMP)

(67)

3.5

Metode Pengumpulan Data

Mengumpulkan data merupakan kegiatan penting dalam sebuah penelitian. Dengan adanya data itulah peneliti menganalisisnya untuk kemudian dibahas dan disimpulkan dengan panduan yang dimiliki serta referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian tersebut.

a. Dokumentasi

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang mendukung penelitian yang meliputi nama peserta didik yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini dan data nilai ujian akhir semester gasal mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2012/2013. Data ini digunakan untuk uji normalitas dan uji homogenitas populasi untuk menentukan kelas sampel dalam penelitian ini.

b. Tes

(68)

c. Metode Observasi

Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi langsung. Dalam penelitian ini digunakan lembar observasi untuk mendapatkan data tentang aktivitas peserta didik. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan menggunakan checklist. Check list atau daftar cek terdiri dari item yang berisi faktor-faktor yang diobservasi.

3.6

Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan pada penilitian ini adalah sebagai berikut.

a. Instrumen Tes

Materi tes adalah soal-soal yang terdapat pada materi pokok segi empat. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir kreatif peserta didik maka bentuk tes yang cocok untuk digunakan adalah soal uraian, karena soal uraian amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah mengendap dalam struktur kognitif peserta didik dengan pengertian materi yang sedang dipikirkannya.

b. Metode Penyusunan Perangkat Tes

Penyusunan perangkat tes dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Menentukan materi

(69)

2) Menentukan alokasi waktu

Dalam penelitian ini waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal selama 80 menit.

3) Menentukan bentuk tes

4) Membuat kisi-kisi soal, dengan mencamtumkan ruang lingkup bahan pelajaran dan tujuan pembelajaran.

5) Membuat perangkat tes, yaitu dengan menuliskan butir soal, menulis petunjuk atau pedoman mengerjakan serta kunci jawaban.

6) Mengujicobakan instrumen tes.

7) Menganalisis hasil uji coba dalam hal validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

c. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pengembangan instrumen, karena dari uji coba inilah diketahui informasi mengenai mutu instrumen yang digunakan. Dengan dilakukannya uji coba diharapkan instrumen yang digunakan dalam penelitian memenuhi kriteria sehingga dapat dijadikan sebagai alat pengumpul data. Adapun syarat utama uji coba adalah bahwa karakteristik subjek penelitian, selain itu kondisi uji coba (misalnya waktu, alat-alat yang dipakai, cara penyelenggaraan) juga harus sama dengan kondisi penelitian yang sebenarnya.

<

Gambar

 Gambar 2.1
Tabel 2.1 Tingkat kemampuan berpikir kreatif
Tabel 2.2
grafik, chart, peta, diagram peta, dan pola.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akibatnya rapat energi foton makin lama makin besar dengan terjadinya pemantulan berulang-ulang yang dilakukan kedua ujung batang ruby, sampai suatu saat ujung yang berlapis tipis

Pada linier yang telah dibicarakan, dimana pengertian toleransi pada ukuran panjang. Sebelum membicarakan masalah toleransi geometri lebih jauh, perlu sekali harus tahu

Kompetensi PRMT Kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan PRMT kelas C dalam berusaha rumah makan tradisional, dalam hal

Masyarakat adat pesukuan Tanjung nagari Mangopoh menggugat tanah seluas 2500 hektar tersebut adalah tanah ulayat mereka yang ditujukan ke PT Mutiara Agam ke

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas sistem tidak berpengaruh terhadap minat wajib pajak dalam penggunaan e-filing , hal tersebut berbeda dengan teori

Persepsi kerja di kalangan orang Minahasa sangat dipengaruhi oleh suatu premis budaya petani bahwa orang hidup untuk kerja (secara fisik) dan ini harus

Pemberian ekstrak daun kemuning dalam air minum pada puyuh layer malon tidak mempengaruhi kualitas fisik telur (persentase bobot kuning telur, persentase

Hasil dari kesimpulan dari penelitian ini, analisis hukum Islam dan hukum positif terhadap isteri yang meninggalkan suami dapat dikatakan isteri tersebut nusyuz