• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUTAN MANGROVE

5.4 Model Pemulihan dan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

3 Varanus salvator Biawak √ √ √

4 Crocodylus porosus Buaya muara - -

5 Fordonia leucobalia ular bakau √ √ √

6 Collacalia fuciphaga Burung walet √ √ √ 7 Dendrocygna javanica Burung belibis √ √ √

8 Oecophylla smaragdina semut √ √ √

9 Terblaria palustris siput bakau √ √ √

10 Scylla sp kepiting bakau √ √ √

11 Polymesoda erosa kerang totok √ √ √

Hasil pengamatan transek √ = ditemukan

- = tidak ditemukan

5.4 Model Pemulihan dan Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 26 umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle. Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk

mangrove adalah kata Menglier. Kata mangrove juga untuk individu tumbuhan

dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, kata mangrove juga baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.

Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh:

(1) Tidak terpengaruh iklim; (2) Dipengaruhi pasang surut; (3) Tanah tergenang air laut; (4) Tanah rendah pantai;

(5) Hutan tidak mempunyai struktur tajuk;

(6) Jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis

tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. “Mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 27 Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove disebut juga “Coastal

Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika.

Fungsi ekosistem mangrove di antaraya mencakup:

(1) Fungsi Fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah. (2) Fungsi Biologis; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan

beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota.

(3) Fungsi Ekonomi; sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan.

Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, di samping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat. Ekosistem mangrove juga merupakan perlindungan pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami.

Karena karakter pohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen. Di samping itu, ekosistem mangrove juga merupakan penghasil detritus dan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya. Juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dan sebagai tempat pariwisata. Hasil dari

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 28 hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar, arang kulit kayu yang menghasilkantanin (zat penyamak) dan lain-lain termasuk hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove, berupa :

1. Bahan bakar; kayu bakar, arang dan alkohol.

2. Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakan jenis yang berasal dari hutan mangrove.

3. Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat-obatan. 4. Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring,

pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai. 5. Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.

6. Produksi kertas; berbagai macam kertas

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut. Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :

1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang 2. Pengendali intrusi air laut

3. Habitat berbagai jenis fauna

4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 29 6. Pengontrol penyakit malaria

7. Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)

8. Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibanding tipe hutan lain. Lebih lanjut, ekosistem hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapat mendukung kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung, adalah sebagai berikut

(1) Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove menjamin terpeliharanya: a) Lingkungan fisik, yaitu perlindungan pantai terhadap pengikisan

olehombak dan angin, pengendapan sedimen, pencegahan dan pengendalian intrusi air laut ke wilayah daratan serta pengendalian dampakpencemaran air laut.

b) Lingkungan biota, yaitu sebagai tempat berkembang biak dan berlindung biota perairan seperti ikan, udang, moluska dan berbagai jenis reptil serta jenis-jenis burung serta mamalia.

c) Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi (khususnya iklim makro). (2) Fungsi Sosial dan ekonomis, yaitu sebagai:

a) Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya.

b) Tempat rekreasi atau wisata alam.

c) Obyek pendidikan, latihan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama,yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi. Fungsi ekologis ekosistem hutan adalah sebagai berikut :

1. Dalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang.

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 30 2. Dengan sistem perakaran yang kokoh ekosistem hutan mangrove

mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang dan taufan.

3. Sebagai pengendalian banjir, hutan mangrove yang banyak tumbuh di daerah estuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir.

4. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organic.

5. Sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaring-jaring makanan di ekosistem pesisir, serasah mangrove yang gugur dan jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan sekaligus berfungsi membantu proses pembentukan daun-daun tersebut menjadi detritus. Selanjutnya detritus menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan seperti : cacing, udang-udang kecil dan akhirnya hewan-hewan ini akan menjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya.

6. Merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda (juvenile stage) yang akan bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa dan juga merupakan daerah pemijahan (spawning ground) beberapa perairan seperti udang, ikan dan kerang-kerangan.

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya. Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 31 yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.

Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut. Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove yang merupakan komunitas pantai tropis. Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir.

Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil). Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.

Pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial adalah dengan sistem silvofishery. Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup efektif dan ekonomis. Aspek keuntungan yang diperoleh dengan model silvofishery ini antara lain dapat meningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat mengatasi masalah pangan dan energi (aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspek ekologi). Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukup baik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaan ikan, untuk itu secara tidak langsung menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 32 Salah satunya adalah program pembangunan, pemeliharaan dan pengamanan hutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus perbaikan lingkungan dan kelestariannya yang pelaksanaannya terbatas di kawasan hutan.

Untuk dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan tekanan sosial budaya penduduk di sekitar hutan yang berakibat turunnya produktivitas lahan dan fungsihutan maupun kualitas lingkungan biofisik di sekitarnya. Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 60.2/Kpts/DIR/1988 merupakan Pedoman Pelaksanaan Perhutanan Sosial. Penggarap empang dianggap sebagai mitra sejajar dalam pembangunan hutan atas dasar saling menguntungkan.

Agroforestry merupakan suatu alternatif yang cukup efektif dalam upaya untuk menyatukan kepentingan antara kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan, khususnya Kelompok Tani Hutan sehingga terjalin hubungan mitra pembangunan yang harmonis yang saling menguntungkan. Dalam system agroforestry, penggunaan lahan pada dasarnya dititikberatkan pada salah satu usaha tanaman pangan, peternakan atau kehutanan. Jika tanaman kehutanan dikombinasikan dengan pertambakan ikan atau udang disebut silvofishery. Tujuan kegiatan Perhutanan Sosial di hutan mangrove ini sama halnya dengan di kawasan hutan produksi, yaitu :untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.

Dalam melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama

dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan

dilaksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 33 kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain : 1. Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing. 2. Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove 3. Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar

pasang surut air laut dan aliran sungai

4. Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting di kawasan hutan mangrove.

5. Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan. Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH.

Usaha pemulihan ekosistem mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Irian Jaya telah sering kita lihat. Upaya ini biasanya berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan ataupun dari Pemerintah daerah setempat. Namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal dalam pelaksanaannya tersedia biaya yang cukup besar, tersedia tenaga ahli, tersedia bibit yang cukup, pengawasan cukup memadai, dan berbagai fasilitas penunjang yang lainnya. Mengapa hasilnya kurang memuaskan? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya peranserta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek, bukan subyek dalam upaya pembangunan.

Dalam pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi dala beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatu kebiasaan dalam suatu proyek apapun yang namanya rencana itu senantiasa

| Kajian Potensi Sumberdaya Hutan Mangrove di Kabupaten Rokan Hilir V - 34 datangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung tombak pelaksana proyek hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan istilah populer dengan pendekatan top-down.

Pelaksanaan proyek semacam ini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnya masyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihan ekosistem mangrove tersebut, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyedia dana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Akibatnya setelah selesai proyek tersebut, yaitu saat dana telah habis tentu saja pelaksana proyek tersebut juga merasa sudah habis pula tanggung jawabnya.